Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan Islam adalah usaha orang dewasa muslim yang bertakwa secara
sadar mengarahkan dan membimbing pertumbuhan serta perkembangan fitrah
(kemampuan dasar) anak didik melalui ajaran Islam ke arah titik maksimal
pertumbuhan dan perkembangannya. Pendidikan Islam merupakan sebuah usaha
untuk menjadikan anak keturunan dapat mewarisi ilmu pengetahuan (berwawasan
islam). Setiap usaha dan tindakan yang disengaja untuk mencapai tujuan harus
mempunyai sebuah landasan atau dasar tempat berpijak yang baik dan kuat.
Usaha dalam mengarahkan maupun membimbing tiap individu atau
kelompok berbeda panutan, dalam ranah pendidikan Islam sendiri banyak tokoh
yang memiliki pemikiran terkait hal tersebut guna sebagai bentuk sumbangsih
dalam dunia pendidikan Islam juga untuk memberikan ataupun membagi ilmu
mengenai dunia kependidikan yang didalami dan dipelajari
Menjadi salah satu tokoh yang berpengaruh dalam dunia pendidikan Islam,
Ibnu Maskawaih yang lahir di kota Ray, Beliau ini terkenal dengan julukan al-
Khazin (pustakawan), karena di percaya menangani buku-buku Ibn al-Amid dan
Adud al-Daulah Ibn Bawaih. Dengan keterlibatannya sebagai pustakawan
memberi peluang sebagai penulis yang produktif sehingga menghasilkan karya
tulis sebanyak 18 judul, salah satunya yang memuat pemikiran tentang pendidikan
adalah “Tahdhib al-Akhlaq” (pendidikan akhlak) berhubungan dengan psikologi
pendidikan. Seperti yang tertuang dalam tesis Agus Salim Daulay (Menguak
Konsep Pendidikan Islam Klasik) karena perhatiannya Ibnu Miskawaih yang
cukup besar terhadap etika, maka ia digelari “guru ketiga” (al-muallim al-thalith)
setelah al-Farabi “guru kedua” (al-muallim al-thani), dan Aristoteles “guru
pertama” (al-muallim al-awwal).

1
Dewasa ini dalam dunia pendidikan Islam dan pemikiran Ibnu Maskawai
tidak bisa lepas untuk selalu dikupas tuntas sebagai bahan rujukan dalam
mempelajari seluk beluk dunia pendidikan Islam, maka dari pada itu kami
pemakalah membahas pemikiran Ibnu Maskawai dalam Pendidikan Islam untuk
menambah wawasan terkait pemikiran-pemikiran cendekiawan Muslim.

B. Rumusan Masalah

1. Siapa Ibnu Maskawih itu? Jelaskan beserta biografinya.

2. Bagaimana pemikiran Ibnu Maskawih mengenai pendidikan Islam?

C. Tujuan Masalah

1. Mengetahui biografi Ibnu Maskawih

2. Mengetahui pemikiran ibnu maskawih mengenai pendidikan Islam

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Biografi Ibnu Maskawih

Nama lengkap Ibnu Miskawaih adalah Abu Ali Ahmad bin Muhammad bin
Yaqub ibn Miskawaih. Ia lahir di kota Ray (Iran) pada 320 H (932) M) dan wafat
di Asfahan 9 Safar 421 H (16 Februari 1030 M). Ia belajar sejarah dan filsafat,
serta pernah menjadi khazin (pustakawan) Ibn al-‘Abid dimana dia dapat menuntut
ilmu dan memperoleh banyak hal positif berkat pergaulannya dengan kaum elit.

Beliau ini terkenal dengan julukan al-Khazin (pustakawan), karena di


percaya menangani buku-buku Ibn al-Amid dan Adud al-Daulah Ibn Bawaih.
Dengan keterlibatannya sebagai pustakawan memberi peluang sebagai penulis
yang produktif sehingga menghasilkan karya tulis sebanyak 18 judul, salah
satunya yang memuat pemikiran tentang pendidikan adalah “Tahdhib al-Akhlaq”
(pendidikan akhlak) berhubungan dengan psikologi pendidikan. Seperti yang
tertuang dalam tesis Agus Salim Daulay (Menguak Konsep Pendidikan Islam
Klasik) karena perhatiannya Ibnu Miskawaih yang cukup besar terhadap etika,
maka ia digelari “guru ketiga” (al-muallim al-thalith) setelah al-Farabi “guru
kedua” (al-muallim al-thani), dan Aristoteles “guru pertama” (al-muallim al-
awwal)1.

