Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Penyakit infeksi cacingan merupakan masalah kesehatan mayarakat

Indonesia yang dapat menimbulkan kekurangan gizi berupa kalori dan protein,

serta kehilangan darah yang berakibat menurunnya daya tahan tubuh dan

menimbulkan gangguan tumbuh kembang anak. Sanitasi yang belum memadai,

keaadaan ekonomi yang rendah didukung oleh iklim yang sesuai dengan

pertumbuhan cacing merupakan beberapa faktor tingginya infeksi cacing.1

Salah satu masalah kesehatan penduduk di Indonesia yang berkaitan dengan

masalah status sosial ekonomi penduduk yang insidennya masih tinggi adalah

penyakit infeksi cacingan. Menurut World Health Organization (WHO)

diperkirakan 500 juta – 1 milyar penduduk terinfeksi Ascaris, 700 – 900 juta

terinfeksi cacing tambang, 500 juta terinfeksi trichuris. Prevalensi tertinggi

ditemukan di negara – negara yang sedang berkembang.1

Penyakit kecacingan adalah salah satu penyakit endemik yang disebabkan

oleh infeksi satu atau lebih jenis cacing. Prevalensi penyakit kecacingan masih

tinggi terutama di daerah beriklim tropis dan subtropis. Hal ini disebabkan telur

dan larva cacing dapat berkembang dengan baik di tanah yang basah dan hangat.

Infeksi Soil Transmitted Helminths (STH) merupakan penyebab penyakit

kecacingan terbanyak di dunia, terutama spesies cacing gelang (Ascaris

lumbricoides), cacing tambang (Necator americanus dan Ancylostoma


duuodenale), dan cacing cambuk (Trichuris trichiura). Data dari World Health

Organization (WHO) pada tahun 2016, lebih dari 1,5 milyar orang atau sekitar

24% penduduk dunia terinfeksi STH.2

Soil Transmitted Helminths (STH) merupakan golongan cacing yang bentuk

penularan penyakit cacing itu sendiri membutuhkan tanah sebagai media

perkembangbiakannya dengan didukung oleh kondisi tertentu. Kondisi yang dapat

mendukung perkembangbiakan cacing tersebut tergantung dari jenis cacing itu

sendiri. Cacing yang masuk dalam golongan STH yakni Ascaris lumbricoides,

Necator americanus, Ancylostoma duodenale, Trichuris trichiura, dan

Strongyloides stercoralis. Berdasarkan data WHO pada bulan Juni 2013,

didapatkan lebih dari 1,5 milyar atau 24% dari populasi penduduk di dunia

terinfeksi Soil Transmitted Helminths.3

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa anak sekolah adalah kelompok usia

yang paling sering menderita penyakit kecacingan. Penelitian yang dilakukan oleh

Andini menunjukkan bahwa prevalensi terbanyak siswa yang positif terinfeksi

telur STH adalah kelas I, II, dan III. Hal ini disebabkan anak-anak banyak

berinteraksi dengan tanah saat bermain. Selain itu, pengetahuan yang masih

kurang pada anak mengenai cara infeksi penyakit kecacingan adalah faktor dasar

yang mempengaruhi perilaku anak dalam menjaga kebersihan tubuh.4

Pemerintah Indonesia menetapkan target untuk menurunkan prevalensi

penyakit kecacingan menjadi <20% pada tahun 2015. Namun, target tersebut

belum berhasil tercapai karena prevalensi penyakit kecacingan di Indonesia pada

tahun 2015 adalah 28,12%. Hal ini menunjukkan bahwa perlu dilakukan terus
upaya untuk mengurangi penyakit kecacingan dengan cara minum obat cacing,

promosi gaya hidup sehat dan sanitasi yang bersih.5

Pengendalian penyakit kecacingan sangat penting dilakukan untuk

menurunkan prevalensi penyakit ini agar dapat meningkatkan mutu sumber daya

manusia dalam mewujudkan Indonesia yang sehat. Cara utama dalam

mengendalikan penyakit kecacingan adalah dengan memutus mata rantai

lingkungan hidup cacing yang bisa dilakukan pada tingkatan cacing di

lingkungan, tubuh manusia, sosial dan budaya. Upaya dalam mengatasi kejadian

penyakit kecacingan, tidak cukup dengan melakukan pengobatan saja. Namun,

ada faktor-faktor lain yang berperan dalam menunjang penyakit ini, yaitu keadaan

sosial ekonomi masyarakat yang rendah, perkembangan ekologi dan higienitas

masyarakat yang buruk.6


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Kecacingan merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit

berupa cacing. Cacing umumnya tidak menyebabkan penyakit berat sehingga

sering kali diabaikan walaupun sesungguhnya memberikan gangguan kesehatan.

Tetapi dalam keadaan infeksi berat atau keadaan yang luar biasa, kecacingan

cenderung memberikan analisa keliru ke arah penyakit lain dan tidak jarang dapat

berakibat fatal. 7

Definisi infeksi kecacingan menurut WHO adalah infeksi satu atau lebih

cacing parasit usus yang terdiri dari golongan nematoda usus. Diantara nematoda

usus ada sejumlah spesies yang penularannya melalui tanah atau biasa disebut

dengan cacing jenis STH yaitu Ascaris lumbricoides, Necator americanus,

Trichuris trichuira dan Ancylostoma duodenale 8

Kecacingan ini umumnya ditemukan di daerah tropis dan subtropis dan

beriklim basah dimana hygiene dan sanitasinya buruk. Penyakit ini merupakan

penyakit infeksi paling umum menyerang kelompok masyarakat ekonomi lemah

dan ditemukan pada berbagai golongan usia . Nematoda adalah cacing yang tidak

bersegmen, bilateral simetris, mempunyai saluran cerna yang berfungsi penuh,

biasanya berbentuk silindris serta panjangnya bervariasi dari beberapa milimeter

hingga lebih dari satu meter. Nematoda usus biasanya matang dalam usus halus,

dimana sebagian besar cacing dewasa melekat dengan kait oral atau lempeng
pemotong. Cacing ini menyebabkan penyakit karena dapat menyebabkan darah,

