Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Oleh :
Tsani Adiyanti
240120180501
1
II. PEMBAHASAN
2.1 Antibiotik
2
2.2 Bakteri Streptomyces griseus
Bakteri adalah suatu organisme yang jumlahnya paling banyak dan tersebar luas
dibandingkan dengan organisme lainnya. Bakteri umumnya merupakan organisme
uniseluler (bersel tunggal), prokariota/tidak mengandung klorofil serta berukuran
mikroskopik (sangat kecil). Bakteri berasal dari bahasa latin yaitu bacterium. Bakteri
memiliki jumlah spesies yang banyak dan tumbuh di tanah, air, di organisme lain, dan
juga berada di lingkungan yang biasa maupun ekstrim.
Pertumbuhan bakteri dalam peningkatan jumlah maupun penabahan jumlah sel
dipenaruhi oleh beberapa faktor. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan bakteri tersebut, yaitu seperti pH, suhu temperature, kandungan garam,
sumber nutrisi, zat kimia dan zat sisa metabolisme.
Bakteri Streptomyces griseus merupakan bakteri Gram positif yang memiliki
rentang pH 5-11 tetapi optimum di pH 9 (Basa). Bakteri ini bersifat Aerob, selain itu
Streptomyces griseus merupakan bakteri mesofil yang memiliki suhu optimum 25-35 ºC.
Bakteri ini tersebar luas di tanah yang berfungsi sebagai pengurai sisa-sisa makhluk
hidup. Hal ini dibuktikan dengan karakter yang khas berupa bau koloni yang menyerupai
bau tanah pada media (Alwi, Merdekawaty, & Umrah, 2012). Selain pada tanah, bakteri
ini juga di temukan pada tumbuhan yang membusuk. Bakteri Streptomyces griseus
berperan penting dalam kesehatan dan industry karena mensintesis lebih dari 50
antibiotik yang berhasil diisolasi dari spesies ini.
Bakteri Streptomyces griseus adalah sumber utama senyawa antibiotik saat ini.
Bakteri ini memproduksi kurang lebih 80 % antibiotik alami yang berguna secara klinis.
Streptomisin adalah salah satu contoh antibiotik yang berasal dari Bakteri Streptomyces
griseus (Putri, lisdiyanti, & Kusmiati, 2018). Streptomisin digunakan untuk membunuh
kuman penyebab TBC (dibantu dengan obat lain), Pneumonia, dan Disentri.
Streptomisin merupakan salah satu contoh antibiotik yang dikelompokn ke dalam
golongan aminoglikosida (J, Bhadra, & M, 2014) dapat diperoleh dengan menginokulasi
mikroorganisme pada medium yang steril dan membiarkan proses fermentasi terjadi
secara aerobik selama 48-96 jam. Streptomisin dapat dihasilkan melalui proses
fermentasi dengan menggunakan beragam substrat seperti tebu, bagas, kulit jeruk, dan
kulit nanas (Lim, 2015).
3
Klasifikasi Bakteri Streptomyces griseus
Domain : Bacteria
Phylum : Actinobacteria
Classis : Actinomycetes
Ordo : Actinomycitales
Familia : Strepyomycetaceae
Genus : Streptomyces
Spesies : griseus
Antibiotik memunyai peran penting pada pengobatan penyakit infeksi pada abad
ke 20 yaitu sejak ditemukannya Penisilin. Selanjutnya ratusan antibiotik telah diproduksi
dan disintesis untuk penggunaan klinik. Banyaknya jumlah serta variasi antibiotik yang
ada pada saat ini memberi kesempatan yang luas untuk pemakaian antibiotik, tetapi sulit
juga untuk menentukan pengobatan penyakit infeksi, sehingga harus diketahui
mekanisme kerja dari obat-obat antimikroba terhadap sel bakteri penyebab infeksi.
Secara umum mekanisme kerja antibiotik pada sel bakteri dapat terjadi melalui
beberapa cara, yaitu:
a. Menghambat sintesis dinding sel bakteri
b. Menghambat fungsi membrane plasma
c. Menghambat sintesis protein melalui penghambatan pada tahap translasi dan
transkripsi material genetic
d. Menghambat sintesis asam nukleat
e. Menghambat metabolism folat.
Streptomisin merupakan salah satu antibiotik yang bersifat bakteriosidal.
Streptomisin membunuh bakteri dengan cara menghambat sintesis protein dalam tubuh
bakteri.
