Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kecelakaan lalu lintas sering sekali terjadi di negara kita, khususnya di


kota ini. Ratusan orang meninggal dan luka-luka tiap tahun karena peristiwa
ini. Memang di negara ini, kasus kecelakaan lalu lintas sangat tinggi.
Kecelakaan lalu-lintas merupakan pembunuh nomor tiga di Indonesia, setelah
penyakit jantung dan stroke. (Helmi, 2012)

Trauma yang paling sering terjadi dalam sebuah kecelakaan adalah


fraktur (patah tulang).Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas
jaringan tulang yang umumnya disebabkan oleh tekanan atau
rudapaksa.Fraktur dibagi atas fraktur terbuka, yaitu jika patahan tulang itu
menembus kulit sehingga berhubungan dengan udara luar, dan fraktur
tertutup, yaitu jika fragmen tulang tidak berhubungan dengan dunia
luar.Secara umum, fraktur terbuka bisa diketahui dengan melihat adanya
tulang yang menusuk kulit dari dalam, biasanya disertai perdarahan. Adapun
fraktur tertutup, bisa diketahui dengan melihat bagian yang dicurigai
mengalami pembengkakan, terdapat kelainan bentuk berupa sudut yang bisa
mengarah ke samping, depan, atau belakang.(Smeltzer & Bare, 2006).
Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk
mengangkat masalah bagaimana cara memberikan asuhan keperawatan pada
klien dengan fraktur femur dekstra post pemasangan open reduksi internal
fiksation.(Guyton & Hall, 2008).
B. Tujuan
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan Fraktur
Femur.
2. Tujuan khusus
1. Untuk mengetahui konsep Fraktur Femur
2. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien Fraktur Femur
post operasi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian
1. Fraktur
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang
rawan yang umumnya disebabhukan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2008:
346).Sedangkan menurut (Smeltzer, 2007: 2357) fraktur adalah terputusnya
kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya. Pendapat lain
dikemukakan oleh (Musttaqim, 2008: 69) Kesimpulan yang dapat diambil dari
berbagai pengertian tersebut adalah bahwa fraktur merupakan suatu keadaan
terputusnya jaringan atau kontinuitas tulang dan atau tulang rawan baik total
maupun sebagian yang pada umumnya disebabkan oleh rudapaksa dan
ditentukan sesuai dengan jenis dan luasnya.

2. Open Reduction Internal Fixation (ORIF).


Open Reduction Interna Fixation (ORIF) adalah fiksasi interna dengan
pembedahan terbuka untuk mengistirahatkan fraktur dengan melakukan
pembedahan untuk memasukkan paku, screw, pen kedalam tempat fraktur
untuk menguatkan/mengikat bagian-bagian tulang yang fraktur secara
bersamaan. Fiksasi interna sering digunakan untuk merawat fraktur pada
tulang panggul yang sering terjadi pada orang tua (Reeves, 2010).

Indikasi dilakukan ORIF menurut Apley (2006):

a. Fraktur yang tidak dapat direduksi kecuali dengan operasi.


b. Fraktur yang tidak stabil secara bawaan dan cenderung mengalami
pergeseran kembali setelah reduksi,selain itu juga fraktur yang cenderung
ditarik terpisah oleh kerja otot.
c. Fraktur yang penyatuannya kurang sempurna dan perlahan-lahan terutama
fraktur pada leher femur.
d. Fraktur patologik dimana penyakit tulang dapat mencegah penyembuhan.
e. Fraktur pada pasien yang sulit perawatannya.

B. Klasifikasi
a. Berdasarkan sifat fraktur

1) Fraktur tertutup ( closed fraktur ),bila tidak terdapat hubungan antara

fragmen tulang dengan dunia luar,disebut juga fraktur bersih karena

masih utuh tanpa komplikasi.

2) Fraktur terbuka ( open fraktur),bila terdapat hubungan antara fragmen

tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan pada kulit.

b. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme

trauma

1) Fraktur transversal : ftaktur yang arahnyya melintang pada tulang dan

merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.

2) Fraktur oblik : fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut

terhadap sumbu tulang dan merupakan akibat trauma langsung.

3) Fraktur spiral : fraktur yang arah garis patahnya membentuk spiral yang

disebabkan trauma rotasi.


4) Fraktur kompresi : fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang

mendorong tulang ke arah permukaan lain.

