SeminarUniversitas
Seminar Nasional Hukum Nasional Hukum Universitas
Negeri Semarang Negeri Semarang 348
Law
Volume 4 Nomor 2 Tahun 2018, 348-365
*Surel: binovhanditya24@gmail.com
ISSN (Cetak) 2614-3216 ISSN (Online) 2614-3569
© 2018 Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang
https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/snh
https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/snh
http://fh.unnes.ac.id
© 2018. Fakultas Hukum, Universitas Negeri Semarang
349 Binov Handitya
of the factors that cause the rise of money politics is the lack of awareness of
most Indonesians that elections are the most effective vehicle for upholding
people's sovereignty. For example, the presence of fictitious or fake voices often
colors the event of a democratic party in this country. People are not aware that
the various events that emerged earlier can be categorized as election crimes
whose threat of sanctions has been firm. In Act No. 7 of 2017 concerning
Election shows the seriousness of the government in combating election crime
through the formation of Gakkumdu. Gakkumdu as an integrated law
enforcement center has an important role in handling election crimes. In Article
486 item (1) of Law No. 7 of 2017 explicitly explained the formation of
Gakkumdu intends to equalize the understanding and pattern of handling election
crimes by the Bawaslu, the Indonesian National Police, and the Attorney
General's Office of the Republic of Indonesia. The members of Gakkumdu
themselves are from the Republic of Indonesia National Police and prosecutors
from the Indonesian Attorney General's Office. The topic of the problem that will
be discussed in this article is the role of Gakkumdu in suppressing election crimes
in the Presidential elections in the 2019 Election.
Pendahuluan
https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/snh
© 2018. Fakultas Hukum, Universitas Negeri Semarang
Seminar Nasional Hukum Universitas Negeri Semarang 350
1
Prihatmoko, Joko. J. Men-Demokratis-kan Pemilu: Dari Sistem Sampai Elemen Teknis,
Semarang: LP3M UNWAHAS dan Pustaka Pelajar, 2007, hlm. 24.
https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/snh
© 2018. Fakultas Hukum, Universitas Negeri Semarang
351 Binov Handitya
2
http://id.wikipedia.org/wiki/Demokrasi, ditelusuri pada tanggal 26 Agustus 2018.
3
http://demokrasiindonesia.blogspot.com/2014/08/demokrasi-di-indonesia-pengertian-
macam-, ditelusuri pada tanggal 26 Agustus 2018.
4
Abdul aziz hakim, Negara Hukum dan Demokrasi di Indonesia. Yogjakarta: Pustaka
Pelajar, 2011, hlm.174
https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/snh
© 2018. Fakultas Hukum, Universitas Negeri Semarang
Seminar Nasional Hukum Universitas Negeri Semarang 352
5
Farahdiba Rahma Bachtiar, Pemilu Indonesia: Kiblat Negara Demokrasi Dari Berbagai
Refresentasi, Jurnal Politik Profetik Volume 3 Nomor 1 Tahun 2014, hlm. 2
6
Titik Triwulan Tutik, Kontruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Amandemen
UUD 1945. Jakarta: Kencana, 2011, hal. 331.
https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/snh
© 2018. Fakultas Hukum, Universitas Negeri Semarang
353 Binov Handitya
https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/snh
© 2018. Fakultas Hukum, Universitas Negeri Semarang
Seminar Nasional Hukum Universitas Negeri Semarang 354
cara seperti black campaign, money politic, isu hoak terhadap lawan hingga
saling menjatuhkan lawan politik pun dilakukan oleh hampir semua partai
politik demi sebuah kemenangan.
