Anda di halaman 1dari 5

Artikel Asli

PROFIL DERMATITIS KONTAK ALAS KAKI


DI POLIKLINIK ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA
Erni Rohmawati, Nur Fitri Astuti, Dwi Retno Adi Winarni, Sri Awalia Febriana, Niken Indrastuti

Bagian/ SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin


FK Universitas Gadjah Mada/RSUP dr. Sardjito Yogyakarta

ABSTRAK
Latar belakang: Dermatitis kontak alas kaki merupakan dermatosis pada kaki yang sering
terjadi, dan harus dipertimbangkan pada pasien dermatosis kronis pada kaki. Informasi etiologi,
lokasi, alergen penyebab dermatitis tersebut diperlukan dalam penanganan. Penelitian dermatitis
kontak alas kaki di Indonesia masih jarang.
Tujuan: Untuk mengetahui profil pasien dermatosis pada kaki dengan pembahasan utama
pada dermatitis kontak alas kaki di Poliklinik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP Dr
Sardjito tahun 2008 sampai 2010
Subyek dan metode: Merupakan penelitian retrospektif dari catatan medis pasien dermatosis
pada kaki di Poliklinik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP Dr Sardjito Yogyakarta dari
Januari 2008 sampai Desember 2010.
Hasil: Terdapat 64 (7,5%) pasien dermatitis kontak alas kaki dari 858 pasien dermatosis
pada kaki dan 13 (20,3%) pasien di antaranya dilakukan uji tempel. Hasil uji tempel didapatkan
2 bahan akselerator karet, N,N-diphenyl guanidine 1% (12,9%) dan 2-mercaptobenzothiazole
(MBT) 2% (12,9%) sebagai alergen penyebab tersering. Sebagian besar pasien adalah wanita
(70,3%), 19 (29,7%) pasien dengan riwayat atopi, keluhan terbanyak adalah pruritus (85,3%),
lesi tersering pada punggung kaki (43,8%), dan jenis alas kaki tersering adalah sandal jepit karet
(48 ,7 %).
Simpulan: Dermatitis kontak alas kaki lebih sering ditemukan pada wanita dengan keluhan
utama pruritus, lesi tersering pada punggung kaki dan karet merupakan penyebab terbanyak
(MDVI 2011; 38/s: 2s - 6s)

Kata kunci: dermatosis pada kaki, dermatitis kontak alas kaki

ABSTRACT
Background: Shoe dermatitis is a common foot dermatosis and should be considered in all
patients with chronic foot dermatosis. Information about the etiology, location, and the allergens
that cause shoe dermatitis is needed to treat the patients. The study about shoe dermatitis is rarely
done in Indonesia.
Aim: To evaluate the profile foot dermatosis with the main focus is on shoe dermatitis
patients in Dermato-Venerology Clinic of Sardjito Hospital Yogyakarta from 2008 to 2010
Subject and methods: A retrospective study has been conducted based on medical record of
foot dermatosis outpatients of Dermato-Venerology Clinic of Sardjito Hospital, Yogyakarta from
January 2008 to December 2010
Result: There were 64(7.5%) of shoe dermatitis patients among 858 foot dermatosis patients.
The patch test was done in 13 (20,3%) patients. Two rubber accelerator, N,N-diphenyl guanidine
1% (12.9%) and 2-mercaptobenzothiazole (MBT) 2% (12.9%) were the leading cause of shoe
dermatitis. The majority of patients was female (70.3%). There were 19 (29.7%) patients had
atopic history. The most complaint was pruritus (85.3%), the most common location was dorsum
feet (43.8%) and the most common footwear was rubber flip flops (48.7%)
Conclusions: Shoe dermatitis is the most common finding among females with pruritus as a
Korespondensi: chieft complaint. Dorsum feet is likely the most site involved, with rubber as the main cause of shoe
Jl. Kesehatan No.1 A, Yogyakarta dermatitis.(MDVI 2011; 38/s: 2s - 6s)
Telp. 027 4-560700
Email: rspb_erni@yahoo.co.id Key words: foot dermatosis, shoe dermatitis

2S
Erni Rohmawati dkk. Profil Dermatitis Kontak Alas Kaki di RSUP dr. Sardjito Yogyakarta

