PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
A. Pengertian
1. Fraktur
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang
rawan yang umumnya disebabhukan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2008:
346).Sedangkan menurut (Smeltzer, 2007: 2357) fraktur adalah terputusnya
kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya. Pendapat lain
dikemukakan oleh (Musttaqim, 2008: 69) Kesimpulan yang dapat diambil dari
berbagai pengertian tersebut adalah bahwa fraktur merupakan suatu keadaan
terputusnya jaringan atau kontinuitas tulang dan atau tulang rawan baik total
maupun sebagian yang pada umumnya disebabkan oleh rudapaksa dan
ditentukan sesuai dengan jenis dan luasnya.
B. Klasifikasi
a. Berdasarkan sifat fraktur
trauma
3) Fraktur spiral : fraktur yang arah garis patahnya membentuk spiral yang
Tanda dan gejala yang dapat muncul pada klien fraktur diantaranya :
1. Nyeri sedang sampai berat dan bertambah nyeri saat digerakkan
2. Hilangnya fungsi pada daerah fraktur
3. Edema/bengkak dan perubahan warna local pada kulit akibat trauma yang
mengikuti fraktur
4. Deformitas/kelainan bentuk
5. Regiditas tulang/kekakuan
6. Terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang
melekat diatas dan dibawah tempat fraktur.
E. Patofisiologi
Patah tulang biasanya terjadi karena benturan tubuh, jatuh atau trauma.
Baik itu karena trauma langsung misalnya: tulang kaki terbentur bemper
mobil, atau tidak langsung misalnya: seseorang yang jatuh dengan telapak
tangan menyangga. Juga bisa karena trauma akibat tarikan otot misalnya:
patah tulang patela dan olekranon, karena otot trisep dan bisep mendadak
berkontraksi.
Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat
patah dan ke dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga
biasanya mengalami kerusakan. Reaksi peradangan biasanya timbul hebat
setelah fraktur. Sel-sel darah putih dan sel mast berakumulasi menyebabkan
peningkatan aliran darahketempat tersebut. Fagositosis dan pembersihan sisa-
sisa sel mati dimulai. Di tempat patah terbentuk fibrin (hematoma fraktur) dan
berfungsi sebagai jala-jala untuk melekatkan sel-sel baru. Aktivitas osteoblast
terangsang dan terbentuk tulang baru imatur yang disebut callus. Bekuan
fibrin direabsorbsi dan sel-sel tulang baru mengalami remodeling untuk
membentuk tulang sejati.
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang
berkaitan dengan pembengkakan yg tidak ditangani dapat menurunkan asupan
darah ke ekstremitas dan mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila tidak
terkontrol pembengkakan dapat mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan,
oklusi darah total dapat berakibat anoksia jaringanyg mengakibatkan rusaknya
serabut saraf maupun jaringan otot. Komplikasi ini dinamakan sindrom
kompartemen.
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekeuatan dan gaya
pegas untuk menahan tekanan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang
lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang
yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah
terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks,
marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan
terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga
medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang
patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon
inflamasi yang ditandai denagn vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit,
dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari
proses penyembuhan tulang nantinya.
Pathway
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan radiologi
2. Scan tulang, memperlihatkan fraktur lebih jelas, mengidentifikasi
kerusakan jaringan lunak
3. Anteriogram, dilakukan untuk memastikan ada atau tidaknya kerusakan
vaskuler
4. Cek darah lengkap, peningkatan leukosit sebagai respon terhadap
peradangan.
5. Kretinin trauma otot meningkatkan beban kretinin untuk klirens ginjal.
H. Komplikasi
1. Syok
Syok hipovolemik akibat perdarahan dan kehilangan cairan ekstrasel ke
jaringan yang rusak sehingga terjadi kehilangan darah dalam jumlah besar
akibat trauma.
