Anda di halaman 1dari 24

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi bakteri menahun yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang ditandai dengan pembentukan
granuloma pada jaringan yang terinfeksi. Mycobacterium tuberculosis merupakan
kuman aerob yang dapat hidup terutama di paru / berbagai organ tubuh lainnya
yang bertekanan parsial tinggi. Penyakit tuberkulosis ini biasanya menyerang paru
tetapi dapat menyebar ke hampir seluruh bagian tubuh termasuk meninges, ginjal,
tulang, nodus limfe. Infeksi awal biasanya terjadi 2-10 minggu setelah pemajanan.
Individu kemudian dapat mengalami penyakit aktif karena gangguan atau
ketidakefektifan respon imun.1,2

2.2 Epidemiologi
Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting
di dunia ini. Pada tahun 1992 World Health Organization (WHO) telah
mencanangkan tuberkulosis sebagai Global Emergency. Laporan WHO pada
tahun 2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru tuberkulosis pada
tahun 2002, 3,9 juta adalah kasus BTA (Basil Tahan Asam) positif.
Pada Global Report WHO 2010, didapat data TB Indonesia, Total seluruh
kasus TB tahun 2009 sebanyak 294731 kasus, dimana 169213 adalah kasus TB
baru BTA positif, 108616 adalah kasus TB BTA negatif, 11215 adalah kasus TB
Extra Paru, 3709 adalah kasus TB Kambuh, dan 1978 adalah kasus pengobatan
ulang diluar kasus kambuh.Diperkirakan angka kematian akibat TB adalah 8000
setiap hari dan 2-3 juta setiap tahun.
Laporan WHO tahun 2004 menyebutkan bahwa jumlah terbesar kematian
akibat TB terdapat di Asia tenggara yaitu 625.000 orang atau angka mortality
sebesar 39 orang per 100.000 penduduk. Angka mortaliti tetinggi terdapat di
Afrika yaitu 83 per 100.000 penduduk, prevalens HIV yang cukup tinggi
mengakibatkan peningkatan cepat kasus TB yang muncul.3
Alasan utama munculnya atau meningkatnya beban TB global ini antara
lain disebabkan : 1. Kemiskinan pada berbagai penduduk, tidak hanya pada

16
Negara yang sedang berkembang tetapi juga pada penduduk perkotaan tertentu di
Negara maju. 2. Adanya perubahan demografik dengan meningkatnya penduduk
dunia dan perubahan dari struktur usia manusia hidup. 3. Perlindungan kesehatan
yang tidak mencukupi pada penduduk di kelompok yang rentan terutama di
negeri-negeri miskin. 4. Tidak memadainya pendidikan mengenai TB di antara
para dokter. 5. Terlantar dan kurangnya biaya untuk obat, sarana diagnostic, dan
pengawasan kasus TB dimana terjadi deteksi dan tatalaksana kasus yang tidak
adekuat. 6. Adanya epidemi HIV terutama di Afrika dan Asia.4

2.3 Etiologi
TB paru disebabkan oleh Mycobakterium tuberculosis yang merupakan
batang lurus atau sedikit melengkung, tidak berspora dan tidak berkapsul. Bakteri
ini berukuran lebar 0,3-0,6 μm dan panjang 1-4 μm. Dinding Mycobacterium
tuberculosis sangat kompleks, terdiri dari lapisan lemak cukup tinggi (60%).
Penyusun utama dinding sel Mycobacterium tuberculosis ialah asam mikolat, lilin
kompleks, trehalosa dimikolat yang disebut cord factor, dan mycobacterial
sulfolipids yang berperan dalam virulensi. Struktur dinding sel yang kompleks
tersebut menyebabkan bakteri Mycobakterium tuberculosis bersifat tahan asam,
yaitu apabila sekali diwarnai akan tetap tahan terhadap upaya penghilangan zat
warna tersebut dengan larutan asam-alkohol. 3

2.4 Patogenesis
2.4.1 Tuberkulosis primer
Mycobacterium tuberculosis yang masuk melalui saluran napas akan
bersarang di jaringan paru, dimana ia akan membentuk suatu sarang pneumonik
yang disebut sarang primer atau afek primer atau sarang fokus Ghon. Sarang
primer ini mungkin timbul di bagian mana saja dalam paru, berbeda dengan
sarang reaktivitas. Dari sarang primer akan kelihatan peradangan saluran getah
bening menuju hilus (limfangitis regional). Peradangan tersebut diikuti oleh
pembesaran kelenjar getah bening di hilus (limfadenitis regional). Sarang primer
limfangitis lokal dan limfadenitis regional dikenal sebagai kompleks primer
(Ranke). Semua proses ini memakan waktu 3-8 minggu. Kompleks primer ini

17
selanjutnya dapat menjadi :3
1. Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat. Ini banyak terjadi.
2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis fibrotik,
kalsifikasi di hilus, keadaan ini terdapat pada lesi pneumonia yang luasnya >5
mm dan ± 10% diantaranya dapat terjadi reaktivitas lagi karena kuman yang
dormant.
3. Menyebar dengan cara :
 Per kontinuitatum yakni menyebar ke sekitarnya
 Secara bronkogen pada paru yang bersangkutan maupun paru di sebelahnya.
Kuman dapat juga tertelan bersama sputum dan ludah sehingga menyebar ke
usus.
 Secara limfogen ke organ tubuh lainnya.
 Secara hematogen ke organ tubuh lainnya.

