DISUSUN OLEH:
ADI HAFIV SAPUTRA
i
Konsep Teori dan Prinsip Kepemimpinan dalam Keperawatan
A. Pengertian Kepemimpinan
2
Banyak definisi diberikan tentang kepemimpinan, antara lain: George
R.Terry, Leadership is the activit of influencing people to strive willingly for
group objectives. Stoner, kepemimpinan adalah suatu proses pengarahan dan
pemberian pengaruh pada kegiata-kegiatan dari sekelompok anggota yang
saling berhubungan tugasnya.
3
Evaluator Pengajar Penyelesaian masalah
yang kreatif
Fasilitator Pemikir kritis Agens pengubah
Pengambilan risiko Buffer (penengah) Diplomat
Penasihat Advokat Model peran
Penambah semangat Berpandangan ke depan
B. Pengertian Manajemen
Manajemen merupakan suatu pendekatan yang dinamis dan proaktif
dalam suatu kegiatan di organisasi. Didalam menajemen mencakup POAC
(Planning, Organizing, Actuating, Controlling) terhadap staf, sarana, prasarana
dalam mencapai tujuan organisasi (Grant dan Massey,1999).
4
Proses manajemen yang mendukung proses keperwatan
(Gillies,1996:2)
PROSES KEPERAWATAN
Pengumpulan
Perencanaan Pengelolaan Kepegawaian Kepemimpinan Pengawasan
data
5
C. Teori Kepemimpinan
Pengembangan Teori Kepemimpinan
1. Teori Bakat ini adalah teori klasik dari kepemimpinan. Di sini disebutkan
bahwa seorang pemimpin dilahirkan, artinya bakat-bakat tertentu yang di
perlukan seseorang untuk menjadi pemimpin diperolehnya sejak lahir.
Kemampuan seorang pemimpin di tentukan oleh bakat, intelegensi,
stabilitas emosi dan kebugaran fisik.
Teori Bakat (Trait Theory) atau Great Man Theory: Menekankan bahwa
setiap orang adalah pemimpin (yang dibawa sejak lahir) dan mereka
mempunyai karakteristik tertentu yang membuat mereka lebih baik dari
orang lain (Marquis dan Huston,1998).
Ciri-ciri :
a) Intelegensi
1) Pengetahuan
2) Keputusan
3) Kelancaran berbicara
b) Kepribadian
1) Adaptasi
2) Kreatif
3) Kooperatif
4) Siap / siaga
5) Rasa percaya dri
6) Integritas
7) Keseimbangan emosi dan mengontrol
8) Independen
9) Tenang
c) Perilaku
1) Kemampuan bekerja sama
2) Kemampuan interpersona;
3) Kemampuan diplomasi
4) Partisipasi sosial
6
5) Prestise
2. Teori Perilaku: teori ini menekankan apa yang dilakukan pemimpin dan
bagaimana seorang manajer menjalankan fungsinya . teori ini dinamakan
Gaya Kepemimpinan seorang manajer dalam suatu organisasi ( Vestal,
1994 ).
Gaya kepemimpinan dapat didefinisikan berdaarkan perilaku pemimpin
itu sendiri ( Gillis,1970 ).
Gaya kepemimpinan menurut beberapa ahli:
a) Gaya Kepemimpinan menurut Tannenbau dan Warrant H. Schmitdt
Bahwa kepemimpinan berfokus pada atasan dan kepemimpinan
bawahan, yang dipengaruhi oleh faktor manajer, karyawan, dn situasi.
b) Gaya Kepemimpinan menurut Likert :
Mengelompokkan menjadi empat sistem ;
1) Sistem Otoriter – Eksploitatif
2) Sistem Benevolent – Otoritatif
3) Sistem konsultatif
4) Sistem partisipatif
c) Gaya Kepemimpinan menurut Teori X dan Teori Y :
1) Gaya Kepemimpinan diktator
2) Gaya Kepemimpinan otokratis
3) Gaya Kepemimpinan santai
7
2) Konsultasi
3) Partisipasi
4) Delegasi
f) Gaya Kepemimpinan menurut Lippits dan K. White:
1) Otoriter
2) Demokratis
3) Libera; / Laissez Faire
g) Gaya Kepemimpinan berdasarkan kekuasan dan wewenang (
Gillis,1996):
1) Direktif
2) Suportif
3) Partisipatif
4) Bebas bertindak
3. Teori Kontingensi dan situasional: menekankan bahwa manajer yang
efektif adalah manajer yang melaksanakan tugasnya dengan
mengkombinasikan faktor bawaan, perilaku dan situasi
4. Teori Kontemporer: menekankan pada empat kompoen penting dalam
pengelolaan yaitu, manajer/pemimpin, staf dan atasan, pekerjaan, serta
lingkungan yang didukung oleh teori motivasi, interaksi, dan teori
transformasi.
