PEMBAHASAN
1. Perusahaan Pembiayaan (PP), yaitu Badan usaha yang khusus didirikan untuk
melakukan pembiayaan konsumen, dan/atau usaha kartu kredit. Secara subtansial,
3
4
1. Hanya disediakan bagi proyek besar (jalan tol, pelabuhan/bandara, pengeboran minyak,
tambang emas)
2. Biasanya dilakukan scr sindikasi oleh beberapa sumber pembiayaan
3. Tdk menggunakan sistem kredit konvensiional yg didukung jaminan kebendaan atau
orang
4. Jaminan hanya terbatas pd aset unit ekonomi yg dibiayai
5. Mrp pinjaman yg berisiko tinggi jk dibanding dng kredit konvensional
6. Pengembalian pinjaman bersumber dr pendapatan (revenue) proyek ybs
7. Kelangsungan pendapatan (economic viability) proyek menjadi pertimbangan utama
pihak penyandang dana
8. Kelayakan teknis (technical feasibility) menjadi pertimbangan utama pihak
penyandang dana
9. Kontrak pembangunan proyek yg memuat bentuk pemborongan pekerjaan mjd jaminan
pembiayaan proyek dan pengembaliannya.
Pengeluaran untuk infrastruktur dari APBN pada tahun 2013 hanya berkisar 2,3 %
dari produk domestik bruto (PDB) atau sebesar Rp 203 triliun, jika digabung dengan
sumber lain seperti APBD, BUMN dan pihak swasta total pengeluaran untuk infrastruktur
mencapai Rp 438 trilliun atau 4,72% dari PDB. Kesimpulannya adalah pembangunan
infrastruktur yang ada di Indonesia masih bergantung pada dana APBN dan APBD
sedangkan peran swasta belum teralu terlihat dalam pembangunan infrastruktur di
Indonesia.
7
1. Saat ini Indonesia sedang dilanda fase “krisis infrastruktur” yang terlihat dari indikator
biaya logistik seperti biaya logistik di Indonesia mencapai 17% dari harga pokok
penjualan (total biaya yang dikeluarkan oleh pengusaha) dan Angka itu tergolong
paling boros dibanding biaya logistik di Malaysia yang hanya 8%, Filipina 7% dan
Singapura 6%; Biaya logistik di Indonesia mencapai 24% dari total Produk Domestik
Bruto (PDB) dan merupakan biaya logistik tertinggi di dunia.
2. Daya saing infrastruktur yang rendah. Berdasarkan Global Competitiveness Report,
infrastruktur Indonesia berada pada rangking 82 dari 139 negara pada tahun 2010.
Kondisi infrastruktur Indonesia sempat membaik pada tahun 2014 menjadi rangking 56
dari 144 negara, namun posisi ini turun lagi pada tahun 2015 menjadi rangking 62 dari
140 negara.
3. Keterbatasan ketersediaan anggaran pembiayaan infrastruktur. Anggaran infrastruktur
di Indonesia hanya 3% dari PDB Indonesia, sementara misalnya Pemerintah China
menganggarkan setidaknya 8-10% dari PDB.
8
4. Defisit energi dan ketenagalistrikan khususnya di daerah luar pulau Jawa. Hal ini
menyebabkan Indonesia menjadi kurang menarik bagi para investor untuk
mengembangkan bisnis dan akan mengganggu kemajuan perusahaan yang akan
berinvestasi di Indonesia.
KPBU sebagai solusi pembiayaan infrastruktur di Indonesia saat ini terhambat oleh
3 (tiga) pokok permasalahan, yaitu: (1) peraturan dan perundangan di bidang infrastruktur
yang tidak sinkron dan saling tumpang tindih menghalangi investasi swasta di bidang
infrastruktur; (2) perencanaan/ persiapan proyek infrastruktur kurang matang dan kurang
melibatkan semua stakeholder terkait; (3) pelaksanaan proyek yang baik karena kurangnya
pengawasan terhadap proyek-proyek infrastruktur yang sedang dilaksanakan dan
pengambilan keputusan yang tidak efektif terhadap proyek-proyek yang sedang terhambat
(bottleneck).
kewajiban Pemerintah berdasarkan UU No. 2/2012 tersebut. Selain itu juga akan didirikan
Bank Tanah dibawah Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR/BPN) untuk
membebaskan lahan untuk proyek infrastruktur diluar PSN.
