Anda di halaman 1dari 14

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam keseharian manusia sering melakukan transaksi untuk memenuhi kebutuhannya. Terkadang tidak
semua kebutuhan nya dapat diperoleh. Untuk mendapatkan nya mereka bisa melakukan dengan
beberapa alternatif. Dengan benda yang mereka punya maka dapat dijadikan alat pinjam dalam
beberapa waktu. Contoh nya Gadai. Tak jarang dalam alternatif tersebut timbul beberapa permasalahan
baik dari pihak penerima maupun pemberi. Untuk menjamin semua hak-hak kebendaan tersebut maka
didalam KUHPerdata telah di atur segalanya. Baik dari segi objek, subjek, bahkan sampai hapusnya hak-
hak kebendaan tersebut.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan gadai?

2. Apa yang dimaksud dengan hipotek?

3. Apa yang dimaksud dengan hak tanggungan?

4. Apa yang dimaksud dengan Fidusia?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk menjelaskan apa itu gadai.

2. Untuk menjelaskan apa itu hipotek.

3. Untuk menjelaskan apa itu hak tanggungan.

4. Untuk menjelaskan apa itu Fidusia


A. GADAI

1. Pengertian

Diatur dalam Buku II KUHPerdata, Bab XX,Pasal 1150 sampai dengan pasal 1160.

Pasal 1150 KUHPerdata, merumuskan pengertian gadai sebagai berikut: Gadai adalah suatu hak yang
diperoleh kreditur atas suatu barang bergerak yang diserahkan kepadanya oleh debitur atau oleh
kuasanya sebagai jaminan atas hutanganya yang membei wewenang kepada kreditur untuk mngambil
pelunasan piutangnya dari barang itu dengan mendahului kreditur kreditur lain; dengan pengecualian
biaya penjualan sebagai pelaksana

Dan putusan atas tuntutan mengenai pemilik atau penguasaan dan biaya penyelamatan barang itu yang
dikeluarkan setelah baranag di gadaikan, dan yang harus didahulukan.[1]

Dari ketentuan pasal 1150 ini dapat di lihat bahwa para pihak yang terlibat dalam perjanjian gadai
, ada 2(dua) , yaitu pihak pemberi gadai(debitur) dan pihak penerima(pemegang) gadai(kreditur). Benda
jaminan di pegang oleh kreditur, maka ia disebut juga kreditur pemegang ganda. Tetapi tidak tertutup
kemungkinan bahwa atas persetujuan para pihak, benda gadai dipegang oleh pihak III (Pasal 1152(1)
KUHperdata). Jika barang gadai dipegang oleh pihak III maka ia disebu: pihak III-pemegang gadai.

Juga dalam ketentuan ini (pasal 1150) dapat diketahui bahwa perjanjian gadai merupakan perjanjian
asesoir, artinya merupakan perjanjian tambahan terhadap perjanjian pokok. Yaitu, perjanjian pinjam
meminjam uang. Maksudnya jaminan ini adalah untuk menjaga jangan sampai debitur lalai dalam
membayar kembali uang pinjaman itu atau bunganya.[2]

Sedangkan objek gadai adalah barang bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud.
Objek gadai (benda jaminan) seharusnya merupakan benda yang bisa dipindah tangankan, sebab
eksekusi benda pada hakikatnya merupakan pemindah tanganan benda jaminan pemilik kepada
pembeli.

Selanjutnya menurut Pasal 1152 (2) KUHPerdata: Perjanjian gadai tidak sah, jika benda gadai tetap
berada dibawah kekuasan debitur. Artinya benda gadai tetap berada ditangan penerima gadai atau di
tangan pihak III yang di setujui oleh kedua belah pihak. Jika benda gadai keluar dari kekuasaan si
penerima (pemegang) gadai, maka perjanjan gadai menjadi tidak sah (hapus).

Untuk menyimpangi ketentuan ini, maka dalam pratik timbul jaminan baru yang di kenal dengan
jaminan fidusa; benda jaminan tetap dikuasai oleh pihak debitur.

