Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Berdasarkan hasil penelitian retrospektif deskriptif di SMF Bedah BLU
RSU Prof. Dr. R.D. Kandou Manado, jumlah penderita fraktur fasial yang
dirawat di SMF Bedah periode Januari 2012Desember 2012 sebanyak 156
kasus (5,60%) dari 2786 trauma fasial yang dirawat. Pada Tabel 1 diperoleh
jumlah penderita fraktur fasial terbanyak ditemukan pada golongan umur
20-29 tahun sebanyak 78 kasus (50,00%). Usia ini (20-29 tahun), adalah
usia produktif dengan mobilitas tinggi sehingga mereka rentan terhadap
kecelakaan jalan raya atau kecelakaan kerja. Beberapa penelitian lain juga
menunjukkan bahwa rentang usia ini paling banyak mengalami kecelakaan
yang menyebabkan trauma fraktur pada wajah (Martin dkk). Hasil ini sama
dengan penelitian yang dilakukan oleh Martins Jr dkk di Blumenau, Santa
Catarina pada tahun 2004-2009 dimana penderita fraktur fasial terbanyak
ditemukan pada pria sebanyak 178 kasus (80,18%) sedangkan pada wanita
sebanyak 44 kasus (19,82%).Kepustakaan juga menuliskan rasio pria
dibanding wanita 3:1
B. Tujuan penulisan makalah
1. Tujuan umum
Untuk memenuhi tugas mata kuliah blok system musculoskeletal
semester 4
2. Tujuan khusus
Untuk mengetahui teori dasar dan asuhan keperawatan pada klien
dengan fraktur
C. Manfaat penulisan makalah
1. Bagi institusi pendidikan
Melatih kemampuan mahasiswa dalam melaksanakan keseimbangan
antara teori dan realita yang ada di masyarakat
2. Bagi mahasiswa

1
Mampu mengidentifikasi antara teori dengan kejadian yang ada di
masyarakat sekitar serta dapat mengetahui lebih lagi mengenai teori dan
asuhan keperawatan pada klien dengan fraktur

2
BAB II
KONSEP DASAR
A. Pengertian
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis
dan luasnya. Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari
yang diabsorpsinya. Kebanyakan fraktur diakibatkan dari trauma, beberapa
fraktur sekunder terhadap proses pemyakit seperti osteoporosis, yang
menyebabkan fraktur-fraktur yang patologis.
Fraktur adalah gangguan komplet atau tak komplet pada kontinuitas struktur
tulang dan di definisikan sesuai dengan jenis dan keluasannya.
B. Klasifikasi Fraktur
1. Fraktur Komplet adalah patah pada seluruh garis tengah tulang dan
biasanya mengalami pergeseran (bergeser dalam posisi normal).
2. Fraktur tidak komplekt adalah patahan yang terjadi pada sebagian dari
garis tengah tulang.
3. Fraktur tertutup (fraktur simpel) tidak menyebabkan robeknya kulit.
4. Fraktur terbuka (fraktur komplikata atau kompleks) merupakan fraktur
dngan luka pada kulit atau membrane mukosa sampai ke patahan tulang.
Fraktur terbuka digradasi menjadi : grade 1 dengan luka bersih kuramg
dari 1 cm panjangnya, grade 2 luka lebih luas tanpa krusakan jarimgam
lunak yang ekstensif.
C. Etiologi
1. Kejadian terjatuh
2. Kecelakaan kendaraan bermotor
3. Olahraga
4. Pemakaian obat yang menganggu kemampuan penilaian atau mobilitas
5. Usia muda (imaturitas tulang)
6. Tumor tulang
7. Penyakit metabolic (seperti hipoparathyridisme atau
hiperparatiroidisme)
8. Obat yang menyebabkan osteoporosis iatrogenic seperti reparat steroid