2.4.2 Tuberkulosis Post-Primer (Tuberkulosis Sekunder)


Kuman yang dormant pada TB primer akan muncul bertahun-tahun
kemudian sebagai infeksi endogen menjadi TB dewasa. Mayoritas reinfeksi
mencapai 90%. TB sekunder terjadi karena imunitas menurun seperti malnutrisi,
alkohol, penyakit maligna, diabetes, AIDS, gagal ginjal. TB post-primer ini
dimulai dengan sarang dini yang berlokasi di regio atas paru (bagian
apikalposterior lobus superior atau inferior). Invasinya adalah ke daerah parenkim
paruparu dan tidak ke nodus hiler paru.
Sarang dini ini mula-mula juga berbentuk sarang pneumonia kecil. Dalam
3-10 minggu sarang ini menjadi tuberkel yakni suatu granuloma yang terdiri dari
sel-sel histiosit dan sel Datia-Langhans (sel-sel besar dengan banyak inti) yang
dikelilingi oleh sel-sel limfosit dan bermacam-macam jaringan ikat. TB post
primer juga dapat berasal dari infeksi eksogen dari usia muda menjadi TB usia
tua.3
Tergantung dari jumlah kuman, virulensinya dan imunitas pasien, sarang
dini dapat menjadi :3
1. Direabsorbsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat.

18
2. Sarang yang mula-mula meluas, tetapi segera menyembuh denganserbukan
jaringan fibrosis. Ada yang membungkus diri menjadi keras
3. Menimbulkan perkapuran. Sarang dini yang meluas sebagai granuloma
berkembang menghancurkan jaringan ikat sekitarnya dan bagian tengahnya
mengalami nekrosis, menjadi lembek membentuk jaringan keju. Bila jaringan
keju dibatukkan keluar akan terjadilah kavitas. Kavitas ini mula-mula
berdinding tipis, lama-lama dindingnya menebal karena infiltrasi jaringan
fibroblas dalam jumlah besar, sehingga menjadi kavitas sklerotik (kronik).
Terjadinya perkijuan dan kavitas adalah karena hidrolisis protein lipid dan
asam nukleat oleh enzim yang diproduksi oleh makrofag, dan proses yang
berlebihan antara sitokin dengan TNF-nya.

2.5 Klasifikasi Tuberkulosis Paru


2.5.1 Berdasar hasil pemeriksaan dahak (BTA) 3
TB paru dibagi atas :
a. Tuberkulosis paru BTA (+) adalah :
 Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA positif.
 Hasil pemeriksaan satu specimen dahak menunjukkan BTA positif dan
kelainan radiologi.
 Hasil pemeriksaan satu specimen dahak menunjukkan BTA positif dan biakan
positif.
b. Tuberkulosis paru BTA (-) adalah :
 Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negative, gambaran klinis
dan kelainan radiologi menunjukkan tuberculosis aktif.
 Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negative dan biakan
Mycobakterium tuberculosis positif.

TB paru BTA (+)

TB paru

TB paru BTA (-)

19
2.4.3.2 Berdasarkan tipe pasien 3
Tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada
beberapa tipe pasien yaitu :
a. Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT atau
sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan.
b. Kasus kambuh (relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan
tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian
kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan
positif.
Bila BTA negatif atau biakan negative tetapi gambaran radiologi dicurigai lesi
aktif/ perburukan dan terdapat gejala klinis maka harus dipikirkan beberapa
kemungkinan :
 Lesi nontuberkukosis (pneumonia, bronkiektasis, jamur, keganasan dll)
 TB paru kambuh yang ditentukan oleh dokter spesialis yang komponen
menangani kasus tuberkulosis
c. Kasus defaulted atau drop out
Adalah pasien yang telah menjalani pengobatan ≥ 1 bulan dan tidak
mengambil obat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa
pengobatannya selesai.
d. Kasus gagal
Adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi
positif pada akhir bulan ke 5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan) atau akhir
pengobatan.
e. Kasus kronik
Adalah pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif setelah selesai
pengobatan ulang dengan pengobatan kategori 2 dengan pengawasan yang
baik.
f. Kasus bekas TB
 Hasil pemeriksaan BTA negative (biakan juga negatif bila ada) dan gambaran
radiologi paru menunjukkan lesi TB yang tidak aktif, atau foto serial

20
menunjukkan gambaran yang menetap. Riwayat pengobatan OAT adekuat
akan lebih mendukung.
 Pada kasus dengan gambaran radiologi meragukan dan telah mendapat
pengobatan OAT 2 bulan serta pada foto toraks ulang tidak ada perubahan
gambaran radiologi.