Hukum adat juga mengenal perjanjian gadai. Namun berbeda dengan gadai dalam KUHPerdata, gadai
dalam hukum adat bukan merupakan perjanjian asesoir, tetapi perjanjian yang berdiri sendiri

Ciri-ciri gadai dalam hukum adat adalah:

1. hak menebus tidak mungkin daluwarsa

2. penerima gadai dapat mengulanggadaikan benda gadai (benda gadai ada ditangan pemegang
gadai)

3. benda gadai tidak dapat secara otomatis menjadi milik si pemegang gadai.

4. sama dengan gadai dalam KUHPerdata, apabila gadai tidak ditebus, maka untuk dapat memilikinya
diperlukan suatu transaksi yang baru (pasal 1154 KUHPerdata).[3]

Bagaimana dengan gadai dalam perum pegadaian?

Menurut pasal 8 P.P. Nomor 103 Tahun 2000 Tentang Perusahaan Umum (Perum) Pegadaian, Badan
Usaha Milik Negara ini, antara lain kegiatan usaha nya menyalurkan uang pinjaman atas dasar hukum
gadai dan berdasarkan jaminan Fidusia.

Gadai dalam perum pegadaian ini mempunyai sifa ciri yang berbeda dengan gadai menuru KUHPerdata.
Pihak perum pegadaian dapat menderita kerugian pada waktu eksekusi, karena tanggung jawab debitur
di sana hanyalah sebesar barang gadaian saja. Debitur tidak dapat dipaksa untuk membayar jumlah
yang di sebut dalam surat hutang, tetapi ia berhak untuk menebusnya. Harta benda debitur yang lain
tidak dapat diambil untuk pelunasan hutang gadai di rumah gadai.

2. Gadai Sebagai Hak Kebendaan

Hak gadai sebagai hak kebendaan selalu melekat atau mengikuti bendanya (droit
suite/zaaksgevolg).

Hak gadai tetap akan ada, meskipun kepemilikan atas benda itu jatuh ke tangan orang lain,
misalnya karena pewarisan. Jika seorang pemegang gadai kehilangan benda gadai itu, maka ia berhak
meminta (menuntut) kembali benda itu dari tangan siapa benda itu berada sebelum tenggang waktu
3(tiga) tahun. Hak untuk meminta(menuntut) kembali itu ditentukan dalam pasal 1977 (2) KUHPerdata.
[4]

Pada pihak lain pasal


1152 (3) KUHPerdata juga memberikan perlindungan kepada pemilik yang kecurian atau kehilangan.
Kepadanya diberikan hak untuk meminta kembali barang tersebut dari pemegang gadai, kecuali dapat
dibuktikan bahwa barang itu dibeli sebagaimana ditentukan dalam Pasal 582 KUHPerdata.

Selanjutnya hak retensi pemegang gadai diatur dalam Pasal 1159 KUHPerdata. Pemegang gadai
berhak menahan benda yang digadaikan selama belum dilunasi hutang pokoknya, bunganya, dan biaya-
biaya lainnya oleh debitur.

3. Parate Eksekusi/Eksekusi Langsung (Pasal 1155 KUHPerdata)

Jika debitur wanprestasi, maka pemegang gadai berhak menjual benda gadai atas kekuasaan sendiri.
Hak pemegang gadai untuk menjual barang gadai tanpantiel eksekutorial (tanpa perlu perantara) disebut
perate eksekusi. Dengan demikia pemegang gadai menjual barang gadai seakan menjual barangnya
sendiri, dan berhak mengambil pelunasan piutangnya terlebih dahulu.[5]

Tetapi Pasal 1155 ini merupakan ketentuan yang bersifat mengatur (aunvulled). Para pihak diberi
kebebasan untuk memperjanjikan lain, misalnya melalui penjualan di muka umum atau di bawah tangan.
Namun demikian pemegang gadai dilarang memiliki benda gadai (pasal 1154 KUHPerdata).

4. Hapusnya Hak gadai

Hak gadai dihapus karena:

1.Hapusnya perjanjian pokok, yaitu perjanjian pinjam meminjam uang.