5. Teori Motivasi:
Perbandingan beberapa teori motivasi berdasarkan isinya :
Teori Penjelasan
1. Hierarki kebutuhan (Maslow) Fisiologi = gaji pokok
Aman = perencanaan yang
regular (gaji)
Kasih sayang = kerja sama
secara tim
Harga diri = pencapaian posisi
8
Aktualisasi = tantangan alam
bekerja
2. Teori ERG (Clayton Alderfer) E = Existence (fisiologis)
R = Relatedness ( kasih
sayang)
G = Growth (tantangan dalam
bekerja)
3. Teori Dua Faktor (Frederich Herzberg) Motivators = kepuasan kerja
Hyiene = lingkungan yang
kondusif
4. Teori Belajar (Mc Clelleand) Affiliation = bersahabat
Power = memerintah orang
lain
Achievement = suka
tantangan, kompetisi dan
menyelesaikan masalah secara
detail
9
6. Teori Z
Teori Z dikemukakan oleh Ouchi (1981). Teori ini merupakan
pengembangan teori Y dari Mc. Gregor (1460) dan mendukung gaya
kepemimpinan demokratis. Komponen teori Z meliputi pengambilan
keputusan dan kesepakatan, menempatkan pegawai sesuai keahliannya,
menekankan pada keamanan pekerjaan, promosi yang lambat, dan
pendekatan yang holistik terhadap staf.
7. Teori Interaktif
Teori ini dikemukakan oleh Schein (1970), menekankan bhawa staf
atau pegawai adalah manusia sebagai suatu sistem terbuka yang selalu
berinteraksi dengan sekitarnya dan berkembang secara dinamis.
Hollande (1978) menekankan bahwa antara peran pemimpin dan staf
dipengaruhi oleh peran lainnya. Pemimpin yang efektif memerlukan
kemampuan unutk menggunakan proses penyelesaian masalah,
memepertahankan kelompok secara efektif, mempunyai kemampuan
komunikasi yang baik, kejujuran dalam memimpin, kompeten, kreatif,
dan kemampuan mengembangkan indentifikasi kelompok.
8. Teori Situasi
Bertolak belakang dengan teori bakat ialah teori situasi (situasional
theory). Teori ini muncul sebagai hasil pengamatan, dimana seseorang
sekalipun bukan keturunan pemimpin, ternyata dapat pula menjadi
pemimpin yang baik. Hasil pengamatan tersebut menyimpulkan bahwa
orang biasa yang jadi pemimpin tersebut adalah karena adanya situasi
yang menguntungkan dirinya, sehingga ia memiliki kesempatan untuk
muncul sebagai pemimpin.
9. Teori Ekologi
Sekalipun teori situasi kini banyak dianut, dan karena itu masalah
kepemimpinan banyak menjadi bahan studi, namun dalam kehidupan
sehari-hari sering ditemukan adanya seorang yang setelah berhasil
10
dibentuk menjadi pemimpin, ternyata tidak memiliki kepemimpinan
yang baik. Hasil pengamatan yang seperti ini melahirkan teori ekologi,
yang menyebutkan bahwa seseorang memang dapat dibentuk untuk
menjadi pemimpin, tetapi untuk menjadi pemimpin yang baik memang
ada bakat-bakat tertentu yang terdapat pada diri seseorang yang di
peroleh dari alam.
11
3. Referent power merupakan kemampuan untuk menjadi panutan bawahan
sehingga dapat menimbulkan kebanggaan dan upaya bawahan untuk
mengidentifikasikan diri sesuai dengan pemimpinnya
4. Expert power merupakan kemampuan untuk menyakinkan, membimbing
dan mengarahkan bawahan berdasarkan keahlian yang dimiliki seorang
pemimpin.
12
penggambaran hal - hal yang abstrak. Sedangkan techmnical skill adalah
ketrampilan dalam melakukan pekerjaan secara teknik. Hubungan antara
manusia merupakan ketrampilan dalam melakukan komunikasi dengan
sesama manusia lain.
2. Public Relations
Adalah hubungan antar manusia ekstern keluar organisasi.
13
mengadakan pengembangan serta merupakan penghubung jaringan
kerja di luar kelompok.
2. Sebagai inovator atau pembaharu
3. Sebagai pemberi informasi, yaitu memonitor informasi yang ada di
lingkungan organisasi, menyebarluaskan informasi dari luar kepada
bawahan dan mewakilikelompok sebagai pembicara.
4. Menghimpun kekuatan
5. Merangsang perdebatan masyarakat
6. Membuat kedudukan perawat di media massa
7. Memilih suatu strategi utama yang paling efektif, bertindak di saat yang
tepat
8. Mempertahankan kegiatan
9. Memelihara formaf desentralisasi organisasi
10. Mendapatkan dan mengembangkan data penelitian yang terbaik
11. Mempelajari pengalaman
12. Jangan menyerah tanpa mencoba.
J. Issue Kepemimpinan
Ada atau tidak adanya kepercayaan menjadi isu kepemimpinan yang sangat
penting dalam organisasi dewasa ini.