PENDAHULUAN kaki di Poliklinik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP dr.
SardjitoYogyakarta periode Januari 2008 sampai Desember 2010.
Dermatitis kontak alas kaki merupakan salah satu
bentuk dermatitis kontak akibat pajanan alas kaki dan harus Metode
dipertimbangkan pada pasien dengan dermatosis kronis Penelitian retrospektif ini dilakukan berdasarkan
pada kaki.1,2 Prevalensi dermatitis kontak alas kaki berkisar catatan medis pasien dermatosis pada kaki di Poliklinik Ilmu
1,5%-11% di antara pasien dermatitis kontak.1 Dermatitis Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP dr. Sardjito Yogyakarta
kontak alas kaki dapat mengenai laki-laki dan perempuan dari Januari 2008 sampai Desember 2010. Data yang
dengan berbagai usia, termasuk anak. Berbagai bahan kimia dievaluasi adalah usia, jenis kelamin, keluhan utama, lokasi
disertai lingkungan panas dan lembab di dalam sepatu, lesi, faktor pencetus, jenis alas kaki yang digunakan, dan
membuat keadaan yang mendukung untuk timbulnya hasil uji tempel.
dermatitis kontak iritan maupun alergi.2
Dermatitis kontak alas kaki biasanya disebabkan oleh
konstituen dari karet, kulit, perekat, dan jarang oleh pelapis HASIL DAN PEMBAHASAN
dan pewarna. Jenis alergen bervariasi di berbagai negara,
bergantung pada tradisi lokal dan bahan kimia maupun Terdapat 64 (7,1%) pasien dermatitis kontak alas kaki
bahan lainnya yang digunakan selama pembuatan alas kaki.2 dari 858 pasien dermatosis pada kaki di Poliklinik Ilmu
Data mengenai dermatitis kontak alas kaki di masyarakat Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP dr. Sardjito Yogyakarta
masih kurang. Informasi mengenai etiologi, lokasi lesi, dan periode Januari 2008 sampai Desember 2010. Dermatosis
alergen penyebab dermatitis kontak alas kaki diperlukan pada kaki terbanyak adalah dermatitis bukan karena kontak
dalam penanganan pasien. Penelitian ini bertujuan untuk alas kaki (36,3%) diikuti oleh keratoderma plantaris (16,8%).
mengetahui profil pasien dermatosis pada kaki dan Karakteristik pasien dermatosis pada kaki dapat dilihat pada
pembahasan utama pada dermatitis kontak alas kaki di Tabel 1. Seperti pada bagian tubuh yang lain, beberapa
Poliklinik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP dr. diagnosis banding yang harus dipertimbangkan pada
Sardjito tahun 2008 sampai tahun 2010. dermatosis kaki meliputi dermatitis kontak alergi (DKA),
dermatitis kontak iritan, dishidrosis, psoriasis, tinea pedis,
liken planus, juvenile plantar dermatosis, dan reaksi id.3,4
SUBYEK DAN METODE Hasil penelitian ini serupa dengan penelitian yang dilakukan
Ungpakorn dkk.5 Pada penelitian tersebut dermatosis pada
Subyek kaki terbanyak adalah eksema (12,7%), diikuti psoriasis
Subyek pada penelitian ini adalah pasien dermatosis pada (8,8%) dan penyakit jamur (5,95%).6

Tabel 1. Karakteristik pasien dermatosis pada kaki di Poliklinik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP dr. Sardjito Yogyakarta
periode 2008-2010

