Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas tulang atau tulang
rawan umumnya di karenakan rudapaksa (Mansjoer, 2008). Dikehidupan
sehari hari yang semakin padat dengan aktifitas masing- masing manusia
dan untuk mengejar perkembangan zaman, manusia tidak akan lepas dari
fungsi normal musculoskeletal terutama tulang yang menjadi alat gerak
utama bagi manusia, tulang membentuk rangka penujang dan pelindung
bagian tubuh dan tempat untuk melekatnya otot-otot yang menggerakan
kerangka tubuh,. namun dari ulah manusia itu sendiri, fungsi tulang dapat
terganggu karena mengalami fraktur. Fraktur biasanya disebabkan oleh
trauma atau tenaga fisik. Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan
tulang, dan jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan apakah
fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap (Mansjoer, 2008).
Fraktur Cruris merupakan suatu istilah untuk patah tulang tibia dan fibula
yang biasanya terjadi pada bagian proksimal, diafisis, atau persendian
pergelangan kaki. Pada beberapa rumah sakit kejadien fraktur cruris
biasanya banyak terjadi oleh karena itu peran perawat dalam memberikan
asuhan keperawatan trauma musculoskeletal pada fraktur cruris akan
semakin besar sehingga di perlukan pengetahuan mengenai anatomi,
fisiologi, dan patofisiologi tulang normal dan kelainan yang terjadi pada
pasien dengan fraktur cruris (Depkes RI, 2005).
Badan kesehatan dunia (WHO) mencatat di tahun 2011 terdapat lebih dari
5,6 juta orang meninggal dikarenakan insiden kecelakaan dan sekitar 1.3
juta orang mengalami kecacatan fisik. Salah satu insiden kecelakaan yang
memiliki prevalensi cukup tinggi yaitu insiden fraktur ekstrimitas bawah
sekitar 40% dari insiden kecelakaan yang terjadi. 2
Fraktur merupakan suatu keadaan dimana terjadi diintegritas pada tulang.
Penyebab terbanyaknya adalah insiden kecelakaan, tetapi factor lain

1
seperti proses degeneratif dan osteoporosis juga dapat berpengaruh
terhadap terjadinya fraktur (Depkes RI, 2011). Kecelakaan lalu lintas dan
kecelakaan kerja merupakan suatu keadaan yang tidak di inginkan yang
terjadi pada semua usia dan secara mendadak. Angka kejadian kecelakaan
lalu lintas di kota Semarang sepanjang tahun 2011 mencapai 217 kasus,
dengan korban meninggal 28 orang, luka berat 40 orang, dan luka ringan
sejumlah 480 orang ( Polda Jateng, 2011). Berbagai penyebab fraktur
diantaranya cidera atau benturan, faktor patologik,dan yang lainnya karena
faktor beban. Selain itu fraktur akan bertambah dengan adanya komplikasi
yang berlanjut diantaranya syok, sindrom emboli lemak, sindrom
kompartement, kerusakan arteri, infeksi, dan avaskuler nekrosis.
Komplikasi lain dalam waktu yang lama akan terjadi mal union, delayed
union, non union atau bahkan perdarahan. (Price, 2005) Berbagai tindakan
bisa dilakukan di antaranya rekognisi, reduksi, retensi, dan rehabilitasi.
Meskipun demikian masalah pasien fraktur tidak bisa berhenti sampai itu
saja dan akan berlanjut sampai tindakan setelah atau post operasi.

