Disusun Oleh :
Kelompok 4
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
2016
Jurnal 1 : Preparation and evaluation of ritodrine buccal tablets for rational
therapeutic use.
1.1 Pendahuluan
Persalinan prematur adalah salah satu masalah penting di bidang ginekologi
dan kebidanan dan cukup sering terjadi di berbagai negara. Baru-baru ini,
dilaporkan bahwa sekitar 60.000 peristiwa kelahiran prematur terjadi per tahun di
Jepang. Juga, di Amerika Serikat, kelahiran prematur dilaporkan mencakup
sekitar 300.000 per tahun. Bayi imatur mengalami kerusakan atau gangguan
berbagai organ, yang mungkin mengakibatkan disfungsi. Pengobatan yang
digunakan pada persalinan prematur adalah obat yang menekan kontraksi
miometrium. Agonis reseptor β2 adrenergik berguna untuk menghentikan
persalinan prematur dan asfiksia janin selama persalinan. Ritodrin (RD)
hidroklorida (RD-HCl) adalah lini pertama pengobatan persalinan prematur
karena sangat selektif untuk menekan kontraksi miometrium.
Saat ini, bentuk sediaan parenteral dan tablet tersedia secara komersial untuk
penggunaan RD. RD digunakan sebagai infus intravena dalam keadaan darurat.
Namun, setelah ditemukan jadwal dosis dan efek terapi serta kondisi pasien stabil,
infus dapat diganti oleh bentuk sediaan tablet oral. Telah dilakukan penelitian
yang berkaitan dengan farmakokinetika klinis dari RD. Kadar plasma RD
memiliki keterkaitan dengan efektivitas dan efek samping toksik. Banyak pasien
dengan konsentrasi serum 15 ng/ml atau lebih mengalami penghambatan
persalinan prematur. Namun, konsentrasi tinggi RD dalam plasma dapat
menyebabkan efek samping toksik seperti peningkatan denyut jantung dan gula
darah, serta rasa mual.
Infus intravena adalah metode yang paling tepat untuk mengontrol
efektivitas terapi dan menghindari efek samping yang toksik. Namun, penggunaan
jangka panjang menyebabkan rasa sakit dan membatasi gerak, sehingga
menurunkan kualitas hidup (QOL). Tablet oral lebih baik dalam mencapai kualitas
hidup pasien. Akan tetapi, dengan pemberian oral RD akan mengalami
metabolisme lintas pertama yang menyebabkan rendahnya bioavailabilitas obat.
Selain itu, RD rute injeksi maupun oral relatif cepat diekskresikan dari tubuh.
Mempertimbangkan RD dan formulasi dalam sediaan di pasaran, sangatlah
penting untuk mengembangkan metode administrasi baru atau bentuk sediaan
yang dapat meningkatkan penggunaan dan kualitas hidup pasien. Penghantaran
obat melalui membran mukosa telah menarik perhatian sebagai metode alternatif
bentuk sediaan karena memungkinkan menghindari efek lintas pertama (FPE),
memungkinkan ketersediaan obat lepas tunda, dan dapat mencapai penyerapan
sistemik yang cukup cepat. Larutan garam RD-HCl yang diberikan melalui rute
bukal maupun intragastrik memiliki bioavailabilitas yang lebih rendah
dibandingkan dengan infus intravena. Namun, kadar plasma dicapai pada tingkat
terapi manusia dengan dosis 10 mg/kg. Selain itu, bioavailabilitas rute bukal lebih
baik daripada rute intragastrik dan konsentrasi obat dalam plasma dapat
dipertahankan pada kadar yang efektif. Hal ini menunjukkan bahwa rute bukal
lebih unggul untuk mencapai pemeliharaan kadar plasma yang efektif
dibandingkan rute intragastrik. Jika dibandingkan dengan sediaan larutan, sedian
berbentuk larutan kurang nyaman dalam pemberian dan perlu penyesuaian volume
administrasi untuk setiap kali pemberian. Bentuk larutan juga relatif kurang stabil
dibandingkan bentuk tablet atau film. Sediaan tablet lebih mudah disiapkan dan
digunakan, Dalam penelitian ini, tablet bukal dari RD telah diproduksi dan diuji
efektivitas serta kegunaannya. Tablet yang diperoleh dievaluasi secara in vitro dan
in vivo.
Dilihat dari grafik tersebut, maka tablet yang paling cepat dan baik
pelepasannya adalah tablet A1 karena memiliki jumlah LC yang paling
banyak. Jika dibandingkan dengan tablet B yang memiliki jumlah zat aktif
dua kali lebih banyak dibanding tablet A, pelepasan RD memang lebih cepat
dibanding A1, namun memiliki pola disolusi yang sama. Pada waktu yang
sama, RD akan dilepaskan dua kali lebih banyak di tablet B dibanding
dengan tablet A1. Hal ini akan merepresentasikan kadar RD di dalam darah
yang akan cukup tinggi.