3
D. Tanda dan Gejala
1. Deformitas akibat kehilangan kelurusan (alignmant) yang alami.
2. Pembengkakan akibat vasodilatasi dan infiltrasi leukosit serta sel-sel
mast.
3. Spasme otot (kejang arau kaku otot)
4. Nyeri tekan.
5. Kerusakan sensibilitas disebelah distal lokasi fraktur akibat unsur-unsur
neurovaskuler terjepit atau tertekan oleh trauma atau frakmen tulang
6. Kisara gerak yang terbatas.
7. Krepitasi atau bunyi “berderik” keika bagian ftraktur digerakan, bunyi
ini disebabkan oleh geseran frakmen tulang.
E. Komplikasi
Komplikasi fraktur yang mungkin terjadi meliputi :
1. Deformitas dan dislokasi permanen jika tulang yag fraktur tidak bisa
sembuh (non-union) atau mengalami kesembuhan yang tidak sempurna
(malunion).
2. Nekrosis aseptic (disebabkan tidak karena infeksi) pada segmen tulang
yang diakibatkan gangguan sirkulasi.
3. Syok hipovolemik akibat kerusakan pembuluh darah (khususnya pada
fraktur femur).
4. Kontraktur otot
5. Sindrom kompartemen
6. Batu ginjal akibat dekalsifikasi yang disebabkan oleh imobilisasi yang
lama.
7. Emboli lemak akibat disrubsi sumsum tulang atau aktivasi system saraf
simpatik pasca trauma (yang dapat menimbulkan distress pernapasan
atay system saraf pusat).
F. Patofisiologi
Ketika terjadi fraktur pada sebuah tulang, maka periosteum serta pembuluh
darah dalam korteks, sumsum tulang, dan jaringam lumak disekitarnya akan
me galami disrubsi. Hematoma akan terbentuk diantara kedua ujung

4
patahan tulang serta dibaeah periosteum, dan akhirnya jaringan granulasi
menggantikan jaringan tersebut.
Kerusakn jarungan tulang memicu respon inflamasi intensif yang
menyebabkan sel-sel dari jaringan lunak disekitarnya serta dari rongga
sumsum tulang akan menginvasi daerah fraktur dan aliran dara ke seluruh
tulang akan mengalami peningkatan. Sel-sel osteoblast didalam periosteum,
endosteum, dan sumsum tulang akan memproduksi osteoid (tulang muda
dari jaringan kolagen yang belum mengalami klasifikasi, yang disebut juga
kalus). Osteoid ini akan mengeras disepanjang permukaan luar korpus
tulang dan pada kedua ujung patahan tulang. Sel-sel osteoklast
mereabsorpsi material dari tulang yang terbentuk sebelumnya dan sel-sel
osteoblast membangun kembali tulang tersebut. Kemudian osteoblast
mengadakan transformasi menjadi osteosit (sel-sel tulang yang matur).
G. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Medis
Ada empat konsep dasar yang harus diperhatikan/pertimbangkan pada
waktu menangani fraktur:
a. Rekognisi: menyangkut diagnosa fraktur pada tempat kejadian
kecelakaan dan kemudian di rumah sakit.
1) Riwayat kecelakaan
2) Parah tidaknya luka
3) Diskripsi kejadian oleh pasien
4) Menentukan kemungkinan tulang yang patah
5) Krepitus
b. Reduksi: reposisi fragmen fraktur sedekat mungkin dengan letak
normalnya. Reduksi terbagi menjadi dua yaitu:
1) Reduksi tertutup: untuk mensejajarkan tulang secara manual
dengan traksi atau gips
2) Reduksi terbuka: dengan metode insisi dibuat dan diluruskan
melalui pembedahan, biasanya melalui internal fiksasi dengan alat
misalnya; pin, plat yang langsung kedalam medula tulang.

5
c. Retensi: menyatakan metode-metode yang dilaksanakan untuk
mempertahankan fragmen-fragmen tersebut selama penyembuhan
(gips/traksi)
d. Rehabilitasi: langsung dimulai segera dan sudah dilaksanakan
bersamaan dengan pengobatan fraktur karena sering kali pengaruh
cidera dan program pengobatan hasilnya kurang sempurna (latihan
gerak dengan kruck).
2. Penatalaksanaan umum
a. Atasi syok dan perdarahan, serta dijaganya lapang jalan nafas
b. Sebelum penderita diangkut, pasang bidai untuk mengurangi
nyeri, mencegah bertambahnya kerusakan jaringan lunak dan
makin buruknya kedudukan fraktur.
c. Fraktur tertutup:
1) Reposisi, diperlukan anestesi. Kedudukan fragmen distal
dikembalikan pada alligment dengan menggunakan traksi.
2) Fiksasi atau imobilisasi
Sendi-sendi di atas dan di bawah garis fraktur biasanya di
imobilisasi. Pada fraktur yang sudah di imobilisasi maka gips
berbantal cukup untuk imobilisasi.
3) Restorasi (pengembalian fungsi)
Setelah imobilisasi akan terjadi kelemahan otot dan
kekakuan sendi, dimana hal ini diatasi dengan fisioterapi.
d. Fraktur terbuka:
1) Tindakan pada saat pembidaian diikuti dengan menutupi
daerah fraktur dengan kain steril (jangan di balut)
2) Dalam anestesi, dilakukan pembersihan luka dengan
aquadest steril atau garam fisiologis
3) Eksisi jaringan yang mati
4) Reposisi
5) Penutupan luka

