Anda di halaman 1dari 6

TANTANGAN DAN PELUANG KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA

PADA SEKTOR INDUSTRI ERA 4.0


Oleh: Muhammad Athtuur Zulkarnain

Seiring dengan berjalannya waktu, sektor Industri telah mengalami perjalanan dan
perkembangan yang dinamis. Salah satu proses perkembangan industri yang paling sering
terdengar adalah revolusi industri. Kini kita tengah memasuki revolusi industri 4.0. Fourth
Industrial Revolution (4IR) atau Revolusi Industri 4.0 tidak hanya berpotensi luar biasa dalam
merombak industri, tapi juga mengubah berbagai aspek kehidupan manusia. Banyak negara,
baik negara maju maupun negara berkembang, yang telah memasukkan gerakan ini ke dalam
agenda nasional mereka sebagai salah satu cara untuk meningkatkan daya saing di kancah pasar
global.
Sejatinya revolusi industri Indonesia pertama terjadi sejak zaman pemerintahan kolonial
Hindia-Belanda. Pada masa itu, revolusi industri pertama dalam konteks steam engine atau
mesin uap. Lalu revolusi Industri ke – dua terjadi pada awal abad ke-20, megenai pengenalan
proses produksi skala besar/massal berdasarkan pembagian kerja dan pada saat perusahaan
otomotif general fort membuat lini produksi massal di Indonesia. Kemudian Revolusi Indutsri
yang ke - tiga adalah terjadi pada awal tahun 1970- an yang dimuali dengan penggunaan
peralatan elektronik dan teknologi informasi komunikasi dengan sistem otomatisasi berbasis
komputer. Dan saat ini sekarang memasuki era zaman revolusi industri yang ke – empat, yaitu
mengenai sistem cyber – physical. Yang sudah merambat dunia virtual, konektivitas antar
manusia, mesa dikaitkan denganin dan data yang saat ini disebut dengan istilah internet of
things. Yang pertama kali dikenalkan dan diglobalkan oleh negara Jerman. Kemajuan ini
tidaklah disia – siakan oleh pemerintah kita dan beranggapan peluang ini dapat menciptakan
lapangan pekerjaan yang luas, serta investasi baru yang berbasis teknologi. Dengan melalui
kerjasama berbagai pihak, pemerintah pun meluncurkan roadmap dengan tema ‘MAKING
INDONESIA 4.0”.
Di antara berbagai sektor yang terdampak oleh RI keempat, tampaknya sektor kesehatan
adalah sektor yang paling mungkin mendapatkan keuntungan dari bergabungnya sistem fisika,
digital dan biologi, walaupun sektor ini mungkin juga yang paling tidak siap menerimanya. Hal
ini diperkuat dari hasil survei terhadap 622 pemimpin bisnis dari berbagai industri di seluruh
dunia oleh The Economist Intelligence Unit. Jajak pendapat terhadap para pemimpin bisnis ini
menunjukkan bahwa mayoritas yang signifikan dari para eksekutif tersurvei percaya bahwa
kesehatan adalah sektor yang akan mendapatkan keuntungan besar dari dampak RI keempat
1
ini.1 Saat ini teknologi konsumen yang memakai telepon genggam dan alat kebugaran yang
dipakai sehari-hari dapat mengumpulkan berbagai data secara detil tentang kesehatan dan
status kebugaran seseorang. Data seperti ini berpotensial untuk mentransformasi, tidak hanya
kesehatan individual dan keperluan medisnya, namun juga untuk penelitian kesehatan. Bahkan
ada suatu studi yang juga dilakukan oleh The Economist Intelligence Unit mengatakan bahwa
50% dari para dokter percaya bahwa teknologi telepon pintar sangat memberdayakan pasien
agar mereka berperan dalam mengatur kesehatan mereka secara proaktif. Sementara itu, dalam
