JUDUL
"Mitigasi Bencana Longsor dalam Pengembangan Smart City Berbasis Geospasial di
Sukabumi dengan Menggunakan SIG serta Penginderaan Jauh"
PENGEMBANGAN SMART CITY BERBASIS GEOSPASIAL UNTUK MITIGASI
BENCANA
Diusulkan oleh :
Martanti Aji Pangestu (03311840000046)
Mega Wulansari (03311840000017)
Dimana jika :
F > 1,0 ; lereng dalam keadaan mantap
F = 1 ; lereng dalam keadaan seimbang, dan siap untuk longsor
F < 1 ; lereng tidak mantap
(Puturuhu, 2015)
Dalam hal ini, juga terdapat factor beberapa factor yang mempengaruhi kemantapan
lereng yakni :
o Penyebaran batuan
o Struktur geologi
o Morfologi
o Iklim
o Tingkat pelapukan
o Hasil kerja manusia
Ada pula factor yang dapat menaikkan tagangan geser yakni :
o Pengurangan penyangga lateral
o Penambahan tegangan
o Gaya dinamik
o Pengangkatan atau penurunan regional
o Pemindahan penyangga
o Tegangan lateral
Selain itu, factor yang mengurangi kekuatan geser adalah sebagai berikut :
o Keadaan atau rona awal
o Perubahan karena pelapukan dan reaksi kimia fisik
o Perubahan gaya antara butiran yang disebabkan pengaruh kandungan air dan tekanan
air pori
o Perubahan struktur
BAB III
METODOLOGI
3.1 Sumber Data
Sumber dari pembuatan peta ada dua macam data geografis yaitu sumber primer dan sumber
sekunder.
1. Sumber data primer adalah sumber data yang didapatkan dengan cara observasi secara
langsung di lapangan dengan cara pengukuran, pengamatan, pembuatan sketsa, dan
wawancara terhadap penduduk setempat.
2. Sumber data sekunder adalah sumber data yang diperoleh dengan cara observasi
secara tidak langsung, artinya data diperoleh dari foto, peta, dan dokumentasi yang
sudah ada pada suatu instansi terkait.
Dalam membuat ini, penulis menggunakan sumber sekunder. Dimana data diperoleh dari
berbagai instansi seperti BMKG serta jurnal-jurnbal yang telah melakukan penelitian.
Tahap ini diawali dengan menyiapkan peta dasar untuk digandakan menjadi peta baru
yang akan digunakan untuk peta tematik. Proses menggambar peta dasar menjadi peta yang
baru dapat dilakukan dengan cara memfotokopi atau disalin/digambar pada kertas yang lain
dengan menggunakan pantograph, atau dengan garis-garis koordinat (kotak-kotak). Setelah
peta dasar selesai dibuat, langkah berikutnya adalah penyajian data dengan cara
menggambarkan simbol-simbol yang sesuai antara objek geografis di lapangan dengan objek
di peta. Misalnya simbol arsir bertingkat, simbol lingkaran, simbol batang, atau simbol
gambar. Simbol peta tematik hendaknya dirancang dengan baik, benar, dan sesuai, agar
tujuan pemetaan dapat tercapai, menarik, bersih, dan mudah dibaca.
BAB IV
ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN
4.1 DATA
a) Peta Morfologi Sukabumi
Histogram perubahan luas daerah tingkat kerentanan gerakan tanah akibat pengaruh curah
hujan selama bulan Januari hingga Juni 1990.
4.2 PEMBAHASAN
Wilayah Kabupaten Sukabumi memiliki morfologi berelief halus hingga sangat kasar
dengan kemiringan lereng datar hingga sangat terjal. Jika tanah semakin terjal (kemiringan
besar) maka potensi terjadinya longsor akan tinggi. Dengan demikian daerah yang terjal
harus sangat diperhatikan karena mudah sekali untuk longsor. Selain itu, factor curah hujan
yang turun juga merupakan factor terbesar dalam potensi terjadinya longsor. Proses pertama
terjadinya tanah longsor adalah proses resapan air hujan ke dalam tanah. Dimana peristiwa
meresapnya air ini nantinya akan mempengaruhi beban dalam tanah yang nantinya tanah
akan berada diambang batas maksimal dalam menampung air. Apabila air yang secara terus
menerus menerjang tanah sampai suatu ketika dapat menembus ke bagian tanah yang kedap
air serta berperan sebagai bidang penggelincir maka tanah akan menjadi licin. Tanah yang
licin inilah nantinya akan akan mengalami pergerakan yang amat cepat menuju ke bawah
apabila hujan deras terjadi. Tanah yang berada di permukaan akan mengalami pelapukan,
begitu juga struktur lapisan tanah yang berada di bawahnya begitu sampai dasar dari tanah.