2. Mal union.
Gerakan ujung patahan akibat imobilisasi yang jelek menyebabkan mal
union, sebab-sebab lainnya adalah infeksi dari jaringan lunak yang terjepit
diantara fragmen tulang, akhirnya ujung patahan dapat saling beradaptasi
dan membentuk sendi palsu dengan sedikit gerakan (non union).
3. Non union
Non union adalah jika tulang tidak menyambung dalam waktu 20
minggu.Hal ini diakibatkan oleh reduksi yang kurang memadai.
4. Delayed union
Delayed union adalah penyembuhan fraktur yang terus berlangsung dalam
waktu lama dari proses penyembuhan fraktur.
5. Tromboemboli, infeksi
Infeksi terjadi karena adanya kontaminasi kuman pada fraktur terbuka atau
pada saat pembedahan dan mungkin pula disebabkan oleh pemasangan alat
seperti plate, paku pada fraktur.
6. Cedera vascular dan kerusakan syaraf yang dapat menimbulkan iskemia,
dan gangguan syaraf.
Keadaan ini diakibatkan oleh adanya injuri atau keadaan penekanan syaraf
karena pemasangan gips, balutan atau pemasangan traksi.
I. Penatalaksanaan
1. Cara konservatif
a. Gips
Gips yang ideal adalah yang membungkus tubuh sesuai dengan bentuk
tubuh. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemasangan gips
adalah:
1) Gips yang pas tidak akan menimbulkan perlukaan
2) Gips patah tidak bisa digunakan
3) Gips yang terlalu kecil atau terlalu longgar sangat membahayakan
klien
4) Jangan merusak/menekan gips
5) Jangan pernah memasukkan benda asing ke dalam gips/menggaruk
6) Jangan meletakkan gips lebih rendah dari tubuh terlalu lama
b. Traksi
Secara umum traksi dilakukan dengan menempatkan beban dengan
tali pada ekstermitas pasien. Tempat tarikan disesuaikan sedemikian
rupa sehingga arah tarikan segaris dengan sumbu panjang tulang
yang patah. Kegunaan pemasangan traksi, antara lain :
1) Mengurangi nyeri akibat spasme otot
2) Memperbaiki & mencegah deformitas
3) Immobilisasi
4) Difraksi penyakit (dengan penekanan untuk nyeri tulang sendi)
5) Mengencangkan pada perlekatannya
2. Cara operatif / pembedahan
Pada saat ini metode penatalaksanaan yang paling banyak keunggulannya
mungkin adalah pembedahan. Metode perawatan ini disebut fiksasi
interna dan reduksi terbuka. Pada umumnya insisi dilakukan pada tempat
yang mengalami cedera dan diteruskan sepanjang bidang anatomik
menuju tempat yang mengalami fraktur. Hematoma fraktur dan fragmen-
fragmen tulang yang telah mati diirigasi dari luka. Fraktur kemudian
direposisi dengan tangan agar menghasilkan posisi yang normal kembali.
Sesudah direduksi, fragmen-fragmen tulang ini dipertahankan dengan alat-
alat ortopedik berupa pen, sekrup, pelat, dan paku.
J. Pengkajian Fokus Glaukoma
1. Identitas Klien
Nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, pekerjaan, kebangsaan, suku,
pendidikan, no register, diagnosa medis.
2. Keluhan Utama
Biasanya klien dengan fraktur akan mengalami nyeri saat beraktivitas /
mobilisasi pada daerah fraktur tersebut.
3. Riwayat Penyakit Sekarang.
Pada klien fraktur / patah tulang dapat disebabkan oleh trauma /
kecelakaan, degeneratif dan pathologis yang didahului dengan perdarahan,
kerusakan jaringan sekitar yang mengakibatkan nyeri, bengkak, kebiruan,
pucat / perubahan warna kulit dan kesemutan.
4. Riwayat Penyakit Dahulu.
Pada klien fraktur pernah mengalami kejadian patah tulang atau tidak
sebelumnya dan ada / tidaknya klien mengalami pembedahan perbaikan
dan pernah menderita osteoporosis sebelumnya.