Diagnosis Jumlah subyek Persentase Jenis kelamin

Laki-laki Perempuan

Dermatitis kontak alas kaki 64 7,1 19 45

Dermatitis bukan karena kontak alas kaki. 328 36,3 167 161

Keratoderma plantaris 152 16,8 44 108

Infeksi bakteri 25 2,8 18 7

Infeksi virus 140 15,5 78 62

Infeksi jamur 100 11,1 57 43

Kalus dan klavus 30 3,3 18 12

Ulkus 17 1,9 13 4

Lain-lain 47 5,2 31 16

3S
MDVI Vol 38 No. Suplemen Tahun 2011; 2 s - 6 s

Perbandingan usia pasien dermatitis kontak alas kaki Keluhan utama yang dirasakan pasien pada penelitian
dapat dilihat pada Tabel 2. Pada tabel tersebut terlihat ini berupa pruritus (85,3%). Hasil tersebut sesuai dengan
sebagian besar pasien berada dalam rentang usia 41-50 penelitian Rani dkk. (2003) yang menunjukkan bahwa gejala
tahun, sesuai dengan beberapa penelitian sebelumnya.2,6 yang paling sering dikeluhkan pasien adalah pruritus
Tabel 3 menunjukkan data mengenai demografi, keluhan (100%), rasa terbakar, dan nyeri. 2 Sepuluh pasien
utama, dan hasil uji tempel. Sebagian besar pasien dermatitis menunjukkan oklusi dan 5 pasien mengatakan musim kering
kontak alas kaki adalah perempuan (70,3%), pekerjaan sebagai faktor pencetus. Lingkungan yang panas dan
terbanyak adalah pekerja kantor (26,6%), selanjutnya lembab dalam sepatu memberikan media yang sesuai untuk
pelajar/mahasiswa dan ibu rumah tangga yang memiliki terjadinya DKA terhadap bahan sepatu.2 Faktor pencetus
persentase sama banyak yaitu 17,2%. Penelitian ini utama pada dermatitis kontak alas kaki, meliputi panas,
menunjukkan rasio perempuan terhadap laki-laki pada pasien gesekan, oklusi, hiperhidrosis, dan atopi.6 Riwayat atopi
dermatitis kontak alas kaki adalah 2,4:1. Hal tersebut sedikit pada pasien maupun keluarga pasien ditemukan pada 29,7%
berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Rani dkk.2 dari seluruh pasien, mendukung pernyataan bahwa individu
yang mendapatkan rasio perempuan terhadap laki-laki dengan riwayat atopi memiliki kepekaan terhadap terjadinya
adalah 4,7:1. DKA terhadap alas kaki. 1 Pada penelitian Freeman
didapatkan pasien dermatitis kontak alas kaki dengan riwayat
Tabel 2. Usia pasien dermatitis kontak alas kaki
atopi sebesar 43%.7
Rentang usia (tahun) Jumlah pasien Persentase
Tabel 4. Persentase lokasi lesi dermatitis kontak alas kaki
0-10 2 31 dan tipe alas kaki yang digunakan
11-20 5 7,8
Lokasi lesi Persentase
21-30 13 20,3
31-40 8 12,5 Dorsal kaki 43,8
41-50 16 25,0 Plantar kaki 23,8
51-60 9 14,1 Kura-kura kaki 1
61-70 6 9,4 Dorsal jari kaki 16,2
71-80 5 7,8 Lateral kaki 1,9
Plantar jari kaki 3,1
Tabel 3. Data demografi, keluhan utama, riwayat atopi, dan Tumit 1,6
data uji tempel pada pasien dermatitis kontak alas Sela jari 1,6
kaki. Lateral jari kaki 1,6
Jumlah pasien Persentase Jenis alas kaki
Sandal jepit karet 48,7
Jenis kelamin
Sepatu kets 9,2
Laki-laki 19 29,7
Perempuan 45 70,3 Sepatu kulit asli 6,6
Pekerjaan Sepatu kulit imitasi 3,9
Ibu rumah tangga 11 17,2 Sepatu sandal kulit asli 2,6
Pekerja kantor 17 29,3 Sepatu sandal kulit imitasi 7,9
Pelajar/mahasiswa 11 17,2 Sandal jepit kulit asli 6,6
Petani 2 3,1 Sandal jepit kulit imitasi 3,9
Tidak bekerja 2 3,1 Sepatu karet 1,3
Lain-lain 15 23 Sepatu sandal karet 2,6
Tidak ada informasi 6 9,4 Sandal jepit plastik 6,6
Keluhan utama
Pruritus 58 85,3
Nyeri 7 10,3 Lokasi lesi dermatitis kontak alas kaki dan jenis alas
Lain-lain 3 4,4 kaki yang digunakan terlihat pada Tabel 4. Tabel tersebut
Riwayat atopi menunjukkan bahwa persentase tertinggi lokasi lesi pada
Ya 19 29,7 dorsal kaki (43,8%) kemudian diikuti bagian plantar kaki
Tidak 33 51,6 (23,8%) dan dorsal jari kaki (16,2%). Hasil tersebut serupa
Tidak ada informasi 12 18,8 dengan penelitian sebelumnya. 5,8 Penelitian Freeman
Uji tempel menunjukkan lokasi lesi pada 55 kasus dermatitis kontak
Ya 13 20,3
alas kaki adalah dorsal kaki (33%), plantar kaki (29%), dorsal
Tidak 52 81,3
jari (18%), lateral kaki (16%), seluruh permukaan (15%), sisi

