Anda di halaman 1dari 4

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Seiring berkembangnya zaman pada era modern ini, kebiasaan masyarakat


untuk menjadi konsumtif turut mempengaruhi kondisi kesehatan yang dimiliki.
Hal ini dibuktikan dengan semakin meningkatnya angka kejadian penyakit kronis
dan tidak menular seperti hipertensi. Beberapa faktor yang mempengaruhi
terjadinya hipertensi yaitu usia, jenis kelamin, obesitas, riwayat keluarga,
merokok, dan kurang olahraga. Hipertensi yang tidak ditangani dengan baik bisa
beresiko pada serangan stroke. Peningkatan tekanan darah terus-menerus akan
mengakibatkan kerusakan pembuluh darah pada organ-organ vital termasuk pada
otak. Pembuluh darah pada otak yang menebal bisa menyebabkan perfusi jaringan
menurun dan mengakibatkan kerusakan organ tubuh dan terjadilah stroke
(Udjianti, 2010). Cerebro Vascular Accident (CVA) atau sering dikenal dengan
stroke menurut kriteria WHO secara klinis didefinisikan sebagai gangguan
fungsional otak yang terjadi secara mendadak dengan tanda dan gejala klinis baik
fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam atau dapat menimbulkan
kematian yang disebabkan oleh karena gangguan peredaran darah otak. Stroke
adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah dan
oksigen ke otak. Berkurangnya aliran darah dan oksigen ini dikarenakan adanya
sumbatan, penyempitan, atau pecahnyapembuluh darah di otak (Smeltzer, 2001).
Saat penulis melakukan praktik profesi ners di RT 14 RW 04 Kelurahan Pakis
Kecamatan Sawahan Surabaya, penulis menjumpai klien dengan diagnosa medis
CVA. Pada umumnya klien dengan CVA mengalami kekakuan otot, gaya berjalan
salah satu kaki yang terkena diseret, bicara pelat. Menurut penulis, hal ini
menunjukan bahwa klien tersebut mengalami gangguan sistem muskuloskeletal
dan persyarafan.
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Nasional (2013), jumlah
penderita penyakit stroke di Indonesia tahun 2013 berdasarkan diagnosis tenaga
kesehatan (Nakes) diperkirakan sebanyak 1.236.825 orang (7,0%), sedangkan
berdasarkan diagnosis Nakes/gejala diperkirakan sebanyak 2.137.941 orang
(12,1%). Berdasarkan diagnosis Nakes maupun diagnosis/gejala, Provinsi Jawa

1
2

Barat memiliki estimasi jumlah penderita terbanyak yaitu sebanyak 238.001 orang
(7,4%) dan 533.895 orang (16,6%), sedangkan Provinsi Papua Barat memiliki
jumlah penderita paling sedikit yaitu sebanyak 2.007 orang (3,6%) dan 2.955
orang (5,3%). Pada Provinsi Jawa Timur penderita stroke berdasarkan diagnosis
Nakes diperkirakan sebanyak 190.449 orang (6,6%) dan sedangkan berdasarkan
diagnosis gejala memiliki estimasi jumlah penderita sebanyak orang 302.987
(10,5%). Sedangkan saat penulis melakukan pengkajian SMD di RT 14 RW 04
Kelurahan Pakis Surabaya, penulis menjumpai keluarga yang anggota
keluarganya mengalami stroke dari KK yang ada di RT 14.
Terdapat dua faktor yang bisa menyebabkan resiko Cerebro Vascular Accident
(CVA) yaitu faktor yang dapat dikontrol dan tidak dapat dikontrol. Faktor resiko yang
dapat dikontrol harus diupayakan oleh keluarga supaya tidak mengalami serangan stroke
selanjutnya seperti menghindari beberapa hal yaitu hipertensi, diabetes mellitus,
penyakit jantung, riwayat stroke sebelumnya, merokok, kolesterol tinggi, obesitas,
serta minuman alkohol. Sedangkan faktor resiko yang tidak dapat dikontrol
seperti usia, jenis kelamin, ataupun riwayat keturunan dari keluarga (Smeltzer,
2001). Sedangkan klasifikasi stroke terbagi menjadi stroke iskemik dan
hemoraghic. Stroke iskemik (non hemorragic) yaitu tersumbatnya pembuluh
darah yang menyebabkan aliran darah ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti.
80% stroke adalah stroke iskemik. Stroke hemoragik adalah stroke yang
diebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak. Hampir 70% kasus stroke
hemoragik terjadi pada penderita hipertensi. Akibat dari masalah diatas maka
terjadi penghentian suplai darah ke otak, yang menyebabkan kehilangan
sementara atau permanen gerakan, berpikir, memori, bicara, atau sensasi bahkan
bisa beresiko pada kematian. Namun, apabila dapat ditata laksana dengan baik,
upaya kesehatan yang dilakukan bisa memperbaiki prognosis klien sehingga
kesehatannya bisa berangsur pulih kembali.
Penatalaksanaan CVA terdiri dari tindakan mandiri perawat dan kolaboratif
bersama tim kesehatan yang lain. Salah satu tindakan mandiri yang dapat
dilakukan pada pasien yang mengalami CVA yaitu dengan memberikan
pendidikan kesehatan terkait masalah yang dialami, memberikan pendampingan
psikologis atau support sistem bagi klien dan keluarga, melatih klien tentang
latihan rentang gerak sendi atau ROM. Selain itu peranan keluarga juga sangat
3