4
Gambar 2. Mekanisme Kerja Antibiotik
5
negative yang mengandung lipid bermuatan positif pada permukaannya. Polimiksin
mempunyai aktivitas antagonis Mg2+ dan Ca2+ yang secara kompetisi menggantikan
Mg2+ atau Ca2+ dari gugus fosfat yang bermuatan negative pada lipid membran.
Polimiksin ini menyebabkan disorganisasi permeabilitas membran sehingga asam
nukleat dan kation-kation akan pecah dan sel akan mengalami kemaian. Biasanya
polimiksin tidak digunakan untuk pemakaian sistemik karena dapat berikatan dengan
berbagai ligan pada jaringan tubuh dan juga bersifat toksik terhadap ginjal dan system
saraf.
Gramisidin juga merupakan antibiotik yang aktif pada membrane sel yang
bekerja melaui pembentukan pori pada membrane sel dan biasanya hanya digunakan
secara topical. Polien bekerja pada membrane sel jamur yang tidak ada pada sel bakteri,
sebaliknya polimiksin inaktif terhadap jamur (Carroll, Brooks, Butel, & Morse, 2013).
6
aminoglikosida akan menghasilkan pecahnya polisom menjadi monosom yang
tidak mampu mensintesis protein (Nurtami & Auerkari, 2002).
Resistensi kromosomal mikroba terhadap aminoglikosida tergantung pada tidak
adanya reseptor protein spesifik pada subunit 30S ari ribosom. Resistensi melalui
plasmid tergantung dari pembentukan enzim-enzim adenilat, fosforilat dan
asetilat yang dapat merusak obat. Resistensi lain terjadi karena defek
permeabilitas yaitu perubahan membrane luar yang dapat menurunkan transport
aktif aminoglikosida ke dalam sel sehingga obat tidak mencapai ribosom.
Mekanisme ini juga melalui plasmid.
Tetrasiklin
Tetrasiklin berikatan dengan subunit 30S dari ribosom mikroba. Selanjutnya akan
menghambat sintesisi 0elalui pengha0batan pada perlekatan aminoasil-tRNA.
Akibatnya akan terjadi penghambatan di dalam pengenalan asam aminoyang brau
terbentuk pada rantai peptida.
Resistensi terhadap tetrasiklin terjadi karena perubahan permeabilitas envelop sel
mikr6ba. Pada sel yang peka, obat akan berada pada lingkungan dan tidak akan
meninggalkan sel, sedangkan pada sel-sel yang resisten obat tidak dapat di
transportasikan secara aktif kedalam sel atau akan hiang dengan cepat sehingga
konsentrasi hambat minimal tidak dapat dipertahankan. Mekanisme dikontrol
oleh plasmid.
Kloramfenikol
Antibiotik ini berikatan dengan subunit 50S dari ribosom dan akan
mempengaruhi pengikatan asam amino yang baru pada rantai peptida karena
kloramfenikol menghambat peptidil transferase. Kloramfenikol bersifat
bakteriostatik dan pertumbuhn mikroorganisme akan berlangsung lagi apabila
antibiotik ini menurun. Resistensi bakteri terhadap kloramfenikol disebabkan
bakteri menghasilkan enzim kloramfenikol asetiltransferase yang dapat merusak
aktivitas obat. Pembentukan enzim ini berada dibawah kontrol Plasmid.
7
Makrolid: eritromisin, azitromisin, klaritromisin
Obat-obat ini berikatan dengan subunit 50S ribosom dengan tempat ikatan pada
23S tRNA. Selanjutnya akan berpengaruh dalam pembentukan inisiasi kompleks
pada sintesis rantai peptida atau berpengaruh pada reaksi translokasi aminoasil.
Beberapa bakteri resistensi terhadap mikrolid tidak memiliki reseptor yang tepat
pada ribosom melalui metilasi tRNA. Mekanisme ini dapat melalui control
plasmid atau kromosom.
Linkomisin, klindamisin
Antibiotik golongan ini bekerja dengan berikatan pada subunit 50S ribosom
mikroba dengan tempat ikatan, aktivitas antibakteri dan cara kerja seperti
makrolid. Mutasi pada kromosom menimbulkan resistensi karena tidak terjadi
ikatan pada subunit 50S ribosom. (Sudigdoadi)
8
secara aerobik. Streptomisin dapat dihasilkan oleh bakteri Streptomyces griseus yang
tergolong dalam kelompok Actinomycetes.