B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui penatalaksanaan asuhan keperawatan pada pasien
dengan fraktur os radius dekstra.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui definisi fraktur os radius dekstra
b. Untuk mengetahui etiologic fraktur os radius dekstra
c. Untuk mengetahui manifestasi klinik fraktur os radius dekstra
d. Untuk mengetahui patofisiologi fraktur os radius dekstra
e. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang fraktur os radius
dekstra
f. Untuk mengetahui komplikasi fraktur os radius dekstra
g. Untuk mengetahui penatalaksanaan fraktur os radius dekstra

2
BAB II
KONSEP DASAR

A. DEFINISI
Fraktur adalah patahnya tulang, yang biasanya dialami hewan kecil akibat
kecelakaan, terjatuh dan luka (Bleby & Bishop, 2015).
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang
dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa
(Sjamsuhidayat, 2014).
Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh. Kebanyakan
fraktur disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang berlebihan
pada tulang, baik berupa trauma langsung dan trauma tidak langsung
(Sjamsuhidajat & Jong, 2014).
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang
atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer,
2013).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, yang biasanya
disertai dengan luka sekitar jaringan lunak, kerusakan otot, rupture tendon,
kerusakan pembuluh darah, dan luka organ-organ tubuh dan ditentukan
sesuai jenis dan luasnya, terjadinya fraktur jika tulang dikenai stress yang
lebih besar dari yang besar dari yang dapat diabsorbsinya (Smeltzer,
2014).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis
dan luasnya fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari
yang dapat diabsorpsinya. Fraktur dapat disebabkan pukulan langsung,
gaya meremuk, gerakan punter mendadak, dan bahkan kontraksi otot
ekstrem (Bruner & Sudarth, 2012).
Fraktur adalah diskontiunitas jaringan tulang yang banyak disebabkan
karena kekerasan yang mendadak atau tidak atau kecelakaan.Suddarth
(2012:2353)

3
Fraktur adalah terputusnya hubungan normal suatu tulang atau tulang
rawan yang disebabkan oleh kekerasan. Santoso Herman (2013:144)
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang
rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa (Carpenito 2013:43)
Fraktur adalah patahnya kontinuitas tulang yang terjadi ketika tulang tidak
mampu lagi menahan tekanan yang diberikan kepadanya. (Doenges,
2013:625)

B. ETIOLOGI
Fraktur disebabkan oleh trauma di mana terdapat tekanan yang berlebihan
pada tulang yang biasanya di akibatkan secara langsung dan tidak
langsung dan sering berhubungan dengan olahraga, pekerjaan atau luka
yang di sebabkan oleh kendaraan bermotor.
Penyebab patah tulang paling sering di sebabkan oleh trauma terutama
pada anak-anak, apabila tulang melemah atau tekanan ringan. (Doenges,
2013:627)

Menurut Carpenito (2013:47) adapun penyebab fraktur antara lain:


1) Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya
kekerasan. Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka
dengan garis patah melintang atau miring.
2) Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang
jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah
bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
3) Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat
berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi
dari ketiganya, dan penarikan.

4
Menurut (Doenges, 2013:627) adapun penyebab fraktur antara lain:
1) Trauma Langsung
Yaitu fraktur terjadi di tempat dimana bagian tersebut mendapat
ruda paksa misalnya benturan atau pukulan pada anterbrachi yang
mengakibatkan fraktur
2) Trauma Tak Langsung
Yaitu suatu trauma yang menyebabkan patah tulang ditempat yang
jauh dari tempat kejadian kekerasan.
3) Fraktur Patologik
Stuktur yang terjadi pada tulang yang abnormal
(kongenital,peradangan, neuplastik dan metabolik).

Menurut (Aragon, 2000:627) adapun penyebab fraktur antara lain:


1) Trauma langsung/ direct trauma
Yaitu apabila fraktur terjadi di tempat dimana bagian tersebut
mendapat ruda paksa (misalnya benturan, pukulan yang
mengakibatkan patah tulang).
2) Trauma yang tak langsung/ indirect trauma
Misalnya penderita jatuh dengan lengan dalam keadaan ekstensi
dapat terjadi fraktur pada pegelangan tangan
Trauma ringan pun dapat menyebabkan terjadinya fraktur bila
tulang itu sendiri rapuh/ ada resiko terjadinya penyakit yang
mendasari dan hal ini disebut dengan fraktur patologis.
3) Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi.Kekuatan
dapat berupa pemuntir

C. MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi klinik dari faktur ,menurut Brunner and Suddarth,(2015:2358)
1. Nyeri terus-menerus dan bertambah beratnya sampai tulang
diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk

5
bidai almiah yang di rancang utuk meminimalkan gerakan antar
fregmen tulang
2. Setelah terjadi faraktur, bagian-bagian tidak dapat di gunakan dan
cenderung bergerak secara alamiah (gerak luar biasa) bukanya tetap
rigid seperti normalnya. Pergeseran fragmen tulang pada fraktur
lengan dan tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba)
ekstermitas yang bisa diketahui membandingkan ekstermitas yang
normal dengan ekstermitas yang tidak dapat berfungsi dengan baik
karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat
melekatnya otot.
3. Pada fraktur panjang terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya
karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur.
Fragmen sering saling melingkupi satu samalain sampai 2,5-5 cm (1-2
inchi)
4. Saat ekstermitas diperiksa dengan tangan teraba adanya derik tulang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu
dengan lainnya (uji krepitus dapat mengaibatkan kerusakan jaringan
lunak yang lebih berat).
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal terjadi sebagai akibat
trauma dari pendarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru bisa
terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cidera.

Menurut Santoso Herman (2013:153) manifestasi klinik dari fraktur


adalah:
a) Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya samapi fragmen
tulang diimobilisasi, hematoma, dan edema.
b) Deformitas karena adanya pergeseran fragmen tulang yang patah
c) Terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot
yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur.
d) Krepitasi akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya
e) Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit.

6
D. PATOFISIOLOGI
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas
untuk menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar
dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang
mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah
terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks,
marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan
terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga
medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang
patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya
respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan
leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan
dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya
Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur
1. Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung
terhadap besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan
fraktur.
2. Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya
tahan untuk timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan,
elastisitas, kelelahan, dan kepadatan atau kekerasan tulang.(Corwin,
2009)

7
8
E. KOMPLIKASI
1. Komplikasi Awal
a) Kerusakan Artery
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya
nadi, CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar,
dan dingin pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan
emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan
reduksi, dan pembedahan.
b) Kompartement Syndrom
Komplikasi ini terjadi saat peningkatan tekanan jaringan dalam
ruang tertutup di otot, yang sering berhubungan dengan akumulasi
cairan sehingga menyebabkan hambatan aliran darah yang berat
dan berikutnya menyebabkan kerusakan pada otot. Gejala –
gejalanya mencakup rasa sakit karena ketidakseimbangan pada
luka, rasa sakit yang berhubungan dengan tekanan yang berlebihan
pada kompartemen, rasa sakit dengan perenggangan pasif pada otot
yang terlibat, dan paresthesia. Komplikasi ini terjadi lebih sering
pada fraktur tulang kering (tibia) dan tulang hasta (radius atau
ulna).
c) Fat Embolism Syndrom
Merupakan keadaan pulmonari akut dan dapat menyebabkan
kondisi fatal. Hal ini terjadi ketika gelembung – gelembung lemak
terlepas dari sumsum tulang dan mengelilingi jaringan yang rusak.
Gelombang lemak ini akan melewati sirkulasi dan dapat
menyebabkan oklusi pada pembuluh – pembuluh darah pulmonary
yang menyebabkan sukar bernafas. Gejala dari sindrom emboli
lemak mencakup dyspnea, perubahan dalam status mental (gaduh,
gelisah, marah, bingung, stupor), tachycardia, demam, ruam kulit
ptechie.