Kasus baru

Kasus kambuh

Tipe penderita
TB paru
Kasus drop out

Kasus gagal pengobatan

Kasus kronik

2.6 Diagnosis
Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis,
pemeriksaan fisis/jasmani, pemeriksaan bakteriologi, raiologi dan pemeriksaan
penunjang lainnya.3
2.6.1 Gejala klinis 3,5
Gejala klinis tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala
local dan gejala sistemik, bila organ yang terkena adalah paru maka gejala local
ialah gejala respiratori.
a. Gejala respiratori
 Batuk
Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan
untuk membuang dahak keluar. Karena terlibatnya bronkus pada setiap
penyakit tidak sama, mungkin saja batuk baru ada setelah penyakit
berkembang dalam jaringan paru yakni setelah berminggu-minggu atau

21
berbulan-bulan peradangan bermula. Sifat batuk dimulai dari batuk kering
(non-produktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif
(menghasilkan sputum).
 Batuk darah
Batuk darah dapat terjadi bila ada pembuluh darah yang terkena lesi dan
kemudian pecah. Batuk darah ini dapat hanya ringan saja, sedang ataupun
berat tergantung dari berbagai faktor. Kebanyakan batuk darah pada
tuberkulosis terjadi pada kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada ulkus
dinding bronkus.
 Nyeri dada
Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga
menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua pleura sewaktu pasien
menarik/melepaskan napasnya.
 Sesak napas
Pada penyakit ringan belum dirasakan sesak napas. Sesak napas akan
ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut yang infiltrasinya sudah
meliputi setengah bagian paru-paru.
b. Gejala sistemik
 Demam
Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-kadang
panas badan dapat mencapai 40-41ºC. Serangan demam pertama dapat
sembuh sebentar, tetapi kemudian dapat timbul kembali. Keadaan ini
sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya
infeksi kuman TB yang masuk.
 Malaise
Gejala malaise sering ditemukan berupa anoreksia, badan makin kurus,
sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam, dan lain-lain. Gejala
malaise ini makin lama makin berat dan terjadi secara tidak teratur.
 Gejala sistemik lain adalah keringat malam, anoreksia dan berat badan
menurun.

22
2.6.2 Pemeriksan Fisik
Pemeriksaan pertama terhadap keadaan umum pasien mungkin ditemukan
konjungtiva mata atau kulit yang pucat karena anemi, suhu demam (subfebris),
badan kurus dan berat badan menurun. Tempat kelainan lesi TB paru yang paling
dicurigai adalah bagian apeks (puncak) paru. Bila dicurigai adanya infiltrat yang
agak luas, maka didapatkan inspeksi tidak simetris, gerakan napas kiri dan kanan
yang tidak sama, palpasi fremitus kiri tidak sama dengan kanan, perkusi yang
redup dan auskultasi suara napas bronkial. Akan didapatkan juga suara napas
tambahan berupa ronki basah, kasar dan nyaring. Tetapi bila infiltrat ini diliputi
oleh penebalan pleura, suara napasnya menjadi vesikuler melemah. Bila terdapat
kavitas yang cukup besar, perkusi memberikan suara hipersonor atau timpani dan
auskultasi memberikan suara amforik. 5
Pada TB paru yang lanjut dengan fibrosis yang luas sering ditemukan
atrofi dan retraksi otot-otot interkostal. Bagian paru yang sakit jadi menciut dan
menarik isi mediastinum atau paru lainnya. Paru yang sehat menjadi lebih
hiperinflasi. Bila jaringan fibrotik amat luas yakni lebih dari setengah jumlah
jaringan paru-paru akan terjadi pengecilan daerah aliran darah paru dan
selanjutnya meningkatkan tekanan arteri pulmonalis (hipertensi pulmonal) diikuti
terjadinya kor pulmonal dan gagal jantung kanan. Di sini akan didapatkan tanda-
tanda kor pulmonal dengan gagal jantung kanan seperti takipnea, takikardia,
sianosis, right ventricular lift, right atrial gallop, murmur Graham-Steel, bunyi P2
yang mengeras, tekanan vena jugularis yang meningkat, hepatomegali, asites dan
edema. Bila TB mengenai pleura sering terbentuk efusi pleura. Paru yang sakit
terlihat agak tertinggal dalam pernapasan. Pada palpasi, fremitus tidak sama dan
bagian paru yang terdapat efusi pleura akan lebih lemah atau tidak ada terdengar
getaran sama sekali. Perkusi memberikan suara pekak. Auskultasi memberikan
suara napas yang lemah sampai tidak terdengar sama sekali.5

23
2.6.3 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium5
1. Darah
Pada sast TB baru aktif akan didapatkan jumlah leukosit yang sedikit
meninggi dengan hitung jenis pergeseran ke kiri. Jumlah limfosit masih di bawah
normal. Laju endap darah mulai meningkat. Bila penyakit mulai sembuh, jumlah
leukosit kembali normal dan jumlah limfosit masih tinggi. Laju endap darah mulai
turun ke arah normal lagi. Hasil pemeriksaan darah lain didapatkan juga antara
lain anemia ringan dengan gambaran normokrom normositer, gama globulin
meningkat, dan kadar natrium darah menurun.