5. Riwayat Penyakit Keluarga.
Pada keluarga klien ada / tidak yang menderita osteoporosis, arthritis dan
tuberkolosis atau penyakit lain yang sifatnya menurun dan menular.
6. Pola-pola Fungsi Kesehatan.
a. Pola resepsi dan tata laksana hidup sehat.
Pada fraktur akan mengalami perubahan dan gangguan pada personal
hiegene, misalnya kebiasaan mandi, gosok gigi, mencuci rambut, ganti
pakaian, BAK dan BAB serta berolahraga sehingga dapat menimbulkan
masalah perawatan diri.
b. Pola eliminasi
Kebiasaan miksi dan defekasi sehari-hari, kesulitan waktu defekasi,
dikarenakan imubilisasi, fases warna kuning dan konsistensi defekasi
padat .Pada miksi klien tidak mengalami gangguan, warna urin jernih,
buang air kecil 3 – 4 x/hari.
c. Pola nutrisi dan metabolisme
Pada umumnya tidak akan mengalami gangguan penurunan nafsu
makan, meskipun menu berubah misalnya makan di rumah gizi tetap
sama sedangkan di rumah sakit disesuaikan dengan penyakit dan diet
klein.
d. Pola aktivitas dan latihan
Aktivitas dan latihan mengalami perubahan / gangguan dari fraktur
femur sehingga kebutuhan perlu dibantu baik oleh perawat atau
keluarga, misalnya kebutuhan sehari-hari, mandi, BAB, BAK dilakukan
diatas tempat tidur
e. Pola penanggulangan stress
Masalah fraktur femur dapat menjadi stres tersendiri bagi klien. Dalam
hal ini pola penanggulangan stress sangat tergantung pada sistem
mekanisme klien itu sendiri misalnya pergi kerumah sakit untuk
dilakukan perawatan / pemasangan traksi.
f. Pola sensori dan kognitif
Nyeri yang disebabkan oleh fraktur femur adanya kerusakan jaringan
lunak serta tulang yang parah dan hilangnnya darah serta cairan seluler
ke dalam jaringan. Hal ini yang menyebabkan gangguan sensori
sedangkan pada pola kognitif atau cara berfikir klien tidak mengalami
gangguan jiwa.
g. Pola hubungan peran
Pola hubungan dan peran akan mengalami gangguan, jika klien sebagai
kepala rumah tangga / menjadi tulang punggung keluarga.
h. Pola persepsi diri
Pada fraktur femur akan mengalami gangguan konsep diri karena terjadi
perubahan cara berjalan akibat kecelakaan yang menyebabkan patah
tulang dan klien takut cacat seumur hidup / tidak dapat kembali bekerja.
i. Pola reproduksi dan seksual
Bila klien sudah berkeluarga dan mempunyai anak maka akan
mengalami pola seksual dan reproduksi, jika klien belum berkeluarga
klien tidak akan mengalami gangguan.
j. Pola tidur dan istirahat
Kebiasaan pola tidur dan istirahat mengalami gangguan yang
disebabkan oleh nyeri, misalnya nyeri akibat fraktur.
k. Pola tata nilai dan kepercayaan
Pada fraktur terutama fraktur femur akan mengalami perubahan /
gangguan dalam menjalankan sholat dengan cara duduk dan dilakukan
diatas tempat tidur.
7. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Meliputi keadaan sakit pasien, tingakat kesadaran dan tanda-tanda vital
b. Pemeriksaan Sistem Integumen.
Tidak ada perubahan yang menonjol pada sistem integumen seperti
warna kulit, adanya jaringan parut / lesi, tekstur kulit kasar dan suhu
kulit hangat serta kulit kotor.
c. Pemeriksaan Kepala Dan Leher.
Tidak ada perubahan yang menonjol pada kepala dan leher seperti
warna rambut, mudah rontok, kebersihan kepala, alupeaus, keadaaan
mata, pemeriksaan takanan bola mata, pemeriksaan visus, adanya
massa pada telinga, kebersihan telinga, adanya serumen, kebersihan
hidung, adanya mulut dan gigi, mulut bau adanya pembengkakan pada
leher, pembesaran kelenjar linfe atau tiroid.
d. Pemeriksaan Sistem Respirasi.