Adapun lima dimensi kunci kepercayaan :
1. Integritas : merujuk pada kejujuran dan kebenaran
2. Kompetensi : mencakup pengetahuan dan keterampilan tehnis dan
interpersonal
3. Konsistensi : terkait dengan kehandalan dalam menangani situasi.
4. Loyalitas : keinginan melindungi orang lain (biasanya atasan)
5. Keterbukaan : kejujuran terhadap orang lain
Isu terkait kepemimpinan kontemporer:
1. Kepemimpinan Kharismatis : pengikut terpicu kemampuan
kepemimpinan heroic/luar biasa ketika mereka mengamati perilaku
pemimpin mereka.
14
2. Kepemimpinan transformasional : pemimpin yang menginpirasi
pengikut untuk melampaui kepentingan pribadi mereka dan mampu
membawa dampak mendalam dan luar biasa pada para pengikut.
3. Kepemimpinan Visioner : kemampuan menciptakan dan
mengartikulasikan visi yang realistis, kredibel dan menarik mengenai
masa depan organisasi.
4. Gaya kepemimpinan yang dapat diterapkan dalam organisasi, seperti
kepemimpinan karismatik dan kepemimpinan transformasional. Kedua
jenis kepemimpinan ini pertama kali diungkapkan oleh burn pada tahun
1978 dalam konteks politik, yang kemudian dikembangkan oleh
bass:1985 serta berry dan houston:1993 yang membawanya dalam
konteks organisasional. Kepemimpinan karismatik dan
transformasional sering disebutkan secara berdampingan satu dengan
yang lainnya ini karena pada dasarnya keduanya memilki perspektif
yang sama dalam hal seorang pemimpin harus memberikan “sesuatu”
agar anggota bergerak menuju tujuan organisasi, yang membedakan
keduanya adalah apa “sesuatu” yang diberikan tersebut.
5. Pemimpin di Indonesia yang berkarisma salah satunya yakni soeharto.
Karisma memiliki komponen etika. Pemimpin yang etis menggunakan
karisma mereka untuk menguasai para pengikutnya yang bertujuan
untuk melayani sesama. Sedangkan pemimpin yang tidak etis
menggunakan karisma mereka untuk kepuasan diri mereka sendiri.
15
K. Kumpulan Jurnal Internasional
Jurnal 1
abstract
Kesimpulan :
Jurnal 2
16
ABSTRACT Introduction: Nursing is a people-centred profession and
therefore the issue of leadership is crucial for success. Nurse managers’
leadership styles are believed to be important determinant of nurses’ job
satisfaction and retention. In the wake of a global nursing shortage,
maldistribution of health workforce, increasing healthcare costs and expanding
workload, it has become imperative to examine the role of nurse managers’
leadership styles on their staff outcomes. Using the Path-Goal Leadership
theory as an organising framework, this study investigated the leadership styles
of nurse managers and how they influence the nursing staff job satisfaction and
intentions to stay at their current workplaces. Methods: The study employed a
cross-sectional survey design to collect data from a sample of 273 nursing staff
in five hospitals in the Eastern Region of Ghana. Descriptive and regression
analyses were performed using SPSS version 18.0. Results: Nurse managers
used different leadership styles depending on the situation, but were more
inclined to the supportive leadership style, followed by the achievement-
oriented leadership style and participative leadership style. The nursing staff
exhibited moderate levels of job satisfaction. The nurse managers’ leadership
styles together explained 29% of the variance in the staff job satisfaction. The
intention to stay at the current workplace was low (2.64 out of 5) among the
nursing staff. More than half (51.7%) of the nursing staff intended to leave their
current workplaces, and 20% of them were actively seeking the opportunities
to leave. The nurse managers’ leadership styles statistically explained 13.3%
of the staff intention to stay at their current job position. Conclusions: These
findings have enormous implications for nursing practice, management,
education, and human resource for health policy that could lead to better staff
retention and job satisfaction, and ultimately improve patient care. Keywords:
Nurse manager; leadership style; job satisfaction; intention to stay; staff
outcomes; nursing leadership
Kesimpulan :
17
manajer Perawat digunakan gaya kepemimpinan yang berbeda tergantung pada
situasi, tapi lebih cenderung ke gaya kepemimpinan suportif, diikuti oleh gaya
kepemimpinan berorientasi prestasi dan gaya kepemimpinan partisipatif. Staf
perawat menunjukkan tingkat moderat kepuasan kerja. gaya kepemimpinan
perawat manajer bersama-sama menjelaskan 29% dari varians dalam kepuasan
staf pekerjaan. Niat untuk tinggal di tempat kerja saat ini rendah (2,64 dari 5)
di antara staf perawat. Lebih dari setengah (51,7%) dari staf perawat
dimaksudkan untuk meninggalkan tempat kerja mereka saat ini, dan 20% dari
mereka aktif mencari peluang untuk meninggalkan. gaya kepemimpinan
perawat manajer statistik menjelaskan 13,3% dari niat staf untuk tinggal di
posisi
Kesimpulan: Temuan ini memiliki implikasi yang sangat besar untuk praktek
keperawatan, manajemen, pendidikan, dan sumber daya manusia untuk
kebijakan kesehatan yang dapat menyebabkan lebih baik staf retensi dan
kepuasan kerja, dan pada akhirnya meningkatkan perawatan pasien.