5) Fraktur avulsi : fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau

traksi otot pada insersinya pada tulang.

Gambar 1 : Klasifikasi Fraktur Femur menurut Garden (muttaqim,2008)


C. Etiologi
Menururt Sachdeva dalam Jitowiyono (2010), penyebab fraktur dapat dibagi
menjadi tiga, yaitu :
1. Cidera traumatik
a. Cidera langsung. Berarti pukulan langsung pada tulang sehingga
tulang patah secara spontan.
b. Cidera tidak langsung, berarti pukulan langsung berada jauh dari
benturan, misalnya jatuh dengan tangan menjulur dan menyebabkan
fraktur clavikula.
c. Fraktur yang disebabkan kontraksi keras dari otot yang kuat.
2. Fraktur patologi
Fraktur patologi yaitu fraktur yang terjadi pada tulang disebabkan oleh
melelehnya struktur tulang akibat proses patologik. Proses patologik dapat
disebabkan oleh kurangnya zat-zat nutrisi seperti vitamin D, kalsium atau
fosfor. Faktor lain yang menyebabkan proses patologik adalah akibat
proses penyembuhan yang lambat pada penyembuhan fraktur atau dapat
terjadi kegananasan. Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses
penyakit, dimana dengan trauma dapat mengakibatkan fraktur, dapat juga
terjadi pada keadaan :
a. Tumor tulang (jinak atau ganas)
b. Infeksi seperti osteomielitis
c. Rakhitis, suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh difisiensi
vitamin D yang mempengaruhi semua jaringan skelet lain.
3. Secara spontan, disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus
misalnya pada penyakit polio dan orang yang bertugas di kemiliteran.
D. Manifestasi Klinik

Tanda dan gejala yang dapat muncul pada klien fraktur diantaranya :
1. Nyeri sedang sampai berat dan bertambah nyeri saat digerakkan
2. Hilangnya fungsi pada daerah fraktur
3. Edema/bengkak dan perubahan warna local pada kulit akibat trauma yang
mengikuti fraktur
4. Deformitas/kelainan bentuk
5. Regiditas tulang/kekakuan
6. Terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang
melekat diatas dan dibawah tempat fraktur.

E. Patofisiologi
Patah tulang biasanya terjadi karena benturan tubuh, jatuh atau trauma.
Baik itu karena trauma langsung misalnya: tulang kaki terbentur bemper
mobil, atau tidak langsung misalnya: seseorang yang jatuh dengan telapak
tangan menyangga. Juga bisa karena trauma akibat tarikan otot misalnya:
patah tulang patela dan olekranon, karena otot trisep dan bisep mendadak
berkontraksi.
Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat
patah dan ke dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga
biasanya mengalami kerusakan. Reaksi peradangan biasanya timbul hebat
setelah fraktur. Sel-sel darah putih dan sel mast berakumulasi menyebabkan
peningkatan aliran darahketempat tersebut. Fagositosis dan pembersihan sisa-
sisa sel mati dimulai. Di tempat patah terbentuk fibrin (hematoma fraktur) dan
berfungsi sebagai jala-jala untuk melekatkan sel-sel baru. Aktivitas osteoblast
terangsang dan terbentuk tulang baru imatur yang disebut callus. Bekuan
fibrin direabsorbsi dan sel-sel tulang baru mengalami remodeling untuk
membentuk tulang sejati.
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang
berkaitan dengan pembengkakan yg tidak ditangani dapat menurunkan asupan
darah ke ekstremitas dan mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila tidak
terkontrol pembengkakan dapat mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan,
oklusi darah total dapat berakibat anoksia jaringanyg mengakibatkan rusaknya
serabut saraf maupun jaringan otot. Komplikasi ini dinamakan sindrom
kompartemen.
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekeuatan dan gaya
pegas untuk menahan tekanan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang
lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang
yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah
terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks,
marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan
terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga
medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang
patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon
inflamasi yang ditandai denagn vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit,
dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari
proses penyembuhan tulang nantinya.
Pathway
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan radiologi
2. Scan tulang, memperlihatkan fraktur lebih jelas, mengidentifikasi
kerusakan jaringan lunak
3. Anteriogram, dilakukan untuk memastikan ada atau tidaknya kerusakan
vaskuler
4. Cek darah lengkap, peningkatan leukosit sebagai respon terhadap
peradangan.
5. Kretinin trauma otot meningkatkan beban kretinin untuk klirens ginjal.