2. Sputum
Pemeriksaan sputum adalah penting karena dengan ditemukannya kuman
basil tahan asam (BTA), diagnosis TB sudah dapat dipastikan. Disamping itu
pemeriksaan sputum juga dapat memberikan evaluasi terhadap pengobatan yang
sudah diberikan. Kriteria sputum BTA positif adalah bila sekurang-kurangnya
ditemukan 3 batang kuman BTA pada satu sediaan. Dengan kata lain diperlukan
5.000 kuman dalam 1 ml sputum. Untuk pewarnaan sediaan dianjurkan memakai
cara Tan Thiam Hok yang merupakan modifikasi gabungan cara pulasan Kinyoun
dan Gabbet. Kadang-kadang dari hasil pemeriksaan mikroskopis biasa terdapat
kuman BTA tetapi pada biakan hasilnya negatif . Ini terjadi pada fenomen
deadbacilli atau non culturable bacilli yang disebabkan keampuhan panduan obat
anti TB jangka pendek yang cepat mematikan kuman BTA dalam waktu pendek.
Pembacaan hasil pemeriksaan sediaan dahak dilakukan dengan
menggunakan skala IUATLD (International Union Againts Tuberculosis andLung
Diseases):
a. Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapangan pandang, disebut negatif.
b. Ada 1 – 9 BTA dalam 100 lapangan pandang, ditulis jumlah kuman yang
ditemukan.
c. Ada 1 – 99 BTA per 100 lapangan pandang, disebut + atau 1+
d. Ada 1 – 10 BTA per lapangan pandang, disebut ++ atau 2+
e. Ada > 10 BTA per lapangan pandang, disebut +++ atau 3+

24
Penulisan gradasi hasil bacaan penting untuk menunjukkan keparahan
penyakit, derajat penularan dan evaluasi pengobatan.

3. Tes Tuberkulin
Pemeriksaan ini masih banyak dipakai untuk membantu menegakkan
diagnosis TB terutama pada anak-anak (balita). Biasanya dipakai tes Mantoux
yakni dengan menyuntikkan 0,1 cc tuberkulin P.P.D (Purified Protein Derivative)
intrakutan berkekuatan 5 T.U (intermediate strength). Bila ditakutkan reaksi hebat
dengan 5 T.U dapat diberikan dulu 1 atau 2 T.U (first strength). Kadang-kadang
bila dengan 5 T.U masih memberikan hasil negatif dapat diulangi dengan 250 T.U.
(second strength). Bila dengan 250 T.U masih memberikan hasil negative berarti
TB dapat disingkirkan. Umumnya tes Mantoux dengan 5 T.U. saja sudah cukup
berarti. Tes tuberkulin hanya menyatakan apakah seorang individu sedang atau
pernah mengalami infeksi M. Tuberculosae, M.bovis, vaksinasi BCG dan
Mycobacteria patogen lainnya. Dasar tes tuberkulin ini adalah reaksi alergi tipe
lambat. Setelah 48-72 jam tuberkulin disuntikkan, akan timbul reaksi berupa
indurasi kemerahan yang terdiri dari infiltrat limfosit yakni reaksi persenyawaan
antara antibodi selular dan antigen tuberkulin. Banyak sedikitnya reaksi
persenyawaan antibodi selular dan antigen tuberkulin amat dipengaruhi
olehantibodi humoral, makin besar pengaruh antibodi humoral, makin kecil
indurasi yang ditimbulkan3. Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, hasil tes
Mantoux inidibagi dalam:
a. indurasi 0-5 mm (diameternya): Mantoux negatif = golongan no
sensitivity. Disini peran antibodi humoral paling menonjol.
b. Indurasi 6-9 mm: hasil meragukan = golongan low grade sensitivity. Disini
peran antibodi humoral masih menonjol.
c. Indurasi 10-15 mm: Mantoux positif = golongan normal sensitivity. Disini
peran kedua antibodi seimbang.
d. Indurasi lebih dari 15 mm: Mantoux positif kuat = golongan
hypersensitivity. Disini peran antibodi selular paling menonjol.

25
Biasanya hampir seluruh pasien tuberkulosis memberikan reaksi Mantoux yang
positif (99,8%). Kelemahan tes ini juga terdapat positif palsu yakni pada
pemberian BCG atau terinfeksi dengan Mycobacterium lain. Negatif palsu
lebihbanyak ditemukan daripada positif palsu. Hal-hal ini memberikan
reaksituberkulin berkurang (negatif palsu) yakni :
 Pasien yang baru 2-10 minggu terpajan TB
 Alergi, penyakit sistemik berat (sarkoidosis, LE)Penyakit eksantematous
dengan panas yang akut: morbili, cacar air, poliomielitis.
 Reaksi hipersensitivitas menurun pada penyakit limforetikular (Hodgkin)
 Pemberian kortikosteroid yang lama, pemberian obat-obat imunosupresi
lainnya.
 Usia tua, malnutrisi, uremia, penyakit keganasan. Untuk penderita dengan
HIV positif, test Mantoux ± 5 mm, dinilai positif.

4. Serologi
Pemeriksaan Serologi, dengan berbagai metoda antara lain :
a. Enzym linked immunosorbent assay (ELISA)
Teknik ini merupakan salah satu uji serologi yang dapat mendeteksi respon
humoral berupa proses antigen – antibodi yang terjadi.
b. Mycodot
Uji ini mendeteksi antibodi antimikobakterial di dalam tubuh manusia. Uji
ini menggunakan antigen lipoarabinomannan (LAM) yang direkatkan pada suatu
alat yang berbentuk sisir plastik. Sisir plastik ini kemudian dicelupkan ke dalam
serum penderita, bila di dalam serum tersebut terdapat antibodi spesifik anti LAM
dalam jumlah yang memadai yang sesuai dengan aktivitas penyakit maka akan
timbul perubahan warna pada sisir yang dapat dideteksi dengan mudah.
c. Uji peroksidase anti peroksidase (PAP)
Uji ini merupakan salah satu jenis uji yang mendeteksi reaksi serologi
yang terjadi.