Jurnal 3
By
CRAIG S. LASER
A DISSERTATION IN PRACTICE
Omaha, NE
March 9, 2016
Abstract
18
judged by followers during every interaction. For senior nursing leaders in
healthcare organizations, how they practice leadership influences how
followers connect with the senior leader. Senior nursing leaders must practice
leadership in a way that fully incorporates emotional intelligence domains. The
integration of emotional intelligence with follower-centric leadership practices
creates a powerful combination of outcomes that influence engagement. This
Dissertation in Practice research study was designed using a qualitative
approach to understand how senior nursing leaders’ self-perceptions of their
emotional intelligence (EI) and leadership practices may be associated with
direct report leader engagement. The value of this research was to understand
the meaning and essence of the phenomenon experienced by senior nursing
leaders and the information was extracted by using semi structured interview
questions to create categories, codes, and conceptual themes. This research
revealed that the self-perceptions and meaning of senior nursing leaders helped
to validate that a leadership development program focused on this type of
affective, cognitive, and behavioral learning would help improve emotional
intelligence, leadership practices, and engagement of direct report leaders.
This research demonstrated the need for an integrated leadership development
program for senior nursing leaders to develop their EI and leadership practices.
Kesimpulan :
Nilai dari penelitian ini adalah untuk memahami makna dan esensi dari
fenomena yang dialami oleh para pemimpin keperawatan senior dan informasi
yang diekstraksi dengan menggunakan pertanyaan wawancara semi terstruktur
untuk membuat kategori, kode, dan tema konseptual. Penelitian ini
mengungkapkan bahwa persepsi diri dan makna pemimpin keperawatan senior
yang membantu untuk memvalidasi bahwa program pengembangan
kepemimpinan difokuskan pada jenis afektif, kognitif, dan belajar perilaku
akan membantu meningkatkan kecerdasan emosional, praktik kepemimpinan,
19
dan keterlibatan pemimpin laporan langsung. Penelitian ini menunjukkan
kebutuhan untuk program pengembangan kepemimpinan terpadu bagi para
pemimpin keperawatan senior untuk mengembangkan praktek kecerdasan
emosional dan kepemimpinan mereka.
20
1.000 dan 0,384. Hal ini menunjukkan bahwa nilai p≥ 0,05. Tidak ada
hubungan antara kepemimpinan dan lingkungan kerja dengan kepuasan
perawat di Paviliun Catelia RSUD Undata. Hal ini terjadi ruangan tersebut
merupakan contoh pelaksana model praktek keperawatan professional yang
diterapkan secara optimal, ditunjang dari lingkungan kerja pun sarana dan
prasaranya mampu memenuhi pelaksanaan asuhan keperawatan. Berdasarkan
hasil penelitian disarankan menjadi masukan dan bahan evaluasi untuk pihak
manajemen dalam pengelolaan kepuasan kerja perawat khususnya di Paviliun
Catelia sehingga perawat tersebut dapat bekerja sesuai dengan peraturan rumah
sakit dan melaksanakan tugas-tugas sesuai yang telah ditetapkan.
Jurnal 2
ABSTRAK
21
kepuasan kerja perawat di Rumah Sakit Swasta di di Demak. Metode penelitian
adalah jenis penelitian ini adalah analitik korelasional dengan desain cross
sectional, teknik sampling yang digunakan pada penelitian ini adalah purposive
sampling dengan jumlah sampel 43 responden. Instrumen penelitian
menggunakan kuesioner. Uji statistik yang digunakan adalah chi square dengan
taraf signifikan 5%. Hasil penelitian adalah menunjukkan ada hubungan yang
signifikan gaya kepemimpinan kepala ruang dengan kepuasan kerja perawat
dengan p – value 0,005. Kesimpulan adalah penelitian ini diharapkan dapat
bermanfaat bagi kepala ruang dalam menampilkan gaya kepemimpinannya
sehingga terwujud kepuasan kerja para anggotanya.
Jurnal 3
ABSTRAK
Milkhatun
22
Semarang terhadap 16 perawat sebagai kepala ruang dan 39 perawat pelaksana.
Penelitian ini menggunakan desain pra eksperimen (pre-experimental designs)
dengan bentuk one group pretest-posttes design. Hasil penelitian menunjukan
peningkatan bermakna pada penerapan kepemimpinan transformasional
sesudah mendapatkan pelatihan kepemimpinan transformasional (p value :
0.000). Kesimpulannya, pelatihan kepemimpinan transformasional
berpengaruh terhadap penerapan kepemimpinan transformasional kepala ruang
di Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang.