Streptomisisn terbagi atas dua jenis, yaitu Streptomisin A dan Streptomisin B
(Hanko & Rohrer). Streptomisin yang digunakan untuk pengobatan adalah Streptomisin
A. Penggunaan antibiotik ini dilakukan melalui system injeksi. Hasil fermentasi bakteri
Streptomyces griseus tidak hanya menghasilkan streptomisin, tetapi juga menghasilkan
zat lain seperti mannosidostreptomisin (Streptomisin B), serta beberapa enzim
ekstraseluler dan inhibitor. Oleh karena itu, untuk memperoleh streptomisin hasil
fermentasi diperlukan beragam proses pemisahan dan pemurnian.
9
Pemurnian dengan Karbon Aktif
10
Pemurnian Resin Penukar Ion
Selain memanfaatkan karbon aktif, pemurnian streptomisin juga dapat dilakukan
dengan memanfaatkan resin penukar ion. Resin penukar ion yang digunakan memiliki
gugus asam karboksilat. Resin jenis ini dapat menghasilkan streptomisin dengan tigkat
kemurnian yang cukup tinggi. Adsorpsi streptomisin pada resin penukar kation
terkarboksilasi dapat terjadi secara maksimum pada pH 7-8. Adsorpsi maksimum dapat
juga terjadi bila pH larutan awal berkisar antara 7-8 dan resin yang digunakan telah
terkonversi sebagian dalam bentuk garam yang mudah melepas kation seperti ion
natrium, kalium, maupun ammonium.
Umumnya resin penukar ion memiliki bentuk bulat da memiliki poros yang
banyak. Resin penukar ion memiliki sisi aktif pada permukaannya yang dapat
membentuk kesetimbangan dengan ion yang ada dalam larutan. Sisi aktif ini memiliki
ion H+, OH-, Na+, atau Cl-. Ketika ditempatkan dalam larutan yang memiliki ion dengan
afinitas yang tinggi terhadap sisi aktif dan resin, terjadi pertukaran ion pada sisi aktif dari
resin. Sama seperti karbon aktif, resin penukar ion dapat digunakan untuk
menghilangkan pengotor yang tidak diinginkan.
Secara ringkas, proses pemurnian streptomisin dipisahkan dari hasil fermentasi
dengan mengalirkan kaldu fermentasi melewati resin penukar ion. Kemudian resin dicuci
dengan asam dan diregenerasi dengan basa untuk digunakan kembali pada pr6ses
selanjutnya. Oleh karena itu, tidak diperlukan pelarut organic dan resin penukar ion dapat
dilakukan secara berulang.
11
Invitro dengan menggunakan tabung reaksi di reaksikan dengan bakteri yang di
targetkan
Invivo dengan menggunakan hewan percobaan
Diujikan terhadap pasien yang memiliki penyakit akibat bakteri target
12
DAFTAR PUSTAKA
Alwi, M., Merdekawaty, L., & Umrah. (2012). Identifikasi Actinomycetes yang Terdapat
pada Tanah di sekitar Danau Lindu Sulawesi Tengah. Jurnal Biocelebes, 6(1), 1-
10.
Bahi, M., & Anizar. (2013). Senyawa Antibiotika dari Bakteri dan Jamur Endofit : Mini
review. Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung (pp. 429-432).
Lampung: Unila.
Carroll, K. C., Brooks, G. F., Butel, J. S., & Morse, S. A. (2013). In Jawetz, Melnick, &
Adelberg's, Medical Microbiology (26th ed., pp. 149-405). 2013: The McGraw-
Hill Companies, Inc.
Hanko, V., & Rohrer, J. (n.d.). Determination of Streptomycin and Impurities Using
HPAE-PAD.
Nurtami, & Auerkari, E. (2002). Mekanisme Inhibisi Sintesis Protein dan Dasar
Molekuler Resistensi Antibiotik. Jurnal kedokteran gigi, 9(1), 25-28.
Putri, A. L., lisdiyanti, P., & Kusmiati, M. (2018). Identifikasi Aktinomisetes Sedimen
Air Tawar Mamasa, Sulawesi Barat dan Aktivitasnya sebagai Antibakteri dan
Pelarut Fosfat. Jurnal Bioteknologi & Biosains Indonesia, 5(2), 139-148.
13