4S
Erni Rohmawati dkk. Profil Dermatitis Kontak Alas Kaki di RSUP dr. Sardjito Yogyakarta

tumit pada daerah perekat bahan pembuat kaku heel (11%), dalam. Bahan perekat digunakan pada seluruh alas kaki dan
plantar jari (9%), dan pergelangan kaki (2%).7 sering berkontak erat dengan kaki, misalnya pada
Pola dermatitis kontak alas kaki biasanya mengikuti penggunaan lem untuk bagian sol dalam dan lapisan alas
lokasi bahan kimia yang dicurigai dan menggambarkan kaki. Berbagai bahan tersebut merupakan sebagian besar
perubahan model sepatu. Pengetahuan mengenai penyebab dermatitis kontak alergi. Alas kaki juga memerlukan
konstruksi dan komposisi alas kaki sangat berguna bagi bahan yang membuat kaku pada bagian depan dan bagian
seorang dokter kulit meskipun sulit untuk didapatkan karena tumit, yang mengandung sejumlah alergen potensial.1
desain dan komposisi yang selalu berganti, dan pabrik Dermatitis alas kaki dapat melibatkan daerah dorsal
sepatu biasanya enggan untuk menginformasikan bahan maupun plantar kaki dan biasanya tanpa keterlibatan daerah
yang digunakan. 8 Alas kaki di hampir seluruh dunia kura-kura kaki dan sela jari.1,7 Keterlibatan dorsal kaki pada
mengandung berbagai bahan kimia yang potensial menjadi sebagian besar kasus, kemungkinan disebabkan luasnya
alergen. Sekitar 3700 alergen telah diidentifikasi dan banyak permukaan, stratum korneum yang tipis, serta kontak erat
yang memiliki relevansi klinis dengan alergi alas kaki.1 dan lama dengan alas kaki bagian atas (upper).2 Dermatitis
Konstruksi sepatu, terdiri atas bagian atas sepatu, pada dorsal kaki menunjukkan keterlibatan alergen pada
sol, sol dalam, perekat, bagian tumit (heel), dan bagian jari bagian atas dan lidah sepatu. Pada dermatitis yang mengenai
kaki atau bagian depan. Bagian atas alas kaki dapat terbuat plantar kaki tanpa keterlibatan kura-kura kaki dan sela jari,
dari bahan tradisional, misalnya kulit, dan pada sepatu atletik harus dicurigai dermatitis kontak alas kaki terhadap alergen
dapat terbuat dari bahan sintetik, misalnya busa sol dalam atau lapisan dalam atau perekat yang melekatkan
polyurethane atau neoprene. Neoprene merupakan karet kedua lapisan pada daerah tersebut. Eksim pada dorsal jari
sintetik yang biasanya digunakan untuk bahan busa pada kaki dan di sekitar tumit memberi kesan alergi terhadap bahan
alas kaki. Bahan kulit secara tradisional disamak dengan pembuat kaku pada bagian tumit dan bagian jari kaki, bagian
krom, yang berpotensi membuat pemakainya terpajan dari alas kaki yang mengandung berbagai bahan kimia. Pada
alergen potassium dichromate, dan biasanya disamak penelitian ini terdapat 1,6% pasien dengan keterlibatan
ulang. Kurang lebih 85% penyamakan primer dilakukan daerah sela jari kaki. Dermatitis interdigital kemungkinan
dengan krom, tetapi penyamakan ulang dapat dilakukan disebabkan infeksi mikrobial.1 Sandal jepit karet (48,7%)
dengan cara lain, misalnya dengan penyamakan nabati, merupakan jenis alas kaki yang paling sering digunakan
penyamakan sintetik, dan kadang penyamakan dengan oleh pasien.
tawas. Proses selanjutnya adalah pewarnaan. Pewarnaan Uji tempel dilakukan terhadap 13 (20,3%) pasien dan
menggunakan beberapa pewarna khusus. Semua tahapan data mengenai hasil uji tempel disajikan pada Tabel 5. Alergen
tersebut melibatkan berbagai bahan kimia yang dapat terbanyak adalah N,N-diphenyl guanidine 1%(12,9%) dan
menyebabkan sensitisasi dan dermatitis kontak alas kaki.1,6 MBT 2% (12,9%). Diagnosis dermatitis kontak alas kaki sulit
Sebagian besar bahan yang digunakan pada alas kaki untuk ditegakkan tanpa dilakukan uji tempel.5
bagian atas juga dapat digunakan pada bagian sol dan sol Alergen terbanyak pada penelitian kami adalah N-N-