2.Benda gadai dikembalikan secara sukarela oleh pemegang gadai.

3.Karena suatu saat sebab (jual-beli/warisan) pemegang gadai menjadi pemilik gadai

4.Benda gadai dieksekusi oleh pemegang gadai.

5.Karena lenyap/hilangnya benda yang digadaikan.[6]

B. HIPOTEK
Pembagian lembaga jaminan menjadi gadai dan hipotek adalah sebagai konsekuensi dari
pembagian benda atas benda bergerak dan tidak bergerak. Undang-undang memberikan lembaga
jaminan sendiri sendiri. Untuk benda bergerak disebut gadai, sedangkan yang tidak bergerak disebut
Hipotek, oleh karena itu Pasal 1167 KUHPerdata dengan tegas menyatakan barang bergerak tidak dapat
dibebani hipotek.

Hipotek diatur dalam buku II KUHPerdata, Bab XXI. Hipotek ini sudah dinyatakan tidak berlaku oleh pasal
29 Undang undang hak Tanggungan, Undang undang Nomor 4/1996, sehingga sekarang ini hipotesis
yang ada hanya untuk:

1. Kapal-kapal isi kotor 20 m3 dan terdaftar(Pasal 314 KUHDagang jo pasal 49 Undang-undang pelayaran,
UU No. 21/1992)

2. Pesawat terbang dan helikopter (Pasal 12 Undang-undang Nomor 15/1992, Undang-undang Tentang
penerbangan)

Pengertian hipotek ditentukan dalam pasal 1162 KUHPerdata, sebagai berikut: Hipotek adalah
merupakan hak kebendaan atas barang tak bergerak milik debitur yang dipakai sebagai jaminan.

Objek hipotek, lihat Pasal 1164 KUHPerdata (sudah tidak berlaku)

Memasang hipotek atau kuasa memasang hipotek harus dilakukan dengan akta notaris (Pasal
1171 KUHPerdata). Pasal 168 KUHPerdata menentukan bahwa hipotek hanya dapat dilakukan oleh
pemilik barang (asas Nemo plus yuris).

Jaminan hipotek hanya berisi hak untuk perluasan utang saja dan tidak mengandung hak untuk
menguasai (memiliki) Benda, namun dapat memperjanjikan menjual atas kekuasaan sendiri barang
tersebut, jika debitur wanprestasi (Pasal 1178 ayat (1) dan (2) KUHPerdata).

Hipotek juga adalah merupakan perjanjian asesoir (sama dengan gadai). Perbedaan hipotek
dengan gadai adalah bahwa:

1. Gadai, jaminan untuk benda bergerak, sedangkan hipotek jaminan untuk benda tidak bergerak.

2. Benda gadai ada di tangan kreditur, sedang objek hipotek ada pada pihak debitur.

3. Untuk gadai diberi kekuasaan eksekusi langsung (parate eksekusi), sedang hipotek harus melalui pihak
ke III (PUPN/BUPLN)

4. Perjanjian gadai dapat dibuat dengan akta dibawah tangan, sedang hipotek harus dengan akta otentik.
5. Gadai hanya dapat dilakukan satu kali, sedang hipotek dapat lebih dari satu kali.[7]

1. Hubungan Hipotek Dengan UU Penerbangan Dan UU Pelayaran

Menurut KUHPerdata, pesawat udara adalah tergolong benda bergerak. Jika kemudian halnya ,
mengapa undang undang penerbangan (UU No.15/1992) menentukan Hipotek sebagai lembaga jaminan
untuk pesawat udara? Tidak ada penjelasan dalam Undang-undang ini, baik dalam penjelasan umum,
maupun penjelasan Pasal demi Pasal. Hanya penjelasan Pasal 12 ayatn(1) undang undang No.15/1992
menyebutkan: terhadap hipotek pesawat terbang dan helikopter sebagaimana dimaksud dalam
ketentuan ini berlaku ketentuan-ketentuan hipotek dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata
Indonesia. Ketentuan dalam pasal initidak menutup pembebanan pesawat terbang dan helikopter
dengan hak jaminan lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.[8]

2. Hapusnya hipotek

Pasal 1209 KUHPerdata: karena,

1. hapusnya perikatan pokok

2. pelepasan hipotek oleh kreditur

3. penetapan tingkat oleh hakim.