penting dalam mengenal masalah stroke, memutuskan tindakan yang tepat bagi
keluarga yang menderita stroke, merawat anggota keluarga yang menderita stroke,
memodifikasi lingkungan rumah agar aman untuk anggota keluarga yang
menderita stroke serta memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada seperti
menganjurkan menggunakan Puskesmas terdekat yaitu Puskesmas Pakis.
Sedangkan tindakan kolaboratif pada perawatan pasien yang mengalami CVA bisa
dengan terapi obat-obatan hipertensi seperi golongan ACE inhibitor atau beta
bloker, golongan obat antikoagulan, vitamin saraf seperti Vitamin B kompleks
yang berguna memelihara kesehatan saraf atau golongan vitamin untuk kesehatan
saraf otak seperti asetikolin, berlatih kembali dengan tim kesehatan fisioterapi,
serta konsultasi mengenai diit pasien stroke pada tim kesehatan ahli gizi. Selain
tindakan yang dilakukan dalam bidang kesehatan dari tenaga kesehatan,
dibutuhkan pula peran serta keluarga untuk ikut serta dalam merawat anggota
keluarga yang sakit. Dimana peran keluarga sangat bermanfaat bagi kesembuhan
klien saat dirumah, peran yang dapat dilakukan oleh keluarga yaitu membantu
klien untuk mengenal masalah/penyakitnya, membantu klien mengambil
keputusan yang harus diambil saat mengetahui sakit yang diderita, membantu
klien mengambil tindakan yang harus dilakukan, selain itu keluarga juga dapat
membantu klien dalam memodifikasi lingkungan dan memanfaatkan fasilitas
kesehatan sehingga klien akan merasa diperhatikan dan disayangi oleh keluarga

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, penulis merumuskan beberapa


masalah diantaranya:

1.2.1 Bagaimanakah karakteristik pengkajian yang ditemukan pada Tn.Y yang


mengalami Cerebro Vaskular Accident (CVA)?

1.2.2 Apa saja diagnosa keperawatan yang muncul pada Tn.Y yang mengalami
Cerebro Vaskular Accident (CVA)?

1.2.3 Apa saja intervensi keperawatan yang dapat disusun pada Tn.Y yang
mengalami Cerebro Vaskular Accident (CVA)?
4

1.2.4 Apa saja implementasi keperawatan yang dapat dilakukan pada Tn.Y yang
mengalami Cerebro Vaskular Accident (CVA)?

1.2.5 Bagaimanakah hasil evaluasi keperawatan pada Tn.Y yang mengalami


Cerebro Vaskular Accident (CVA)?

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan keluarga pada Tn.Y dengan


Cerebro Vaskular Accident (CVA) di RT 12 RW 04 Kelurahan Pakis Surabaya.

1.3.2 Tujuan Khusus

1.3.2.1 Mahasiswa mampu melakukan pengkajian keperawatan pada Tn.Y yang


mengalami Cerebro Vaskular Accident (CVA).

1.3.2.2 Mahasiswa mampu menegakkan diagnosa keperawatan pada Tn.Y yang


mengalami Cerebro Vaskular Accident (CVA).

1.3.2.3 Mahasiswa mampu menyusun intervensi keperawatan pada Tn.Y yang


mengalami Cerebro Vaskular Accident (CVA).

1.3.2.4 Mahasiswa mampu melakukan implementasi keperawatan pada Tn.Y yang


mengalami Cerebro Vaskular Accident (CVA).

1.3.2.5 Mahasiswa mampu melakukan evaluasi keperawatan pada pada Tn.Y yang
mengalami Cerebro Vaskular Accident (CVA).

Anda mungkin juga menyukai