A. Konsep Dasar
1. Pengertian
a. Bunuh diri adalah segala perbuatan dengan tujuan untuk membinasakan dirinya
sendiri dengan sengaja dilakukan oleh seseorang yang tahu akan akibatnya yang
yang lebih luas mengacu pada disengaja keracunan diri sendiri secara sengaja atau
cedera, yang mungkin tidak memiliki niat fatal atau hasil (WHO, 2014)
Jadi, Bunuh diri adalah perbuatan yang dilakukan secara sadar dan sengaja yang
hidup seperti pengorbanan diri (membakar diri), menggantung diri, melompat dari
mati, yang ditandai dengan perilaku kronis beresiko seperti penyalahgunaan zat,
makan berlebihan, aktivitas seks bebas, ketidakpatuhan terhadap program medis, atau
olahraga atau pekerjaan yang membahayakan yang dilatar belakangi oleh adanya
tekanan psikologis.
bunuh diri, ancaman bunuh diri, percobaan bunuh diri, dan bunuh diri.
1. Ide bunuh diri adalah pemikiran untuk melakukan bunuh diri, ide bunuh diri bisa
pasif ketika hanya ada pikiran untuk bunuh diri tanpa niat untuk bertindak atau aktif
atau non verbal, bahwa seseorang berencana untuk mengakhiri hidupnya. Orang
membuat surat wasiat atau pengaturan pemakaman, atau menarik diri dari
4. Score 3
Mengancam bunuh diri, misal : Tinggalkan saya atau saya bunuh diri.
5. Score 4
Aktif mencoba bunuh diri
5. Psikodinamika
a. Etiologi bunuh diri digolongkan dalam beberapa unsur
1) Etiologi bunuh diri pada anak
Pelarian dari penganiayaan atau perkosaan, situasi keluarga yang kacau,
perasaan tidak disayang atauselalu tidak dikritik, gagal sekolah, takut atau dihina
tidak dimengerti orang lain, kehilangaan orang yang dicintai, keadaan fisik,
kegagalan akademi berarti kehilangan penghargaan dan kasih sayang orang tua,
berkurang.
b. Faktor determinan
1) Kebudayaan
Kebudayaan mempengaruhi niat dan tekad seseorang individu untuk
bunuh diri disamping kedudukan sosial dan ekonomi dan situasi eksterm yang
merugikan.
2) Jenis kelamin
Angka bunuh diri pada wanita lebih besar dari pria, disemua Negara. Angka
garis lurus yang mendaki. Angka bunuh diri berbanding lurus dengan
peningkatan usia, namun beberapa mengungkapkan angka meningkat pada
usia15-30 tahun.
4) Status perkawinan
Frekuensi bunuh diri lebih kecil pada mereka yang sudah menikah, terutam yang
maupun cerai.
c. Faktor Predisposisi
1) Genetik
Perilaku bunuh diri menurut sherlock dan sadock (20110) serta
varcarolis dan halter (2010), merupakan suatu yang diturunkan dalam
keluarga kembar monozigot memiliki resiko lebih tinggi melakukan bunuh
diri (stuart,videback 2011). Selanjutnya riwayat keluarga bengan bunuh diri
secara signifikan berperan sebagai faktor resiko terhadap perilaku destruktif
terhadap diri sendiri stuart (2011)
2) Hubungan neurokimia
Neurotransmitter adalah zat kimia otak yang ditransmisikan dari dan ke
sel-sel saraf. Peningkatan atau penurunan neurotransmiter akan berakibat
perubahan pada perilaku bunuh diri adalah dopamine, norepineprin,
asetilkolin, asam amino ,dan GABBA (stuart,2011). Berdasarkan hasil
penelitian, menunjukan bahwa bunuh diri berhubungan dengan kadar
serotonin akan memfasilitasi adaptasi respon emosi (stuart,2011). Bunuh diri
menurut fortaine (2009) juga berhubungan dengan trauma diotak,adanya
riwayat cedera kepala mempengaruhi perilaku agresif,impulsive yang bisa
terjadi pada anak dan orang dewasa. Bukti yang berkembang menunjukan
asosiasi antara bunuh diri atau kecenderungan bunuh diri diesebabkan oleh
rendahnya tingkat serotonin neurotransmiter otak (stuart,2013).
3) Diagnosis Psikiatri
Lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan bunuh
diri mengalami gangguan jiwa empat gangguan jiwa yang membuat individu
beresiko untuk bunuh diri adalah gangguan mood,penyalahgunaan
zat,skizoprenia,dan gangguan kecemasan.
respon adaptif
menghargai diri respon maladaptive
bunuh diri
berani mengambil merusak diri sendiri
resiko dalam me- secara langsung
ngembangkan diri
dalam kehidupan, individu selalu menghadapi masalah atau stressor. Respon individu
terhadap stressor tergantung pada kemampuan masalah yang dimiliki serta tingkat
stress yang dialami. Individu yang sehat akan senantiasa berespon secara adaptif dan
jika gagal ia berespon secara maladaptive dengan menggunakan koping bunuh diri.
e. Mekanisme Koping
Mekanisme koping adalah segala usaha yang diarahkan untuk menaggulabgi stress.
Usaha ini dapat berorientasi pada tugas dan meliputi usaha pemecahan masalah
langsung. Dari sudut kedokteran dapat dikemukakan bahwa setidaknya orang yang
hendak melakukan bunuh diri egoistic atau anomik berada dalam keadaan patologis.
