PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Limfoma Non-Hodgkin (LNH) adalah kelompok keganasan primer limfosit yang dapat
berasal dari limfosit B, limfosit T, dan sangat jarang berasal dari sel NK ("natural killer")
yang berada dalam sistem limfe yang sangat heterogen, baik tipe histologis, gejala,
perjalanan klinis, respon terhadap pengobatan, maupun prognosis. Pada LNH sebuah sel
limfosit berproliferasi secara tak terkendali yang mengakibatkan terbentuknya tumor.
Seluruh sel LNH berasal dari satu sel limfosit, sehingga semua sel dalam tumor pasien LNH
memiliki imunoglobulin yang sama pada permukaan selnya(Setioyohadi, 2012)
Insiden LNH terus mengalami peningkatan sekitar 3,4% setiap tahunnya. The American
Cancer Society memperkirakan terdapat 65.980 kasus baru setiap tahun dan 19.500 di
antaranya meninggal dunia akibat LNH pada tahun 2009. Di Indonesia, LNH menduduki
peringat ke-6 kanker terbanyak, bahkan Badan Koordinasi Nasional Hematologi Onkologi
Medik Penyakit Dalam Indonesia (BAKORNAS HOMPEDIN) menyatakan, insiden
Limfoma lebih tinggi dari leukemia dan menduduki peringkat ketiga kanker yang tumbuh
paling cepat setelah melanoma dan paru (Sutrisno, 2010).
Etiologi sebagian besar LNH tidak diketahui. Namun terdapat beberapa faktor risiko yang
menyebabkan terjadinya LNH, yaitu onkogen, infeksi virus Ebstein Barr, Human T-
leukemia Virus-I (HTLV-I), penyakit autoimun dan defesiensi imun (Setioyohadi, 2012).
1. Diagnosis LNH ditegakkan dari hasil pemeriksaan histologi biopsi eksisi (excisional
biopsy) kelenjar getah bening atau jaringan ekstranodal. Stadium LNH didasarkan atas
kriteria Ann Arbor yang terdiri dari: stadium I (mengenai satu regio KGB atau satu organ
ekstralimfatik); stadium II (mengenai dua atau lebih KGB pada satu sisi diafragma atau
satu organ ekstralimfatik dan satu atau lebih KGB pada satu sisi diafragma); stadium III
(mengenai KGB pada kedua sisi diafragma, yang dapat disertai dengan keterlibatan limpa
atau terlokalisasi pada satu organ ekstralimfatik atau keduanya); stadium IV (mengenai
KGB secara difus mengenai satu atau lebih organ ekstralimfatik, dengan atau tanpa
disertai keterlibatan pada KGB), (Bakta IM. 2010).
Pengobatan dengan menggunakan kombinasi kemoterapi (multiagent) dapat
mempengaruhi prognosis dari penyakit. Prognosis limfoma tergantung pada tipe histologi
dan staging(Hoffbrand, 2008).
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui penatalaksanaan askep pada pasien dengan Limphoma Non-Hodgkin
2. Tujuan khusus
a. Melakukan pengkajian pasien dengan limphoma hodgkin
b. Menentukan diagnosa pasien dengan limphoma hodgkin
c. Menentukan intervensi pada pasien limphoma hodgkin
d. Melakukan implementasi pada pasein limphoma hodgkin
C. Manfaat
1. Bagi mahasiswa
Untuk menambah wawasan dan pengetahuan askep pada limphoma hodgkin
2. Bagi institusi keperawatan
Untuk menambah bahan bacaan dan referensi mengenai limphoma hodgkin, serta
tindakan pada pasien dengan limphoma hodgkin
3. Bagi rumah sakit
Asuhan keperawatan ini dapat dijadikan sebagai informasi atau edukasi pada pasein
limphoma hodgkin
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Limfoma adalah kanker yang berasal dari jaringan limfoid mencakup sistem limfatik
dan imunitas tubuh. Tumor ini bersifat heterogen, dapat dijumpai ekstra nodal, yaitu diluar
sistem limfatik dan imunitas antara lain pada traktus digestivus, paru kulit, dan organ lain.
(Tambunan, 2007),
Limfoma Non-Hodgkin adalah sekelompok keganasan (kanker) yang berasal dari
sistem kelenjar getah bening dan biasanya menyebar ke seluruh tubuh. Beberapa dari
limfoma ini berkembang sangat lambat (dalam beberapa tahun), sedangkan yang lainnya
menyebar dengan cepat (dalam beberapa bulan). Penyakit ini lebih sering terjadi
dibandingkan dengan penyakit Hodgkin (Aru, Stiohad, Alwi, dkk, 2015).