C. HAK TANGGUNGAN

Undang-undang hak tanggugan yaitu UU No. 4/1996,telah diundangkan pada taggal 9 april 1996 dan
berlaku sejak diundangkan. Undag-undang ini merupakan amanat (pelaksanaan) dari pasal 51 undang-
undang pokok agraria.

1. PENGERTIAN HAK TANGGUNGAN

Pengertian hak tanggungan menurut Undang-undang nomor 4/1996, diatur dalam pasal 1 butir 1 yang
menyatakan bahwa : Hak tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah
sebagaimana yang dimaksud dalam undang-undang nomor 5/1960 tentang peraturan dasar pokok-pokok
agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah
itu,untuk pelunasan utang tertentu,yang memberikan kedudukan yang di utamakan kepada kreditur
tertentu terhadap kreditur-kreditur lain.[9]

Jadi, dapat disimpulkan bahwa hak tanggungan adalah hak jaminan atas tanah untuk pelunasan
utang tertentu yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap
kreditur-kreditur lain.
Selanjutya,Penjelasan umum Undang-undang hak tanggungan ini ( 3 butir ) menyatakan bahwa hak
tanggungan merupakan lembaga hak jaminan atas tanah yang kuat dengan ciri-ciri

a. Memberikan kedudukan yang diutamakan atas mendahulu kepada pemegangnya ( droit de


preference- pasal 1 butir 1 UUHT ).

b. Selalu mengikuti objek yang dijaminkan dalam tangan siapapun objek itu berada ( droit de suite
pasal 7 UUHT ).

c. Memenuhi asas spesialitas dan publisitas sehingga dapat mengikat pihak ketiga dan memberikan
kepastian hukum kepada pihak-pihak yang berkepentingan.Memenuhi asas spesialitas ( pasal 11 butir 1
UUHT ) maksudya ditentukan objeknya,besarnya nilai tanggungan dan identitas para pihak .

d. Mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya ( pasal 6 jo pasal 26 UUHT ).

Pembebanan hak tanggungan didasarkan kepada suatu perjanjian, yang disebut perjanjian hak
tanggungan.Perjanjian hak tanggungan adalah Perjanjian ikutan atau perjanjian tambahan (asesoir)
artinya selalu dikaitkan dengan perjanjian pokok yaitu perjanjian utang-piutang atau perjanjian lain
( penjelasan umum butir 8 jo penjelasan pasal 10 butir 1 UUHT ).[10]

2. SUBJEK HUKUM TANGGUNGAN

Subjek hak tanggungan adalah pemberi maupun pemegang hak tanggungan baik perorangan atau badan
hukum yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum, terhadap objek hak
tanggungan ( pasal 8 dan 9 UUHT).

3. OBJEK HAK TANGGUNGAN

Objek hak tanggungan di sebutkan dalam pasal 4 jo pasal 27 Undang-undang hak tanggungan, yaitu:[11]

a. Yang ditunjuk oleh undang-undang pokok Agraria sesuai dengan pasal 16 ayat 1 huruf a,b,c
sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 4 ayat 1 Undang-undang pokok agraria.

Pasal 4 ayat 1 Undang-undang Hak tanggungan, menyatakan ,hak atas tanah yang dapat dibebani hak
tanggungan adalah :

1. Hak milik ( pasal 25 UUPA )

2. Hak guna usaha ( pasal 33 UUPA )

3. Hak guna bangunan ( Pasal 39 UUPA

b. Yang ditunjuk oleh Undang-undang Nomor 16 tahun 1915 tentang rumah susun ( pasal 12 dan 13
Undang-undang rumah susun jo pasal pasal 27 Undang-undang hak tanggungan ), yaitu :
1. Rumah susun yang terdiri atas tanah hak milik, hak guna bangunan dan hak pakai yang diberikan
oleh negara

2. Hak milik atas satuan rumah susun yang bangunannya berdiri diatas tanah hak-hak yang di sebut di
atas.

c. Yang ditunjuk oleh Undang-undang hak tanggungan ( pasal 4 ayat 2 ).Hak pakai atas tanah negara
yang menurut ketentuan yang berlaku wajib didaftar ddan menurut sifatnya dapat dipindahtangankan.

d. Hak pakai atas tanah hak milik yang akan di atur kemudian dengan peraturan pemerintah (pasal 4
ayat (3) UUHT ).