9
d) Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada
trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan
masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka,
tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan
seperti pin dan plat.
e) Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang
rusak atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan
diawali dengan adanya Volkman’s Ischemia. Nekrosis avaskular
dapat terjadi saat suplai darah ke tulang kurang baik. Hal ini paling
sering mengenai fraktur intrascapular femur (yaitu kepala dan
leher), saat kepala femur berputar atau keluar dari sendi dan
menghalangi suplai darah. Karena nekrosis avaskular mencakup
proses yang terjadi dalam periode waktu yang lama, pasien
mungkin tidak akan merasakan gejalanya sampai dia keluar dari
rumah sakit. Oleh karena itu, edukasi pada pasien merupakan hal
yang penting. Perawat harus menyuruh pasien supaya melaporkan
nyeri yang bersifat intermiten atau nyeri yang menetap pada saat
menahan beban
f) Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya
oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur.
g) Osteomyelitis
Adalah infeksi dari jaringan tulang yang mencakup sumsum dan
korteks tulang dapat berupa exogenous (infeksi masuk dari luar
tubuh) atau hematogenous (infeksi yang berasal dari dalam tubuh).
Patogen dapat masuk melalui luka fraktur terbuka, luka tembus,
atau selama operasi. Luka tembak, fraktur tulang panjang, fraktur
terbuka yang terlihat tulangnya, luka amputasi karena trauma dan

10
fraktur – fraktur dengan sindrom kompartemen atau luka vaskular
memiliki risiko osteomyelitis yang lebih besar
2. Komplikasi Dalam Waktu Lama
a) Delayed Union (Penyatuan tertunda)
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai
dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini
disebabkan karena penurunan supai darah ke tulang.
b) Non union (tak menyatu)
Penyatuan tulang tidak terjadi, cacat diisi oleh jaringan fibrosa.
Kadang –kadang dapat terbentuk sendi palsu pada tempat ini.
Faktor – faktor yang dapat menyebabkan non union adalah tidak
adanya imobilisasi, interposisi jaringan lunak, pemisahan lebar dari
fragmen contohnya patella dan fraktur yang bersifat patologis..
c) Malunion
Kelainan penyatuan tulang karena penyerasian yang buruk
menimbulkan deformitas, angulasi atau pergeseran.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. X.Ray dilakukan untuk melihat bentuk patahan atau keadaan tulang
yang cedera.
b. Bone scans, Tomogram, atau MRI Scans
c. Arteriogram : dilakukan bila ada kerusakan vaskuler.
d. CCT kalau banyak kerusakan otot.
e. Pemeriksaan Darah Lengkap
Lekosit turun/meningkat, Eritrosit dan Albumin turun, Hb, hematokrit
sering rendah akibat perdarahan, Laju Endap Darah (LED) meningkat
bila kerusakan jaringan lunak sangat luas, Pada masa penyembuhan Ca
meningkat di dalam darah, traumaa otot meningkatkan beban kreatinin
untuk ginjal. Profil koagulasi: perubahan dapat terjadi pada kehilangan
darah, transfusi multiple, atau cederah hati.

11
G. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Rekognasi
Pergerakan relatif sesudah cidera dapat mengganggu
suplai neurovascular ekstremitas. Karena itu begitu diketahui
kemungkinan fraktur tulang panjang, maka ekstremitas yang cedera
harus dipasang bidai untuk melindunginya dari kerusakan.
2. Traksi
Alat traksi diberikan dengan kekuatan tarikan pada anggota yang
fraktur untuk meluruskan bentuk tulang. Ada 2 macam yaitu:
a) Skin Traksi adalah menarik bagian tulang yang fraktur dengan
menempelkan plester langsung pada kulit dan biasanya digunakan
untuk jangka pendek (48-72 jam).
b) Skeletal traksi adalah traksi yang digunakan untuk meluruskan
tulang yang cedera pada sendi panjang untuk mempertahankan
bentuk dengan memasukkan pins atau kawat ke dalam tulang.
3. Reduksi
a) Reduksi Tertutup/ORIF (Open Reduction Internal Fixation)
b) Reduksi Terbuka/OREF (Open Reduction Eksternal Fixation)
4. Imobilisasi Fraktur
Setelah fraktur di reduksi, fragment tulang harus diimobilisasi, atau
dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi
penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau
interna.
5. Perawatan Pre Operasi:
a. Persiapan Pre Operasi:
1) Pasien sebaiknya tiba di ruang operasi dengan daerah yang
akan di operasi sudah dibersihkan (di cukur dan personal
hygiene)
2) Kateterisasi
3) Puasa mulai tengah malam sebelum operasi esok paginya (pada
spinal anestesi dianjurkan untuk makan terlebih dahulu)