23
BAB III. PENOMENA PELAYANAN KESEHATAN SAAT INI
B. Kebijaksanaan Pemerintah
Paradigma sehat yang diartikan di sini adalah pemikiran dasar sehat,
berorientasi pada peningkatan dan perlindungan penduduk sehat dan bukan
hanya penyembuhan pada orang sakit, sehingga kebijakan akan lebih
ditekankan pada upaya promotif dan preventif dengan maksud melindungi dan
meningkatkan orang sehat menjadi lebih sehat dan produktif serta tidak mudah
jatuh sakit. Di sisi lain, dipandang dari segi ekonomi, melakukan investasi dan
intervensi pada orang sehat atau pada orang yang tidak sakit akan lebih efektif
dari segi biaya daripada intervensi terhadap orang sakit. Pada masa mendatang,
perlu diupayakan agar semua kebijakan pemerintah selalu berwawasan
kesehatan, motonya akan menjadi “Pembangunan Berwawasan Kesehatan.”
24
Sebagai profesi, keperawatan dituntut untuk memiliki kemampuan
intelektual, interpersonal kemampuan teknis, dan moral. Hal ini bisa ditempuh
dengan meningkatkan kualitas perawat melalui pendidikan lanjutan pada
program Pendidikan Ners. Dengan demikian, diharapkan terjadi perubahan
yang mendasar dalam upaya berpartisipasi aktif untuk menyukseskan program
pemerintah dan berwawasan yang luas tentang profesi keperawatan. Perubahan
tersebut bisa dicapai apabila pendidikan tinggi keperawatan tersebut
dilaksanakan dengan memperhatikan perkembangan pelayanan dan program
pembangunan kesehatan seiring dengan perkembangan iptek bidang kesehatan
serta diperlukan proses pembelajaran baik institusi pendidikan maupun
pengalaman belajar klinik di rumah sakit dan komunitas.
25
4) Tidak sesuainya pelayanan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan
masyarakat.
26
(4) Pendayagunaan Konsil Keperawatan-Pokja Keperawatan.
27
golongan/kelompok tertentu, sedikit sekali peduli dengan masalah yang
dihadapi anak bangsa, khususnya masalah kesehatan.
(2) Kependudukan
28
3. Pendidikan yang memenuhi standar.
D. Dampak Perubahan
Perubahan sosial ekonomi dan politik, kependudukan, dan iptek akan
berdampak terhadap perubahan praktik keperawatan, pendidikan keperawatan
dan perkembangan iptek keperawatan. Perawat pada abad mendatang akan
menghadapi suatu kesempatan dan tantangan yang sangat luas sekaligus suatu
ancaman (Chitty, 1997: 470).
1. Praktik Keperawatan
29
kesehatan; (2) Otonomi dan akuntabilitas; (3) Perkembangan teknologi; (4)
Tempat praktik; dan (5) Perbedaan batas kewenangan praktik.
1) Pengurangan anggaran
Perawat Indonesia saat ini dihadapkan pada suatu dilema, disatu sisi dia
harus terus mengupayakan peningkatan kualitas layanan kesehatan, di
lain pihak pemerintah memotong alokasi anggaran untuk pelayanan
keperawatan. Dalam melaksanakan tugasnya, sering kali perawat
jarang mengadakan hubungan interpersonal yang baik karena mereka
harus melayani pasien lainnya dan dikejar oleh waktu. Keadaan tersebut
sebagai suatu tantangan bagi perawat dalam berpegang terus dalam
nilai-nilai moral dan etik.
3) Teknologi
4) Tempat Praktik
30
Tempat praktik keperawatan di masa depan meliputi pada tatanan klinik
31
gerontik, home care, penyakit-penyakit kronis, dan AIDS. Tantangan lain
adalah menjadikan bahasa asing, khususnya bahasa Inggris menjadi
kompetensi wajib yang harus dimiliki bagi lulusannya dan ini merupakan
suatu keharusan.
E. Permasalahan
Keperawatan sebagai ilmu pengetahuan terus menerus berkembang, baik
disebabkan adanya tekanan eksternal, maupun karena tekanan internal
32
keperawatan. Masalah-masalah yang dihadapi oleh masyarakat menuntut
dikembangkannya pendekatan dan pelaksanaan asuhan keperawatan yang
berbeda. Hal ini menyebabkan iptek Keperawatan sebagai bentuk tekanan
eksternal, harus terus-menerus dikembangkan.
33
tidaknya sejak tahun 1869, yakni ketika Florence Nightingale untuk
pertama kali memperkenalkan teori keperawatan yang menekankan
pentingnya faktor lingkungan. Dalam keadaan ini tidak mengherankan
jika profesi kesehatan lain, hingga saat masih belum sepenuhnya apakah
keperawatan sebagai suatu ilmu.
34
Karena rendahnya dasar pendidikan profesi dan belum dilaksanakannya
pendidikan keperawatan secara profesional, maka perawat lebih
cenderung untuk melaksanakan perannya secara rutin dan menunggu
perintah dari dokter. Mereka cenderung untuk menolak terhadap
perubahan ataupun sesuatu yang baru dalam melaksanakan perannya
secara profesional.
35
diberikan kepada mahasiswa keperawatan bukan langkah-langkah riset
secara ilmiah, tetapi lebih menekankan pada laporan kasus per kasus.