Di samping itu objek hak tanggungan tidak hanya tanahnya saja tetapi juga dapat berikut dengan benda-
benda yang berkaitan dengan tanah seperti yang ditentukan dalam pasal 4 ayat 4 Undang-undang hak
tanggungan berikut penjelasannya , yang menyatakan bahwa : Objek Hak tanggungan adalah hak atas
tanah berikut bangunan,tananaman dan hasil karya yang telah ada atau yang akan ada yang merupakan
satu kesatuan dengan tanah tersebut, yang merupakan milik pemegang hak atas tanah,yang
pembebanannya dengan tegas dinyatakan dalam akta pemberian hak tanggungan yang bersangkutan.
[12]

Yang dimaksud dengan objek hak tanggungan berupa hasil karya adalah misalnya
candi,patung,gapura,relief yang merupakan satu kesatuan dengan tanah yang bersangkutan.

Jika dibandingkan dengan hipotek sebelumnya, maka objek hak tanggungan khusus mengenai tanah
adalah lebih luas, karena hak tanggungan dapat juga dibebankan terhadap hak pakai atas tanah negara
yang menurut ketentuan yang berlaku wajib didaftarkan dan menurut sifatnya dapat dipindahtangankan
( pasal 4 ayat 2 UUHT ).[13]

4. AKTA PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN ( APHT )

Pasal 11 ayat 1 UUHT, menentukan : Di dalam akta pemberian hak tanggungan wajib cantumkan :

a. Nama dan identitas pemegang dan pemberi hak tanggungan

b. Domisili pihak-pihak sebagaimana dimaksud dengan nama dan identitas pemegang dan pemberi
hak tanggungan dan seterusnya

Selanjutnya pasal 11 ayat 2 UUHT,menentukan dalam Akta pemberian hak tanggungan dapat
dicantumkan janji-janji:

a. janji yang membatasi kewenangan pemberi hak tanggungan untuk menyewakan objek hak
tanggungan dan/atau menentukan atau mengubahjangka waktu sewa dan/atau menerima uang sewa di
muka, kecuali dengan persetujuan tertulis lebih dulu sari pemegang hak tanggungan

b. janji yang membatasi kewenangan pemberi hak tanggungan...dan seterusnya.


Kemudian penjelasan pasal 11 ayat 1 UUHT ,menyebutkan : ketentuan ini menetapkan isi yang
sifatnya wajib untuk disahnya Akta pemberian hak tanggungan .

Penjelasan pasal 11 ayat 2, berbunyi: janji-janji yang dicantumkan pada ayat ini sifatnya fakultatif
dan seterusnya,kecuali itu, ada janji yang dilarang untuk diadakan yaitu janji yang memberikan
kewenangan kepada pemegang hak tanggungan untuk memiliki objek hak tanggungan (pasal 12 UUHT).

5. EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN

Salah satu ciri dari hak tanggungan adalah mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya.Pasal 6 Undang-
undang hak tanggungan, menyatakan bahwa apabila debitur cidera janji,pemegang hak tanggungan
pertama mempunyai hak untuk menjual objek hak tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui
pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut. Selanjutnya
eksekusi hak tanggungan diatur dalam pasal 20 dan 21 Undang-undang hak tanggungan.