Tidak ada perubahan yang menonjol seperti bentuk dada ada tidaknya
sesak nafas, sura tambahan, pernafasan cuping hidung.
e. Pemeriksaan Kordiovaskuler.
Klien fraktur mengalami denyut nadi meningakat terjadi respon nyeri
dan kecemasan, ada tidaknya hipertensi, tachikardi perfusi jaringan
dan perdarahan akiobat trauma.
f. Pemeriksaan Sistem Gastro Intestinal.
Tidak ada perubahan yang menonjol seperti nafsu makan tetap,
peristaltik usus, mual, muntah, kembung.
g. Pemeriksaan Sistem Ganitourinaria.
Tidak ada perubahan yang menonjol seperti produksi urin, warna urin,
apakah ada hematovia / tidak, adakah disuria, kebersihan genital.
h. Pemeriksaan Sistem Muskuslukeletal.
Terdapat fraktur, yeri gerak, kekakuan sendi, bagaimana tinus ototnya
ada tidaknya atropi dan keterbatasan gerak, adanya karepitus.
i. Pemeriksaan Sistem Endokrin.
Tidak ada perubahan yang menojol seperti ada tidaknya pembesaran
thyroid / struma serta pembesaran kelenjar limfe.
j. Pemeriksaan Sistem Persyarafan.
Ada tidaknya hemiplegi, pavaplegi dan bagaimana reflek patellanya.
A. Kasus
Pada tanggal 27 Juni 2015 jam 11.15 Ny.O datang bersama ibunya ke RS.X
post terpeleset dikamar mandi,pasien mengatakan kaki sebelah kiri terasa
nyeri dan perih,Ny O disarankan untuk melakukan pemeriksaan rontgen,dan
Ny.O di diagnosa Fraktur Femur Sinistra.Dokter menyarankan untuk
melakukan operasi Open Reduction Internal Fixation (ORIF).Pada tanggal 29
Juni 2015 pasien telah melakukan Operasi Open Reduction Internal Fixaton
(ORIF).
BAB IV
PEMBAHASAN
A. PROSES KEPERAWATAN
Proses keperawatan adalah aktivitas yangbmempunyai maksud yaitu
praktek keperawatan, perawat menggunakan dasar pengetahuan yang
komprehensif untuk mengkaji status kesehatan pasien,membuat penilaian
yang bijaksana dan diagnosis,mengidentifikasi hasil akhir kesehatan yang
diinginkan pasien,dan merencanakan ,menerapkan, dan mengevaluasi
tiindakan keperawatan yang tepat guna mencapai hasil akhir tersebut.
(Christensen, Paula J, 2009).
Komponen proses keperawatan terdiri dari lima komponen,setiap
komponen mempunyai beberapa fase, yang interaktif dan berurutan.
1. Pengkajian
2. Diagnosa keperawatan
3. Perencanaan
4. Pelaksanaan
5. Evaluasi
Pada pembahasan Ny.”O” dengan diagnosa medis Pre dan post ORIF
Fremur atas indikasi neglected fraktur fremur dextra 1/3diRS.X, penulis
mengacu pada proses keperawatan yang meliputi pengkajian,diagnosa
keperawatan,perencanaan,pelaksanaan,dan evaluasi keperawatan serta
pendokumentasian.
A. Pengkajian
a. Data pre operasi yang ada dalam teori dan muncul dalam kasus
adalah:
1. Nyeri
2. Deformitas
Deformitas adalah perubahan bentuk,pergerakan tulang jadi
memendek, karena kuatnya tarikan otot-otot ekstermitas yang
menarik patahan tulang. Pergeseran fragmen pada tulang lengan
atau tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba)
ekstremitas yang bisa diketahui dengan membandingkan dengan
ekstermitas normal.(Brunner dan Suddarth,2002).