26
Pemeriksaan Radiologi 3
Pemeriksaan standar ialah foto thorax PA, pemeriksaan lain atas indikasi :
foto lateral, top lordotik, oblik, CT scan. Pada pemeriksaan foto thoraks,
tuberculosis dapat member gambaran bermacam-macam bentuk (multiform).
Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi TB aktif :
 Bayangan berawan/ nodular di segmen apical dan posterior lobus atas paru
dan segmen superior lobus bawah.
 Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan
atau nodular
 Bayangan bercak milier
 Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)

Gambaran radiologi yang dicurigai lesi TB inaktif


 Fibrotik
 Kalsifikasi
 Schwarte atau penebalan pleura

Luluh paru (destroyed lung)


 Gambaran radiologi yang menunjukkan kerusakan jaringan paru yang
berat, biasanya secara klinis disebut luluh paru. Gambaran radiologi luluh
paru terdiri dari atelektasis, ektasis/multifikaviti dan fibrosis parenkim
paru. Sulit untuk menilai aktiviti lesi atau penyakit hanya berdasarkan
gambaran radiologi tersebut.
 Perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologi untuk memastikan aktiviti
proses penyakit.

Luas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan pengobatan
dapat dinyatakan sebagai berikut (terutama pada kasus BTA negatif) :
 Lesi minimal, bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru
dengan luas tidak lebih dari sela iga 2 depan (volume paru yang terletak di
atas chondrosternal junction dari iga kedua depan dan prosesus spinosus

27
dari vertebra torakalis 4 atau korpus vertebra thorakalis 5, serta tidak
dijumpai kaiti.
 Lesi luas, bila proses lebih dari luas lesi minimal.

2.7 Penatalaksanaan
2.7.1 Tujuan pengobatan penderita tuberkulosis adalah : 5
− Menyembuhkan penderita
− Mencegah kematian
− Mencegah kekambuhan atau timbulnya resistensi terhadap OAT
− Memutuskan rantai penularan
2.7.2 PrinsipPengobatan 5
Obat TB diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis obat,
dalam jumlah cukup dan dosis tepat selama 6 – 8 bulan, agar semua kuman
(termasuk kuman persisten) dapat dibunuh. Apabila panduan obat yang digunakan
tidak adekuat (jenis, dosis dan jangka waktu pengobatan), kuman TB akan
berkembang menjadi kuman kebal obat (resisten).
Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan tahap
lanjutan. Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat obat setiap hari dan
diawasi langsung untuk mencegah terjadinya resistensi terhadap semua Obat Anti
TB (OAT), terutama rifampisin. Bila pengobatan tahap intensif diberikan secara
tepat, penderita menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.
Sebagian besar penderita TB BTA positif menjadi BTA negatif pada akhir
pengobatan intensif. Sedangkan pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat
lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama.

2.7.3 Paduan Obat Anti TB (OAT) di Indonesia 3,5


WHO dan IUATLD (International Union Againts Tuberculosis and Lung
Diseases) merekomendasikan paduan OAT standar, yaitu : kategori 1 (2 HRZE /4
H3R3 atau 2 HRZE / 4 HR atau 2 HRZE / 6 HE); kategori 2 (2 HRZES / HRZE/ 5
H3R3E3 atau 2 HRZES / HRZE / 5 HRE); kategori 3 (2 HRZ /4 H3R3 atau 2HRZ
/ 4 HR atau 2 HRZ / 6 HE).9 Program Nasional Penanggulangan TB diIndonesia

28
menggunakan paduan OAT, yaitu : kategori 1 (2 HRZE / 4 H3R3);kategori 2 (2
HRZES / HRZE/ 5 H3R3E3); dan paduan obat sisipan (HRZE).

 Obat Kategori 1 (2 HRZE / 4 H3R3)


Tahap intensif terdiri dari isoniazid (H), rifampisin (R), pirazinamid (Z),
dan etambutol (E). Obat–obat tersebut diberikan setiap hari selama 2 bulan (2
HRZE). Tahap ini diteruskan dengan tahap lanjutan yang terdiri dari isoniazid (H)
dan rifampisin (R) yang diberikan tiga kali dalam seminggu selama 4 bulan.
Obat ini diberikan pada penderita baru TB Paru BTA positif , penderita TB
Paru BTA negatif rontgen positif yang secara klinis sakit berat, dan penderita TB
Ekstra Paru yang secara klinis sakit berat.

 Obat Kategori 2 (2 HRZES / HRZE / 5 H3R3E3)


Tahap intensif terdiri dari isoniazid (H), rifampisin (R), pirazinamid (Z),
ethambutol (E) dan suntikan streptomisin setiap hari di unit pelayanan kesehatan
selama 2 bulan. Tahap ini dilanjutkan dengan isoniazid (H), rifampisin (R),
pirazinamid (Z), dan ethambutol (E) setiap hari selama 1 bulan. Setelah itu
diteruskan dengan tahap lanjutan selama 5 bulan dengan HRE yang diberikan tiga
kali dalam seminggu.Obat kategori 2 ini diberikan pada penderita kambuh
(relaps), penderita gagal (failure), dan penderita dengan pengobatan yang lalai
(after default).

