Anda di halaman 1dari 5

BAB II

Geothermometer Gas
Geothermometer merupakan cara untuk memperkirakan temperatur reservoir panasbumi yang
berdasarkan pada keberadaan zat zat terlarut baik fluida air maupun gas. Konsentrasi fluida gas
tersebut sangat bergantung pada temperatur. Tiap tiap geotermometer memiliki keterbatasan
sehingga penerapannya hasrus sangat hati-hati untuk menghindari kekeliruan interpretasi. Berikut
adalah beberapa jenis geothermometer.

a. Diagram Grid FT – HSH (Powell & Cumming 2000)


Diagram grid semula dikembangkan oleh D’Amore dan Celati (1983) kemudian lebih diperluas
oleh D’Amore dan Truessdell (1985). Penggunaan diagram grid telah dibuktikan dapat menjadi
alat yang valid dalam menganalisis proses yang terjadi pada reservoir panasbumi yang mempunyai
fluida dalam bentuk dua fasa. Diagram ini mengasumsikan bahwa komponen gas keluaran sumur
total merepresentasikan fluida akuifer dalam reservoir. Formula untuk menghitung temperatur
reservoir disebut dengan reaksi FT (Fisher-Tropsch) dan HSH (Pyrite-Magnetite).

b. Gas Rasio Geothermometer (Powell & Cumming, 2000)


Perhitungan geothermometer berdasarkan gas ratio melibatkan gas gas yang memiliki kelarutan
yang rendah yakni gas H2, Ar dan dibandingkan dengan konsentrasi CO2 sehingga rasio berupa
CO2/Ar dan H2/Ar. Tidak hanya dapat menentukan suhu,tetapi gas ratio ini juga dapat
menunjukan kesetimbangan uap dan cairan dalam reservoir (Giggenbach, 1991).

c. Kesetimbangan Gas
Temperatur yang berdasarkan kesetimbangan gas merupakan pengontrol konstentrasi fluida gas
seperti CO2, H2S, H2, N2, NH3 and CH4 didalam reservoir geothermal. geothermometer di
tentukan dalam bentuk persamaan rumus. Berikut ini adalah beberapa geothermometer
berdasarkan kesetimbangan gas (Zhen-Wu, 2010).

D’ Amore and Panichi (1980)


Geothermeter D’Amore Panichi (1980) berdasarkan pada sistem CO2-H2S-H2-CH4 yang dapat
digunakan baik pada manifestasi maupun discharge sumur. D’Amore and Panichi (1980)
mengajukan sebuah geothermometer empirical untuk menyelesaikan masalah dari rasio gas/air
yang tidak diketahui, mengestimasi temperatur reservoir untuk dibuat berdasarkan konsentrasi
CO2-H2S-H2-CH4 pada manifestasi. Mereka membuat asumsi yang tidak dapat di aplikasikan
untuk semua lapangan.

Nehring dan D'Amore (1984)


Nehring dan D'Amore mengembangkan dua gas geotermal termodinamika seperti yang dijelaskan
di bawah ini.
a) Geothermometer H2/CO2 didasarkan pada reaksi grafit dan CO2 yang mengendalikan O2 dan
reaksi disosiasi air
b) Geothermometer H2S/CO2 didasarkan pada reaksi grafit dan CO2 yang mengendalikan O2 dan
reaksi pirit-magnetit (Fe3O4) yang mengendalikan belerang.

Arnorsson Dan Gunnlaugsson (1985)


Arnorsson mengembangkan geothermometer berdasarkan kandungan gas H2, CO2, H2S pada
tahun 1985. Kalibrasi pengukuran geothermometer air cocok digunakan untuk konstrasi gas pada
manifestasi fumarol. Setelah mengetahui kandungan gas dalam reservoir, konsentrasi gas dihitung
dalam bentuk uap yang mendidih pada tekanan atmosfer untuk mendapatkan geothermometer gas.
Dalam geothermometer ini menunjukkan bahwa konsentrasi CO2, H2S, dan H2 pada reservoir
panasbumi dibentuk pada kesetimbangan dan kondisi mineral buffer (Zhen-Wu, 2010).

BAB III

Untuk mencapai tujuan penelitian di perlukan pengaturan tahapan-tahapan pekerjaan baik


sebelum, selama dan sesudah pengolahan data. Hal ini dilakukan agar peneliti dapat melaksanakan
penelitiannya dengan baik dan berjalan lancar serta lebih terarah. Adapun tahapan tahapan tersebut
adalah sebagai berikut:

3.1. Studi Literatur


Tahapan ini meliputi studi literatur mengenai keadaan lapangan panasbumi daerah penelitian
berdasarkan atas peneliti terdahulu. Hal ini dilakukan untuk mengetahui gambaran umum
mengenai geologi daerah penelitian dan juga dilakukan untuk penyusunan program kerja dan
pengurusan surat perizinan.
3.2. Objek Penelitian
Objek yang akan diamati dalam penelitian ini adalah sumur-sumur panasbumi dan kawah fumarol
lapangan panasbumi gunung Patuha berupa data geokimia gas dan air. Penelitian dikhususkan
kepada aspek aspek geokimia daerah penelitian seperti analisis unsur kimia gas dan air untuk
memonitoring kondisi sumur sumur daerah penelitian.