H. Komplikasi
1. Syok
Syok hipovolemik akibat perdarahan dan kehilangan cairan ekstrasel ke
jaringan yang rusak sehingga terjadi kehilangan darah dalam jumlah besar
akibat trauma.
2. Mal union.
Gerakan ujung patahan akibat imobilisasi yang jelek menyebabkan mal
union, sebab-sebab lainnya adalah infeksi dari jaringan lunak yang terjepit
diantara fragmen tulang, akhirnya ujung patahan dapat saling beradaptasi
dan membentuk sendi palsu dengan sedikit gerakan (non union).
3. Non union
Non union adalah jika tulang tidak menyambung dalam waktu 20
minggu.Hal ini diakibatkan oleh reduksi yang kurang memadai.
4. Delayed union
Delayed union adalah penyembuhan fraktur yang terus berlangsung dalam
waktu lama dari proses penyembuhan fraktur.
5. Tromboemboli, infeksi
Infeksi terjadi karena adanya kontaminasi kuman pada fraktur terbuka atau
pada saat pembedahan dan mungkin pula disebabkan oleh pemasangan alat
seperti plate, paku pada fraktur.
6. Cedera vascular dan kerusakan syaraf yang dapat menimbulkan iskemia,
dan gangguan syaraf.
Keadaan ini diakibatkan oleh adanya injuri atau keadaan penekanan syaraf
karena pemasangan gips, balutan atau pemasangan traksi.