aspek transformasi kesehatan di lingkup K3, banyak aspek yang menjadikan tantangan
sekaligus peluang K3. Kedepannya akan sangat memungkinkan melalui revolusi industri 4.0
ini juga menumbuh kembangkan K3 di Indonesia baik di bagian kebijakan, ilmu, SDM, dan
lainnya.
Klaus Schwab dalam bukunya The Fourth Industrial Revolution mengatakan bahwa
Revolusi Industri 4.0, dengan dukungan kemajuan pesat teknologi, akan membawa kita pada
kondisi transisi revolusi teknologi yang secara fundamental mengubah cara hidup, bekerja, dan
relasi organisasi dalam berhubungan satu sama lain.2 Hal krusial yang harus diperhatikan oleh
pemerintah, pelaku usaha, akademisi, dan masyarakat luas bahwa kita harus memahami dengan
bijaksana gelombang revolusi industri 4.0 ini sebagai tranformasi sejarah manusia ke depan.
Sebagian besar pendapat mengenai potensi manfaat Industri 4.0 adalah mengenai perbaikan
kecepatan dan fleksibilitas produksi, peningkatan layanan kepada pelanggan dan peningkatan
pendapatan. Terwujudnya potensi manfaat tersebut akan memberi dampak positif terhadap
perekonomian suatu negara.
Industri 4.0 memang menawarkan banyak manfaat, namun juga memiliki tantangan yang
harus dihadapi dan dipersiapkan. Drath dan Horch berpendapat bahwa tantangan yang dihadapi
oleh suatu negara ketika menerapkan Industri 4.0 adalah munculnya resistansi terhadap
perubahan demografi dan aspek sosial, ketidakstabilan kondisi politik, keterbatasan sumber
daya, risiko bencana dan kecelakaan serta tuntutan penerapan teknologi yang ramah
lingkungan.3 Selain itu Wolter juga mengidentifikasi bahwa tantangan utama pada revolusi
industri 4.0 ini yaitu keamanan teknologi informasi, keandalan dan stabilitas mesin produksi,
kurangnya keterampilan yang memadai, keengganan untuk berubah oleh para pemangku
kepentingan dan hilangnya banyak pekerjaan karena berubah menjadi otomatisasi.4 Sehingga
dapat disimpulkan bahwa pekerja dan lingkungan industri mereka memiliki peranan yang
sangat penting. Beberapa poin yang menjadi fokus utama terkait hal ini yaitu kesejahteraan
pekerja melalui lapangan pekerjaan yang ada, keterampilan pekerja dalam penggunaan
teknologi baru serta penyesuaian kebijakan dan manajemen K3 pada industri di era 4.0
2
Setelah Presiden Joko Widodo mencanangkan Revolusi Industri atau Industri 4.0 sebagai
era baru dunia industri Tanah Air yang juga kita kenal sebagai “MAKING INDONESIA 4.0”,
sektor industri termasuk pekerja dan stakeholder terkait lainnya wajib berbenah dan
meningkatkan kapasitasnya untuk dapat bersaing. Peneliti Center for Indonesian Policy Studies
(CIPS) Imelda Freddy mengatakan, perubahan dalam Industri 4.0 pada dasarnya
memperkenalkan era pabrik-pabrik cerdas (smart factories) dengan robot atau cyber physical
system yang akan mengawasi proses fisik di dalam pabrik. Sistem ini juga memiliki
kemampuan untuk membuat keputusan sendiri. Dikhawatirkan peluang kerja akan berkurang
karena beberapa aspek pekerjaan akan dikendalikan oleh robot dan mesin.5 Pemetaan tantangan
dan peluang industri 4.0 untuk mencegah berbagai dampak dalam kehidupan masyarakat, salah
satunya adalah permasalahan pengangguran. Work Employment and Social Outlook Trend
2017 memprediksi jumlah orang yang menganggur secara global pada 2018 diperkirakan akan
mencapai angka 204 juta jiwa dengan kenaikan tambahan 2,7 juta. Hampir sama dengan