Pada peristiwa pelapukan inilah yang nantinya akan menyebakan tanah bergerak mengikuti
lereng dan kemudian keluar lereng sehingga terjadilah tanah longsor.
Gerakan tanah umumnya terjadi pada lapisan tanah yang memiliki nilai kuat geser kecil dan
permeabilitas yang besar. Karakteristik curah hujan dan kejadian gerakan tanah di wilayah
Kabupaten Sukabumi menunjukkan bahwa potensi gerakan tanah tinggi di wilayah bagian
utara terjadi selama periode curah hujan bulan Januari hingga April. Sedangkan kejadian
gerakan tanah di wilayah bagian selatan kemungkinan besar terasosiasi dengan curah hujan
harian bulan Juni. Diindikasikan bahwa hampir semua peristiwa gerakan tanah di wilayah
Kabupaten Sukabumi terjadi pada zona kerentanan menengah hingga tinggi, terutama di
wilayah Kecamatan Pelabuhan Ratu, Cibadak dan Cisolok. Kejadian gerakan tanah pada zona
kerentanan rendah kemungkinan dipengaruhi oleh faktor aliran air permukaan. Peningkatan
luasan zona kerentanan gerakan tanah tinggi juga dapat terjadi pada saat mendekati akhir
periode bulan basah meskipun jumlah hujan harian semakin berkurang di wilayah ini.
Makalah ini memperlihatkan bahwa analisis kestabilan lereng suatu wilayah perlu
mempertimbangkan variasi kondisi keteknikan tanah secara spasial dan variasi curah hujan
secara temporal agar hasil analisis dapat digunakan untuk mengkaji dan memprediksi potensi
ancaman gerakan tanah secara lebih akurat untuk mitigasi bencana longsor.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan data dan pembahasan, penulis memperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1. Longsor diakibatkan olehbeberapa factor. Factor alam seperti curah hujan sangat
tinggi, pergerakan tanah, kemiringan lereng dan masih banyak lagi.
2. Dalam mengaplikasikan smart city, salah satu caranya dengan mitigasi bencana untuk
mengurangi jumlah korban jiwa dan jumlah fasilitas serta harta benda yang rusak
karena bencana tanah longosr dengan meperhatikan lebih daerah yang mempunyai
potensi longsor yang tinggi. Sehingga harus mendapatkan evakuasi sedini mungkin
jika longsor telah terdeteksi.
5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan penelitian, maka penulis memberikan berupa saran-saran sebagai
berikut :
Untuk melakukan mitigasi bencana longsor perlu diperhatikan daerah-daerah yang memiliki
kerentanan pergerakan tanah yang tinggi. Karena apabila tanah memiliki kerentana
pergerakan tanah yang tinggi maka potensi longsor dating sangat besar. Sehingga untuk
melakukan mitigasi agar tidak ada korban jiwa pemerintah perlu meperhatikan daerah
tersebut dalam segala kondisi.
DAFTAR PUSTAKA
Miswar, Deddy and Halengkara, Listumbinang. 2016. Pengantar Penginderaan Jauh. Yogyakarta :
MOBIUS, 2016.
Puturuhu, Ferad. 2015. Mitigasi Bencana dan Penginderaan Jauh. Yogyakarta : Graha Ilmu, 2015.
Sugianti, Khori. 2016. Model Kerentanan Gerakan Tanah Wilayah Kabupaten Sukabumi Secara
Spasial dan Temporal. Bandung: Kompleks LIPI Gd. 70