I. Penatalaksanaan
1. Cara konservatif
a. Gips
Gips yang ideal adalah yang membungkus tubuh sesuai dengan bentuk
tubuh. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemasangan gips
adalah:
1) Gips yang pas tidak akan menimbulkan perlukaan
2) Gips patah tidak bisa digunakan
3) Gips yang terlalu kecil atau terlalu longgar sangat membahayakan
klien
4) Jangan merusak/menekan gips
5) Jangan pernah memasukkan benda asing ke dalam gips/menggaruk
6) Jangan meletakkan gips lebih rendah dari tubuh terlalu lama
b. Traksi
Secara umum traksi dilakukan dengan menempatkan beban dengan
tali pada ekstermitas pasien. Tempat tarikan disesuaikan sedemikian
rupa sehingga arah tarikan segaris dengan sumbu panjang tulang
yang patah. Kegunaan pemasangan traksi, antara lain :
1) Mengurangi nyeri akibat spasme otot
2) Memperbaiki & mencegah deformitas
3) Immobilisasi
4) Difraksi penyakit (dengan penekanan untuk nyeri tulang sendi)
5) Mengencangkan pada perlekatannya
2. Cara operatif / pembedahan
Pada saat ini metode penatalaksanaan yang paling banyak keunggulannya
mungkin adalah pembedahan. Metode perawatan ini disebut fiksasi
interna dan reduksi terbuka. Pada umumnya insisi dilakukan pada tempat
yang mengalami cedera dan diteruskan sepanjang bidang anatomik
menuju tempat yang mengalami fraktur. Hematoma fraktur dan fragmen-
fragmen tulang yang telah mati diirigasi dari luka. Fraktur kemudian
direposisi dengan tangan agar menghasilkan posisi yang normal kembali.
Sesudah direduksi, fragmen-fragmen tulang ini dipertahankan dengan alat-
alat ortopedik berupa pen, sekrup, pelat, dan paku.
J. Pengkajian Fokus Glaukoma
1. Identitas Klien
Nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, pekerjaan, kebangsaan, suku,
pendidikan, no register, diagnosa medis.
2. Keluhan Utama
Biasanya klien dengan fraktur akan mengalami nyeri saat beraktivitas /
mobilisasi pada daerah fraktur tersebut.
3. Riwayat Penyakit Sekarang.
Pada klien fraktur / patah tulang dapat disebabkan oleh trauma /
kecelakaan, degeneratif dan pathologis yang didahului dengan perdarahan,
kerusakan jaringan sekitar yang mengakibatkan nyeri, bengkak, kebiruan,
pucat / perubahan warna kulit dan kesemutan.
4. Riwayat Penyakit Dahulu.
Pada klien fraktur pernah mengalami kejadian patah tulang atau tidak
sebelumnya dan ada / tidaknya klien mengalami pembedahan perbaikan
dan pernah menderita osteoporosis sebelumnya.
5. Riwayat Penyakit Keluarga.
Pada keluarga klien ada / tidak yang menderita osteoporosis, arthritis dan
tuberkolosis atau penyakit lain yang sifatnya menurun dan menular.
6. Pola-pola Fungsi Kesehatan.
a. Pola resepsi dan tata laksana hidup sehat.
Pada fraktur akan mengalami perubahan dan gangguan pada personal
hiegene, misalnya kebiasaan mandi, gosok gigi, mencuci rambut, ganti
pakaian, BAK dan BAB serta berolahraga sehingga dapat menimbulkan
masalah perawatan diri.
b. Pola eliminasi
Kebiasaan miksi dan defekasi sehari-hari, kesulitan waktu defekasi,
dikarenakan imubilisasi, fases warna kuning dan konsistensi defekasi
padat .Pada miksi klien tidak mengalami gangguan, warna urin jernih,
buang air kecil 3 – 4 x/hari.
c. Pola nutrisi dan metabolisme
Pada umumnya tidak akan mengalami gangguan penurunan nafsu
makan, meskipun menu berubah misalnya makan di rumah gizi tetap
sama sedangkan di rumah sakit disesuaikan dengan penyakit dan diet
klein.
d. Pola aktivitas dan latihan
Aktivitas dan latihan mengalami perubahan / gangguan dari fraktur
femur sehingga kebutuhan perlu dibantu baik oleh perawat atau
keluarga, misalnya kebutuhan sehari-hari, mandi, BAB, BAK dilakukan
diatas tempat tidur
e. Pola penanggulangan stress
Masalah fraktur femur dapat menjadi stres tersendiri bagi klien. Dalam
hal ini pola penanggulangan stress sangat tergantung pada sistem
mekanisme klien itu sendiri misalnya pergi kerumah sakit untuk
dilakukan perawatan / pemasangan traksi.
f. Pola sensori dan kognitif
Nyeri yang disebabkan oleh fraktur femur adanya kerusakan jaringan
lunak serta tulang yang parah dan hilangnnya darah serta cairan seluler
ke dalam jaringan. Hal ini yang menyebabkan gangguan sensori
sedangkan pada pola kognitif atau cara berfikir klien tidak mengalami
gangguan jiwa.
g. Pola hubungan peran
Pola hubungan dan peran akan mengalami gangguan, jika klien sebagai
kepala rumah tangga / menjadi tulang punggung keluarga.
h. Pola persepsi diri
Pada fraktur femur akan mengalami gangguan konsep diri karena terjadi
perubahan cara berjalan akibat kecelakaan yang menyebabkan patah
tulang dan klien takut cacat seumur hidup / tidak dapat kembali bekerja.
i. Pola reproduksi dan seksual
Bila klien sudah berkeluarga dan mempunyai anak maka akan
mengalami pola seksual dan reproduksi, jika klien belum berkeluarga
klien tidak akan mengalami gangguan.
j. Pola tidur dan istirahat
Kebiasaan pola tidur dan istirahat mengalami gangguan yang
disebabkan oleh nyeri, misalnya nyeri akibat fraktur.
k. Pola tata nilai dan kepercayaan
Pada fraktur terutama fraktur femur akan mengalami perubahan /
gangguan dalam menjalankan sholat dengan cara duduk dan dilakukan
diatas tempat tidur.
7. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Meliputi keadaan sakit pasien, tingakat kesadaran dan tanda-tanda vital
b. Pemeriksaan Sistem Integumen.
Tidak ada perubahan yang menonjol pada sistem integumen seperti
warna kulit, adanya jaringan parut / lesi, tekstur kulit kasar dan suhu
kulit hangat serta kulit kotor.
c. Pemeriksaan Kepala Dan Leher.
Tidak ada perubahan yang menonjol pada kepala dan leher seperti
warna rambut, mudah rontok, kebersihan kepala, alupeaus, keadaaan
mata, pemeriksaan takanan bola mata, pemeriksaan visus, adanya
massa pada telinga, kebersihan telinga, adanya serumen, kebersihan
hidung, adanya mulut dan gigi, mulut bau adanya pembengkakan pada
leher, pembesaran kelenjar linfe atau tiroid.
d. Pemeriksaan Sistem Respirasi.
Tidak ada perubahan yang menonjol seperti bentuk dada ada tidaknya
sesak nafas, sura tambahan, pernafasan cuping hidung.
e. Pemeriksaan Kordiovaskuler.
Klien fraktur mengalami denyut nadi meningakat terjadi respon nyeri
dan kecemasan, ada tidaknya hipertensi, tachikardi perfusi jaringan
dan perdarahan akiobat trauma.
f. Pemeriksaan Sistem Gastro Intestinal.
Tidak ada perubahan yang menonjol seperti nafsu makan tetap,
peristaltik usus, mual, muntah, kembung.
g. Pemeriksaan Sistem Ganitourinaria.
Tidak ada perubahan yang menonjol seperti produksi urin, warna urin,
apakah ada hematovia / tidak, adakah disuria, kebersihan genital.
h. Pemeriksaan Sistem Muskuslukeletal.
Terdapat fraktur, yeri gerak, kekakuan sendi, bagaimana tinus ototnya
ada tidaknya atropi dan keterbatasan gerak, adanya karepitus.
i. Pemeriksaan Sistem Endokrin.
Tidak ada perubahan yang menojol seperti ada tidaknya pembesaran
thyroid / struma serta pembesaran kelenjar limfe.
j. Pemeriksaan Sistem Persyarafan.
Ada tidaknya hemiplegi, pavaplegi dan bagaimana reflek patellanya.

C. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul


1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik
2. Kerusakan Integritas kulit berhubungan dengan fraktur
3. Resiko perdarahan berhubungan dengan tindakan pembedahan
4. Resiko infeksi berhubungan dengan masukknya mikroorganisme melalui
tindakan invasive pemasangan infus,DC dan balutan kassa pada paha kiri
post op ORIF
BAB III
KASUS DAN PROSES KEPERAWATAN

A. Kasus
Pada tanggal 27 Juni 2015 jam 11.15 Ny.O datang bersama ibunya ke RS.X
post terpeleset dikamar mandi,pasien mengatakan kaki sebelah kiri terasa
nyeri dan perih,Ny O disarankan untuk melakukan pemeriksaan rontgen,dan
Ny.O di diagnosa Fraktur Femur Sinistra.Dokter menyarankan untuk
melakukan operasi Open Reduction Internal Fixation (ORIF).Pada tanggal 29
Juni 2015 pasien telah melakukan Operasi Open Reduction Internal Fixaton
(ORIF).
BAB IV

PEMBAHASAN

A. PROSES KEPERAWATAN
Proses keperawatan adalah aktivitas yangbmempunyai maksud yaitu
praktek keperawatan, perawat menggunakan dasar pengetahuan yang
komprehensif untuk mengkaji status kesehatan pasien,membuat penilaian
yang bijaksana dan diagnosis,mengidentifikasi hasil akhir kesehatan yang
diinginkan pasien,dan merencanakan ,menerapkan, dan mengevaluasi
tiindakan keperawatan yang tepat guna mencapai hasil akhir tersebut.
(Christensen, Paula J, 2009).
Komponen proses keperawatan terdiri dari lima komponen,setiap
komponen mempunyai beberapa fase, yang interaktif dan berurutan.

Kelima komponen dari proses keperawatan yaitu:

1. Pengkajian
2. Diagnosa keperawatan
3. Perencanaan
4. Pelaksanaan
5. Evaluasi

Setelah dilakukan asuhan keperawatan melalui pendekatan proses


keperawatan selama tiga hari, mulai 29 Juni 2015 didapatkan hasil
pengkajian sampai dengan pendokumentasian.

Pada pembahasan Ny.”O” dengan diagnosa medis Pre dan post ORIF
Fremur atas indikasi neglected fraktur fremur dextra 1/3diRS.X, penulis
mengacu pada proses keperawatan yang meliputi pengkajian,diagnosa
keperawatan,perencanaan,pelaksanaan,dan evaluasi keperawatan serta
pendokumentasian.

Pembahasan kasus ini meliputi:

A. Pengkajian

Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang


bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang pasien agaar
dapat mengidentifikasi,mengenali masalah-masalah, kebutuhaan
kesehatan dan keperawatan pasien baik fisik, mental, sosial,dan
liingkungan(Asmadi.2008)

Pada saat pengkajian tanggal 27 Juni 2015 penulis mengungkapkan


data mengenai status pasien yang meliputi bio-psiko-sosial-spiritual secara
komprehensif.