Banyak hal yang menjadikan masyarakat semakin letih dan hampa
harapan dalam menanti perbaikan hidup karena sering termakan janji-janji
politik. Keberadaan golput di sejumlah pemilu baik di tingkat pemilihan
kepala daerah hingga pemilihan presiden makin mengukuhkan
ketidakpuasan rakyat terhadap parpol. Dengan adanya ketidakpercayaan
masyarakat terhadap para calon pemimpin memberikan efek negatif bagi
para elit-elit dengan menghambur-hamburkan uang dalam waktu sekejap,
demi kekuasaan semata.7
Masyarakat sering kali menghindari pertanyaan-pertanyaan
mengenai politik dan langsung menyebut politik itu kotor, jahat dan tempat
bagi orang-orang yang mencari kekuasaan belaka. Agaknya pemahaman
yang seperti ini tidak berkembang dengan sendirinya, ide mengenai citra
politik yang buruk ini di dapat masyarakat dari hasil interaksi dan juga dari
media massa baik media cetak maupun elektronik yang juga milik beberapa
tokoh politik yang merangkap sebagai pengusaha. Dalam masyarakat sering
kali terlontar dictum “siapapun pemimpinnya tida bisa merubah keadaan,
masyarakat tetap sengsara”. Apatisme maupun golput sangat berbahaya bagi
Negara Indonesia karena akan mengarah pada krisis legitimasi kekuasaan
dan juga hilangnya kepercayaan pada pemrintahan. Bahaya dari golput dan
apatisme masyarakat adalah langgengnya status quo dan jatuh nya
kedaulatan pemerintahan ke tangan orang yang salah. Apatisme masyarakat
dalam pentas politik di Indonesia dengan berasumsi bahwa apatisme
masyarakat secara struktural merupakan dampak dari aliensi politik.
Sampai saat ini masyarakat memandang elite politik tidak
mengalami perubahan yang pasti. Hal ini bisa muncul oleh karena
masyarakat telah menjadi korban kebijakan politik yang sedang berkuasa.
Ada sebagian masyarakat yang sangat mengerti sekali dengan politik akan
tetapi pemilu tak ubahnya hanya sandiwara politik karena hakikatnya,
pemilu hanya akan menguntungkan secara politik dan ekonomi kepada elit
politik. Golput muncul karena berdasarkan bahwa keberadaan pemilu dan
aktivitas memilih tidak akan berdampak lebih baik pada diri pemilih.
Adapun yang menumbuhkan pola pemikiran masyarakat seperti itu akibat
7
Nanik Prasetyoningsih, Dampak Pemilihan Umum Serentak Bagi Pembangunan
Demokrasi Indonesia, Jurnal Media Hukum Vol. 21 Nomor 2, 2014, hlm. 242-243
https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/snh
© 2018. Fakultas Hukum, Universitas Negeri Semarang
355 Binov Handitya
setiap wakil rakyat yang mereka pilih tidak membawa besar harapan yang
rakyat titipkan untuk dipenuhi. Hal ini terjadi ditengah masyarakat yang
terjebak pada apatisme. Kecenderungan ini muncul ketika norma-norma
sosial yang selama ini disepakati dan dijabarkan dalam suatu masyarakat
mengalami kelonggaran, kegoyahan, dan kehilangan fungsinya yang efektif.
Beberapa cara yang harus dilakukan agar pemilih apatis menjadi
aktif antara lain : melakukan pendekatan politik kepada masyarakat, lebih
mendalam ke masyarakat agar masyarakat semakin percaya bahwa politik
itu bukanlah sesuatu yang buruk dan menanamkan image yang baik kepada
masyarakat tentang pemilihan umum. Dan hal yang paling penting adalah
tidak selalu berjanji akan tetapi memberikan bukti yang nyata atas
kemudahan-kemudahan kehidupan yang dijanjikan. Masyarakat perlu
merubah mindset bahwa golput bukanlah pilihan tepat dan cenderung
mendorong masyarakat menjadi apatis. Kondisi ini bisa menciptakan
rendahnya legitimasi pemerintah serta mendorong munculnya masyarakat
yang antipati (ketidaksukaan untuk sesuatu atau seseorang), terhadap
perkembangan politik. Dampaknya akan mendorong lemahnya sarana-
sarana politik formal yang ada saat ini.
Kesadaran politik berarti sadar akan hak dan kewajibannya sebagai
warga negara, sikap dan kepercayaan terhadap pemerintah lebih kepada
penilaian seseorang terhadap pemerintah, apakah pemerintah dapat
dipercaya atau tidak. Apabila seseorang memiliki kesadaran politik dan
kepercayaan terhadap pemerintah yang tinggi, partisipasi politik cenderung
aktif. Sebaliknya, apabila kesadaran dan kepercayaan rendah terhadap
pemerintah, partisipasi politik cenderung pasif (contoh dalam pemilu
masyarakat hanya pasif menunggu didaftar menjadi pemilih).
Salah satu alasan yang menyebabkan sikap apatis pada masyarakat
umumnya adalah dengan adanya anggapan pada individu dan masyarakat
bahwa partisipasi politik adalah hal sia-sia karena tidak pernah berjalan
secara efektif. Pola pikir masyarakat melihat elite politik yang senantiasa
selalu membodohi masyarakat dan masyarakat yang mempunyai
pengalaman dan pemahaman bahwa pemerintah dan elit politik, baik tingkat
pusat maupun daerah, selama ini tidak mampu melakukan perubahan sosial
politik bagi perbaikan nasib rakyat pada umumnya. Masyarakat yang
umumnya ada perasaan terasingkan dari politik atau pemerintahan dan
cenderung berpikir bahwa pemerintahan dan politik hanya dilakukan oleh
dan untuk orang tertentu.