 Obat sisipan (HRZE)


Obat ini diberikan apabila pada akhir tahap intensif dari pengobatan
dengan kategori 1 atau kategori 2, hasil pemeriksaan sputum masih BTA positif.
Obat sisipan (HRZE) diberikan setiap hari selama 1 bulan. Kini telah
diperkenalkan obat dalam bentuk FDC (Fixed DoseCombination/ Kombinasi
Dosis Tetap). Dalam satu tabletnya terdiri dari 2,3 atau 4 obat sekaligus. Obat
jenis ini harus diproduksi secara baik untuk menjamin bioavailabilitas obat-obat
yang tercampur dalam satu tablet. WHO menganjurkan obat 4 FDC, yang berisi
Rifampisin 150 mg, INH 75 mg, etambutol 275 mg, dan pirazinamid 400 mg,
diberikan satu tablet untuk setiap 15 kilogram berat badan.

29
Tabel.1 Pemberian obat 4 FDC

BB pasien (kg) Jumlah Tablet (hari)


30-37 2
38-54 3
50-70 4
>71 5

Tabel 2. Jenis dan dosis OAT

Dosis yg dianjurkan Dosis Dosis (mg)/berat badan


Oba maks (kg)
Dosis
t Harian Intermitten (mg) 40-
<40 >60
(mg/kgBB/hr) (mg/KgBB/x) 60
R 8-12 10 10 600 300 450 600
H 4-6 5 10 300 150 300 450
Z 20-30 25 35 750 1000 1500
E 15-20 15 30 750 1000 1500
S 15-18 15 15 1000 Sesuai 750 1000
BB

a. TB paru (kasus baru), BTA positif atau pada foto toraks : lesi luas
Paduan obat yang dinajurkan : 2 RHZE / 4 RH atau
2 RHZE / 6HE atau
2 RHZE / 4R3H3
Paduan ini dianjurkan untuk :
- TB paru BTA (+), kasus baru
- TB paru BTA (-), dengan gambaran radiologi lesi luas (termasuk luluh
paru)
Bila ada fasiliti biakan dan uji resistensi, pengobatan disesuaikan dengan
hasil uji resistensi.

30
b. TB paru (kasus baru), BTA negative, pada foto toraks : lesi minimal
Paduan obat yang dianjurkan : 2 RHZE / 4 RH atau
6 RHE atau
2 RHZE / 4 R3H3
c. TB paru kasus kambuh
Sebelum ada hasil uji resistensi dapat diberikan 2 RHZES/ 1 RHZE, fase
lanjutan sesuai dengan hasil uji resistensi. Bila tidak terdapat hasil uji
resistensi dapat diberikan obat RHE selama 5 bulan.

d. TB paru kasus gagal pengobatan


Sebelum ada hasil uji resistensi seharusnya diberikan obat lini 2 (contoh
paduan : 3-6 bulan kanamisin, ofloksasin, etionamid, sikloserin
dilanjutkan 15-18 bulan ofloksasi, etionamid, sikloserin). Dalam keadaan
tidak memungkinkan pada fase awal dapat diberikan 2 RHZES / 1 RHZE.
Fase lanjutan sesuai dengan hasil uji resistensi. Bila tidak terdapat hasil uji
resistensi dapat diberikan obat RHE selama 5 bulan.
- Dapat pula dipertimbangkan tindakan bedah untuk mendapatkan hasil
yang optimal
- Sebaiknya kasus gagal pengobatan dirujuk ke dokter spesialis paru

e. TB paru kasus putus berobat


Pasien TB paru kasus lalai berobat akan dimulai pengobatan kembali
sesuai dengan criteria sebagai berikut :
- Berobat ≥ 4 bulan
BTA saat ini negatif
Klinis dan radiologi tidak aktif atau ada perbaikan maka pengobatan
OAT dihentikan. Bila gambaran radiologi aktif, lakukan analisis lebih
lanjut untuk memastikan diagnosis TB dengan mempertimbangkan
juga kemungkinan penyakit paru lain. Bila terbukti TB maka
pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang lebih kuat dan
jangka waktu pengobatan yang lebih lama.

31
BTA saat ini positif
Pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang lebih kuat dan
jangka waktu pengobatan yang lebih lama

- Berobat < 4 bulan


Bila BTA positif, pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat
yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama.
Bila BTA negatif, gambaran foto torak positif TB aktif pengobatan
diteruskan.

f. TB paru kasus kronik


- Pengobatan TB paru kasus kronik, jika belum ada hasil uji resistensi,
berikan RHZES. Jika telah ada hasil uji resistensi, sesuaikan dengan
hasil uji resistensi (minimal terdapat 4 macam OAT yang masih
sensitif), ditambah dengan obat lini 2 seperti kuinolon, betalaktam,
makrolid dll. Pengobatan minimal 18 bulan.
- Jika tidak mampu dapat diberikan INH seumur hidup
- Pertimbangkan pembedahan untuk meningkatkan kemungkinan
penyembuhan
- Kasus TB paru kronik perlu dirujuk ke dokter spesialis paru

Tabel 3. Ringkasan paduan obat


Kategor Kasus Paduan obat yang dianjurkan Keterangan
i
I TB paru BTA 2 RHZE / 4 RH atau
(+), BTA (-), 2 RHZE / 6 HE
lesi luas *2 RHZE / 4 R3H3