Menurut ketentuan pasal 20 ayat 1 Undang-undang hak tanggungan ada 2 (dua) cara melakukan
eksekusi hak tanggungan yaitu :

a. Melakukan penjualan objek hak tanggungan oleh pemegang hak tanggungan pertama
sebagaimana yang dimaksud oleh pasal 6 diatas

b. Melaksanakan eksekusi berdasarkan titel eksikutorial yang tercantum dalam setifikat hak
tanggungan tersebut.

Penjualan objek hak tanggungan dapat dilakukan di bawah tangan atas kesepakatan para pihak, jika
dengan demikian akan dapat diperoleh harga tertinggi yang akan menguntungkan semua pihak (Pasal 20
ayat 2 UUHT)

Apabila pemberi hak tanggungan dinyatakan pailit, pemegang hak tanggungan tetap berwenang
melakukan segala hak yang diperolehnya (Pasal 21 UUHT). Dengan demikianpemegang hak tanggungan
sebagai kreditur separatis tetap memiliki hak untuk didahulukan, walaupun pemberi hak tanggungan
dinyatakan pailit.[14]

6. HAPUSNYA HAK TANGGUNGAN

Pasal 18 ayat 1 Undang-undang Hak tanggungan menyatakan : hak tanggungan hapus karena hal-hal
sebagai berikut :

a. Hapusnya utang yang dijamin dengan hak tanggungannya.

b. Dilepasnya hak tanggungan oleh pemegang hak tanggungan

c. Pembersihan hak tanggungan berdasarkan penetapan peringkat oleh ketua pengadilan negeri.

d. Hapusnya hak atas tanah yang dibebani hak tanggungan


D. FIDUSIA (Undang-undang nomor 42/1999)

Fidusia atau Fiduciaere Eigendoms Overdracht (FEO), ialah jaminan hak milik berdasarkan
kepercayaan, yang merupakan suatu benrtuk jaminan atas benda bergerak disamping gadai, yang lahir
dari yuripudensi. Di negeri Blanda yurispudensi yang menjadi dasar hukumannya adalah Bierbrouwerij
Arrest tanggal 25 Januari 1929. Sedangkan di Indonesia yang menjadi dasar hukumannya adalah
Bataafsche Petroleum Maatschapij Arrest tanggal 18 agustus 1932,dan sekarang telah diatur didalam
Undang-undang nomor 42/1999, tentang jaminan Fidusia, di Undangkan pada tanggal 30 september
1999.

Jaminan Fidusia ini timbul dalam praktik berkenaan dengan adanya ketentuan pasal 1152(2) KUHP
perdata tentang gadai, yang mensyaratkan bahwa kekuasaan atas benda yang digadaikan tidak boleh
berada pada pihak debitur. Ketentuan ini mengakibatkan pihak debitur tidak dapat mempergunakan
benda yang dijaminkannya untuk keperluan Usahanya. Keadaan semacan ini kemuadian dapat diatasi
dengan mempergunakan jaminan Fidusia. Oleh karena itu perbedaan jaminan Fidusia dengan gadai
adalah terletak pada penguasaan benda yang dijaminkan. Pada gadai, benda jaminan harus diserahkan
dibawah kekuasaan kreditur (pemegang gadai), sedangkan dalam Fidusia yang diserahkan adalah hak
milik atas benda jaminan, benda jamninan itu sendiri tetap dikuasai oleh debitur (penyerahan semacam
ini disebut Constitutum Possesorium).

Lembaga jaminan Fidusia ini mulai disebut secara resmi dalam UU no 16 tahun 1985 tentang
satuan rrumah susun(UU Sarusun). Yang menyatakan bahwa rusun atau sarusun ( apartemen) dapat
dibebani Hipotek dan hak tanggungan, jika tanahnya hak milik maupun hak guna bangunan, atau dengan
fidusia jika tanahnya hak pakai atas tanah negara. Sekarang ini, hak pakai ini telah menjadi objek hak
tanggungan(pasal 27 UU hak tanggungan).