12
4) Informed Consent
5) Pendidikan Kesehatan mengenai tindakan yang dilakukan di
meja operasi
b. Perawatan intra Operasi:
1) Menerima Pasien dan memeriksa kembali persiapan pasien
2) Identitas pasien
3) Surat persetujuan operasi
4) Pemeriksaan laboratorium darah, rontgen, EKG.
5) Mengganti baju pasien
6) Menilai KU dan TTV
7) Memberikan Pre Medikasi : Mengecek nama pasien sebelum
memberikan obat dan memberikan obat pre medikasi.
8) Mendorong pasien kekamar tindakan sesuai jenis kasus
pembedahan
9) Perawatan dilakukan sejak memindahkan pasien ke meja
operasi sampai selesai

H. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a) Identitas Pasien
1) Riwayat Penyakit Sekarang
Nyeri pada daerah Fraktur, Kondisi fisik yang lemah, tidak bisa
melakukan banyak aktivitas, mual, muntah, dan nafsu makan
menurun, (Brunner & suddarth, 2012)
2) Riwayat Penyakit dahulu
Ada tidaknya riwayat DM pada masa lalu yang akan
mempengaruhi proses perawatan post operasi, (Sjamsuhidayat
& Wim Dejong)

13
3) Riwayat Penyakit Keluarga
Fraktur bukan merupakan penyakit keturunan akan tetapi
adanya riwayat keluarga dengan DM perlu di perhatikan karena
dapat mempengaruhi perawatan post operasi
b) Pola Kebiasaan
1) Pola Nutrisi : Tidak mengalami perubahan, namun beberapa
kondisi dapat menyebabkan pola nutrisi berubah, seperti nyeri
yang hebat, dampak hospitalisasi
2) Pola Eliminasi : Pasien dapat mengalami gangguan eliminasi
BAB seperti konstipasi dan gangguan eliminasi urine akibat
adanya program eliminasi
3) Pola Istirahat : Kebutuhan istirahat atau tidur pasien tidak
mengalami perubahan yang berarti, namun ada beberapa
kondisi dapat menyebabkan pola istirahat terganggu atau
berubah seperti timbulnya rasa nyeri yang hebat dan dampak
hospitali
4) Pola Aktivitas : Hampir seluruh aktivitas dilakukan ditempat
tidur sehingga aktivitas pasien harus dibantu oleh orang lain,
namun untuk aktivitas yang sifatnya ringan pasien masih dapat
melakukannya sendiri, (Doenges, 2010)
5) Personal Hygiene : Pasien masih mampu melakukan personal
hygienenya, namun harus ada bantuan dari orang lain, aktivitas
ini sering dilakukan pasien ditempat tidur.
6) Riwayat Psikologis : Biasanya dapat timbul rasa takut dan
cemas, selain itu dapat juga terjadi ganggguan konsep diri body
image, psikologis ini dapat muncul pada pasien yang masih
dalam perawatan dirumah sakit.
7) Riwayat Spiritual : Pada pasien post operasi fraktur tibia
riwayat spiritualnya tidak mengalami gangguan yang berarti