II Kambuh RHZES / 1RHZE / sesuai hasil uji Bila


resistensi atau
streptomisi
2RHZES/1RHZE/5RHE
Gagal n alergi, dpt
pengobatan 3-6 kanamisin, ofloksasin, diganti
etionamid,sikloserin/15-18

32
ofloksasin,etionamid, sikloserin kanamisin
atau 2RHZES/1RHZE/5RHE

II TB paru putus Sesuai lama pengobatan


obat sebelumnya, lama berhenti minum
obat dan keadaan klinis,
bakteriologi dan radiologi saat ini
9lihat uraiannya) atau
*2RHZES / 1RHZE / 5R3H3E3

III TB paru BTA 2RHZE / 4RH atau 6RHE atau


(-), lesi minimal *2RHZE / 4R3H3

IV Kronik RHZES / sesuai hasil uji resistensi


(minimal OAT yg sensitif) + obat
lini 2 (pengobatan minimal 18
bulan)

IV MDR TB Sesuai uji resistensi + OAT lini 2


atau H seumur hidup

Catatan : * obat yang disediakan oleh Program Nasional TB

2.8 Pencegahan
2.8.1 Terhadap Infeksi tuberculosis 5
1. Pencegahan terhadap sputum yang infeksius
- Case finding
- Isolasi penderita dan mengobati penderita
- Ventilasi harus baik, kepadatan penduduk dikurangi.
2. Pasteurisasi susu sapi dan membunuh hewan yang terinfeksi oleh
Mikobakterium bovis akan mencegah tuberkulosis bovin pada manusia

2.8.2 Meningkatkan daya tahan tubuh5


1. Memperbaiki standar hidup
2. Usahakan peningkatan kekebalan tubuh dengan vaksinasi BCG Imunisasi
BCG diberikan dibawah usia 2 bulan, jika baru diberikan setelah usia 2

33
bulan, disarankan tes Mantoux dahulu. Vaksinasi dilakukan bila hasil tes
tersebut negatif.

2.9 Komplikasi
TB Paru dapat menimbulkan komplikasi berupa :3,4,5
1. Batuk darah (Hemoptysis)
Pada dasarnya proses TB adalah proses nekrosis, jika diantara jaringan
yang mengalami nekrosis terdapat pembuluh darah, besar kemungkinan
akan mengalami batuk darah.
2. TB Laring
Setiap kali sputum yang mengandung basil TB dikeluarkan melalui laring,
ada basil yang tersangkut di laring dan menimbulkan proses TB di tempat
tersebut.
3. Pleuritis Eksudatif
Bila terdapat proses TB di bagian paru yang dekat sekali dengan pleura,
pleura akan ikut meradang dan menghasilkan cairan eksudat.
4. Pneumotoraks
Jika proses nekrosis dekat sekali dengan pleura, maka pleura akan ikut
mengalami nekrosis dan bocor, sehingga terjadi pneumotoraks. Sebab lain
pneumotoraks ialah pecahnya kavitas yang kebetulan berdekatan dengan
pleura, sehingga pleura robek.
5. Hidropneumotoraks, Empiema / piotoraks, dan Piopneumotoraks
Jika efusi pleura dan pnemotoraks terjadi bersamaan, maka disebut
hidropneumotoraks. Bila cairannya mengalami infeksi sekunder, terjadilah
piopneumotoraks. Jika infeksi sekunder mengenai cairan eksudat pada
pleuritis eksudatif, terjadilah empiema atau piotoraks.
6. Abses Paru
Infeksi sekunder dapat mengenai jaringan nekrotis langsung, sehingga
akan terjadi abses paru.
7. Cor Pulmonale
Makin parah destruksi paru dan makin luas proses fibrotik di paru,
resistensi di paru akan meningkat. Resistensi ini akan menjadi beban bagi

34
jantung kanan, sehingga akan terjadi hipertrofi. Jika hal ini terus berlanjut
akan terjadi dilatasi ventrikel kanan dan berakhir dengan payah jantung
kanan.
8. Aspergiloma
Kaviti tuberkulosis yang sudah diobati dengan baik dan sudah sembuh
kadang – kadang tinggal terbuka dan dapat terinfeksi dengan jamur
Aspergillus fumigatus. Pada foto rontgen akan terlihat semacam bola
terdiri atas fungus yang berada dalam kavitas (fungus ball).

2.10 Prognosis
Penderita TB Paru BTA positif yang tidak diobati akan mengalami
kematian sebesar 50%, bila diobati secara massal angka kematiannya sebesar 12%
dan jika diobati secara individual masih memberikan angka kematian sebesar
7,5%, seperti yang ditunjukkan oleh tabel di bawah ini.5

Tabel 4. Prognosis penderita TB paru BTA positif


Tanpa pengobatan Pengobatan Pengobatan
massal individual
Sembuh BTA (-) 25% 63% 90%