Sebenarnya sebahgai hak jaminan atas tanah, jaminan fidusia telah berlansung secak jaman
Hindia Belanda, contohnya, terhadap hak hak Grant sultan di Smunatra Timur( sumatra Utara). Tanah-
tanah ini oleh UU tidak ditunjukn sebagai objek hipotek, sehingga dapat dibebankan dengan fidusia.
Oleh karena itu jika dihubungkan dengan putusan mahkamah agung diatas, dapat dikatakan bahwa
sebelum berlakunya UU nomor.42/1999(UUJF) Objek fidusia adalah benda bergerak dan benda tidak
bergerak. Benda tidak bergerak yang menjadi objek fidusia adalah tanah hak grant dan tanah yang belum
bersertifikat.[15]

1. Pengertian Fidusia

Pasal 1(1) UU nomor 42/1999, berbunyi sebagai berikut: Fidusia adalah pengalihan hak
kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak
kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda.

Pasal 1(2) UU nomor 42/1999 menyatakan : Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda
bergerak baik yang berwujud maupun tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan
yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam UU no 4/1996 tentang hak
tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan
hutang tertentu yang memberikan kedudukan diutamakan kepada penerima Fidusia terhadap kreditur
lainnya.[16]

Dari ketentuan pasal 1(2) ini,dapat di ketentuan bahwa unsur-unsurjaminan fidusia,adalah:

1.Adanya hak jaminan.hak jaminan di maksud yaitu hak jaminan kebendaan.

2.Ada objek.yang di maksud dengan objek dalam jaminan fidusia ialah benda tak bergerak yang tidak
dapat di bebani Hak tanggungan dan benda bergerak yang berwujud maupun tidak berwujud.

3.Ojek tetap berada di bawah “pengenguasaan pemberi fidusia”.yangdi maksud dengan “tetap berada
dalam penguasaan pemberi fidusia “.ialah bahwa benda yang menjadi objek jaminan di serahkan secara
constitutum possesorium (benda jaminan tetap di kuasai debitur)

4.Sebagai agunan bagi pelunasaan utang tertentu.

Selanjutnya sebagaimana halnya hak tanggungan, jaminan fidusiapun mempuyai ciri ciri sebagai
berikut:

1.Memberikan kedudukan yang diutamakan kepada fidusia terhadap kreditor terhadap kreditor
lainnya(pasal 1 ayat 2 UUJF)

2. jaminan fidusia tetap mengikuti benda yabng menjuadi objrek jaminan fidusia dalam tabngan
siapapun benda tersebut berada(pasal 20 UUJF)

3. merupakan perjanjian ikutan dari suatu perjanjian pokok(perjanjian asesoir pasal 4 UUJF)

4. memenuhi asas spesialitas(pasal 6 UUJF)

5. memenuhi asas publisita(pasal 11 dan 12 UUJF)

6. mudah dan pasti pelaksaanaan eksekusinya(pasal 29 UUJF)[17]

2. Objek Fidusia

Sebelum berlakunya Undang undang nomor 42/1999 tentang jaminan fidusia, pada umumnya
benda yang menjadi objek jaminan adalah benda bergerak yang terdiri dari benda persediaan(barang
inventaris) , barang dagangan,piutang, peralatan mesin dan kendaraan bermotor(penjelasa Umun butir 3
UUJF). [18]

Kemudian pasal 3 UUJF menyatakan dengan tegas bahwa Undang-undang Jaminan Fidusia tidak
berlaku terhadap:

a. Hak tanggungan yang berkaitan dengan tanah dan bangunan sepanjang peraturan perundangan yang
berlaku menentukan jaminan atas benda-benda tersebut wajib didaftar.
b. Hipotek atas kapal yang terdaftar dengan isi kotor berukuran 20M3 atau lebih

c. Hipotek atas pesawatterbang dan helikopter

d. Gadai

Penjelasan Pasal 3 UUJF ini lebih lanjut menyatakan bangunan diatas tanah hak milik orang lain
yang tidak dapat dibebani hak hak tanggungan dapat dijadikan objek jaminan Fidusia.

3. Subjek Fidusia

Yang dapat menjadi subjek atau para pihak dari jaminan fidusia adalah orang perorangan atau
korporasi.