C. Etiologi
Penyebab LNH belum jelas diketahui. Para pakar cenderung berpendapat bahwa
terjadinya LNH disebabkan oleh pengaruh rangsangan imunologis persisten yang
menimbulkan proliferasi jaringan limfoid tidak terkendali. Diduga ada hubungan dengan
virus Epstein Barr LNH kemungkinan ada kaitannya dengan factor keturunan karena
ditemukan fakta bila salah satu anggota keluarga menderita LNH maka risiko anggota
keluarga lainnya terjangkit tumor ini lebih besar dibanding dengan orang lain yang tidak
termasuk keluarga itu. Pada penderita AIDS : semakin lama hidup semakin besar risikonya
menderita limfoma.
Terdapat beberapa fakkor resiko terjadinya LNH, antara lain :
a. Imunodefisiensi : 25% kelainan heredier langka yang berhubungan dengan terjadinya
LNH antara lain adalah : severe combined immune deficiency,
hypogammaglobulinemia, common variable immunodeficiency, Wiskott Aldrich
syndrome dan ataxia-telangiectasia. Limfoma yang berhubungan dengan kelainan-
kelainan tersebut seringkali dihubugkan pula dengan Epstein Barr Virus (EBV) dan
jenisnya beragam.
b. Agen infeksius : EBV DNA ditemukan pada limfoma Burkit sporadic. Karena tidak
pada semua kasus limfoma Burkit ditemukan EBV, hubungan dan mekanisme EBV
terhadap terjadinya limfoma Burkit belum diketahui. infeksi virus yang menyerang
DNA maupun Limfosit dapat mengubah DNA dan Limfosit menjadi sel-sel kanker.
Virus tersebut diantaranya Epstein-Barr Virus (EBV) dan HTLV-1 virus.
c. Paparan lingkungan dan pekerjaan : Beberapa pekerjaan yang sering dihubugkan
dengan resiko tinggi adalah peternak serta pekerja hutan dan pertanian. Hal ini
disebabkan adanya paparan herbisida dan pelarut organic.
d. Diet dan Paparan lsinya : Risiko LNH meningkat pada orang yang mengkonsumsi
makanan tinggi lemak hewani, merokok, dan yang terkena paparan UV4,5. (Sutrisno,
2010).
D. Klasifikasi
Ada 2 klasifikasi besar penyakit ini yaitu:
1 Limfoma Non Hodgkin Agresif
Limfoma non Hodgkin agresif kadangkala dikenal sebagai limfoma non Hodgkin
tumbuh cepat atau level tinggi. Karena sesuai dengan namanya, limfoma non
Hodgkin agresif ini tumbuh dengan cepat. Meskipun nama ‘agresif’ kedengarannya
sangat menakutkan, limfoma ini sering memberikan respon sangat baik terhadap
pengobatan.
2 Limfoma Non Hodgkin Indolen
Limfoma non Hodgkin indolen kadang-kadang dikenal sebagai limfoma non Hodgkin
tumbuh lambat atau level rendah. Sesuai dengan namanya, limfoma non Hodgkin
indolen tumbuh hanya sangat lambat. Secara tipikal ia pada awalnya tidak
menimbulkan gejala, dan mereka sering tetap tidak terditeksi untuk beberapa saat.
Tentunya, mereka sering ditemukan secara kebetulan, seperti ketika pasien
mengunjungi dokter untuk sebab lainnya. Dalam hal ini, dokter mungkin menemukan
pembesaran kelenjar getah bening pada pemeriksaan fisik rutin. Kadangkala, suatu
pemeriksaan, seperti pemeriksaan darah, mungkin menunjukkan sesuatu yang
abnormal, kemudian diperiksa lebih lanjut dan ditemukan terjadi akibat limfoma non
Hodgkin. Gejala yang paling sering adalah pembesaran kelenjar getah bening, yang
kelihatan sebagai benjolan, biasanya di leher, ketiak dan lipat paha. Pada saat
diagnosis pasien juga mungkin mempunyai gejala lain dari limfoma non Hodgkin.
Karena limfoma non Hodgkin indolen tumbuh lambat dan sering tanpa
menyebabkan stadium banyak diantaranya sudah dalam stadium lanjut saat pertama
terdiagnosis. (Sutrisno, 2010).
E. Patofisiologi
Perubahan sel limfosit normal menjadi sel limfoma merupakan akibat terjadinya
mutasi gen pada salah satu gen pada salah satu sel dari sekelompok sel limfosit tua yang
tengah berada dalam proses transformasi menjadi imunoblas (terjadi akibat adanya
rangsangan imunogen). Beberapa perubahan yang terjadi pada limfosit tua antara lain:
1).ukurannya semakin besar, 2).Kromatin inti menjadi lebih halus, 3).nukleolinya terlihat,
4).protein permukaan sel mengalami perubahan (Sutrisno, 2010).