Setelah itu Ibnu Miskawaih meninggalkan Ray menuju Bagdad dan


mengabdi kepada istana Pangeran Buwaihi sebagai bendaharawan dan beberapa
jabatan lain. Akhir hidupnya banyak dicurahkannya untuk studi dan menulis. Ibnu
Miskawaih lebih dikenal sebagai filsuf akhlak (etika) walaupun perhatiannya luas
meliputi ilmu-ilmu yang lain seperti kedokteran, bahasa, sastra, dan sejarah.

1
Elfurqona V ol . 01 N o .0 1 A g u s t us 20 15 Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan Dalam Upaya
Mencari Format Pendidikan yang Islami (Kajian Pemikiran Ibnu Miskawaih)

3
Bahkan dalam literatur filsafat Islam, tampaknya hanya Ibnu Miskawaih inilah
satu-satunya tokoh filsafat akhlak. Ibnu Miskawaih meninggalkan banyak karya
penting, misalnya tahdzibul akhlaq (kesempurnaan akhlak), tartib as-sa’adah
(tentang akhlak dan politik), al-siyar (tentang tingkah laku kehidupan), dan
jawidan khirad (koleksi ungkapan bijak).

Perihal kemajusiaannya, sebelum Islam, banyak dipersoalkan oleh


pengarang, Jurji Zaidan, misalnya ada pendapat bahwa ia adalah Majusi, lalu
memeluk Islam. Tetapi ada juga yang berpendapat bahwa neneknyalah yang
majusi, kemudian memeluk Islam.Artinya Ibnu Miskawaih sendiri lahir dalam
keluarga Islam. Sebagai terlihat dari nama bapaknya Muhammad. Ibnu Miskawaih
hidup pada masa pemerintahan Dinasiti Buwaihi( 320- 450 H/932-450 M) yang
sebagian besar pemukanya bermazhab Syi’ah.

Ibnu Miskawaih terkenal sebagai ahli sejarah dan filsafat. Di samping itu,
ia juga seorang dokter, moralis, penyair, ahli bahasa serta banyak mempelajari
kimia. Ia belajar sejarah, terutama Tarikh al Tabari (Sejarah yang ditulis at
Tabari), pada Abu Bakar Ahmad bin Kamil al Qadi pada tahun 350 H/960M,
sementara filsafat, ia pelajari melalui guru yang bernama Ibnu Khamar, seorang
mufasir (juru tafsir) kenamaan karya-karya Aristoteles. Abu at Tayyib ar Razi
adalah gurunya di bidang kimia. Dalam bidang pekerjaan, tercatat bahwa
pekerjaan utama Ibnu Miskawaih adalah bendaharawan, sekretaris, pustakawan
dan pendidik anak para pemuka dinasti Buwaihi. Selain akrab dengan penguasa,ia
juga banyak bergaul dengan para ilmuwan, seperti Abu Hayyan at Tauhidi, Yahya
Ibn Adi dan Ibnu Sina.

Ibnu Miskawaih mempunyai hubungan yang baik dengan orang-orang


penting dan penguasa dizamannya. Ia pernah mengabdi pada Abu Fadl al Amid
sebagai pustakawannya.Setelah Abu Fadl meninggal, ia mengabdi pada putranya,
Abu al Fath Ali Bin Muhammad al Amid. Kedua tokoh yang disebut terakhir

4
adalah Menteri pada masa dinasti Buwaihi. Ibnu Miskawaih mempunyai pengaruh
besar di daerah Rayy. Ia mencurahkan tahun-tahun terakhir dari hidupnya untuk
studi dan menulis.