kondisi yang dialami negara barat, Indonesia juga diprediksi mengalami hal yang sama.
Pengangguran juga masih menjadi tantangan bahkan cenderung menjadi ancaman. Tingkat
pengangguran terbuka Indonesia pada Februari 2017 sebesar 5,33% atau 7,01 juta jiwa dari
total 131,55 juta orang angkatan kerja .6
Untuk dapat mengikuti perkembangan industri, para pekerja harus meningkatkan
kapasitasnya. Peningkatan kapasitas bisa dilakukan lewat pelatihan, kursus dan juga sertifikasi.
Para pelaku industri harus ikut serta dalam upaya ini karena peningkatan kapasitas pekerja akan
berdampak positif terhadap industri itu sendiri. Pekerja diharapkan mulai memerhatikan
pentingnya penguasaan teknologi, teknologi digital serta bahasa asing. Kemampuan dalam
berbahasa asing dan penguasaan teknologi adalah dua modal penting untuk bersaing dalam
dunia kerja seiring dengan globalisasi. Jika mampu mengatasi hal ini dengan baik maka industri
4.0 juga mentransformasikan lebih banyak lapangan pekerjaan sehingga meningkatkan
kesejahteraan masyarakat pekerja. Para pekerja diberi kesempatan dan ruang untuk lebih
kreatif, kolaboratif serta mengerjakan pekerjaan dan permasalahan rumit yang memang tidak
dirancang untuk dikerjakan oleh robot dan mesin.
Kemudian jika dikaitkan dengan sektor kesehatan, agar tercipta lingkungan kerja yang
aman, sehat dan produktif dalam era 4.0 maka diperlukan usaha ekstra dalam pengembangan
kompetensi pekerja pada K3 sektor industri. Pengembangan K3 ini terutama dalam penyiapan
kompetensi pekerja pada era industri 4.0 yang sesuai dengan kebutuhan dari segi kualitas dan
kuantitas salah satunya yaitu melalui program 3R (Reorientasi, Revitalisasi dan Rebranding)
dari Kemenaker.7 3R diperlukan untuk memfokuskan produksi SDM yang berkompeten
3
sekaligus memenuhi kebutuhan SDM yang ada dan dapat diimplementasikan di bidang K3.
Aspek teknologi dan K3 yang tidak dapat dipisahkan ini harus diselaraskan seperti penggunaan
mesin baru yang membutuhkan pengetahuan dan ketrampilan lebih dalam memasang,
mengoperasikan dan merawat mesin. Tanpa adanya pengembangan kompetensi SDM maka
para pekerja akan tertinggal jauh dalam kegiatan industrial dan bahkan dapat berisiko tinggi
menimbulkan kecekalaan kerja. 3R ini tidak hanya difokuskan pada sektor industry skala besar
namun juga memberdayakan pelaku industri kecil atau biasa kita kenal di Indonesia dengan
UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah) yang dalam hal ini pemerintah melalui
Kemenaker mengeluarkan pelatihan & sertifikasi yang biayanya sebagian akan disubsidi oleh
pemerintah. Melalui 3R yang fokus dan masif mampu meningkatkan SDM K3 sektor industri
serta menjamin K3 di lingkungan kerja seluruh sektor industri di Indonesia.
Pemerintah, pelaku industri (besar/kecil), akademisi, dan masyarakat luas harus responsive
dalam menghadapi potensi-potensi disruptive yang dihasilkan oleh kemajuan-kemajuan dalam
bidang informasi teknologi yang berpengaruh terhadap K3 serta kegiatan bisnis yang
dilakukan. Semuanya berimplikasi dengan berubahnya pola bagaimana industri itu sendiri
dalam mengelola proses produksinya, perubahaan dalam seluruh rantai nilai baik hulu hingga
hilir. Maka dari itu, dukungan pemerintah dan stakeholder melalui kebijakan terkait K3 dalam
menghadapi revolusi industri 4.0 menjadi penting. Salah satu upaya pemerintah yaitu Making