Tujuan pengkajian adalah untuk mengumpulkan informasi dan


membuat data dasar pasien.(Asmadi.2008)

a. Data pre operasi yang ada dalam teori dan muncul dalam kasus
adalah:
1. Nyeri

Nyeri adalah sensasi subjektif rasa tidak nyaman yang biasanya


berkaitan dengan kerusakan jaringan secara actual atau
potensial.Nyeri dapat bersifat proteksif, yaitu menyebabkan
individu menjauh dari stimulus yang berbahaya, atau tidak
melakukan fungsi, seperti pada kasus nyeri kronis. Deskripsi nyeri
bersifat subjektif dan obyektif, serangan mendadak dari intensitas
ringan sampai berat yang dapat diantisipasi atau prediksi durasi
nyeri kurang dari 6 bulan untuk nyeri akut dan lebih dari 6 bulan
untuk nyeri kronis (Corwin,2009).

Data ini muncul karena pada kasus fraktur terjadi terputusnya


komunitas jarngan tulang akibat tulang dikenai stres yang lebih
besar dari yang dapat diabsorbsinya,baik yang bersifat total,
maupun parsial. Di buktikan dengan pasien mengatakan terasa
nyeri di daerah tulang yang patah,nyeri terasa disayat-sayat ketika
digerakkan, skala nyeri 6 dari skala (0-10) skala numerik,ekspresi
wajah pasien nampak pucat menahan nyeri. Pasien nampak
memperhatikan daerah yang fraktur karena terasa nyeri.

Nadi =80x/menit.Tekanan darah = 120/80mmHg.

2. Deformitas
Deformitas adalah perubahan bentuk,pergerakan tulang jadi
memendek, karena kuatnya tarikan otot-otot ekstermitas yang
menarik patahan tulang. Pergeseran fragmen pada tulang lengan
atau tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba)
ekstremitas yang bisa diketahui dengan membandingkan dengan
ekstermitas normal.(Brunner dan Suddarth,2002).

Deformitas sering terjadi pada kasus fraktur.Pada kasus


Ny.”O” dibuktikan dengan adanya pemendekan tulang pada
ekstremitas yang mengalami fraktur.

3. Gerakan tidak biasa


Gerakan tidak biasa adalah gerakan tidaka alamiah yang sering
terjadi pada kasus fraktur.Setelah terjadi fraktur, bagian tidak dapat
digunakan dan cenderung bergrak secara alamiah (gerakan lyar
biasa).Pergeseran fragmen pada fraktur lengan dan tungkai
menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba) ekrtremitas yang
bisa diketahui dengan membandingkannya dengan ekstremitas
normal .Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena
fungsi normal otot tergantung pada integritasnya tulang tempat
melekatnya otot.
Pada kasus Ny.”O” ditemukan gerakan tidak biasa dibuktikan
dengan pasien mengatakan pergelangan kakinya kadang bergerak-
gerak seperti kaget,sedangkan pasien tidak merasa ada yang
mengejutkan.
b. Data yang ada dalam teori tetapi tidak muncul dalam kasus adalah:
1. Krepitasi
Krepitasi yaitu pada saat ekstremitas diperiksa dengan
tangan,teraba adanya derik tulang. Krepitasi yang teraba akibat
gesekan antar fragmen satu dengan lainnya.Namun tidak semua
tanda dan gejala ada pada semua fraktur.( Brunner dan
Suddarth,2002 ). Pada kasus Ny.”O” tidak ditemukan adanya
krepitasi, karena pada saat penulis melakukan pengkajian tidak
ditemukan adanya derik tulang.
2. Pembengkakan dan perubahan warna lokal.
Terjadi akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur.
Tanda ini bisa baru terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah
cedera. ( Brunner dan Suddarth,2002 ). Pada kasus Ny.”O” tidak
ditemukan adanya pembengkakan dan perubahan warna kulit lokal
karena fraktur sudah terjadi 5 bulan yang lalu, dan pasien sudah
melakukan pengobatan alternatif sebelum ke RS.
c. Data post operasi yang ada dalam teori dan ada dalam kasus
menurut Apley, 2000 adalah sebagai berikut:
1. Nyeri
Nyeri dapat terjadi karena adanaya rangsangan nociceptor
akibat incisi dan adanya oedema pada sekitar fraktur.
2. Keterbatasan lngkup gerak sendi
Permasalahan ini timbul karena adannya rasa nyeri, oedema,
kelemahan pada otot, sehingga pasien tidak ingin bergerak dan
beraktifitas.Keadaan ini dapat menyebabkan perlengketan jaringan
dan keterbatasan lingkup gerak sendi.
d. Data post operasi yang ada dalam teori dan tidak ada dalam kasus:
a. Oedema
Oedema dapat terjadi karena adanya kerusakan pada pembuluh
darah akbat dari incisi,sehingga cairan yang melewati membran
tidak lancar dan tidak dapat tersaring lalu terjadi akumulasi cairan
sehingga timbul bengkak.
B. Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan


respons manusia (status kesehatan atau resiko perubahan pola) dari individu
atau kelompok dimana perawat secara akuntabilitas dan memberikan
intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan
menurunkan,membatasi, mencegah dan mengubah (Carpenito,2012).

Diagnosa keperawatanyang muncul pada pasien fraktur menurut


Doengoes 2000 adalah:

a. Diagnosa keperawatan yang muncul dalam kasus, yang sesuai


dengan teori yaitu:
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injury biologis ( fraktur
).
Nyeri adalah sensasi subjektif rasa tidak nyaman yang
biasanya berkaitan dengan kerusakan jarngan secara actual atau
potensial. Nyeri dapat bersifat protekssif,yaitu menyebabkan
individu menjauh dari stimulus yang berbahaya, atau tidak
melakukan fungsi, seperti pada kasus nyeri kronis. Deskripsi
nyeri bersifat subyektif dan obyektif,seranagan mendadak dari
intensitas ringan sampai berat yang dapat diantisipasi atau
prediksi durasi nyeri kurang dari 6 bulan nyuntuk nyeri akut
dan lebih dari 6 bulan untuk nyeri kronis. Penulis mengangkat
diagnosa ini saat pasien belum menjalani operasi.
Ditandai dengan melaporkan nyeri secara verbal atau
non verbal, menunjukkan perubahan posisi untuk mengurangi
nyeri,gerakan untuk melindungi, tingkah laku berhati-hati,
gangguan tidur, focus pada diri sendiri, focus menyempit,
tingkah laku distraksi, perubahan otonom dalam tonus otot,
tingkah laku ekspresif, perubahan dalam nafsu makan. Faktor
yang berhubungan; agen cidera (biologi, psikologi, kimia,
fisik) (Corwin,2009)
Diagnosa keperawatan ini muncul karena pada saat
pengkajian di temukan data : Pasien mengatakan terasa nyeri di
daerah tulang yang patah, nyeri terasa tersayat-sayat. Derajat
nyeri 6 dari derajat (0-10) skala Numerik, pasien mengatakan
tidak berani menggerakkan kakinya karena masih terasa sakit,
ekspresi wajah pasien nampak pucat, pasien nampak tidak
berani menggerakkan kakinya, Nadi = 80x/menit, Tekanan
darah =120/80mmHg.
2. Nyeri berhubungan dengan agen injury fisik.
Penulis mengangkat diagnosa nyeri berhubungan
dengan agen injury fisik karena diagnosa ini ditemukan setelah
pasien operasi.
Diagnosa keperawatan ini muncul karena pada saat pengkajian
di temukan data : Pasien mengatakan nyeri pada bekas luka
operasi,nyeri seperti kesemutan, pada femur dextra, skala nyeri
2, pasien mengatakan tidak berani menggerakkan kakinya
karena masih terasa sakit,ekspresi wajah pasien nampak pucat,
paasien nampak tidak berani menggerakkan kakinya, Nadi =
82x/menit, Tekanan darah100/70mmHg.
3. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
muskuluskeletal.
Mobilitas adalah kemampuan seseorang untuk bergerak
secara bebas,mudah dan teratur yang bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan hidup sehat.(Mubarak,2008).Hambatan
mobilitas fisik adalah keterbatasan dalam pergerakan
fisikmandiri dan terarah pada tubuh atau satu ekstermitas atau
lebih.(Carpenitto,2012).
Diagnosa keperawatan ini muncul karena pada saat pengkajian
ditemukan data : Pasien mengatakan sebagian kebutuhan di
bantu keluarga dan perawat seperti :mandi, dan mengatakan
tidak berani menggerakkan kakinya karna masih sakit.Pasien
mengatakan selama dirawat dari tanggal 28 mei 2014 hanyya
tiduran, kadang-kadang duduk. Kaki kanan opasien terdapat
deformitas.Pasien cenderung hanyya berbaring di tempat tidur.
4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan ketidakmampuan
sekunder akibat fraktur.
Defisit perawatan diri merupakan suatu kondisi pada
seseorang yang mengalami kelemahan kemampuan dalam
melakukan atau melengkapi aktivitas perawatan diri secara
mandiri seperti mandi (hygiene),berpakaiaan/berhias, makan
dan BAB/BAK (toileting).(Fitria,2009).
Diagnosa ini muncul karena pada saat pengkajian
pasien menyatakantidak mandi sejak datang ke RS hingga hari
ke 2.Pasien tampak kucal, lengket, rambut acak-acakan, kuku
panjang.
5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan
autoimun.
Kerusakan integritas kulit merupakan kondisi ketika
individu mengalami atau beresiko mengalami perubahan
epidermis dan atau dermis. (Carpenito,2012). Diagnosa ini
muncul karena pada saat pengkajian pasien ditemukan bintik
kemerahan pana genetalia.Pasien menyatakan bintik
kemerahan tersebut akibat alergi telur boiler dan daging ayam.
6. Resiko infeksi berhubungan dengan masuknya
mikroorganisme terhadap adanya luka post operasi.
Resiko infeksi ini adalah keadaan ketika individu
beresiko terserang virus, jamur, bakteri, protozoa, atau parasit
lain yang berasal dari sumber endogen atau
eksogen.(Carpenito,2012).
Diagnosa keperawatan ini muncul karena pada saat pengkajian
di temukan data : Terdapat balutan luka post operasi pada
daerah fraktur (emur dextra) dan terpasang selang drain, pasien
terpasang infus RL 20 tpm sejak tanggal 02 Juni 2014 flabot ke
1.
b. Diagnosa keperawatan yang ada dalam teori tetapi tidak muncul
dalam kasus adalah:
1. Resiko tinggi trauma tambahan berhubungan dengan kerusakan
neuromuskular, tekanan.
Resiko tinggi trauma adalah kondisi ketika individu
beresiko mengalami cedera jaringan yang tidak disengaja
(luka, luka bakar, fraktur). (Carpenito,2012).
Dalam kasus Ny.”O” ini, penulisan tidak mengangkat diagnosa
diatas karena menurut penulis pasien tidak akan mengalami
trauma tambahan setelah dilakukan operasi ORIF. Score resiko
jatuh : 20.
2. Resiko tinggi terhadap kerusakan pertukaran gas berhubungan
dengan perubahan aliran darah.
Kerusakan pertukaran gas adalah penurunan jalannya gas
oksigen dan karbondiogsida antara alveoli paru dan sistem
vaskular.(Carpenito,2012). Penulis tidak mengangkat diagnosa
tersebut dalam kasus karena selama dilakukan asuhan
keperawatan,pasien tidak mengeluh dan menyatakan adanya
gangguan dalam pertukaran gas ataupun gangguan pada
pernafasan. Hasil pemeriksaan fisik :RR =20X/menit,suara
nafas vesikuler.
DAFTAR PUSTAKA