36
BAB IV. PEMBAHASAN
Sudah jelas bahwa pekerjaan yang tidak ringan dan menjadi keharusan
bagi seorang pemimpin untuk dapat merumuskan visi kepemimpinannya (visi
37
organisasi) dengan jelas dan terarah. Untuk dapat merumuskan visi yang jelas,
kepemimpinan organisasi harus mempertanyakan hal-hal berikut (Nanus:
1992): apa visi dan tujuan organisasi saat ini, apa manfaat organisasi bagi
masyarakat, apa ciri wilayah kerja dan kerangka kerja institusional dimana
organisasi beroperasi, apa keunikan organisasi di dalam wilayah garapan atau
di dalam struktur yang dimasuki, dan hal-hal apa yang harus dilakukan agar
organisasi maju dan berkembang?
38
Prinsip sukses dalam menghadapi tren perkembangan keperawatan di masa
depan, setiap perawat harus memiliki 3 unsur utama: visi (ilmu–konsep),
aktivitas yang nyata, dan motivasi yang tinggi untuk mencapai suatu tujuan.
Sehingga perlu selalu tertanam suatu prinsip “Success is my Right, … not just
only belong to other profession.” Oleh karena itu, perlu ditanamkan suatu sikap
yang konsisten, komitmen, kolaboratif, kondusif, dan disiplin yang tinggi.
1) KOREK
(1) Kolektivitas (Kebersamaan):
39
(4) Efektif Dan Efisien:
(5) Komitmen:
2) API
(1) Aktualisasi
(2) Produktif
40
yang produktif, mempunyai suatu aktivitas profesional yang
bermanfaat bagi anggota profesinya.
(3) Inovatif
Selalu berpikir jauh ke depan dan terus maju merupakan ciri khas
perawat masa depan dengan belajar dari pengalaman dan kesalahan
masa lalu. Perawat masa depan harus melakukan pembaharuan-
pembaharuan dalam penataan organisasi profesi, pendidikan,
praktik, dan ilmu keperawatan.
41
MOTIVASI DALAM MENEJEMEN KEPERAWATAN
A. DEFINISI MOTIVASI
Motivasi berasal dari kata latin movere yang berarti dorongan atau
menggerakkan.
Secara konkrit motivasi dapat diberi batasan sebagai “ Proses pemberian motif
(penggerak) bekerja kepada para bawahan sedemikian rupa sehingga mereka
mau bekerja dengan ikhlas demi tercapainya tujuan organisasi secara efisien“
(Sarwoto,1979 : 135).
Motivasi adalah pemberian kegairahan bekerja kepada pegawai. Dengan
pemberian motivasi dimaksudkan pemberian daya perangsang kepada pegawai
yang bersangkutan agar pegawai tersebut bekerja dengan segala daya dan
upayanya “ (Manullang, 1982 :150).
Penggerakkan (Motivating) dapat didefinisikan : Keseluruhan proses
pemberian motif bekerja kepada para bawahan sedemikian rupa sehingga
mereka mau bekerja dengan ikhlas demi tercapainya tujuan organisasi dengan
efisien dan ekonomis “ (Siagian,1983 : 152).
Pentingnya motivasi karena motivasi adalah hal yang menyebabkan,
menyalurkan dan mendukung perilaku manusia, supaya mau bekerja giat dan
antusias mencapai hasil yang optimal. Motivasi semakin penting karena
manajer/pimpinan membagikan pekerjaan kepada bawahannya untuk dikerjakan
dengan baik dan terintegrasi kepada tujuan yang diinginkan.
B. TINGKATAN MOTIVASI DALAM DIRI SESEORANG
1. Tingkat 1: untuk memenuhi kebutuhan hidup makan,tempat tinggal, pakaian,
istirahat, dan keamanan.
2. Ringkat 2: memuaskan kebutuhan social missal persahabatan, cinta, dan rasa
dihormati.
3. Tingkat 3: untuk menjamin beberapa pribadi dan untuk mengejar cita-cita.
Manusia perlu merasa puas terhadap dirinya sendiri, dengan apa yang
mereka capai dalam hidup, dan dengan bakat dan kemampuannya.
C. MACAM-MCAM MOTIVASI
1) Motivasi instrinsik
- Motivasi yang berasal dari diri seseorang itu sendiri.
- Kegiatan belajar dimulai dan diteruskan berdasarkan penghayatan suatu
kebutuhan dan dorongan yang secara mutlak berkaitan dengan aktifitas
belajar.
2) Motivasi ekstrinsik
42
Motivasi yang berfungsinya karena adanya perangsangan dari luar.
Dorongan untuk mencapai tujuan-tujuan yang terletak di luar perbuatan
belajar (Heinz Kcok, 1986: 80).
Dari definisi dapat dipahami bahwa motivasi ini yang pada hakikatnya
adalah dorongan yang berasal dari luar seseorang. Jadi berdasarkan motivasi
ekstrensik tersebut peserta didik yang belajar sepertinya bukan karena ingin
mengetahui sesuatu tetapi ingin mendapatkan pujian atau nilai yang baik.