Kendatipun disiplin ilmunya meliputi kedokteran, bahasa, sejarah dan


filsafat, tetapi ia lebih popular sebagai filsuf akhlak ketimbang sebagai filsuf
ketuhanan. Sepertinya dimotivasi oleh kondisi sosial masyarakat yang kacau di
masanya sebagai akibat minuman keras, perzinahan, hidup glamour, dan lain-lain.
Itulah sebabnya, iatertarik untuk menitikberatkan perhatiannya pada bidang etika2.

1. Karya-karya Ibnu Miskawih

Miskawaih tidak hanya dikenal sebagai seorang pemikir, tetapi juga


sebagai penulis yang produktif. Ia menghasilkan banyak karya tulis, tapi hanya
sebagai kecil yang sekarang masih ada. Jumlah buku dan artikel yang berhasil
oleh Ibnu Miskawaih ada 41 buah. Menurut Ahmad Amin, semua karya Ibnu
Miskawaih tersebut tidak luput dari kepentingan filsafat etika. Sehubungan
dengan hal tersebut, maka tidak mengherankan jika ia dikenal sebagai seorang
moralis. Tulisan-tulisan dan karya-karya Ibnu Miskawaih banyak dipengaruhi
oleh filsafat Yunani, Plato, Aristoteles, Forforius, Enbadgless, dan Filsuf
yunani lainnya serta kaum Neo-Platonis.

Lepas dari semua hal yang berkaitan dengan tulisan Ibnu Miskawaih
yang dipengaruhi filsafat yunani, Ibnu Miskawaih merupakan sosok filsuf
muslim yang berhasil. Keberhasilan Ibnu Miskawaih ini dibuktikan dengan
banyaknya buku yang ditulisnya. Ia telah menulis 41 buah buku dan artikel
yang selalu berkaitan dengan filsafat akhlak. Dari 41 karyanya itu, 15 buah
sudah dicetak, 8 buah masih berupa manuskrip dan 18 buah dinyatakan

2
Jurnal Aqlam -- Journal of Islam and Plurality -- Volume 1, Nomor 1, Juni 2016 Pemikiran Etika
Ibnu Miskawih, Nizar Hal 36 – 37.

5
hilang.10 Dalam buku The History of The Muslim Philosophy ada beberapa
karya tulisan ibnu miskawah yaitu:3

1. Al-Fauz al-Akbar (Tentang Keberhasilan Besar),

2. Al-Fauz al-Asghar (Tentang Keberhasilan Kecil),

3. Tajarib al-Umam (Tentang Pengalaman Bangsa-bangsa Sejak Awal


Sampai ke Masa Hidupnya), 4. Uns al-Farid (Kumpulan Anekdot,
Syair, Peribahasa dan Kata-kata Mutiara),

5. Tartib al-Sa‟adat (Tentang Akhlak dan Politik),

6. Al-Musthafa (Syair-yair Pilihan),

7. Jawidan Khirad (Kumpulan Ungkapan Bijak),

8. Al-Jami‟,

9. Al-Siya (Tentang Aturan Hidup),

10. Tahzib al-Akhlaq (Pendidikan Akhlak),

11. Risalat fi al-Lazzat wa al-Alam fi Jauhar al-Nafs,

12. Ajwibah wa Al-as‟ilah fi An-Nafs wa al-Aql (Tanya Jawab Tentang


Jiwa)

B. Pemikiran Ibnu Maskawih

1. Tingkatan Potensi Manusia

3
Nazhruna: Jurnal Pendidikan Islam Vol. 2 No 1 2019. Issn: 2614-8013. Hal. 87-107 DOI:
10.3153/nzh.v2i1.189 Analisis Filosofis Pemikiran Ibnu Maskawih, (Sketsa Biografi, Konsep
Pemikiran Pendidikan dan Relevansinya di Era Modern) Ahmad Wahyu Hidayat & Ulfa Kesuma Hal
89 -90/91-92.