Beberapa faktor resiko yang diperkirakan dapat menyebabkan terjadinya limfoma
Hodgkin dan non-Hodgkin seperti infeksi virus-virus seperti virus Epstein-Berg,
Sitomegalovirus, HIV, HHV-6, defisiensi imun, bahan kimia, mutasi spontan, radiasi
awalnya menyerang sel limfosit yang ada di kelenjar getah bening sehingga sel-
sel limfosit tersebut membelah secara abnormal atau terlalu cepat dan membentuk
tumor/benjolan. Tumor dapat mulai di kelenjar getah bening (nodal) atau diluar kelenjar
getah bening (ekstra nodal). Proliferasi abnormal tumor tersebut dapat memberi
kerusakan penekanan atau penyumbatan organ tubuh yang diserang. Apabila sel tersebut
menyerang Kelenjar limfe maka akan terjadi Limphadenophaty (Aru, Stiohad, Alwi, dkk,
2015).
Dampak dari proliferasi sel darah putih yang tidak terkendali, sel darah merah
akan terdesak, jumlah sel eritrosit menurun dibawah normal yang disebut anemia. Selain
itu populasi limfoblast yang sangat tinggi juga akan menekan jumlah sel trombosit
dibawah normal yang disebut trombositopenia. Bila kedua keadaan terjadi bersamaan, hal
itu akan disebut bisitopenia yang menjadi salah satu tanda kanker darah (Sutrisno, 2010).
Gejala awal yang dapat dikenali adalah pembesaran kelenjar getah bening di suatu
tempat (misalnya leher atau selangkangan)atau di seluruh tubuh. Kelenjar membesar
secara perlahan dan biasanya tidak menyebabkan nyeri. Kadang pembesaran kelenjar
getah bening di tonsil (amandel) menyebabkan gangguan menelan (Setioyohadi, 2012).
Pembesaran kelenjar getah bening jauh di dalam dada atau perut bisa menekan
berbagai organ dan menyebabkan: gangguan pernafasan, berkurangnya nafsu makan,
sembelit berat, nyeri perut, pembengkakan tungkai. Jika limfoma menyebar ke dalam
darah bisa terjadi leukimia. Limfoma non hodgkin lebih mungkin menyebar ke sumsum
tulang, saluran pencernaan dan kulit. Pada anak – anak, gejala awalnya adalah masuknya
sel – sel limfoma ke dalam sumsum tulang, darah, kulit, usus, otak, dan tulang belekang;
bukan pembesaran kelenjar getah bening. Masuknya sel limfoma ini menyebabkan
anemia, ruam kulit dan gejala neurologis (misalnya delirium, penurunan kesadaran) (Aru,
Stiohad, Alwi, dkk, 2015).
Secara kasat mata penderita tampak pucat, badan seringkali hangat dan merasa
lemah tidak berdaya, selera makan hilang, berat badan menurun disertai pembengkakan
seluruh kelenjar getah bening : leher, ketiak, lipat paha, dll (Sutrisno, 2010).
F. Manifestasi Klinis
Gejala umum penderita limfoma non-Hodgkin yaitu (Sutrisno, 2010).:
Pembesaran kelenjar getah bening tanpa adanya rasa sakit
Demam
Keringat malam
Rasa lelah yang dirasakan terus menerus
Gangguan pencernaan dan nyeri perut
Hilangnya nafsu makan
Nyeri tulang
Bengkak pada wajah dan leher dan daerah-daerah nodus limfe yang terkena.