D. TEORI-TEORI MOTIVASI
Pengelompokkan/klasifikasi teori-teori motivasi ada tiga kelompok yaitu :
(Hasibuan,2001 : 152).
a. Teori Kepuasan Proses (Process Theory)
Teori yang didasarkan pada kebutuhan insan dan kepuasannya. Maka dapat
dicari faktor-faktor pendorong dan penghambatnya. Pada teori kepuasan ini
didukung juga oleh para pakar seperti Taylor yang mana teorinya dikenal
sebagai Teori Motivasi Klasik. Teori secara garis besar berbicara bahwa
motivasi kerja hanya dapat memenuhi kebutuhan dan kepuasan kerja baik
secara biologis maupun psikologis. Yaitu bagaimana mempertahankan
hidupnya. Selain itu juga
b. Teori Motivasi Proses (Motivation Theory)
Teori ini berusaha agar setiap pekerja giat sesuai dengan harapan organisasi
perusahaan. Daya penggeraknya adalah harapan akan diperoleh si pekerja.
c. Teori Pengukuhan (Reinforcement Theory) yang menitikberatkan pada cara
diman perilaku dipelajari.
Gambaran teori Hierarkhi Kebutuhan Maslow, atas dasar sebagai berikut :
(Hasibuan,2001 : 156).
a. Manusia adalah mahluk sosial yang berkeinginan. Ia selalu menginginkan
lebih banyak.Keinginan ini terus-menerus dan hanya akan berhenti bila akhir
hayatnya tiba.
b. Suatu kebutuhan yang telah dipuaskan tidak menjadi alat motivator bagi
pelakunya, hanya kebutuhan yang belum terpenuhi yang akan menjadi
motivator.
c. Kebutuhan manusia tersusun dalam suatu jenjang/hierarkhi, yakni dimulai
dari tingkat kebutuhan yang terendah physiological, safety and security,
affiliation or acceptance, esteemor status dan terakhir self actualization.
Douglas McGregor menemukan teori X dan teori Y setelah mengkaji cara para
manajer berhubungan dengan para karyawan. Kesimpulan yang didapatkan adalah
pandangan manajer mengenai sifat manusia didasarkan atas beberapa kelompok
asumsi tertentu dan bahwa mereka cenderung membentuk perilaku mereka terhadap
karyawan berdasarkan asumsi-asumsi tersebut.
43
Ada empat asumsi yang dimiliki manajer dalam teori X.
- Karyawan pada dasarnya tidak menyukai pekerjaan dan sebisa mungkin
berusaha untuk menghindarinya.
- Karena karyawan tidak menyukai pekerjaan, mereka harus dipakai,
dikendalikan, atau diancam dengan hukuman untuk mencapai tujuan.
- Karyawan akan mengindari tanggung jawab dan mencari perintah
formal, di mana ini adalah asumsi ketiga.
- Sebagian karyawan menempatkan keamanan di atas semua faktor lain
terkait pekerjaan dan menunjukkan sedikit ambisi.
- Bertentangan dengan pandangan-pandangan negatif mengenai sifat
manusia dalam teori X, ada pula empat asumsi positif yang disebutkan
dalam teori Y.
- Karyawan menganggap kerja sebagai hal yang menyenangkan, seperti
halnya istirahat atau bermain.
- Karyawan akan berlatih mengendalikan diri dan emosi untuk mencapai
berbagai tujuan.
- Karyawan bersedia belajar untuk menerima, mencari, dan
bertanggungjawab. *Karyawan mampu membuat berbagai keputusan
inovatif yang diedarkan ke seluruh populasi, dan bukan hanya bagi
mereka yang menduduki posisi manajemen.
E. MOTIVASI MENEJEMEN
Martoyo (2000) motivasi kinerja adalah sesuatu yang menimbulkan
dorongan atau semangat kerja. Motivasi atau dorongan untuk bekerja ini sangat
penting bagi tinggi rendahnya produktivitas perusahaan. Tanpa adanya motivasi
dari para karyawan atau pekerja untuk bekerja sama bagi kepentingan
perusahaan maka tujuan yang telah ditetapkan tidak akan tercapai. Sebaliknya
apabila terdapat motivasi yang besar dari para karyawan maka hal tersebut
merupakan suatu jaminan atas keberhasilan perusahaan dalam mencapai
tujuannya.
Motivasi finansial, yaitu dorongan yang dilakukan dengan memberikan
imbalan finansial kepada karyawan. Imbalan tersebut sering disebut insentif.
Motivasi nonfinansial, yaitu dorongan yang diwujudkan tidak dalam bentuk
finansial/ uang, akan tetapi berupa hal-hal seperti pujian, penghargaan,
pendekatan manusia dan lain sebagainya (Gitosudarmo dan Mulyono , 1999).