6
Pandangan Ibnu Maskawih terdapat manusia tidak jauh berbeda dengan
pandangan para filsuf lainnya. Menurut pandangannya, manusia adalah mahluk
yang memiliki keistimewaan karena dalam kenyataannya manusia memiliki
daya pikir.4 Menurutnya di dalam manusia terdapat 3 (tiga) macam daya atau
potensi, yaitu :

a. Al-nafs al-bahimiyat, menempati posisi paling rendah

b. Al-nafs al-sabu’iyyat, sebagai potensi pertengahan

c. Al-nafs al-nathiqah, yang menempati posisi tingkatan potensi


tertinggi

Ketiga daya tersebut merupakan unsur rohani manusia, yang asal


kejadiannya berbeda antara satu dengan yang lainnya. Sebagaimana dikutip
oleh Abuddin Nata (2007:7,) Ibnu Miskawaih dalam bukunya, Tahdzib al-
Akhlaq wa Tathhir al-A’raq, memahami bahwa unsur rohani berupa daya
bernafsu (al-nafs al-bahimiyah) dan daya berani (al-nafs al-sabu’iyyat) berasal
dari unsur materi, sedangkan daya berpikir (al-nafs al-nathiqah) berasal dari ruh
Tuhan. Oleh karena itu, unsur yang berasal dari materi akan hancur bersama
hancurnya badan, sedangkan unsur (al-nafs al-nathiqah) yang berasal dari ruh
Tuhan tidak akan mengalami kehancuran.

Lebih lanjut Ibnu Maskawih mengatakan bahwa hubungan jiwa al-


bahimiyyat/al-syahwiyyat (bernafsu) dan jiwa al-ghadabiyat/al-sabu’iyyat
(berani) dengan jasad, pada hakikatnya saling mempengaruhi. Kuat atau
lemahnya, sehat atau sakitnya tubuh berpengaruhterhadap kuat atau lemahnya,
sehat atau sakitnya kedua macam jiwa tersebut. Kedua macam jiwa ini dalam
melaksanakan fungsinya tidak akan sempurna, kalau tidak menggunakan alat

4
Jalaluddin, Umar Said, Filsafat Pendidikan Islam (konsep dan perkembangan pemikirannya),
(Jakarta: Raja Grafindo Press, 1994) Hal 135.

7
bendawi atau badani yang terdapat dalam tubuh manusia. Oleh karena itu, Ibnu
Miskawaih melihat bahwa manusia terdiri dari unsur jasad dan rohani yang
saling berhubungan.

2. Tentang Akhlak

Pemikiran Ibnu Miskawih dalam bidang akhlak memiliki keunikan-


keunikan dan ciri khas tersendiri. Pemikiran akhlak beliau banyak dipengaruhi
oleh para filsuf Yunani, seperti Aristoteles, Plato, dan Galeh, yakni meramu
pemikiran-pemikiran tersebut dengan ajaran-ajaran Islam. Selain dipengaruhi
oleh filsuf Yunani, Ibnu Miskawih juga banyak dipengaruhi filsuf Muslim,
seperti Al-Kindi, Al-Farabi dan Al-Razi, serta filsuf yang lainnya. Oleh karena
itu, corak pemikiran Ibnu Maskawih dapat dikategorikan ke dalam tipologi
etika filosofi (etika rasional), yaitu pemikiran etika yang banyak dipengaruhi
oleh para filsuf, terutama para filsuf Yunani.

Karakteristik pemikiran Ibnu Maskawih dalam pendidikan akhlak secara


umum dimulai dengan pembahasan tentang akhlak (karakter/akhlak).
Menurutnya, watak itu ada yang bersifat alami dan ada watak yang diperoleh
melalui kebiasaan atau latihan. Kedua watak tersebut pada hakikatnya tidak
alami, walaupun kita diciptakan dengan menerima watak, akan tetapi watak
tersebut dapat diusahakan melalui pendidikan dan pengajaran.

Dalam pembahasan tentang watak tersebut, Ibnu Maskawih tidak


mengambil diskursus dari ayat-ayat al-Qur’an dan as-Sunnah. Karena
menurutnya, akhlak dalam Islam dibangun atas fondasi kebaikan dan
keburukan. Kebaikan dan keburukan tadi berada pada fitrah, sehingga segala
sesuatu yang dianggap baik oleh fitrah dan akal yang lurus, ia termasuk bagian
dari akhlak yang baik dan sebaliknya yang dianggap jelek, ia termasuk akhlak
yang buruk.