6
H. Pemeriksaan Penunjang
1. Foto rontgen
Untuk mengetahui lokasi fraktur dan garis fraktur secara langsung.
Mengetahui tempat dan type fraktur biasanya diambil sebelum dan
sesudah dilakukan operasi
2. Radiografi pada dua bidang (cari lusensi dan diskontinuitas pada korteks
tulang)
3. Tomografi, CT Scan
4. Ultrasonografi dan scan tulang dengan radioisotope (Scan tulang
terutama berguna ketika radiografi atau ct scan memberikan hasil
negatif pada kecurigaan fraktur secara klinis)
5. Pemeriksaan jumlah darah lengkap
Hematokrit mungkin meningkat (hemokonsentrasi), menurun
(perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh dari trauma
multiple).

7
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas pasien meliputi : nama, alamat, umur, tanggal lahir,
jenis kelamin dan lainya
2. Pemeriksaan fisik berdasarkan pengkajian neurovaskuler dan
dari fraktur anggota gerak menyatakan :
a. Nyeri pada lokasi fraktur terutama pada saat digerakkan
b. Pembengkakan
c. Pemendekan ekstermitas yang sakit
d. Paralisis (kehilangan daya gerak)
e. Angulasi ekstermitas yang sakit
f. Krepitasi (sensasi keripik yang ditimbulkan mempalpasi
patahan-patahan tulang)
g. Spasme otot
h. Parestesia (penurunan sensasi)
i. Pucat dan tidak ada denyut nadi pada bagian distal pada
lokasi fraktur bila aliran darah arteri terganggu oleh fraktur
3. Mengkaji riwayat imunisasi tetanus bila ada fraktur yang terbuka
(tulang keluar melalui kulit)
4. Pemeriksaan diagnostic
Foto sinar X dari ekstermitas yang sakit dan lokasi fraktur
5. Mengkaji kemampuan untuk melakukan aktivitas kehidupan
sehari-hari (AKS), sebagai contoh : mandi, toileting, makan dan
anti pakaian.
6. Fokus pengkajian
a. Aktivitas Latihan
Keterbatasan atau kehilangan fungsi pada bagian yang
terkena (mungkin segera, fraktur itu sendiri, atau sendi
secara sekunder, dari pembengkakan jaringan, nyeri).
b. Sirkulasi

8
1) Hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai respon
terhadap nyeri/ansietas) atau hipotensi (kehilangan
darah).
2) Takikardi (respon stress, hipovolemia).
3) Penurunan atau tidak ada nadi pada bagian distal yang
cedera, pengisian kapier lambat, pucta pada bagian yang
terkena.
4) Pembengkakan jaringan atau masa hematoma pada sisi
cedera.
c. Neurosensory
Gejala :
1) Hilang gerakan/ sensasi, spasme otot.
2) Kebas /kesemutan (parestesis).
Tanda :
1) Deformitas lokak; angulasi abnormal, pemendekan,
rotasi, krepitasi (bunyi berderit), spasme otot, terlihat
kelemahan atau hilang fungsi.
2) Agitasi (mungkin berhubungan degngan nyeri atau
ansietas atau trauma lain).
d. Nyeri
Gejala :
1) Nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin
terlokalisasi pada area jaringan/kerusakan tulang; dapat
berkurang pada imobilisasi), tidak ada nyeri akibat
kerusakan syaraf.
2) Spasme atau kram otot (setelah imobilisasi).
e. Keamanan
Tanda :
1) Laserase kulit, afulsi jaringan, perdarahan, perubahan
warna.
2) Pembengkakan local (dapat meningkat secara bertahap
atau tiba-tiba).