Tindak Pidana Pemilu di Indonesia
https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/snh
© 2018. Fakultas Hukum, Universitas Negeri Semarang
Seminar Nasional Hukum Universitas Negeri Semarang 356
https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/snh
© 2018. Fakultas Hukum, Universitas Negeri Semarang
357 Binov Handitya
11) Mengumumkan hasil survei atau hasil jajak pendapat dalam masa
tenang;
12) Menjanjikan atau memberikan uang atau materi lain kepada
pemilih supaya tidak menggunakan hak pilihnya atau memiliki
peserta pemilu lainnya atau menggunakan cara tertentu pada saat
pemungutan;
13) Menghalangi seseorang yang akan mekakukan hak pilihnya atau
melakukan kegiatan yang menimbulkan gangguan ketertiban dan
ketentraman selama pelaksaaan pemungutan suara;
14) Perbuatan yang menyebabkan suara seorang pemilih tidak bernilai
atau menyebabkan peserta pemilu tertentu mendapat tambahan
suara atau suara peserta pemilu menjadi berkurang;
15) Mengakui diri sebagai orang lain pada saat pemungutan suara;
16) Memberikan suara lebih dari satu kali atau lebih TPS;
17) Menggagalkan pemungutan suara;
18) Majikan/atasan yang tidak memberikan kesempatan kepada
pekerja untuk memberikan suaranya pada pemungutan suara
kecuali dengan alasan bahwa pekerjaan tersebut tidak bisa
ditinggalkan;
19) Menghilangkan hasil pemungutan suara yang sudah disegel;
20) Membantu pemilih memberitahukan pilihan pemilih kepada orang
lain;
21) Karena kelalaiannya menyebabkan rusak atau hilangnya berita
acara pemungutan dan perhitungan dan sertifikat hasil pemungutan
suara yang sudah disegel;
22) Mengubah berita acara hasil pemungutan suara dan/atau sertifikat
hasil pemungutan suara;
23) Merusak, mengganggu atau mendistorsi sistem informasi
perhitungan suara hasil pemilu;
24) Setiap orang atau lembaga yang melakukan penghitungan cepat
dan mengumumkan hasil penghitungan cepat pada hari/tanggal
pemungutan suara;
25) Setiap orang atau lembaga yang melakukan penghitungan cepat
yang tidak memberitahukan bahwa hasil penghitungan cepat bukan
merupakan hasil resmi Pemilu.
b. Perbuatan pidana yang dapat dilakukan oleh petugas KPU, KPU
Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPS dan PPLN, meliputi :
1) Memperbaiki daftar pemilih sementara;
https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/snh
© 2018. Fakultas Hukum, Universitas Negeri Semarang
Seminar Nasional Hukum Universitas Negeri Semarang 358
https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/snh
© 2018. Fakultas Hukum, Universitas Negeri Semarang
359 Binov Handitya
https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/snh
© 2018. Fakultas Hukum, Universitas Negeri Semarang
Seminar Nasional Hukum Universitas Negeri Semarang 360
https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/snh
© 2018. Fakultas Hukum, Universitas Negeri Semarang
361 Binov Handitya
https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/snh
© 2018. Fakultas Hukum, Universitas Negeri Semarang
Seminar Nasional Hukum Universitas Negeri Semarang 362
https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/snh
© 2018. Fakultas Hukum, Universitas Negeri Semarang
363 Binov Handitya
8
Triono. Menakar Efektivitas Pemilu Serentak 2019, Jurnal Wacana Politik Vol. 2 No.