8
Lebih lanjut, Ibnu Miskawih juga menegaskan bahwa pendidikan akhlak
didasarkan pada doktrin jalan tengah. Menurutnya, jalan tengah diartikan
dengan keseimbangan, moderat, harmoni, utama, mulia atau posisi tengah
antara dua ekstrem baik dan buruk yang ada dalam jiwa manusia. Posisi tengah
jiwa bahimiyah adalah iffah, yaitu menjaga diri dari perbuatan dosa dan
maksiat. Selanjutnya posisi tengah jiwa al-ghadabiyah adalah al-saja’ah, yaitu
keberanian yang dipertimbangkan untung dan ruginya. Sementara posisi tengah
jiwa nathiqah adalah al-hikmah, yaitu kebijaksanaan. Adapun perpaduan dari
ketiga posisi tengah tersebut adalah keadilan atau keseimbangan. Keempat
keutamaan (al-fadhilah akhlak al-iffah, al-saja’ah, al-hikmah dan al-‘adalah)
adalah merupakan pokok atau induk akhlak yang mulia. Adapun lawannya ada
empat pula, yaitu al-jah, as-syarh, al-jubn dan al-jur.5

Setiap keutamaan tersebut menurut Abudin Nata, (2000) memiliki dua


ekstrem, yang tengah bersifat terpuji dan yang ekstrem bersifat tercela. Oleh
sebab itu, manusia harus senantiasa berada pada jalan tengah supaya ia tidak
jatuh, namun selamat dari kehinaan. Namun demikian, sayang sekali doktrin
jalan tengah yang dikemukakan oleh Ibnu Miskawih tersebut sama seklai tidak
mengutip ayat al-Qur’an atau al-Hadits sebagai sumber ajaran Islam.

Adapun pemikiran Ibnu Maskawih tentang konsep pendidikan akhlak


sebagaimana dijelaskan oleh Abuddin Nata (2000) dalam salah satu tulisannya,
adalah sebagai berikut:6

a. Tujuan Pendidikan Akhlak

Ibnu Miskawih mengatakan bahwa tujuan pendidikan akhlak adalah


terwujudnya sikap bathin, yang mampu mendorong ssecara spontan

5
Heri Gunawan, Pendidikan Islam Kajian Teoritis dan Pemikiran Tokoh, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2014) Hal 310.
6
Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Remaja Rosdakarya, 2000).

9
untuk melahirkan semua perbuatan yang bernilai baik, sehinga
mencapai kesempurnaan dan memperoleh kebahagiaan (al-As’adat)
yang sejati dan sempurna. Bahwa persoalan al-sa’adat merupakan
[ersoalan yang utama dan mendasar bagi kehidupan umat manusia
dan sekaligus bagi pendidikan akhlak. Menurut M Abdul Hak Ansari,
al-sa’adat merupakan konsep komprehensif yang didalamnya
terkandung unsur kebahagiaan (hapiness), kemakmuran (prosperity),
keberhasilan (success), kesempurnaan (perfection), kesenagan
(blessedness), dan kecantikan (beutitude).

b. Tentang Pendidik

Menurut Ibnu Maskawih, pendidik mempunyai tugas dan tanggung


jawab untuk meluruskan peserta didik melalui ilmu rasional, agar
mereka dapat mencapai kebahagiaan intelektual dan mengarahkan
peserta didik pada disiplin-disiplin praktis, serta aktivitas intelektual,
agar dapat mencapai kebahagiaan praktis. Dari pernyataan tersebut
dapat diketahui bahwa pandangan Ibnu Maskawih tentang pendidik
sesuai dengan pandangannya tentang daya jiwa yang ada dalam diri
manusia, dan pendidik mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk
mengembangkan ilmu yang bersifat rasional dan praktis tersebut,
sehingga filsafat Ibnu Maskawih dapat dikatagorikan pada filsafat
etika praktis dan teoritis. Pandangan Ibnu Maskawih tentang pendidik
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu orang tua dan guru. Sementara itu,
guru menurutnya ada dua, yaitu guru ideal mua’lim al-hakim dan guru
biasa, dengan persyaratan masing-masing. Adapun pandangan Ibnu
Maskawih tentang kewajiban peserta didik adalah mencintai guru
yang melebihi cintanya terhadap orang tua. Bahkan kecintaan peserta
didik terhadap gurunya disamakan pada perasaan cinta kasih. Dengan