Tabel 5. Hasil uji tempel pada 13 pasien dermatitis kontak alas kaki

Alergen Jumlah subyek Persentase Deskripsi

N-N- diphenyl guanidine 1% 4 12.9 Akselerator karet


Solven yellow 1 (p-Aminoazobenzene) 0,25% 2 6.5 Pewarna
Fragrance mix II 1 3.2 Parfum
Mercapto mix 1% 3 9.7 Akselerator karet
Paraben mix 1% 3 9.7 Semir
N,N-diphenyl urea 1% 1 3.2 Akselerator karet
Colophony 20% 2 6.5 Lem
2-mercaptobenzothiazole (MBT) 2% 4 12.9 Akselerator karet
Nickel sulphate hexahydrate 5% 3 9.7 Logam
Thiuram mix 1% 1 3.2 Akselerator karet
N-isopropyl N-phenyl paraphenylendiamine 0,1% 1 3.2 Antioksidan karet
2-n-octyl-4-isothiazoline-3-one 0,1% 1 3.2 Pengawet
Potassium dichromate 1 3.2 Kulit
Cl+Me-isothyazoline/Me-isothiazolinone (kathon CG)0,02% 1 3.2 Pengawet

5S
MDVI Vol 38 No. Suplemen Tahun 2011; 2 s - 6 s

diphenyl guanidine 1%, MBT 2%, mercapto mix 1%, pengaruh yang besar pada pemilihan alas kaki. Jenis alas
paraben mix 1%, and nickel sulphate hexahydrate 5%. kaki yang biasa digunakan adalah sepatu sandal dan sandal
Hasil tersebut sesuai dengan penelitian sebelumnya.4,5,9 selop. Sepatu digunakan oleh minoritas penduduk.
Penelitian Priya melaporkan bahwa jumlah pasien terbanyak Dermatitis kontak alas kaki dapat dikelola dengan
(24%) menunjukkan reaksi positif terhadap MBT.9 Penelitian mengenali dan menghindari alergen penyebab. Pasien harus
Shackelford (2002) melaporkan alergen yang paling banyak berusaha menggunakan alas kaki dengan bahan yang
adalah komponen karet (misalnya akselerator, antioksidan, memberi hasil uji tempel negatif dan menghindari alas kaki
retardan, monomer), kulit, dan perekat.4 Penelitian Freeman dengan bahan yang memberi hasil uji tempel positif.10
melaporkan alergen alas kaki yang terbanyak adalah karet
(43,1%), kromat (23,6%), para-tertiary-butylphenol SIMPULAN
formaldehyde resin (PTBFR) (20%), resin (9%), and para-
phenylenediamine (PPD) (3.6%).7 Penelitian ini merupakan penelitian retrospektif dari
Alergen pada alas kaki secara bertahap berubah catatan medis pasien dermatosis pada kaki di Poliklinik Ilmu
sebagai akibat modifikasi dalam teknologi pembuatan Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP dr. Sardjito Yogyakarta
sepatu. Saat ini, alergen penyebab alergi alas kaki yang periode Januari 2008 sampai Desember 2010 untuk
paling umum adalah konstituen karet, perekat, kulit, mengetahui profil pasien dermatosis pada kaki dengan
pewarna, biosida, dan hiasan alas kaki.1 Alergen yang pembahasan utama pada dermatitis kontak alas kaki. Hasil
termasuk bahan kimia karet adalah akselerator karet MBT menunjukkan bahwa keluhan dermatitis kontak alas kaki
2%, thiuram, diphenyl guanidine, karbamat, yang terbanyak adalah pruritus, lokasi tersering adalah
isopropylphenyl-p-phenylendiamine (IPPD), thiourea, punggung kaki, alas kaki yang paling banyak digunakan
dodecyl mercaptan. Dermatitis alas kaki karena bahan kulit, adalah sandal jepit karet. Karet merupakan alergen terbanyak
disebabkan oleh bahan penyamakan maupun pewarna dan pada penelitian ini. Diperlukan uji tempel dengan populasi
alergen yang tersering adalah potassium dichromate 0,25%, yang lebih besar untuk mengetahui hubungan antara