2, 2014, hlm. 156 - 164
https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/snh
© 2018. Fakultas Hukum, Universitas Negeri Semarang
Seminar Nasional Hukum Universitas Negeri Semarang 364
Kesimpulan
Rendahnya pengetahuan politik dan tingkat partisipasi rakyat dalam
pemilu pada masa sekarang dipicu dari kegagalan-kegagalan wakil rakyat
dalam menjadikan nyata setiap janji-janji yang diberikan. Sehingga
masyarakat kali ini banyak bersikap apatis, adapun sebagian besar yang ikut
berkecimpung dalam permainan politik tidak mampu memberi sauri
tauladan yang baik karena masing banyak cara-cara kotor yang digunakan
dalam mengikuti kontestasi-kontestasi politik di negeri ini. Mobilisasi
penguasa melalui alat-alat kekuasaan yang dibentuk oleh beberapa elit,
hanya menambah sikap masa bodoh masyarakat dalam ikut serta pesta
demokrasi itu. Sedangkan tingginya tingkat partisipasi rakyat dalam pemilu
di era ini beberapa merupakan hasil mobilisasi elit partai politik melalui
mekanisme yang tidak halal seperti politik uang dan manuver-manuver
buruk yang dibentuk oleh masing-masing kontestan.
Dalam penyelenggaraan pemilu yang dilakukan di Indonesia,
ternyata tatacara dan mekanisme pemilu juga ikut mempengaruhi perubahan
tingkah laku baik peserta, pelaksana, penyelenggaran pemilu maupun
beberapa lembaga pemerintah dan peradilan. Adapun yang menjadi objek
rumusan tindak pidana pemilu sebagaimana dirumuskan di dalam Undang
Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum, yang secara garis
dikelompokan dalam beberapa kualifikasi perbuatan, seperti : Perbuatan
pidana yang ditujukan setiap orang, Perbuatan pidana yang dapat dilakukan
oleh petugas KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPS dan
PPLN, buatan pidana yang ditujukan pada pelaksana kampanye, Perbuatan
pidana yang ditujukan pada peserta pemilu yang terbukti menerima
sumbangan dan/atau bantuan, Perbuatan pidana yang ditujukan pada pejabat
negara/pejabat pemerintah dan lembaga peradilan, Perbuatan pidana yang
ditujukan pada perusahan pencetak surat suara.
Dalam menyambut pesta demokrasi negara Indonesia pada
Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden yang rencana akan dilaksanakan
pada bulan April 2019 mendatang pemerintah telah berupaya memberikan
sistem terbaik guna pelaksanaan pemilihan umum yang berjalan dengan
benar. Antisipasi terhadap kemungkinan gejolak pelanggaran pelaksanaan
pemilihan umum harusnya dapat ditekan dengan dibentuknya sentra
Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu). Dengan adanya Gakkumdu,
https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/snh
© 2018. Fakultas Hukum, Universitas Negeri Semarang
365 Binov Handitya
Daftar Pustaka
Buku
Abdul aziz hakim. (2011). Negara Hukum dan Demokrasi di Indonesia.
Pustaka Pelajar: Yogjakarta.
Prihatmoko, Joko. J. 2007. Men-Demokratis-kan Pemilu: Dari Sistem
Sampai Elemen Teknis. LP3M UNWAHAS dan Pustaka Pelajar:
Semarang.
Titik Triwulan Tutik. (2011). Kontruksi Hukum Tata Negara Indonesia
Pasca Amandemen UUD 1945. Kencana: Jakarta.
Artikel Jurnal
Farahdiba Rahma Bachtiar. (2014). “Pemilu Indonesia: Kiblat Negara
Demokrasi Dari Berbagai Refresentasi”, Jurnal Politik Profetik
Volume 3 Nomor 1 Tahun 2014, hlm. 1-18.
Nanik Prasetyoningsih. (2014). “Dampak Pemilihan Umum Serentak Bagi
Pembangunan Demokrasi Indonesia”, Jurnal Media Hukum Vol. 21
Nomor 2, hlm. 242-243.
Triono. (2017). “Menakar Efektivitas Pemilu Serentak 2019”, Jurnal
Wacana Politik Vol. 2 No. 2, hlm. 156-164.
Peraturan Perundang-Undangan
Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang
Pemilihan Umum, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2017 Nomor 182.
Sumber Online
[…] http://id.wikipedia.org/wiki/Demokrasi, ditelusuri pada tanggal 26 Agustus
2018.
[…] http://demokrasiindonesia.blogspot.com/2014/08/demokrasi-di-indonesia-
pengertian-macam-, ditelusuri pada tanggal 26 Agustus 2018.
[…] https://novithen.wordpress.com/pemilih-apatis-dan-pragmatis/, diakses
tanggal 28 Agustus 2018.
[…] https://satutimor.wordpress.com/2014/03/21/harapan-untuk-penanganan-
tindak-pidana-pemilu/, diakses tanggal 28 Agustus 2018.
https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/snh
© 2018. Fakultas Hukum, Universitas Negeri Semarang