10
adanya dasar semacam ini, proses pembelajaran diharapkan berjalan
sesuai dengan yang diharapkan.

c. Tentang metode pendidikan akhlak

Terkait dengan metode pendidikan akhlak, menurut Ibnu Miskawih,


dalam upaya mencapai akhlaq yang baik, maka seseorang perlu
melakukan hal utama berikut ini: pertama, kemauan yang sungguh-
sungguh. Adanya kemauan secara sungguh-sungguh untuk berlatih
secara terus menerus dan menahan diri (al-adat wa al-jihad) untuk
memperoleh keutamaan dan kesopanan yang sebenarnya adalah
sesuai dengan keutamaan jiwa. Latian ini bertujuan untuk menahan
kemauan jiwa al-syahwaniyyat dan al-ghadabiyyat. Latian yang
dilakukan antara lain adlah dengan cara tidak berlebihan makan dan
minum. Kedua, menjadikan pengetahuan dan pengalaman orang lain
sebagai cermin bagi dirinya, yaitu pengetahuan dan pengalaman
berkenaan dengan hukum akhlak yang berlaku sebagai sebab
munculnya kebaikan dan keburukan bagi manusia. Dengan cara ini
seseorang tidak akan hanyut kepada perbuatan yang tidak baik, karena
ia bercermin kepada perbuatan buruk dan akibat buruk yang dialami
orang lain.

d. Tentang materi pendidikan akhlak

Ibnu Miskawih mencoba mengklasifikasikan materi pendidikan


akhlak kedalam tiga klasifikasi, yaitu pertama, hal-hal yang wajib
bagi jiwa manusia; dan ketiga, hal-hal yang wajib bagi hubungannya
dengan sesama manusia. Rupanya pembagian semacam ini tidak
terlepas dari pembagiannya tentang daya jiwa manusia. Dari ketiga
pokok materi tersebut akan diperoleh ilmu yang secara garis besar
dapat dikelompokkan menjadi dua: pertama, ilmu-ilmu tentang

11
pemikiran (al-'Ulu‘ al-fikriyah) kedua, ilmu-ilmu yang berkaitan
dengan indra (al-‘ulum al-hissiyat.

e. Tentang lingkungan pendidikan

f. Al-sa’adat atau kebahagiaan tidak akan dapat dicapai oleh manusia


tanpa bantuan orang lain, kebahagiaan bisa dicapai jika manusia
bekerja sama, saling tolong menolong dan saling melengkapi. Kondisi
tersebut akan tercipta jika sesama manusia saling mencintai. Menurut
Ibnu Miskawih, sebaik-baik manusia adalah orang yang berbuat baik
terhadap keluarga dan oran-orang yang masih ada kaitan dengannya;
baik saudara, anak atau orang yang masih ada hubungan dengan
saudara atau anak, kerabat, keturunan, rekan, tetangga, kawan atau
kekasih. Salah satu tabiat manusia adalah memelihara diri. Untuk
memperolehnya secara bersama-sama dengan makhluk sejenisnya,
diantaranya adalah dengan cara melakukan pertemuan seperti shalat
jamaah. Untuk mencapai lingkungan yang demikia, maka kepada
negara dan aparatnya wajib menciptakannya. Walaupun Ibnu
Miskawaih tidak membicarakan tentang lingkungan secara umum.

g. Tentang konsep Pembelajaran

Menurut Ibnu Miskawih, pembelajaran ini tidak akan berjalan dalam


jalanya yang benar, kecuali jika memerhatikan berbagai prinsip
berikut ini: pertama, memerhatikan persiapan, perbedaan individu
yang berbeda diantara para individu manusia. Persiapan ini
dimungkinkan dengan dua aspek berikut ini:

1) Dari segi pembelajaran yang dipandang hina olehnya

2) Persiapan siswa untuk berkembang dana berubah

12
Kedua, menjaga keseimbangan perilaku siswa dalam aturan yang
bersikap khusus yang disesuaikan dengan perkembangan anak baik
dari segi psikis (jiwa) maupun fisiknya

Apabila anak melakukan kesalahan dalam suatu waktu, makan jangan


dijelekkan dan jangn pula dibuka kesalahan yang telah ditampilkan itu.
Bahkan sebaiknya dilupakan, khususnya jika ia berusaha dengan
sungguh-sungguh untuk menutupinya (Al-Kailani, 1985:130)

13
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Nama lengkap Ibnu Miskawaih adalah Abu Ali Ahmad bin Muhammad
bin Yaqub ibn Miskawaih. Ia lahir di kota Ray (Iran) pada 320 H (932) M) dan
wafat di Asfahan 9 Safar 421 H (16 Februari 1030 M). Ia belajar sejarah dan
filsafat, serta pernah menjadi khazin (pustakawan) Ibn al-‘Abid dimana dia dapat
menuntut ilmu dan memperoleh banyak hal positif berkat pergaulannya dengan
kaum elit.

Pandangan Ibnu Maskawih terdapat manusia tidak jauh berbeda dengan


pandangan para filsuf lainnya. Menurut pandangannya, manusia adalah mahluk
yang memiliki keistimewaan karena dalam kenyataannya manusia memiliki
daya pikir. Karakteristik pemikiran Ibnu Maskawih dalam pendidikan akhlak
secara umum dimulai dengan pembahasan tentang akhlak (karakter/akhlak).
Menurutnya, watak itu ada yang bersifat alami dan ada watak yang diperoleh
melalui kebiasaan atau latihan. Kedua watak tersebut pada hakikatnya tidak
alami, walaupun kita diciptakan dengan menerima watak, akan tetapi watak
tersebut dapat diusahakan melalui pendidikan dan pengajaran.

Pemikiran akhlak beliau banyak dipengaruhi oleh para filsuf Yunani,


seperti Aristoteles, Plato, dan Galeh, yakni meramu pemikiran-pemikiran
tersebut dengan ajaran-ajaran Islam. Selain dipengaruhi oleh filsuf Yunani,
Ibnu Miskawih juga banyak dipengaruhi filsuf Muslim, seperti Al-Kindi, Al-
Farabi dan Al-Razi, serta filsuf yang lainnya. Oleh karena itu, corak pemikiran
Ibnu Maskawih dapat dikategorikan ke dalam tipologi etika filosofi (etika
rasional), yaitu pemikiran etika yang banyak dipengaruhi oleh para filsuf,
terutama para filsuf Yunani.

14
DAFTAR PUSTAKA

Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam. Jakarta: PT Remaja


Rosdakarya, 2000.

Elfurqona V ol . 01 N o .0 1 A g u s t us 20 15 Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan


Dalam Upaya Mencari Format Pendidikan yang Islami (Kajian Pemikiran
Ibnu Miskawaih)

Heri Gunawan, Pendidikan Islam Kajian Teoritis dan Pemikiran Tokoh. Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2014.
Jalaluddin, Umar Said, Filsafat Pendidikan Islam (konsep dan perkembangan
pemikirannya). Jakarta: Raja Grafindo Press, 1994.

Jurnal Aqlam -- Journal of Islam and Plurality -- Volume 1, Nomor 1, Juni 2016
Pemikiran Etika Ibnu Miskawih, Nizar.

Nazhruna: Jurnal Pendidikan Islam Vol. 2 No 1 2019. Issn: 2614-8013. Hal. 87-107
DOI: 10.3153/nzh.v2i1.189 Analisis Filosofis Pemikiran Ibnu Maskawih,
(Sketsa Biografi, Konsep Pemikiran Pendidikan dan Relevansinya di Era
Modern) Ahmad Wahyu Hidayat & Ulfa Kesuma.

15

Anda mungkin juga menyukai