Indonesia 4.0 sebagai sebuah roadmap dan strategi Indonesia memasuki era digital.
Kementerian Perindustrian merancang Making Indonesia 4.0 sebagai sebuah roadmap untuk
mengimplementasikan sejumlah strategi secara terintegrasi. Diperlukan usaha yang besar,
terencana dan strategis dalam membentuk dan mengimplementasikan kebijakan K3 antara
kementerian dan lembaga terkait di Indonesia seperti Kementerian Perindustrian, Bappenas,
BUMN, Kemenaker, Kemendikbud, Kemenristekdikti, Kemenkes dan lainnya. Kebijakan
yang dibentuk dapat berupa standar kompetensi SDM, SOP untuk pengoperasian dan
perawatan alat, manajemen risiko implementasi sistem, pencatatan dan pelaporan K3 secara
digital, dan peningkatan SMK3 di lima sektor utama Revolusi Industri 4.0 Indonesia yaitu
industri makanan dan minuman, tekstil dan pakaian, otomotif, kimia, dan elektonik. Dengan
adanya Making Indonesia 4.0, diharapkan Indonesia senantiasa berkomitmen melakukan
harmonisasi aturan dan kebijakan untuk mendukung daya saing industri dan memastikan
koordinasi pembuat kebijakan K3 yang erat antara kementerian dan lembaga terkait dengan
pemerintah daerah.
Industri 4.0 banyak membawa perubahan dalam kehidupan manusia. Industri 4.0 secara
fundamental telah mengubah cara beraktivitas manusia dan memberikan pengaruh yang besar
4
terhadap dunia kerja tanpa terkecuali transformasi pada sektor K3. Pada saat pemerintah
memutuskan untuk beradaptasi dengan sistem Industri 4.0, maka pemerintah juga harus
memikirkan keberlangsungannya. Jangan sampai penerapan sistem industri digital ini hanya
menjadi beban karena tidak dapat dimanfaatkan secara optimal. Tantangan sekaligus peluang
di sektor K3 ini merupakan sebuah investasi dalam keberlangsungan suatu industry, meliputi
kesejahteraan pekerja melalui lapangan pekerjaan yang ada, keterampilan pekerja dalam
teknologi dan lingkungan kerja baru, dan penyesuaian kebijakan serta manajemen K3 pada
industri di era 4.0. K3 pada Revolusi Industri 4.0 membutuhkan tenaga kerja yang memiliki
keterampilan dalam literasi digital, literasi teknologi, dan literasi manusia. Pemerintah,
stakeholder, pemilik usaha, masyarakat, dan lainnya perlu menyikapi perubahan ini dengan
tepat melalui penyusunan strategi pada sektor K3 tidak hanya sebatas wacana & regulasi saja,
namun juga mampu meningkatkan daya saing industri nasional sekaligus menciptakan SDM
yang berkualitas.

5
DAFTAR PUSTAKA

1. Tjandrawinata, Raymond. Industri 4.0: Revolusi Industri Abad Ini dan Pengaruhnya pada
Bidang Kesehatan dan Bioteknologi. Dexa Laboratories of Biomolecular Sciences. 2016
2. Schwab, Klaus. The Fourth Industrial Revolution. Penguin Books Ltd: New York. 2017
3. Drath, R. & Horch, A. Industry 4.0: Hit or hype? IEEE industrial electronics magazine.
2014
4. Yahya, Muhammad. Era Industri 4.0: Tantangan dan Peluang Perkembangan Pendidikan
Kejuruan Indonesia. 2018
5. https://ekonomi.kompas.com/read/2018/04/08/160000226/revolusi-industri-4.0-menuntut-
pekerja-untuk-meningkatkan-kapasitas diakses pada 3 September 2018
6. Badan Pusat Statistik. Data Tenaga Kerja Indonesia Tahun 2017. 2017
7. http://ekonomi.metrotvnews.com/mikro/5b254g6N-tiga-pilar-kemenaker-hadapi-revolusi-
industri-4-0 diakses pada 3 September 2018
8. Kementerian Perindustrian. Making Indonesia 4.0. 2018.

Anda mungkin juga menyukai