F. KEPUASAN KERJA
Kepuasan kerja adalah sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai
pekerjaannya. Sikap ini dicerminkan oleh moral kerja, kedisiplinan dan prestasi
kerja. Kepuasan kerja dinikmati dalam pekerjaan, luar pekerjaan, dan kombinasi
dalam dan luar pekerjaan. (hasibuan, 2001 : 202).
44
Keadaan yang menyenangkan dapat dicapai jika sifat dan jenis pekerjaan yang
harus dilakukan sesuai dengan kebutuhan dan nilai yang dimiliki. Kepuasan
kerja merupakan Suatu pernyataan rasa senang dan positif yang merupakan hasil
penilaian terhadap suatu pekerjaan atau pengalaman kerja “ (locke, 1995 : 126).
Kepuasan kerja merupakan suatu sikap umum terhadap pekerjaan seseorang,
selisih antara banyaknya ganjaran yang diterima seorang pegawai dan
banyaknya yang mereka yakini apa yang seharusnya mereka terima, “ (Stephen
P. Robbins, 1996 : 26).
45
G. TEORI MOTIVASI DALAM KEPUASAN KERJA
Manusia dalam hal ini pegawai adalah mahluk sosial yang menjadi kekayaan
utama bagi setiap organisasi. Mereka menjadi perencana, pelaksana, dan
pengendali yang selalu berperan aktif dalam mewujudkan tujuan organisasi.
Pegawai menjadi pelaku yang menunjang tercapainya tujuan, mempunyai
pikiran, perasaan dan keinginan yang dapat mempengaruhi sikap-sikap negatif
hendaknya dihindarkan sedini mungkin.
Untuk mengembangkan sikap-sikap positif tersebut kepada pegawai, sebaiknya
pimpinan harus terus memotivasi para pegawainya agar kepuasan kerja
pegawainya menjadi tinggi, mengingat kepuasan kerja merupakan bagian dari
kepuasan hidup yang bergantung pada tindakan mana individu menemukan
saluran-saluran yang memadai untuk mewujudkan kemampuan, minat, ciri
pribadi nilai-nilainya. Hal ini sesuai dengan penelitian yang pernah dilakukan
oleh Yusmiati Saimah dengan judul “Pengaruh Motivasi Terhadap Kepuasan
Kerja” pada dinas perhubungan Kabupaten Musi Rawas (2003 : 21).
Gouzaly (2000 : 257), dalam bukunya “Manajemen Sumber Daya Manusia”
mengelompokkan faktor-faktor motivasi kedalam kedalam dua kelompok yang
dapat menimbulkan kepuasan kerja yaitu, faktor external (karakteristik
organisasi) dan factor internal (karakteristik pribadi).
46
DAFTAR PUSTAKA
Azrul Azwar. 2005. Pengantar Administrasi Kesehatan. Edisi kedua. Jakarta: PT.
Bina Rupa Aksara.
Christina S.I. (1990), Pengantar Manajemen Keperawatan; Akper Padjajaran
Bandung (tidak dipublikasikan).
Dee Ann Gillies. 2002. Nursing Management. Philadelphia: WB. Saunders
Company.
Eleanor J. Sullivan dan Phillip J. Decker. 1995. Effective Management in Nursing.
California: Addison-Wesley Publishing Company.
Fiedler, F.E.1967. A Theory of Leadership Effectivenss, New York: McGraw-Hill.
Gillies, DA. (1996), Manajemen Keperawatan, Suatu Pendekatan Sistem; W.B.
Saunders Company, Philadephia.
H. Moh. Isa. 2001. Beberapa Bacaan tentang Dasar-dasar Manajemen. Jakarta:
Pusat Pendidikan dan Latihan Pegawai Depkes RI.
James A.F. Stoner, Management, Secont Editions, Prentice-Hall International, Inc.,
1982.
Lancoster, J. dan Lancoster, W. (1982), Change Agent as Leaders in Nursing; CV.
Mosby Company, St. Louis.
Prayitno, S. (1997), Dasar-dasar Administrasi Kesehatan Masyarakat; Airlangga
University Press, Surabaya.
Robert J. Thierauf, Robert C. Klekamp, Daniel W. Gedding, Management
Principles and Practices: A Contigency and Questionnare Approach, John
Willey & Son, New York, 1997
Robbins, Stephen, et.al. 1994. Organizational Beharviour: Concepts, Controversies
and Applications, Prentice-Hall Australia and New Zealand.
Stephen J. Carrol & Henry L. Tosy, Organizational Behavior, John Willey & Son,
New York, 1977
Stoner, James A.F dan R. Edward Freeman. 1989. Management, Prentice-Hall of
India.
T. Hani Handoko. 1995. Manajemen. Edisi kedua. Yogyakarta: BPFE.
47
Vroom V. dan Yetton, P. 1974. Leadership and Decision Making, Pittsburgh, PA:
University of Pittsbyrgh Press.
Hasibuan, Melayu SP, 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi Revisi Bumi
Aksara
Hasibuan, Melayu SP. 1984, Manajemen Dasar, Pengertian dan masalah, Bumi
Aksara,Jakarta
48