Tatalaksana Anestesia Dan Reanimasi Pada Pembedahan Batu Ginjal Dan Atau Ureter
Tatalaksana Anestesia Dan Reanimasi Pada Pembedahan Batu Ginjal Dan Atau Ureter
Oleh:
Agung Ary Sutawinata
dr. I Made Agus Kresna Sucandra,SpAn.KIC
Penyakit batu pada saluran kemih, atau biasa disebut urolithiasis dibagi
berdasarkan lokasi batu tersebut antara lain nefrolitiasis (ginjal), ureterolitiasis
(ureter), dan sistolitiasis (kandung kemih). Insiden nephrolithiasis meningkat tiap
tahunnya. Umumnya prevalensi nephrolithiasis 10% pada pria dan 5% pada
wanita, serta 50% pasien mengalami kekambuhan tiap 5 tahun.1 Beberapa terapi
yang digunakan pada urolithiasis adalah endourologi dan pembedahan. Teknik
endourologi yang digunakan ada dua untuk batu ginjal dan ureter ada dua yaitu
prosedur Percutaneus Nephrolithotomy (PCNL), urethero-renoscopy (URS).
Tindakan pembedahan yaitu menggunakan operasi pielolitotomi dan
ureterolitotomi. Indikasi dilakukannya operasi pembedahan antara lain adalah
komposisi batu yang kompleks, gagalnya terapi ESWL dan atau PNL, atau URS,
abnormalitas anatomi intrarenal (stenosis infundibular, striktur, obstruksi pada
persimpangan ureteropelvis), obesitas morbid, deformitas skeletal (kontraktur
dan deformitas pinggang dan pergelangan kaki),
1
2
Pada saat dilakukan PCNL dapat terjadi volume irigasi yang besar,
sehingga besar kemungkinan untuk kehilangan darah yang tidak bisa
diperkirakan, yang berakibat perubahan keadaan hemodinamik menjadi tidak
stabil. Pada saat dilakukan PCNL sekitar 5%-14% pasien memerlukan
transfusi darah. Pneumothorax merupakan salah satu komplikasi yang cukup
jarang terjadi akibat tindakan PCNL. Komplikasi ini terjadi tergantung dari
pendekatan yang digunakan saat memasukkan neproskopi.1
postoperasi dapat terjadi pada 1% atau lebih pada pasien bedah umum, 30%
pada pasien bedah kardio dan vaskular. Insiden gagal ginjal akut perioperatif
mengakibatkan peningkatkan biaya rawat, mortalitas dan morbiditas
diantaranya adalah degradasi cairan dan elektrolit, penyakit kardiovaskular,
infeksi dan sepis, dan pendarahan di gastrointestinal. Faktor risiko preoperatif
gagal ginjal akut diantaranya riwayat penyakit ginjal sebelumnya, hipertensi,
dan diabetes mellitus. Penyebab gagal ginjal akut (AKI) bisa dibagi menjadi
prerenal, reanl, dan posrenal. Pada perioperative risiko gagal ginjal akut
prerenal lebih sering terjadi. Penyebab utama gagal ginjal akut perioperative
adalah tubular nekrosis akut.4
3.1 Evaluasi
3. Evaluasi Khusus terhadap Fungsi Ginjal dan Penyulit lain pabila disertai
dengan Gagal Ginjal Kronis
dan riwayat keluarga, pemeriksaan fisik, tekanan darah dan pengukuran berat
badan. Pemeriksaan laboratorium harus disertai pemeriksaan serum elektrolit
dan glukosa, dan profil lipid. Urinalisis juga harus dilakukan untuk evaluasi
sedimen uin dan creatinin/albumin urin atau rasio protein/kreatinin.
Pemerikasaan ultrasonografi renal juga dapat dilakukan untuk mengevaluasi
ukuran ginjal dan ada atau tidak abnormalitas.6
1. Persiapan Rutin
2. Persiapan Khusus
Ketika pendarahan yang terjadi < 20% dari perkiraan volume darah
pasien, berikan cairan pengganti kristaloid atau koloid, akan tetapi apabila
terjadi perdarahan >20% dari perkiraan volume darah pasien, berikan
transfusi darah. Tujuan dari cairan pengganti antara lain untuk penggantian
air tubuh yang hilang karena sekuestrasi atau proses patologi seperti dehidrasi
dan perdarahan saat pembedahan. Cairan pengganti yang digunakan adalah
kristaloid seperti NaCl 0.9% dan ringer laktat atau koloid seperti Dextrans 40
dan 70. Cairan nutrisi juga digunakan untuk nutrisi parenteral bagi pasien
yang tidak ada nafsu makan, dilarang makan dan tidak bisa makan peroral.5
Selain itu, acetaminophen (15 mg/kg, atau 1g jika pasien >50 kg) dapat di
masukkan secara intravena. Nyeri sedang sampai berat pasca operasi lebih
sering di terapi dengan opioid lewat oral atau parenteral.4 Untuk prosedur
PCNL dan URS dengan nyeri ringan dapat diberikan morfin 2-4mg IV q 1015
menit prn, fentanyl 25-50 mcg IV, dan ketororac 15-30 mg IM atau IV.
Sementara untuk prosedur pyelolitotomi dan ureterolitotomi dapat diberikan
morfin 0.1-0.3 mg/kg IV sebagai dosis apabila menggunakan tambahan
anestesi epidural. Patient Controlled Anesthesia (PCA) dapat digunakan pada
pasien pielolitotomi dan ureterolitotomi berusia >5 tahun. Lockout time diatur
di 10 menit, pada fentanyl dapat lebih cepat menjadi 5 menit. Obat yang biasa
digunakan pada PCA antara lain morfin, hidromorfon, dan fentanyl. Apabila
penggunaan PCA tidak memungkinkan (pada anak kecil yang tidak mengerti
PCA) infusi intravena kontinyu dengan opiat dapat digunakan.3 Pasien
dikirim kembali ke ruangan setelah memenuhi kriteria pemulihan. Pasien
dianalisis segera pasca bedah sesuai standar ASA untuk perawatan post
anestesi yaitu monitor parameter ganda selama fase pemulihan termasuk
respirasi dan fungsi jantung, fungsi neuromuskular, status mental, suhu tubuh,
nyeri, mual dan muntah, drainase dan pendarahan, dan output urin. Frekuensi
dan durasi monitoring tergantung status klinis pasien.11
DAFTAR PUSTAKA
5. Mangku G, Senapathi TG. Buku ajar ilmu anestesia dan reanimasi. Jakarta:
Indeks. 2010.
6. Gehr M. Chronic Kidney Disease: Detection and Evaluation - American
Family Physician [Internet]. Aafp.org. 2017 [cited 16 March 2017].
Available from: http://www.aafp.org/afp/2011/1115/p1138.html
7. Aitkenhead A, Moppet L, Thompson J. Textbook of anaesthesia. 6th ed.
Edinburgh: Churchill Livingstone/Elsevier; 2013.
8. Stoelting RK, Miller RD. Basics of anesthesia. Churchill Livingstone,; 2015
May 22.
9. Miller RD, Eriksson LI, Fleisher LA, Wiener-Kronish JP, Young WL.
Anesthesia. Elsevier Health Sciences; 2009 Jun 24.
10.Nugroho D, Ponco B, Nur R. Percutaneous Nephrolithotomy sebagai Terapi
Batu Ginjal. Maj Kedokt Indonesia. 2011. 61(3), 132-133 11. Stoelting RK,
Miller RD. Basics of anesthesia. Churchill Livingstone,; 2015 May 22.