9
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan trputusnya jaringan tulang,
gerakan fragmen tulang, edema dan cedera pada jaringan, alat
traksi/imobilisasi, stress, ansietas.
2. Intolerasi aktivitas berhubungan dengan dyspnea, kelemahan
atau keletihan, ketidakadekutan oksigenasi, amsietas dan
gangguan pola tidur.
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan,
perubahan status metabolic, kerusakan sirkulasi dan penurunan
sensasi dibuktikan oleh terdapat luka/ulserasi, kelemahan,
penurunan berat badan, turgor kulit buruk, terdapat jaringan
nekrotik.
4. Hambatan mobilitas fidik berhubungan dengan
nyeri/ketidaknyamanan, kerusakan musculoskeletal, terapi
pembatasan aktivitas, dan penurunan kekuatan atau tahanan.
C. Intervensi
1. Diagnosa 1
Tujuan dan kriteria hasil
- Nyeri dapat berkurang atau hilang
- Klien tampak tenang
Intervensi
- Lakukan pendekatan pada klien dan keluarga
- Kaji tingkat intensitas dan frekuensi nyeri.
- Jelaskan pada klien tentang pemyebab dari nyeri.
- Observasi tanda tanda vital
- Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgesik
2. Diagnosa 2
Tujuan dan kriteria hasil :
- Perilaku menampakan kemampuan untuk memenuhi
kebutuhan diri
- Pasien mengungkapkan mampu untuk melakukan beberapa
aktivitas tanpa dibantu

10
- Koordinasi otot, tulang dan anggota gerak lainnya baik.
Intervensi :
- Rencanakan periode istirahat yang cukup
- Berikan aktivotas latihan secra bertahap
- Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhan sesuai kebutuhan
3. Diagnosa 3
Tujuan dan kriteria hasil
- Tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus
- Luka bersih tidak lembab dan tidak kotor
- Tanda tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi
Intervensi :
- Kaji kulit dan identifikasi pada tahap perkembangan luka
- Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan tipe cairan
luka.
- Pantau peningkatan suhu tubuh
- Berikan perawatan luka dengan teknik aseptic, balut luka
dengan kasa kering dan steril, gunakan plester kertas
- Kolaborasi pemberian antibotik sesuai indikasi
4. Diagnose 4
Tujuan dan kriteria hasil :
- Melakukan prgerakan dan perpindahan
- Mempertahankan mobilitas optimal yang dapat ditoleransi
Intervensi :
- Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan
akan peralatan
- Tentukan tingkat motivasi pasien dalam melakukan aktivitas
- Ajarkan dan pantau pasien dalam hal penggunaan alat bantu
- Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan
pasif
- Kolaborasi dengan ahli terapi fisik atay okupasi

11
D. Evaluasi
Evaluasi yang diharapkan :
1. Nyeri dapat berkurang atau hilang setelah dilakukan tindakan
keperawatan.
2. Pasien memiliki cukup energy untuk beraktifitas.
3. Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai
4. Pasien akan menunjukan tingkat monilitas optimal.

12
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Fraktur adalah terputsnya kontinuintas jaringan pada tulang. Fraktur dapat
terjadi karena beberapa penyebab seperti kecelakaan, jatuh dan olahraga
yang berlebih. Dan penanganannya dengan cara operasi dan pemasangan
gips untuk mencegah terjadinya fratur
B. Saran
Pada penderita fraktur sangant dibutuhkan istirahat total dan minimlkan
pengeluaran energi jadi hal yang paling utama yand dapat dilakukan
keluarga jika terjadi komplikasi adalah istirahat total.
Pada masyarakat umum sebaiknya lebih berhati-hati dalam melaukan
aktivitas agar terhindar dari kecelakaan yamg dapat mengakibatkan fraktur.

13
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer, Suzanne C.2013.Keperawatan Medikal Bedah.Edisi
12.Jakarta:EGC
Arief Mansjoer,dkk.2000.Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3.Jakarta:Media
Esculapius
Tambayong, Jan.2000.Patofisiologi Untuk Keperawatan.Jakarta:EGC

14

Anda mungkin juga menyukai