14
8) Riwayat Sosial : Adanya ketergantungan pada orang lain dan
sebaliknya pasien dapat juga menarik diri dari lingkungannya
karena merasa dirinya tidak berguna
9) Pemeriksaan Fisik : Pemeriksaan fisik biasanya dilakukan
setelah riwayat kesehatan dikumpulkan, pemeriksaan fisik yang
lengkap biasanya dimulai secara berurutan dari kepala sampai
kejari kaki.
(a) Inspeksi : Pengamatan lokasi pembengkakan, kulit pucat,
laserasi, kemerahan mungkin timbul pada area terjadinya
faktur adanya spasme otot dan keadaan kulit.
(b) Palpasi : Pemeriksaan dengan perabaan, penolakan otot
oleh sentuhan kita adalah nyeri tekan, lepas dan sampai
batas mana daerah yang sakit biasanya terdapat nyeri tekan
pada area fraktur dan di daerah luka insisi.
(c) Perkusi : Perkusi biasanya jarang dilakukan pada kasus
fraktur.
(d) Auskultasi ; Pemeriksaan dengan cara mendengarkan
gerakan udara melalui struktur berongga atau cairan yang
mengakibatkan struktur solit bergerak. Pada pasien fraktur
pemeriksaan ini pada areal yang sakit jarang dilakukan,
(Brunner & Suddarth, 2015)
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan yang dapat ditemukan pada klien pasca operasi
ortopedi adalah sebagai berikut:
a) Nyeri berhubungan dengan prosedur pembedahan, pembengkakan,
dan imobilisasi.
b) Risiko perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
pembengkakan, alat yang mengikat, gangguan peredaran darah.
c) Perubahan pemeliharaan kesehatan berhubungan dengan
kehilangan kemandirian.

15
d) Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri,
pembengkakan, prosedur pembedahan, adanya alat imobilisasi
(misal bidai, traksi, gips).
e) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya prosedur
invasive.
3. Rencana Keperawatan
Rencana asuhan keperawatan pada klien postoperatif ortopedi disusun
seperti berikut :
a) Nyeri berhubungan dengan prosedur pembedahan, pembengkakan,
dan imobilisasi.
Tujuan nyeri berkurang atau hilang dengan
Kriteria Hasil :
1) Klien melaporkan nyeri berkurang atau hilang
2) Meninggikan ekstremitas untuk mengontrol pembengkakan dan
ketidaknyamanan.
3) Bergerak dengan lebih nyaman
Intervensi :
1) Lakukan pengkajian nyeri meliputi skala, intensitas, dan jenis
nyeri.
Rasional : Untuk mengetahui karakteristik nyeri agar dapat
menentukan diagnosa selanjutnya.
2) Kaji adanya edema, hematom, dan spasme otot
Rasional : Adanya edema, hematom dan spasme otot
menunjukkan adanya penyebab nyeri
3) Tinggikan ekstremitas yang sakit.
Rasional : Meningkatkan aliran balik vena dan mengurangi
edema dan mengurangi nyeri.
4) Berikan kompres dingin (es).
Rasional : Menurunkan edema dan pembentukan hematom
5) Ajarkan klien teknik relaksasi, seperti distraksi, dan imajinasi
terpimpin.

16
Rasional : Menghilangkan atau mengurangi nyeri secara non
farmakologis
b) Risiko perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
pembengkakan, alat yang mengikat, gangguan peredaran darah.
Tujuan tidak terjadi kerusakan / pembengkakan
Kriteria hasil :
1) Klien memperlihatkan perfusi jaringan yang adekuat
2) Warna kulit normal dan hangat.
3) Respons pengisian kapiler normal (crt 3 detik).
Intervensi :
1) Kaji status neurovaskular (misal warna kulit, suhu, pengisian
kapiler, denyut nadi, nyeri, edema, parestesi, gerakan)
Rasional : Untuk menentukan intervensi selanjutnya
2) Tinggikan ekstremitas yang sakit.
Rasional : Meningkatkan aliran balik vena dan mengurangi
edema dan mengurangi nyeri.
3) Balutan yang ketat harus dilonggarkan.
Rasional : Untuk memperlancar peredaran darah.
4) Anjurkan klien untuk melakukan pengeseran otot, latihan
pergelangan kaki, dan "pemompaan" betis setiap jam untuk
memperbaiki peredaran darah.
Rasional : Latihan ringan sesuai indikasi untuk mencegah
kelemahan otot dan memperlancar peredaran darah
c) Perubahan pemeliharaan kesehatan berhubungan dengan
kehilangan kemandirian
Tujuan pasien mampu melaksanakan tugas secara mandiri
Kriteria hasil :
1) Klien memperlihatkan upaya memperbaiki kesehatan.
2) Mengubah posisi sendiri untuk menghilangkan tekanan pada
kulit.
3) Menjaga hidrasi yang adekuat.