Beberapa justifikasi yang memperkuat pemilihan instrumen obligasi sebagai opsi yang
harus dikaji lebih dalam untuk dikembangkan dalam proyek KPBU adalah:
rasio Corporate Bond vs Bank Loan di Indonesia hanya 7,5% yang menandakan bahwa
saat ini pinjaman bank secara konvensional masih mendominasi, padahal pinjaman
bank memiliki tenor yang pendek sementara proyek infrastruktur KPBU bersifat jangka
panjang;
rasio Corporate Bond vs Government Bond di Indonesia kurang dari 20% yang
menandakan bahwa pemerintah masih sebagai pihak yang paling dominan menerbitkan
obligasi padahal ruang fiskal APBN semakin sempit;
masih kecilnya volume Corporate Bond yang diterbitkan di Indonesia yaitu hanya USD
21 milyar atau 2% GDP yang menandakan bahwa pasar obligasi korporasi masih
terbuka untuk dioptimalkan; dan (4) penerbit (emiten) Corporate Bond di Indonesia
didominasi (85%) sektor finansial (Bank) sementara untuk infrastruktur hanya 6%.
Emiten terkonsentrasi pada beberapa perusahaan (75% corporate bond diterbitkan oleh
30 perusahaan). Hal ini menandakan bahwa instrumen ini belum menjadi pilihan bagi
pelaku usaha sehingga perlu dikembangkan lebih lanjut.
Emiten Corporate Bond di Indonesia didominasi (85%) sektor finansial (Bank)
sementara untuk infrastruktur hanya 6%. Emiten terkonsentrasi pada beberapa
perusahaan (75% corporate bond diterbitkan oleh 30 perusahaan). Hal ini menandakan
bahwa instrumen ini belum menjadi pilihan bagi pelaku usaha.
10
Ada 3 (tiga) pilar pengembangan instrumen obligasi di suatu negara, yaitu: (1) basis
investor yang kuat; (2) penerbitan obligasi yang efisien; dan (3) kelembagaan yang
kredibel. Ketiganya harus diperhatikan oleh pemerintah secara menyeluruh karena saling
berhubungan satu dengan yang lain.
Untuk menuju penerbitan obligasi yang efektif, diperlukan regulasi yang clear
mengenai persyaratan, prosedur dan biaya penerbitan obligasi., termasuk kewajiban
emiten untuk keterbukaan infromasi.
Infrastruktur adalah suatu rangkaian yang terdiri atas beberapa bangunan fisik yang
masing-masing saling mengkait dan saling ketergantungan satu sama lainnya. Misalnya
jaringan jalan, dimana jalan adalah merupakan sarana yang salah satu fungsinya dapat
dipengaruhi dan mempengaruhi beberapa sektor lainnya seperti : Pemukiman,
perdagangan, kawasan industri, wilayah pusat pemerintahan dan lain sebagainya, sehingga
setiap kali terjadi pembangunan Infrastruktur seyogyanya diperlukan koordinasi secara
mendalam dan antisipatif antar institusi terkait agar kemanfaatannya dapat berfungsi
secara maksimal dan berdayaguna tinggi serta nyaman bagi masyarakat pengguna.
tanggungjawab pelaku pembangunan dan lain-lain. Infrastruktur yang baik adalah berjalan
sesuai fungsinya, mampu untuk mendukung dinamika dan meningkatkan ekonomi.
Infrastruktur yang ada di jakarta (misalya jalan) bila dilihat dari kacamata saat
kegiatan pembangunan berlangsung, nampaknya yang ada adalah sebatas memperbaiki
dan merubah semata tanpa memikirkan keselamatan dengan merugikan pihak lain seperti
hilangnya/minimnya fasilitas trotoar bagi pejalan kaki dan nampak belum adanya upaya
untuk membangun infrastruktur khususnya yang mempunyai kriteria pertahanan seperti :
jaringan jalan, komunikasi, kelistrikan, kesehatan, air bersih, pusat konsentrasi masyarakat
seperti pasar, stadion, pelabuhan udara dan laut, kawasan industri, perumahan, pusat
pemerintah dan lain-lain yang mampu berperan dan mendukung, baik pada saat negara
dalam keadaan normal maupun darurat.