Kronik BTA (+) 25% 25% 3%

35
BAB III
ANALISA KASUS

3.1 Hubungan diagnosis dengan keadaan rumah dan lingkungan sekitar:


 Pasien tinggal di rumah semipermanen dengan luas bangunan rumah pasien
sekitar 10 x 6 meter.. Dinding terbuat dari kayu, lantai rumah pasien dari
kayu. Pasien tinggal bersama kedua orangtua, suami, dua saudara, satu ipar
dan anak-anak yang berusia 2 bulan sampai 9 tahun
 Pencahayaan sinar matahari pada siang hari di kamar pasien secara
keseluruhan dapat dikatakan kurang. Karena, kondisi rumah dan kamar
cenderung terlihat gelap pada siang hari dan jarang buka jendela. Dan rumah
terkesan lembab karena kurangnya cahaya matahari yang masuk ke rumah dan
ke kamar tidur.
 Pasien tinggal di kawasan yang cukup padat penduduk, dan hubungan dengan
orang disekitar cukup baik. Tidak terdapat tempat pembuangan sampah yang
berada dekat dengan rumah pasien
 Tidak ada hubungan antara keadaan rumah pasien dengan penyakit yang
diderita pasien. Namun, kondisi rumah dengan ventilasi dan pencahayaan
yang kurang dapat menjadi faktor risiko untuk berkembangnya penyakit
ataupun penularan kepada anggota keluarga di rumah

3.2 Hubungan diagnosis dengan keluarga dan hubungan keluarga:


 Pasien tinggal bersama bersama kedua orangtua, suami, dua saudara, satu ipar
dan anak-anak yang berusia 2 bulan sampai 9 tahunistri dan anaknya. Anak
pasien yang pertama bekerja dan tinggal di luar kota. Hubungan dengan
anggota keluarga baik.
 Tidak ada hubungan antara keadaan keluarga dengan penyakit yang diderita
pasien.

36
3,3 Hubungan diagnosis dengan perilaku kesehatan dalam keluarga dan
lingkungan sekitar:
 Pasien bekerja sebagai karyawan swasta yang mengharuskan pasien kerja
sampai malam hari dan berinteraksi dengan karyawan-karyawan lainnya.
Dengan profesinya, pasien jarang memperhatikan kondisi kesehatannya. Di
tempat kerja ataupun kesehariannya pasien sering terpajan dengan asap, dan
udara luar yang tidak dijamin kebersihannya. Saat di tempat kerja pasien
cenderung makan diluar. Pasien tidak begitu peduli dengan kandungan
makanan yang dikonsumsinya. Pasien juga tidak pernah pakai masker jika
ditempat umum. Namun apabila pasien dirumah tentunya pasien lebih
diperhatikan kebersihan dan kesehatannya. Dapat disimpulkan bahwa prilaku
kesehatan pasien tidak baik dan berisiko untuk berbagai macam penyakit.
 Ada hubungan, dimana kemungkinan pasien mendapat paparan bakteri TB dari
lingkungan sekitar tempat kerja pasien.

3.4 Analisis kemungkinan berbagai faktor risiko atau etiologi penyakit pada
pasien ini:
 Adanya kemungkinan paparan bakteri TB dari seseorang yang menderita TB di
lingkungan kerja pasien, karena pasien sering kumpul dan berinteraksi dengan
karyawan-karyawan lainnya.
 Pasien sering terpapar kondisi udara yang berasap yang meningkatkan risiko
iritasi pada saluran pernafasan sehingga lebih mudah terinfeksi oleh bakteri.
 Daya tahan tubuh menurun karena faktor kelelahan, stress, ditambah lagi
lingkungan dengan udara tidak sehat

3.45 Analisis untuk mengurangi paparan:


 Menjaga keseimbangan nutrisi dengan makanan bergizi serta banyak minum
air putih 1500-2000 ml sehari
 Menjaga kebersihan diri dan lingkungan tempat tinggal pasien
 Istirahat yang cukup  6 – 8 jam sehari.
 Hindari paparan asap termasuk asap rokok
 Cegah penularan dengan:

37
- Memakai masker
- Kalau batuk jangan buang dahak sembarangan, dahak sebaiknya ditampung
dengan tisu/kertas, lalu sampah tisu/kertas dikubur atau dibakar.
- Menutup mulut ketika batuk
 Disiplin dalam pengobatan dan selalu kontrol ke Puskesmas
 Perbaiki ventilasi dan pencahayaan di rumah agar kondisi rumah tidak lembab
dan cahaya matahari dapat masuk menerangi rumah
 Menjaga daya tahan tubuh termasuk keluarga agar tidak tertular
 Jika perlu seluruh anggota keluarga diperiksa apakah terinfeksi kuman TB
 Olahraga ringan secara rutin untuk meningkatkan daya tahan tubuh

38
DAFTAR PUSTAKA

1. Aviccena. Tuberculosis Paru. 2009. Diunduh dari http://TB paru/264-tuberculosis-


paru-tb-paru.html. (Diakses pada tanggal 2 Mei 2019).
2. Anonim. Tuberkulosis Paru. 2010. Diunduh dari
http://www.Scribd.com/doc/20358065/Tuberkulosis-Paru. (Diakses pada tanggal 2
Mei 2019).
3. PDPI. Tuberkulosis, Pedoman dan Diagnosis Penatalaksanaan di Indonesia.
Jakarta. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia : 2006

4. Amin Zulkifli, Bahar Asril. Tuberkulosis Paru dalam : Sudoyo Aru W dkk. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Edisi IV. Jakarta : Departemen Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran UI : 2006

5. Israr Yayan, Christoper dkk. Tuberkulosis Paru. 2009. Diunduh dari


http://respiratory.usu.ac.id/bitstream/123456789/3448/I/paru-amira.Pdf. (Diakses
pada tanggal 2 Mei 2019)

39

Anda mungkin juga menyukai