formaldehid, glutaraldehid, dan azo-anilin. Alergen dari gambaran klinis dermatitis dengan alergen penyebab.
perekat biasanya adalah paratertiary butylphenol
formaldehyde resin (PTBFR). Alergen yang tersering pada
hiasan alas kaki adalah nikel sulfat. Alergen yang termasuk DAFTAR PUSTAKA
biosida adalah thimerosal, chloroacetamide dan phenyl 1. Taylor JS, Erker E, Podmore P. Shoes. Dalam: Fosch PJ,
mercuric nitrate.1,7 Menne T, Lipoittevin JP, penyunting. Contact Dermatitis.
Lima akselerator karet MBT, N-N-diphenyl guanidine Edisi ke-14. New York: Springer; 2006. h.703-17
1% , mercapto mix, thiuram mix 1%, dan N,N-diphenyl 2. Rani Z, Hussain I, Haroon TS. Common allergens in shoe
urea 1% merupakan alergen penyebab pada penelitian ini. dermatitis: our experience in Lahore Pakistan. Int J Dermatol.
Frekuensi komponen karet sebagai alergen penyebab pada 2003; 42: 605-7
dermatitis kontak alas kaki menggambarkan penggunaan 3. Nardelli A, Taveirne M, Drighe J, Carbonez A, Degree H,
Goosens A. The relation between the localization of foot
karet pada alas kaki jauh lebih besar.4,7 Hasil penelitian ini
dermatitis and the causative allergens in shoes : a 13-year
menunjukkan kesesuaian dengan tipe alas kaki terbanyak retrospective study. Contact Dermatitis. 2005; 53: 201-6
yang digunakan pasien, yaitu sandal jepit karet. Alergen 4. Shackelford KE, Belsito DV. The etiology of allergic-appearing
lain pada penelitian ini adalah N-isopropyl N-phenyl foot dermatitis: a 5-year retrospective study. J Am Acad
paraphenylendiamine 0,1% sebagai antioksidan karet, Dermatol. 2002; 47: 715-21
solven yellow 1 (p-aminoazobenzene) 0,25% sebagai 5. Ungpakorn R. Lohaprathan S. Reangchainam S. Prevalence of
pewarna, colophony 20% sebagai komponen lem, nickel foot diseases in outpatients attending the institute of
Dermatology, Bangkok, Thailand. Clin Exp Dermatol. 2003;
sulphate hexahydrate 5% sebagai komponen hiasan alas
29: 87-90
kaki, potassium dichromate sebagai komponen kulit, 2-n- 6. Riestschel R, Flower JR JF. Textile and shoe dermatitis. Dalam:
octyl-4-isothiazoline-3-one 0,1% dan Cl+Me- Fisher’s Contact Dermatitis. Edisi ke-5. Philadhelphia:
isothyazoline/Me-isothiazolinone (Kathon CG)0,02% Lippincot William&Wilkins; 2001. h.279-319
sebagai pengawet, dan paraben mix terdapat dalam semir 7. Freeman S. Shoe dermatitis. Contact Dermatitis.1997; 36:
sepatu. Ditemukannya reaksi terhadap fragrance mix II 247-51
mungkin didapat dari obat topikal.1 8. Saha M, Srinivas R, Shenoy SD, Balachandran C, Acharyan S.
Jenis alas kaki yang paling banyak digunakan pada Footwear dermatitis. Contact Dermatitis. 1993; 28: 260-4
9. Priya KS, Kamath G, Martis J, Sukumar D, Shetty NJ, Bhat
penelitian ini adalah sandal jepit karet, selanjutnya sepatu
RM, dkk. Foot eczema: the role of patch test in determining
kets, dan sepatu sandal kulit imitasi. Jenis alas kaki berbeda the causative agent using standard series. Indian J Dermatol.
pada setiap daerah di dunia, bergantung pada kondisi iklim, 2008; 53(2): 68-9
faktor sosial ekonomi, dan tradisi asli suatu daerah. Iklim di 10. Onder M, Atahan AC, Bassoy B. Foot dermatitis from the
Lahore, Pakistan sangat panas dan lembab, mempunyai shoes. Int J Dermatol. 2004; 43: 565-7

6S

Anda mungkin juga menyukai