Mereka semua yang mengalami gangguan fungsi mental yang bervariasi dari yang
ringan sampai berat perlu dibantu. Pencegahan bunuh diri altruistic boleh dikatakan
diri. Pencegahan dapat dicapai karena semua individu tetap ingin hidup dan tidak ada
yang seratus persen ingin mati. Pengkajian tingkah laku bunuh diri termasuk aplikasi
observasi melekat dan keterampilan mendengar untuk mendeteksi tanda spesifik serta
tingkat resiko dari tingkah laku bunuh diri. Untuk ini ada beberapa pendapat dan petunjuk
mrlindungi keselamatan klien atau mencegah terjadinya bunuh diri dan membantu klien
mengganti koping yang destruktif dengan konstruktif. Contoh perumusan tujuan adalah:
Dua minggu sebelum pulang dari rumah sakit, klien dapat mengontrol diri untuk tidak
bunuh diri
SP 3 :
1. Evaluasi kegiatan berfikir positif tentang
keluarga dan lingkungan. Beri pujian. Kaji
resiko bunuh diri
2. Diskusikan harapan dan masa depan
3. Diskusikan cara mencapai harapan dan masa
depan
4. Latih cara-cara mencapai harapan dan masa
depan secara bertahap
5. Masukan pada jadwal latihan berfikir positif
tentang diri, keluarga dan lingkungan kegiatan
yang dipilih
SP 4 :
1. Evaluasi kegiatan berfikir positif tentang diri,
keluarga dan lingkungan serta kegiatan yang
dipilih. Beri pujian
2. Latih tahap kedua kegiatan mencapai masa
depan
3. Masukkan jadwal pada latihan berfikir positif
pada diri, keluarga, serta kegiatan yang dipilih
untuk persiapan masa depan
SP 5 s.d 12 :
1. Evaluasi kegiatan latihan peningkatan positif
diri, keluarga dan lingkungan. Beri pujian
2. Evaluasi tahapan kegiatan mencapai harapan
masa depan
3. Latih kegiatan harian
4. Nilai kemampuan yang telah mandiri
5. Nilai apakah resiko bunuh diri teratasi
3. Intervensi
a. Melindungi
Merupakan intervensi yang paling penting untuk mencegah klien melukai dirinya.
Tempatkan klien ditempat yang aman, buka diisolasi serta semua tindakan dijelaskan
pada klien. Pengawasan selama 24 jam harus dilakukan pada klien resiko tinggi
bunuh diri. Kecenderungan bunuh diri yang ada di masyarakat memerlukan bantuan
yang segera.
b. Meningkatkan harga diri
Klien yang ingin bunuh diri mempunyai harga diri yang rendah. Dengan
menyediakan waktu bagi klien akan menujukkan bahwa klien penting untuk ditindak
lanjuti. Bantu klien mengekspresikan perasaan positif dan negative, berikan pujian
pada hal yang positif. Bersama klien identifikasi sumber kepuasan dan rencana
penguatan pada koping yang konstruktif. Untuk koping yang destruktif perlu
dimodifikasi atau diganti dengan koping baru yang sehat, misalnya klien yang sering
perilaku klien maka klien dapat mengubahnya pada masa yang akan datang.
e. Menggerakkan dukungan sosial
Biasanya klien yang mempunyai kecenderungan bunuh diri atau kurang dukungan
sosial. Untuk itu, perawat mempunyai peran menggerakkan sistem sosial klien,
tingkah laku klien setiap hari. Perubahan dapat segera terjadi yang memerlukan
modifikasi perencanaan. Peran serta klien pada perencanaan, evaluasi dan modifikasi
melindungi diri sendiri, melalui intervensi yang aktif dan efektif diharapkan klien dapat
ruang melati ini, saya berdinas pagi dari jam 7 sampai 2 siang”
“bagaimanaperasaan Anto hari ini?”
“bagaimana kalu kita bercakap-cakap tentang apa yang Anto rasakan selama ini? Dimana
merasa paling menderita didunia ini? Apakah Anto kehilangan kepercayaan diri? Apakah
merasa tak berharga atau bahkan lebih rendah dari pada orang lain?
Apakah Anto merasa bersalah atau mempersalahkan diri sendiri? Apakah Anto sering
mengalami sulit berkonsentrasi? Apakah anto berniat untuk menyakiti diri sendiri, ingin
bunuh diri, atau berharap bahwa Anto mati? Apakah Anto pernah mencoba bunuh diri?
Apa sebabnya? Bagaimana caranya? Apa yang Anto rasakan?” (jika pasien
untuk melindungi klien, misalnya dengan mengatakan: “Baiklah Anto tampaknya Anto
membutuhkan pertolongan segera karena ada keinginan untuk mengakhiri hidup, saya
perlu memeriksa seluruh isi kamr Anto ini untuk memastikan tidak ada benda-benda
mengakhiri hidup Anto, maka saya tidak akan membiarkan Anto sendiri”.
“Apa yang Anto lakukan kalau keinginan bunuh diri muncul? Kalau keinginan itu muncul
maka untuk mengatasinya Anto harus langsung minta bantuan kepada perawat diruangan
ini dan juga keluarga, ataun teman yang sedang besuk. Jadi Anto jangan sendirian ya,
katakana pada perawat, keluarga atau teman jika ada dorongan untuk mengakhiri
kehidupan”.
“Saya percaya Anto dapat mengatasi masalah, Oke Anto!”
Fase terminasi:
“Bagaimana perasaan Anto sekarang setelah mengetahui cara mengatasi perasaan ingin
bunuh diri?”
“coba anto sebutkan lagi cara tersebut!”
“Saya akan menemani Anto terus sampai keinginan bunuh diri hilang” (jangan tinggalkan
pasien).
DAFTAR PUSTAKA
Dalami, Ermawati. 2009. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Jiwa. Jakarta:
Kellat, Budi Anna. 2009. Model Praktik Keperawatan profesional jiwa. Jakarta : EGC