4. Eksekusi jaminan fidusia

Undang undang jamninan fidusia juga memberikan kemudahan dalam melaksanakan eksekusi
melalui lembaga Parate eksekusi (pasal 15 ayat 3UUJF). Selanjutnya mengenaieksekusi jaminan fidusia ini
diatur dalam pasal 29 dan 30 UUJF.

Pemegang jaminan fidusia merupakan kreditur separatis sebagaimana yangditentukan dalam


pasal 56 Undang undang Kepailitan (UU No.4/1998). Pengakuan hak separatis akan memberikan
perlindungan hukum bagi kreditur pemegang fidusia. Dilain pihak adanya penangguhan jangka waktu
selama 90 hari untuk memperoleh pelunasan suatu piutang terhitung sejak putusan pailit
ditetapkan,sebagaimana tercantum dalam pasal 56A Undang-undang Kepailitan, menjadi tidak sinkron
dengan prinsip hak separatis. Kreditur separatis adalah kreditur yang penagihan piutangnya seolah-olah
tidak terjadi kepailitan. Karena itu, dalam hal mengeksekusi jaminan hutang, kreditur separatis dapat
menjual dan mengambil hasil penjualan jaminan hutang tersebut seolah-olah tidak terjadi kepailitan.[19]

5. Hapusnya jaminan fidusia

PASAL 25 AYAT 1 menetukan , jaminan fidusia hapus karena hal hal berikut :

- Hapusnya hutang yang dijamin dengan fidusia

- Pelepasan hak atas jaminan fidusia oleh penerima fidusia

- Musnahnya benda yang menjadi objek jaminan fidusia


BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Gadai adalah suatu hak yang diperoleh kreditur atas suatu barang bergerak yang diserahkan epadanya
oleh debitur atau oleh kuasanya sebagai jaminan atas hutanganya yang membei wewenang kepada
kreditur untuk mngambil pelunasan piutangnya dari barang itu dengan mendahului kreditur kreditur
lain; dengan pengecualian biaya penjualan sebagai pelaksaan putusan atas tuntutan mengenai pemilik
atau penguasaan dan biaya penyelamatan barang itu yang dikeluarkan setelah baranag di gadaikan, dan
yang harus didahulukan

Pembagian lembaga jaminan menjadi gadai dan hipotek adalah sebagai konsekuensi dari pembagian
benda atas benda bergerak dan tidak bergerak. Undang-undang memberikan lembaga jaminan sendiri
sendiri. Untuk benda bergerak disebut gadai, sedangkan yang tidak bergerak diebut Hipotek, oleh karena
itu Pasal 1167 KUHPerdata dengan tegas menyatakan barang bergerak tidak dapat dibebani hipotek.

Hak tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana yang dimaksud
dalam undang-undang nomor 5/1960 tentang peraturan dasar pokok-pokok agraria,berikut atau tidak
berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu,untuk pelunasan utang
tertentu,yang memberikan kedudukan yang di utamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-
kreditur lain.

Fidusia atau Fiduciaere Eigendoms Overdracht (FEO), ialah jaminan hak milik berdasarkan kepercayaan,
yang merupakan suatu benrtuk jaminan atas benda bergerak disamping gadai, yang lahir dari
yuripudensi.
DAFTAR PUSTAKA

Budi Harsono: Konsepsi Pemikiran tentang Undang-undang hak tanggungan (sebuah paper),seminar
nasional Undang-undang hak tanggungan, (bandung: 27 mei 1996)

Djaja S. Meliala, Perkembangan Hukum Perdata Tentang Benda dan Hukum Perikatan, (Bandung, Nuansa
Aulia,2007)

J.Satrio, Hukum Jaminan,hak-hak jaminan Kebendaan, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti,1991)

Munir Fuady, Hukum Pailit dalam Teori dan Praktek, (Bandung, PT Citra Aditya Bakti, 1999) hlm.105

Ny.Retno Wulan Sutantio, Prosedur Eksekusi Hak Tanggungan, (Bandung, 1996)

Tan Kamelo, Hukum Jaminan Fidusia, (Bandung: Alumni, 2006)

Anda mungkin juga menyukai