Limphadenopaty
Kemungkinan
Gejala Penyebab
timbulnya gejala
Gangguan
pernafasan Pembesaran kelenjar getah
20-30%
Pembengkakan bening di dada
wajah
Hilang nafsu
makan
Pembesaran kelenjar getah
Sembelit berat 30-40%
bening di perut
Nyeri perut atau
perut kembung
Penyumbatan pembuluh getah
Pembengkakan
bening di selangkangan atau 10%
tungkai
perut
Penurunan berat
badan Penyebaran limfoma ke usus
10%>
Diare halus
Malabsorbsi
Pengumpulan Penyumbatan pembuluh getah
20-30%
cairan di sekitar bening di dalam dada
paru-paru
(efusi pleura)
Daerah kehitaman
dan menebal di
Penyebaran limfoma ke kulit 10-20%
kulit yang terasa
gatal
Penurunan berat
badan
Penyebaran limfoma ke seluruh
Demam 50-60%
tubuh
Keringat di malam
hari
Perdarahan ke dalam saluran
pencernaan
Penghancuran sel darah merah
oleh limpa yang membesar &
terlalu aktif
Anemia Penghancuran sel darah merah
(berkurangnya oleh antibodi abnormal (anemia 30%, pada akhirnya
jumlah sel darah hemolitik) bisa mencapai 100%
merah) Penghancuran sumsum tulang
karena penyebaran limfoma
Ketidakmampuan sumsum tulang
untuk menghasilkan sejumlah sel
darah merah karena obat atau
terapi penyinaran
Penyebaran ke sumsum tulang
Mudah terinfeksi dan kelenjar getah bening,
20-30%
oleh bakteri menyebabkan berkurangnya
pembentukan antibodi
G. Tahapan Penyakit
Penyebaran Limfoma dapat dikelompokkan dalam 4 stadium. Stadium I dan II sering
dikelompokkan bersama sebagai stadium awal penyakit, sementara stadium III dan IV
dikelompokkan bersama sebagai stadium lanjut.
a. Stadium I : Penyebaran Limfoma hanya terdapat pada satu kelompok yaitu kelenjar
getah bening.
b. Stadium II : Penyebaran Limfoma menyerang dua atau lebih kelompok kelenjar getah
bening, tetapi hanya pada satu sisi diafragma, serta pada seluruh dada atau perut.
c. Stadium III : Penyebaran Limfoma menyerang dua atau lebih kelompok kelenjar getah
bening, serta pada dada dan perut.
d. Stadium IV : Penyebaran Limfoma selain pada kelenjar getah bening setidaknya pada
satu organ lain juga seperti sumsum tulang, hati, paru-paru, atau otak. (Sutrisno,
2010).
H. Komplikasi
a. Akibat langsung penyakitnya
Penekanan terhadap organ khususnya jalan nafas, usus dan saraf
Mudah terjadi infeksi, bisa fatal
I. Pemeriksaan Diagnostik
a. Anamnesis dan pemeriksaan fisik : ada tumor sistem limfoid, febris keringat malam,
penurunan berat badan, limfadenopati dann hepatosplenomegali
b. Pemeriksaan laboratorium : Hb, leukosit, LED, hapusan darah, faal hepar, faal ginjal,
LDH.
c. Limfografi, IVP, Arteriografi. Foto organ yang diserang, bone – scan, CT – scan,
biopsi sunsum tulang, biopsi hepar, USG, endoskopi
d. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinik dan pemeriksaan histopatologi. Untuk
LH memakai krioteria lukes dan butler (4 jenis). Untuk LNH memakai kriteria
internasional working formulation (IWF) menjadi derajat keganasan rendah, sedang
dan tinggi
e. Stadium ditentukan menurut kriteria Ann Arbor (I, II, III, IV, A, B, E)
f. Ada 2 macam stage : Clinical stage dan pathological stage
J. Penatalaksanaan
1 Therapy Medik
Konsultasi dengan ahli onkology medik ( di RS type A dan B)
Limfoma non hodkin derajat keganasan rendah (IWF)
Tanpa keluhan : tidak perlu therapy
Bila ada keluhan dapat diberi obat tunggal siklofosfamide dengan dosis
permulaan po tiap hari atau 1000 mg/m 2 iv selang 3 – 4 minggu.
Bila resisten dapat diberi kombinasi obat COP, dengan cara pemberian seperti pada
LH diatas
Limfona non hodgkin derajat keganasan sedang (IWF)
Untuk stadium I B, IIB, IIIA dan B, IIE A da B, terapi medik adalah sebagai
terapy utama
Untuk stadium I A, IE, IIA diberi therapy medik sebagai therapy anjuran
Minimal : seperti therapy LH
Ideal : Obat kombinasi cyclophospamide, hydrokso – epirubicin, oncovin, prednison
(CHOP) dengan dosis :
C : Cyclofosfamide 800 mg/m 2 iv hari I
H : hydroxo – epirubicin 50 mg/ m 2 iv hari I
O : Oncovin 1,4 mg/ m 2 iv hari I
P : Prednison 60 mg/m 2 po hari ke 1 – 5
Perkiraan selang waktu pemberian adalah 3 – 4 minggu
Lymfoma non – hodgkin derajat keganasan tinggi (IWF)
Stadium IA : kemotherapy diberikan sebagai therapy adjuvant
Untuk stadium lain : kemotherapy diberikan sebagai therapy utama
Minimal : kemotherapynya seperti pada LNH derajat keganasan sedang (CHOP)
Ideal : diberi Pro MACE – MOPP atau MACOP – B