Budiyanto, Aris. 2009. Penatalaksanaan terapi latihan pasca operasi pemasangan


ORIF pada Fraktur Cruris Sepertiga Distal Dextra
http://etd.eprints.ums.ac.id/1806/2/J100050057.pdf. diakses pada 20 Juni 2016.
Jitowiyono, S dan Kristiyana Sari.2010. Asuhan Keperawatan Post Operasi.
Yogyakarta: Nuha Medika.
Nurarif, Amin Huda., Kusuma Hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC-NOC. Medication Publishing
Jogjakarta: Yogyakarta.
Price, Sylvia Anderson, Wilson, Lorraine Mc Carty. 2006. Patofisiologi Konsep
Klinis Proses-Proses Penyakit, ed 6 Volume 1&2. EGC: Jakarta.
A.Aziz Alimul Hidayat (2008).Keterampilan Dasar Praktik Klinik Cetakan II Jakarta
:salemba Medika
Bararah,Taqiyyah.2013,Asuhan Keperawatan Panduan Lengkap Perawat
Prefesional.Jakarta:Prestasi Pustakaraya.
Jitowiyono,S & Weni,K.2010.Asuhan Keperawatan Post Operasi : Dengan
Pendekatan NANDA NIC-NOC.Yogyakarta : Nuha Medika.
Lukman & Nurma,Ningsih.2009.Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan
Sistem Muskuloskeletal.Jakarta:Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai