Anda di halaman 1dari 6

Kebebasan Berekspresi dalam RUU Permusikan dari Perspektif

Demokrasi
Disusun oleh:
Margaretha Reissa Melati
Ulfa Nur Oktiana

Hak asasi manusia merupakan hal yang sangat krusial dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara dimana setiap orang wajib menghormati hak asasi orang
lain dan negara juga wajib untuk menjamin, melindungi dan menghormati hak asasi
setiap warga negaranya tanpa adanya diskriminasi. Dalam Undang-undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, negara menjamin hak-hak asasi warga
negaranya yang tercantum dalam pasal 28A hingga pasal 28J. Salah satunya yaitu
pasal 28E ayat (3) mencantumkan bahwa setiap orang berhak atas kebebasan
berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat. Diakuinya hak-hak serta
kebebasan perseorangan itu juga tertuang dalam Universal Declaration of Human
Right yang diterima baik oleh PBB pada tanggal 10 Desember 1948.

Seperti yang kita ketahui bahwa dalam awal mula penyusunan pasal ini yang
diusulkan oleh Bapak Proklamator kita, Moh. Hatta, cukup menuai kontroversi
diantara para petinggi bangsa ini. Kemudian pada masa orde baru, kebebasan
seseorang untuk mengeluarkan pendapatnya sangat dibatasi.

Indonesia merupakan negara yang menganut sistem pemerintahan demokrasi


Pancasila dan juga sebagai negara hukum dimana nilai utama demokrasi adalah
mendengarkan pendapat dan keinginan rakyat, namun justru terbungkam. Dengan
dibungkamnya dan dibatasinya hak rakyat untuk menyalurkan aspirasinya maka
demokrasi tidak dapat dijalankan dengan baik.
Seiring berjalannya waktu, pemerintah Indonesia semakin menyadari
pentingnya hak asasi manusia dalam kelancaran penerapan demokrasi di Indonesia.
Demokrasi Pancasila dimana dalam penerapannya kemanusiaan sangat dijunjung
tinggi dan kebebasan untuk berekspresi dan mengeluarkan pendapat adalah bagian
dari itu.. Semua platform baik sosial media maupun kegiatan diskusi formal dan
informal dapat menjadi sarana masyarakat untuk mengeluarkan pendapatnya, baik
itu berupa kritik maupun hanya pemikiran belaka.
Hak asasi manuisa sebagai anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa yang melekat
sejak lahir yang dimiliki manusia alam mempertahankan hidupnya di muka bumi.
D.Scheltens mengemukakan bahwa HAM adalah hak yang bersumber dari hukum
alam, tetapi sumber utamanya dari Tuhan.1 Tentunya konsep HAM ini sudah

1
Nurul Qomar,, Hak Asasi Manusia Dalam Negara Hukum Demokrasi, Sinar Grafika, Jakarta, 2014,
16
disesuaikan dengan kebudayaan Indonesia dan berdasarkan Pancasila dan UUD
1945 dan telah diatur dalam UU No. 13 Tahun 1999 tentang HAM. Berbicara
mengenai penegakan HAM di Indonesia tak lepas dari Indonesia sebagai negara
hukum yang berdemokrasi.

Indonesia adalah negara yang menganut sistem pemerintahan demokrasi.


Mulai dari demokrasi liberal pada tahun 1950 berganti menjadi demokrasi
terpimpin pada tahun 1959-1965 hingga akhirnya saat ini Indonesia memakai
sistem demokrasi Pancasila. Demokrasi sendiri pertama kali diperkenalkam oleh
filsuf Yunani bernama Aristoteles yang berarti debuah bentuk pemrintahan yang
menggariskan bahwa kekuasaan berada ditangan rakyat. Sedangkan beberapa
pendapat ahli mengemukakan mengenai demokrasi Pancasila. Menurut Prof Dardji
Darmo Diharjo, S.H demokrasi Pancasila adalah paham demokrasi yang bersumber
kepada kepribadian dan falsafah hidup bangsa Indonesia yang perwujudannya
seperti dalam ketentuan-ketentuan pembukaan UUD 1945.2 Kemudian prof.Dr.Drs.
Notonegoro, S.H berpendapat demokrasi Pancasila adalah kerakyatan yang
dipimpin oleh kebijaksanaan dalam permusyawartan/perwakilan, serta dengan
mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.3

Demokrasi dan HAM tidak dapat dipisahkan dan menjadi sebuah kesatuan
dalam membangun sebuah negara, tidak heran bahwa Prof. Jimly Asshiddiqie
mengatakan bahwa hubungan HAM dan demokrasi bersifat kohesi urgent karena
keduanya meletakkan nilai dan kepentingan rakyat sebagai manusia yang harus
terhormati dan terperhatikan dalam tatanan kehidupan bernegara, berpemerintah
dan beremasyarakat.4 Salah satu prinsip demokrasi Pancasila adalah adanya
perlindungan terhadap HAM. Demokrasi dapat bertumbuh subur bila HAM
dihormati. Sebaliknya HAM akan dihormati bila demokrasi dipraktikkan.

Musik adalah sarana yang universal dan banyak digunakan orang untuk
berekspresi dan menyampaikan pemikirannya dengan cara yang indah. Namun saat
ini sedang banyak diperbincangkan oleh masyarakat Indonesia mengenai RUU
Permusikan yang sangat kontroversial. Terlepas dari tujuannya untuk melindungi
hak-hak para musisi lokal dan nasional serta mempertahankan budaya Indonesia.
RUU ini mengandung beberapa pasal yang menurut penulis kurang mencerminkan
adanya kebebasan masyarakat untuk berpendapat dan berkreasi. Dalam tulisan ini
akan dibahas mengenai keberadaan HAM khususnya kebebasan berekspresi dan
berpendapat dalam RUU Permusikan sebagai implementasi dari demokrasi
Pancasila

2
Wahidin, Pendidikan kewarganegaran, In Media, 2013, 76
3
ibid
4
Nurul Qomar, Hak Asasi Manusia Dalam Negara Hukum Demokrasi, Sinar Grafika, Jakarta : 2014
,21
Seiring dengan perkembangan teknologi muncul beberapa masalah terkait
industri permusikan. Hingga pada bulan Agustus 2018 dibentuklah RUU
Permusikan. Akan tetapi dengan dibentuknya RUU Permusikan ini justru
menimbulkan banyak reaksi yang pro dan kontra datang dari musisi, budayawan
hingga pelaku industri musik terhadap keberadaan RUU Permusikan ini. Mereka
menilai RUU Permusikan ini memuat ketentuan yang dianggap sebagai pasal karet.

Pasal yang dianggap sebagai pasal karet tersebut dikhawatirkan dapat


berpotensi membatasi ruang gerak kebebasan berekspresi musisi. Pasal-pasal
yang dianggap sebagai pasal karet tersebut yakni diantaranya pasal 5, dan
pasal 32. Pasal 5 tersebut dinilai sebagai pasal karet karena tidak ada tolak ukur
yang jelas terkait larangan yang ada. Dalam pasal ini juga terdapat beberapa kata
yang tidak jelas sehingga dapat menimbulkan multitafsir yakni diantaranya :
“menista”, “merendahkan”, dan “memprovokasi”. Penafsiran makna yang ada pada
sebuah lagu juga tidak selalu sama antara aparat penegak hukum dengan pencipta
lagu. Selain pasal dinilai sebagai karet, pasal 5 (e) RUU Permusikan yang berbunyi
“Dalam melakukan Proses Kreasi, setiap orang dilarang mendorong khalayak
umum melakukan tindakan melawan hukum” dinilai bertentangan dengan prinsip
demokrasi. Jika dalam praktiknya produk hukum atau kebijakan yang dikeluarkan
oleh pemerintah bertentangan dengan kepentingan masyarakat, maka masyarakat
dalam hal ini pelaku musik harus mendapat kebebasan untuk mengkritisi produk
hukum atau kebijakan yang dibuat pemerintah, bukan malah dibatasi kebebasan
berekspresinya. Dari kebebasan mengemukakan pendapat kita menjadi lebih
mengetahui apa kekurangan dan kelebihan dalan proses pemerintahan atau dalam
diri kita. Kebebasan berpendapat merupakan salah satu upaya pemenuhan Hak asasi
Manusia yang berdasarkan UUD 1945.5 Selain itu terdapat pasal 32, didalam pasal
ini untuk diakui sebagai pelaku musik sesorang wajib mengikuti uji kompetensi.
Hal ini tentu akan membatasi ruang gerak pelaku musik. Karena dengan adanya uji
kompetensi tentu tidak semua orang mampu untuk diakui sebagai pelaku musik,
penilaian kelayakan seseorang untuk diakui sebagai pelaku musik dikhawatirkan
tidak objektif. Jika RUU ini benar disahkan, maka pelaku musik yang tidak lolos
atau tidak melakukan uji kompetensi akan dianggap melakukan perbuatan melawan
hukum, tentu saja hal tersebut tidak adil.

Adanya kebebasan untuk menyatakan pendapat dan berserikat, merupakan


persyaratan mutlak yang harus dimiliki oleh suatu Negara demokrasi. Kebebasan
ini harus pula dijamin didalam Undang-Undang Negara yang bersangkutan.6
Demokrasi harus didukung oleh kebebasan individu dalam mengekpresikan

5
Amira Rahma Sabela-Dina Wahyu Pritaningtias, “Kajian Freedom of Speech and Expression
dalam Perlindungan Hukum terhadap Demonstran di Indonesia”. Lex Scientia Law Review. Vol. 1
No 1, November 2017,82.
6
Krisna Harahap, HAM dan Upaya Penegakannya di Indonesia (Bandung : PT Grafitri Budi
Utami, 2001), hal. 70
gagasan dan kreativitasnya. Karena demokrasi menuntut kebebasan berpendapat,
maka tidak aka nada sensor terhadap pendapat. 7Keberadaan RUU Permusikan ini
juga dinilai tidak sejalan dengan prinsip demokrasi yang dianut oleh Negara
Indonesia, dimana yang sejatinya demokrasi merupakan kekuasaan dari Rakyat,
oleh Rakyat dan untuk Rakyat tidak tercermin didalam RUU Permusikan ini. Jika
dalam sebuah demokrasi rakyatlah yang paling dipentingkan, maka dalam
tatarannya aplikasinya segala bentuk kebijakan harus bertujuan untuk kesejahteraan
rakyat.8 RUU Permusikan dinilai memuat ketentuan yang bertentangan dengan
UUD 1945 pasal 28 E dan banyak musisi menentang adanya RUU Permusikan ini
mereka menilai dengan adanya RUU Permusikan ini justru akan menghambat serta
membatasi proses kreasi para musisi. Sebagaimana diuraikan sebelumnya pasal 5
RUU Permusikan yang dianggap sebagai pasal karet yang didalamnya terdapat
beberapa istilah yang rawan menimbulkan multitafsir dikhawatirkan akan menjadi
celah bagi penguasa atau pihak-pihak tertentu untuk melakukan persekusi terhadap
pelaku musik. Dengan munculnya kekhawatiran ini tentu selain menghambat
proses kreasi para musisi, hal ini juga berdampak pada adanya pembatasan kritik
bagi pemerintah atau penguasa yang sering diwujudkan dalam bentuk lagu.
Sehingga jika RUU Permusikan ini tetap berlanjut dan disahkan dalam bentuk
Undang-Undang maka dikhawatirkan akan menghambat jalannya demokrasi yakni
kondisi dimana pemerintah atau penguasa yang mengekang kebebasan berekspresi
bagi rakyatnya serta menimbulkan pemerintahan yang anti kritik.
Keputusan untuk dibentuk regulasi khusus terkait permusikan saat ini bukan
sesuatu yang mendesak. RUU Permusikan ini justru mampu membatasi atau bahkan
mematikan kebebasan berekspresi para pelaku musik, memtikan sumber
perekonomian para pelaku musik yang menggantungkan hidupnya dari kegiatan
bermusik serta yang terpenting RUU Permusikan ini akan menghambat jalannya
demokrasi di Negara Indonesia. Dimana demokrasi yang seharusnya mampu untuk
menampung aspirasi serta kritik dari masyarakat, dengan adanya pembatasan
berekspresi maka demokrasi akan berjalan tidak baik.

Dari berbagai uraian diatas keberadaan regulasi khusus tentang permusikan


dirasa saat ini belum dibutuhkan. Hingga saat ini regulasi serta Undang-Undang
yang telah ada pun sudah mengatur mengenai hal-hal yang telah diatur didalam
RUU Permusikan. Diantaranya UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, UU No.
5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan, dan UU No. 19 Tahun 2016
Informasi dan Transaksi Elektronik. Sehingga langkah yang dirasa tepat untuk
mengatasi berbagai problematika dari keberadaan industri musik yakni pemerintah

7
Gadung Kurniawan, “Kebebasan Sebagai Hakekat Demokrasi”. Jurnal Inovatif. Vol VIII No I,
Januari 2015, 100
8
Fauzan Khairazi, “Implementasi Demokrasi dan Hak Asasi Manusia di Indonesia”. Jurnal
Inovatif. Vol. VIII No 1, Januari 2015, 91
diharapkan mengoptimalkan penegakan hukum terhadap setiap pelanggaran
pelaksanaan Undang-Undang yang telah ada tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Krisna, Harahap, 2001, HAM dan Upaya Penegakannya di Indonesia, Bandung, PT.
Grafitri Budi Utami.

Nurul, Qomar, 2014, Hak Asasi Manusia Dalam Negara Hukum Demokrasi,
Jakarta, Sinar Grafika.
Wahidin, 2013, Pendidikan Kewarganegaraan, In Media.
Khairazi, Fauzan, “Implementasi Demokrasi dan Hak Asasi Manusia di
Indonesia”, Jurnal Inovatif, Vol. VIII, No.1,, Januari 2015.

Kurniawan, Gadung, “Kebebasan Sebagai Hakekat Demokrasi”, Jurnal Inovatif,


Vol. VIII, No. 1, Januari 2015.

Sabela, Rahma, Amira, et al., “Kajian Freedom of Speech and Expression dalam
Perlindungan Hukum terhadap Demonstran di Indonesia” Lex Scientia Law
Review, Vol. 1 No 1, November 2017.

Anda mungkin juga menyukai