3.3. Analisis Data Sekunder


Analisis data sekunder merupakan analisis yang menggunakan metode kepustakaan, yaitu
menganalisis data yang diberikan. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
analisis geokimia dan termodinamika. Tahap ini menyangkut analisis contoh NCGS (gas) dan air
panas yang meliputi analisis kimia unsur geokimia air dan gas. Termasuk pula dalam tahap adalah
perhitungan termodinamika untuk mengetahui potensi endapam mineral kalsit.

3.4 Tahap Penyusunan Laporan


Tahapan ini merupakan hasil akhir dari seluruh penelitian. Dalam hal ini seluruh data dan hasil
penelitian dipaparkan secara rinci dalam bentuk sebuah tulisan. Laporan hasil penelitian terdiri
atas lima bab dengan rincian sebagai berikut:
1. Bab I merupakan pendahuluan yang terdiri atas latar belakang penelitian, tujuan penelitian,
manfaat penelitian, waktu dan lokasi penelitian
2. Bab II berisi tentang tinjauan pustaka atau studi literatur yang membahas mengenai fisiografi
regional Jawa Barat, kondisi geologi lapangan panasbumi gunung patuha dan dasar teori
panasbumi.
3. Bab III berisi tentang metode penelitian yang terdiri atas pembahasan mengenai objek penelitian
yang terdiri atas pembahasn mengenai objek penelitian, alat-alat yang digunakan, langkah-
langkah penelitian, metode penelitian serta analisis data.

Bab IV berisi tentang pengolahan dan interpretasi data mengenai penentuan karakteristik
geokimia air panas dan gas, dugaan temperatur reservoir, dan potensi scaling pada sumur produksi
di lapangan panasbumi Patuha.
5. Bab V berisi tentang simpulan dan saran dari hasil studi geokimia panasbumi Tahap penelitian
dapat dilihat lebih rinci pada bagan alir dibawah (Gambar 3.1).

Gambar 3.1 Bagan alir penelitian


3.5.3. Menentukan Arah Aliran fluida Bawah Permukaan
Arah aliran fluida bawah permukaan bisa di ketahui dengan menggunakan geoindikator. Metode
ini digunakan untuk mengetahui aliran fluida dan menentukan dimana zona upflow dan zona
outflow. Parameter geoindikator sebagai berikut.

Geoindikator Air
Uplfow Zone
 Nilai rasio yang kecil untuk : Na/K, Na/Ca, Cl/SO4, Na/Li, Na/Rb
 Nilai rasio yang besar untuk : Cl/B, SO4/HCO3
Outflow zone
 Nilai rasio kecil untuk : B/Li,Cl/B
 Nilai rasio yang besar untuk HCO3/SO4, B/Li
 Nilai rasio Cl/B yang kecil menunjukkan steam heated water
 Nilai rasio Cl/Mg yang tinggi pada geothermometer high temperature
 Nilai rasio Cl/SO4rendah untuk steam heated water

Geoindikator Gas
Konsentrasi Amonia sangat diperhatikan karena senyawa gas ini merupakan senyawa gas yang
paling terlarut pada fluida dan kelimpahan dari ammonia mengarah ke zona upflow.
Rasio CO2/H2, CO2/H2s, CO2/NH3 yang kecil mengindikasikan zona upflow

BAB IV

Analisa Data P&T (Pressure dan Temperature)


Data P&T pada masing masing sumur produksi memberitahukan temperatur pada setiap
kedalaman dan membentuk pola yang linear maupun isotermik temperatur tersebut diukur pada
keadaan dan waktu tertentu. Berdasarkan data P&T juga dapat diinterpretasikan dimana feed zone
dan zona reservoirnya.
Pada kedalaman dangkal terlihat sumur memilki suhu rendah. Pada kedalaman yang lebih dalam
terjadi fluktuasi dimana suhu sumur semakin naik seiring waktu pemanasan. Pada kedalaman yang
lebih dalam lagi. Sumur memiliki suhu rata rata yang relatif sama dan bersuhu tinggi. Hal ini
kemungkinan disebabkan karena sudah mendekati dan berada pada zona reservoir. Selain itu
permeabilitas dan struktur batuan juga mempengaruhi temperatur sumur. Sumur yang berapa pada
daerah dengan permeabilitas rendah terjadi fluktuasi suhu yang lebih signifikan dengan sumur
yang berada pada daerah dengan permeabilitas tinggi. Sedangkan sumur yang berada dekat dengan
struktur memiliki temperatur reservoir yang lebih tinggi dan stabil dibandingkan dengan sumur
yang lebih jauh dari struktur.
Data pengukuran temperatur diambil pada 3 sumur yang mewaliki daerah penelitian yakni sumur
ppl A, ppl B dan ppl G. Sumur ppl A temperatur sumur yang stabil pada suhu 210°C, konstan pada
kedalaman 700 m. Sumur ppl B memiliki temperatur sumur sekitar 230°C dimana temperatur
mulai konstan pada kedalaman 700 m. Sumur ppl G memiliki temperatur sumur sekitar 230°C
dimana temperatur mulai konstan juga pada kedalaman 700 m.
Data P&T dapat digunakan sebagai acuan dalam menentukan geothermometer yang cocok dan
sesuai karena Data P&T itu sendiri lebih akurat dibandingkan data geothermometer sehingga
didapatkan geothemometer yang merepresentasikan kondisi reservoir. Geothermometer yang
paling mendekati dengan pengukuran P&T adalah geothermometer CO2 dari Arnorsson dan
Gunnlaugsson (1985) dengan temperatur berkisar antara 235-240 °C.

Anda mungkin juga menyukai