17
Intervensi :
1) Bantu klien untuk merubah posisi setiap 2 jam.
Rasional : Untuk mencegah tekanan pada kulit sehingga
terhindar pada luka decubitus.
2) Lakukan perawatan kulit, lakukan pemijatan dan minimalkan
tekanan pada penonjolan tulang
Rasional : Untuk menjaga kulit tetap elastic dan hidrasi yang
baik.
3) Kolaborasi kepada tim gizi; pemberian menu seimbang dan
pembatasan susu.
Rasional : Untuk membantu mempercepat proses
penyembuhan.
d) Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri,
pembengkakan, prosedur pembedahan, adanya alat imobilisasi
(misal bidai, traksi, gips)
Tujuan pasien mampu melakukan mobilisasi sesuai terapi yang
diberikan
Kriteria hasil :
1) Klien memaksimalkan mobilitas dalam batas terapeutik.
2) Menggunakan alat imobilisasi sesuai petunjuk.
3) Mematuhi pembatasan pembebanan sesuai anjuran
Intervensi :
1) Bantu klien menggerakkan bagian cedera dengan tetap
memberikan sokongan yang adekuat.
Rasional : Agar dapat membantu mobilitas secara bertahap
2) Ekstremitas ditinggikan dan disokong dengan bantal.
Rasional : Meningkatkan aliran balik vena dan mengurangi
edema dan mengurangi nyeri
3) Nyeri dikontrol dengan bidai dan memberikan obat anti-nyeri
sebelum digerakkan.
Rasional : Mengurangi nyeri sebelum latihan mobilitas

18
4) Ajarkan klien menggunakan alat bantu gerak (tongkat, walker,
kursi roda), dan anjurkan klien untuk latihan.
Rasional : Alat bantu gerak membantu keseimbangan diri untuk
latihan mobilisasi
e) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasif.
Tujuan tidak terjadi infeksi
Kriteria hasil : Tidak terjadi Infeksi
Intervensi :
1) Kaji respon pasien terhadap pemberian antibiotic
Rasional : Untuk menentukan antibiotic yang tepat untuk
pasien
2) Pantau tanda-tanda vital
Rasional : Peningkatan suhu tubuh di atas normal menunjukkan
adanya tanda-tanda infeksi
3) Pantau luka operasi dan cairan yang keluar dari luka
Rasional : Adanya cairan yang keluar dari luka menunjukkan
adanya tanda infeksi dari luka.
4) Pantau adanya infeksi pada saluran kemih
Rasional : Retensi urine sering terjadi setelah pembedahan
4. Evaluasi
a. Nyeri berkurang sampai dengan hilang
b. Tidak terjadi perubahan perfusi jaringan perifer
c. Pemeliharaan kesehatan terjaga dengan baik
d. Dapat melakukan mobilitas fisik secara mandiri.
e. Tidak terjadi perubahan konsep diri; citra diri, harga diri dan peran
diri

19
DAFTAR PUSTAKA

Brunner, Suddarth. 2015. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8


vol.3. EGC. Jakarta

Carpenito, LJ. 2013. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 . Jakarta:


EGC

Doengoes, M.E., 2010, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta.

Elizabeth J. Corwin. (2009). Buku Saku Patofisiologi Corwin. Jakarta:


Aditya Media

Mansjoer, A dkk. 2013. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta:


Media Aesculapius

Smeltzer, S.C., 2013, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, EGC,


Jakarta.

Herman Santoso, dr., SpBO (2016), Diagnosis dan Terapi Kelainan Sistem
Muskuloskeletal, Diktat Kuliah PSIK, tidak dipublikasikan.

Santosa, Budi. 2013. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006.


Jakarta: Prima Medika

20

Anda mungkin juga menyukai