Transportasi diartikan sebagai pemindahan barang dan manusia dari tempat asal
ke tempat tujuan. Proses pengangkutan merupakan gerakan dari tempat asal, dari
mana kegiatan angkutan dimulai, ke tempat tujuan, kemana kegiatan pengangkutan
diakhiri. Peranan transportasi sangat penting untuk saling menghubungkan daerah
sumber bahan baku, daerah produksi, daerah pemasaran dan daerah pemukiman
sebagai tempat tinggal konsumen.
Sistem transportasi dari suatu wilayah dapat didefinisikan sebagai suatu sistem
yang terdiri dari prasarana/sarana dan sistem pelayanan yang memungkinkan adanya
pergerakan ke seluruh wilayah, sehingga (Santoso, 1996:1): terakomodasinya
mobilitas penduduk, dimungkinkan adanya pergerakan barang, dimungkinkan akses
ke semua wilayah.
13
Di kota Jakarta trasnportasi khusunya transportasi umum masih jauh dari kata
memuaskan, kita sebagai ibukota negara Indonesia transportasi umum kita sangat
jauh tertinggal dari ibukota negara-negara tetangga seperti kualalumpur (Malaysia),
singapura (singapura), dan Bangkok (Thailand). Contohnya di Bangkok (Thailand)
sudah ada monorel sedangkan di Jakarta pembangunan monorel kita masih simpang
siur, kenapa ? karena pembangunan monorel yang sudah direncanakan sejak tahun
2004 silam ada masalah internal dari pihak pemerintah daerah Jakarta yang
menyebabkan monorel Jakarta sampai sekarang pembangunannya tidak bisa
dilanjutkan kembali. Contoh berikutnya adalah di singapura (singapura) sudah ada
kereta bawah tanah sedangkan di Jakarta pembangunan kereta bawah tanah sampai
sekarang masih menjadi wacana yang belum begitu jelas kapan pembangunannya
akan dilaksanakan. Contoh yang terkahir dari kualalumpur (Malaysia), di
kualalumpur angkutan umum seperti bus kota sangat tertata rapih, berhenti di halte
bus yang sudah ditentukan, bentuk bus yang menarik, dan pengelolaan manajemen
bus yang dikelola langsung oleh pemerintah daerah kualalumpur, berbeda dengan di
Jakarta kita bisa lihat bus kota yang ada di Jakarta sangat tidak tertata rapih, berhenti
tidak di halte bus melainkan berhenti dimana saja, bentuk bus yang sudah tua, dan
pengelolaan manajemen yang sangat buruk.
Seharusnya ini menjadi acuan atau tolak ukur pemerintah daerah Jakarta untuk
menangani masalah transportasi umum dijakarta, pemerintah seharusnya sudah
sadar Jakarta sebgai ibukota negara Indonesia bisa menjadi kota yang memiliki
transportasi umum yang baik dan maju.
3. Telekomunikasi
Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman dan/ atau penerimaan
dari setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara, dan
bunyi melalui sistem kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik lainnya.
Menara adalah bangunan khusus yang berfungsi sebagai sarana penunjang
untuk menempatkan peralatan telekomunikasi yang desain atau bentuk konstruksinya
disesuaikan dengan keperluan penyelenggaraan telekomunikasi.
Penyelenggara Telekomunikasi adalah perseorangan, koperasi, badan usaha
milik daerah, badan usaha milik negara, badan usaha swasta, instansi pemerintah, dan
instansi pertahanan keamanan negara.
Penyedia Menara adalah badan usaha yang membangun, memiliki,
menyediakan serta menyewakan Menara Telekomunikasi untuk digunakan bersama
oleh Penyelenggara Telekomunikasi.
Kontraktor Menara adalah penyedia jasa orang perseorangan atau badan usaha
yang dinyatakan ahli yang profesional di bidang jasa konstruksi pembangunan Menara
yang mampu menyelenggarakan kegiatannya untuk mewujudkan suatu hasil
perencanaan Menara untuk pihak lain.