Tablet B/MC menggunakan mikrokristalin selulosa digunakan untuk
memodifikasi disolusi. Sifat dan kecepatan disolusi tablet B/MC berbeda
dari tablet A1 dan B. Penambahan MC akan meningkatkan pelepasan obat,
namun bentuk tablet B/MC akan berubah dengan cara yang berbeda. Ketika
permukaan tablet B/MC mulai mengembang, tablet kemudian menjadi
sangat lunak dengan cepat karena penyerapan air oleh mikrokristlain
selulosa. Pada 25 menit, tablet terdisintegrasi sempurna dengan cara larutnya
AL dan penyerapan air oleh MC. Dikarenakan MC merupakan zat yang
tidak larut air, maka setelah pengujian menggunakan alat disolusi terdapat
residu pada bagian bawah tanki percobaan.
Pada table diatas terlihat bahwa tablet A1 memiliki C max dan AUC
(0-4 jam) yang lebih rendah dibanding pada larutan yang diberikan
menggunakan kapas. Tablet A1 merupakan tablet yang melepaskan zat aktif
paling lama sehigga Cmax dan AUC nya paling rendah dibanding dua
formulasi yang lain. Pada waktu yang sama tablet B/MC melepaskan zat
aktif paling banyak. Sehingga memberikan nilai Cmax dan AUC yang paling
besar. Hal ini menunjukkan bahwa tablet B/MC dapat melepaskan zat aktif
dengan baik dalam keadaan in vivo. Setelah dilakukan perngujian pelepasan
obat secara in vivo, profil pelepasan dibuat dalam bentuk grafik dan dihitung
menggunakan persamaan tertetu yang dibandingkan dengan kecepatan
absorpsi sediaan yang diberikan secara intravena kepada tikus (1mg/ kg).
1.4 Kesimpulan
Dari percobaan in vitro dan vivo dapat diambil kesimpulan bahwa tablet
B/MC merupakan sediaan tablet buccal yang baik dan memberikan efek yang
diperpanjang karena dapat mempertahankan kadar obat dalam plasma lebih lama
dibanding formulasi yang lain. Hal ini dikarenakan kadar zat aktifnya yang
memang 2 kali lebih banyak dibanding formulasi lain dan karakteristik
AL/LC/MC yang memberikan profil pelepasan dan absorpsi yang baik.
Jurnal 2 : Development Of Buccal Tablets For Curcumin Using Anacardium
Occidentale Gum
2.1 Pendahuluan
Sediaan mukoadhesif bukal merupakan salah satu bentuk alternatif dalam
rute pemberian secara oral. Sediaan jenis ini memiliki beberapa keuntungan, yaitu
memiliki aksesibilitas yang baik, rendahnya aktivitas enzim dalam pencernaan,
dapat mencegah degradasi obat pada saluran cerna, dan menghindari metabolisme
lintas pertama. Rute pemberian ini dapat digunakan untuk protein-protein yang
tidak stabil, oligonukleotida, polisakarida, molekul obat kecil serta senyawa-
senyawa hidrofilik. Diantara beberapa tempat penetrasi obat di saluran
pencernaan, bagian mukosa bukal merupakan tempat yang paling baik dalam
penetrasi obat secara lokal karena bagian tersebut terdiri dari otot-otot polos yang
relatif bergerak, melakukan vaskularisasi serta cepat dalam pemulihan.
Salah satu yang menjadi persyaratan sediaan mukoadhesif adalah memiliki
sifat bioadhesive yang baik sehingga kadar obat dapat dipertahankan dalam
rongga mulut untuk durasi yang diinginkan. Pelepasan obat dalam sediaan
mukoadhesif ini dipengaruhi oleh eksipien, salah satunya adalah polimer. Polimer
yang biasa digunakan dalam sediaan mukoadhesif bukal dapat berupa sintetik
maupun alami. Polimer alami lebih banyak digunakan karena tidak menimbulkan
masalah apabila digunakan sebagai pembawa zat aktif. Keuntungan yang
diberikan dari polimer alami adalah mudah didapatkan, biokompatibilitas,
biodegradasi, tidak beracun, dan tidak menimbulkan polusi yang berarti.
Gum dari pohon jambu mete (Anacardium occidentale) merupakan salah
satu polimer alam yang digunakan dalam sediaan mukoadhesif bukal. Gum ini
merupakan polisakarida yang kompleks, terdiri dari galaktosa, arabinosa,
ramnosa, glukosa, asam glukurin, dan gula residu lainnya. Beberapa literatur
menyatakan bahwa gum tersebut digunakan sebagai binder. Dalam industri
farmasi, gum dari pohon jambu mete digunakan sebagai perekat amplop, label,
dan perangko. Selain itu, gum juga digunakan sebagai bahan aditif dalam permen
karet.
Kurkumin merupakan senyawa kimia yang terkandung didalam tanaman
Curcuma longa. Manfaat yang dihasilkan adalah sebagai antioksidan, anti-
inflamasi, antispasmodik, antikoagulan, dan sebagai anti kanker. Telah ditemukan
bahwa efektivitas farmakologi kurkumin terbatas karena penyerapan yang buruk
dari saluran pencernaan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
utilitas gum dari pohon jambu mete ssebagai polimer pada sediaan mukoadesif
bukal kurkumin.