14
Menara harus dilengkapi dengan sarana pendukung dan identitas hukum yang jelas.
Sarana pendukung harus sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku,
antara lain:
1. Pentanahan (grounding);
2. Penangkal petir;
3. Catu daya;
4. Lampu Halangan Penerbangan (Aviation Obstruction Light); dan
5. Marka Halangan Penerbangan (Aviation Obstruction Marking).
Sedangkan Identitas hukum terhadap menara antara lain:
1. Nama pemilik menara;
2. Lokasi menara;
3. Tinggi menara;
4. Tahun pembuatan/ pemasangan menara;
5. Kontraktor menara; dan
6. Beban maksimum menara.
3. Maksud dan tujuan penggunaan Menara yang diminta dan spesifikasi teknis
perangkat yang digunakan; dan
4. Kebutuhan akan ketinggian, arah, jumlah, atau beban Menara.
3. Sanitasi
Energi sangat memegang perang yang penting dalam kehidupan manusia begitu
juga dengan masyarakat di Indonesia. Indonesia sudah dipastikan memerlukan sumber
energi yang besar untuk menghidupi kota Indonesia ini. Untuk itu masalah ini pemerintah
Indonesia juga harus mengambil tindakan untuk mengatasi masalah energy ini. Mungkin
di pikiran kita saat ini terlintas untuk menggunakan energi nuklir, ya seharusnya
pemerintah Indonesia juga memikirkan energi alternatif yaitu nuklir. Wacana energi
nuklir sudah sering diperbincangkan tetapi ada pro kontra terhadap energi nukliri ini,
bagi pihak yang kontra menjelaskan bahwa energi nuklir sangat berbahaya karena radiasi
dari nuklir tersebut dapa menyebabkan kematian bila seseorang menghirup udara yang
sudah tercemar oleh nuklir, sedangkan pro menjelaskan energi ini sangat baik dan efisien
pemakain dibandingkan dengan energi minyak bumi atau batu bara. Pemerintah inonesia
harus bisa membuat keputsan tentang masalah energi ini karena Indonesia sangat
mebutuhkan energi yang sangat besar.
Untuk mempercepat pembangunan infrastruktur di Indonesia, pemerintah
mencanangkan empat pilar utama Program Percepatan Pembangunan Infrastruktur
Indonesia yang diluncurkan bersamaan dengan digelarnya Infrastructure Summit 2005.
Keempat pilar utama tersebut meliputi:
tidak hanya swasta tetapi juga masyarakat dan pemerintah daerah dapat ikut serta
dalam pembangunan infrastruktur.
3. Pilar ketiga adalah pembentukan forum komunikasi yang erat antar pemangku
kepentingan. Forum ini adalah gagasan awal terbentuknya Indonesia
Infrastructure Forum yang menjadi wadah diskusi para pemangku kepentingan
bidang infrastruktur, terutama dari unsur pemerintah, swasta, akademisi, dan
masyarakat sipil. Forum ini mengadakan pertemuan reguler dengan tujuan
menjembatani informasi, interaksi, dan pewujudan aksi bersama untuk mempercepat
pembangunan infrastruktur di Indonesia. Forum ini sedianya merupakan organisasi
komplementer Komite Kebijakan Percepatan Pembangunan Infrastruktur (KPPI)
yang beranggotakan para menteri dan kepala lembaga terkait.
4. Pilar keempat adalah peningkatan kapasitas sumber daya manusia dan institusi.
Pada beberapa kementerian, dilahirkan badan pengatur sektor yang berfungsi sebagai
regulator bagi sektor terkait. Sebagai contoh adalah di bidang jalan tol, yang diatur
oleh Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT), dan di bidang air minum, dengan
dibentuknya Badan Pengatur Sistem Penyediaan Air Minum.
Pada Gambar 1 terlihat bahwa hanya (10-15) persen dari investasi yang
diperlukan dapat dipenuhi oleh Pemerintah. Sisanya diharapkan berasal dari dunia
usaha dan masyarakat. KPS dan investasi swasta murni (Private Finance Initiative,
PFI) diyakini dapat digunakan untuk membantu mewujudkan master plan ini ke
dalam bentuk pembangunan riil.