2.2.2 Isolasi Fraksi Larut Air dari Gum Pohon Jambu Mete
Langkah pertama adalah menyiapkan gum dari pohon jambu mete.
Selanjutnya dibuat menjadi serbuk yang halus. Kemudian larutkan serbuk
dengan 300 ml air dan saring larutan dengan kain muslin. Bagian filtrat
ditambahkan dengan alkohol 90% dengan perbandingan 1:1. Endapan yang
diperoleh disaring dan dikeringkan dalam oven pada suhu 45°C. Sebanyak
100 g serbuk dilarutkan dalam air, kemudian saring dengan kain muslin.
Filtrat yang didapatkan disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 10
menit. Supernatan yang diperoleh diuapkan hingga membentuk massa yang
solid. Simpan dalam wadah kedap udara.
3.1 Pendahuluan
Oromukosal digunakan untuk administrasi obat melalui rongga mulut atau
tenggorokan dengan efek sistemik atau lokal. Pembuluh darah pada mukosa mulut
memiliki kecepatan aliran darah 2,4 mL/menit dimana bioavaibilitas obat akan
tinggi apabila diberikan melalui mukosa mulut. Selain itu, resiko kerusakan atau
iritasi pada mukosa mulut sangat rendah tergantung pada obat yang digunakan dan
juga eksipiennya.
Kekurangan dari membran mukosa ini adalah permeabilitasnya rendah untuk
obat konvensional saat proses pengunyahan. Sehingga diciptakan suatu sediaan
yang bersifat mukoadesi, dimana obat akan melekat pada epitel mukosa dan
terabsorpsi langsung ke dalam pembuluh darah. Sediaan yang berkembang adalah
tablet bukal mukoadesi dan film bukal. Sediaan ini mengandung polimer
hidrofilik yang akan basah dengan adanya saliva kemudian mengembang dan
melekat pada permukaan mukosa melalui interaksi dengan mukus. Mukus adalah
cairan kental dan lengket hasil sekresi sel mukus pada daerah sublingual, kelenjar
ludah, serta dinding epitel jalur oral.
Musin adalah glikoprotein hidrofilik yang disusun oleh komponen protein
rantai tunggal (dibentuk oleh asam amino seperti serin, treonin, prolin) yang
merupakan cabang dari rantai oligosakarida. MG1, salah satu jenis mukin yang
diproduksi oleh kelenjar saliva, memegang peran penting dalam mengatur hidrasi,
lubrikasi, dan membatasi penempelan mikroorganisme
3.2.1 Poliakrilat
3.2.4 Alginat
Alginat merupakan polisakarida yang berasal dari rumput laut, alga,
dan bakteri. Polisakarida ini bermuatan negatif yang sangat banyak
digunakan untuk produksi mikropartikel yang memiliki sifat bioadesi.
Berat molekul dan rantai fleksibilitas dari alginat menggambarkan
interaksi dengan mukin. Interaksi antara mukin dan molekul alginat
membentuk jembatan yang berkontraksi dengan protein sehingga pelekatan
dapat terjadi.
3.2.5 Pektin
3.2.7 Lektin
Lektin terbentuk secara alami dari protein atau glikoprotein yang
memiliki afinitas yang tinggi pada residu karbohidrat dari sel membrane.
Setelah terjadi pengikatan mukosa, sel lektin dapat tinggal di permukaan sel
atau mengalami internalisasi (pada ahesi yang dimediasi oleh reseptor).
Interaksi antara situs spesifik dengan reseptor dapat memicu signaling
antarsel pada proses internalisasi obat atau sistem pembawa (proses
endositosis melalui sitoadhesi) ke dalam lisosom atau ke dalam
kompartemen seluler lainnya seperti nucleus. Tipe bioadhesi ini disebut
dengan sitoadhesi. Lektin memiliki keuntungan lain seperti kemampuannya
sebagai pembawa spesifik untuk sediaan targeted release dan controlled
release, namun kebanyakan dari jenisnya bersifat toksik dan imunogenik.
Gowthamarajan, K., Jawahar, N., Wake, P., Jain, K., & Sood, S. (2012).
Development of buccal tablets for curcumin using Anacardium occidentale
gum. Carbohydrate Polymers, 88(4), 1177-1183.
http://dx.doi.org/10.1016/j.carbpol.2012.01.072
Onishi, H., Yumoto, K., & Sakata, O. (2014). Preparation and evaluation of
ritodrine buccal tablets for rational therapeutic use. International Journal Of
Pharmaceutics, 468(1-2), 207-213.
http://dx.doi.org/10.1016/j.ijpharm.2014.04.009
Russo, E., Selmin, F., Baldassari, S., Gennari, C., Caviglioli, G., & Cilurzo, F. et
al. (2016). A focus on mucoadhesive polymers and their application in
buccal dosage forms. Journal Of Drug Delivery Science And Technology,
32, 113-125. http://dx.doi.org/10.1016/j.jddst.2015.06.016