iritasi dan alergi. 8

2.2 ETIOLOGI

Infeksi kecacingan pada anak paling sering disebabkan oleh Soil

Transmitted Helminth (STH). Soil Transmitted Helminth adalah cacing golongan

nematoda yang memerlukan tanah untuk perkembangan bentuk infektif. Di

Indonesia golongan cacing ini yang amat penting dan menyebabkan masalah

kesehatan pada masyarakat adalah cacing gelang (Ascaris lumbricoides)

penyakitnya disebut Ascariasis, cacing cambuk (Trichuris trichiura) penyakitnya

disebut Trichuriasis, (Strongyloide stercoralis) penyakitnya disebut

Strongiloidiasis, cacing tambang (Ancylostoma duodenale) dan Necator

americanus) penyakitnya disebut Ankilostomiasis dan Nekatoriasis. 9

Infeksi STH ditemukan tersering di daerah iklim hangat dan lembab yang

memiliki sanitasi dan hygiene buruk. STH hidup di usus dan telurnya akan keluar

melalui tinja hospes. Jika hospes defekasi di luar (taman, lapangan) atau jika tinja

mengandung telur dubuahi maka telur tersebut akan tersimpan dalam tanah. Telur

menjadi infeksius jika telur matang.9


2.2.1 Ascaris lumbricoides (Cacing Gelang)

a. Morfologi

Manusia merupakan satu-satunya hospes Ascaris lumbricoides.

Penyakitnya disebut askariasis. Cacing dewasa bebentuk silinder dengan ujung

yang meruncing. Stadium dewasa hidup di rongga usus halus. Betina berukuran

dengan panjang 20-35 cm dan tebal 3-6 mm. Jantan lebih kecil, panjang 12-31 cm

dan tebal 2-4 mm dengan ujung melengkung, seperti yang ada pada gambar

1.Seekor cacing betina dapat bertelur sebanyak 100.000-200.000 butir sehari

terdiri atas telur yang dibuahi dan yang tidak dibuahi. Ukuran telur cacing dengan

panjang 60-70 µm dan lebar 40-50 µm . Dalam lingkungan yang sesuai 10

Gambar 1. Morfologi Ascaris lumbricoides.

Bentuk infektif ini bila tertelan manusia, akan menetas menjadi larva di usus

halus, larva tersebut menembus dinding usus menuju pembuluh darah atau saluran limfa

dan di alirkan ke jantung lalu mengikuti aliran darah ke paru-paru menembus dinding

pembuluh darah, lalu melalui dinding alveolus masuk rongga alveolus, kemudian naik ke

trachea melalui bronchiolus dan bronchus. Dari trachea larva menuju ke faring, sehingga

menimbulkan rangsangan batuk, kemudian tertelan masuk ke dalam esofagus lalu menuju
ke usus halus, tumbuh menjadi cacing dewasa. Proses tersebut memerlukan waktu kurang

lebih 2 bulan sejak tertelan sampai menjadi cacing dewasa. 10

B. Siklus hidup

Siklus hidup A. lumbricoides terjadi dalam 3 stadium yaitu stadium telur,

larva, dan dewasa. Siklus ini biasanya membutuhkan fase di luar tubuh manusia

(hospes) dengan atau tanpa tuan rumah perantara. Telur cacing yang telah dibuahi

dan keluar bersama tinja penderita akan berkembang menjadi infektif jika terdapat

di tanah yang lembab dan suhu yang optimal dalam waktu kurang lebih 3 bulan.

Seseorang akan terinfeksi A.lumbricoides apabila masuknya telur A. lumbricoides

yang infektif kedalam mulut bersamaan dengan makanan atau minuman yang

terkontaminasi tanah yang mengandung tinja penderita Ascariasis. 10

Gambar 2. Siklus hidup A. Lumbricoides


C. Patofisiologi

Telur infektif yang tertelan oleh manusia akan melewati lambung tanpa

terjadi kerusakan oleh asam lambung akibat proteksi yang tebal pada lapisan telur

tersebut dan akan menetas di dalam usus halus. Kemudian larvanya akan secara

aktif menembus dinding usus halus menuju vena porta hati dan pembuluh

limfeBersama dengan aliran vena, larva A. Lumbricoides akan beredar menuju

jantung kanan dan berhenti di paru. 10

Saat di dalam paru-paru larva yang berdiameter 0,02 mm akan masuk

kedalam kapiler paru yang hanya berukuran 0,01 mm maka kapiler tersebut akan

pecah dan larva akan masuk ke alveolus kemudian larva berganti kulit. Larva

tersebut akan ke alveoli lalu naik ke trakea melalui bronkiolus dan bronkus setelah

dari kapiler paru. Selanjutnya mengarah ke faring dan terjadi refleks batuk hingga

tertelan untuk kedua kalinya sampai ke usus halus. Masa migrasi ini berlangsung

selama 10 – 15 hari. Cacing akan berkembang menjadi dewasa, kawin, dan

bertelur di usus halus dalam waktu 6 – 10 minggu. 10

2.2.2 Necator americanus dan Ancylostoma duodenale (Cacing Tambang)

a. Morfologi dan Daur Hidup

Hospes parasit ini adalah manusia, Cacing dewasa hidup di rongga usus halus

dengan giginya melekat pada mucosa usus. Cacing betina menghasilkan 9.000-

10.000butir telur sehari. Cacing betina mempunyai panjang sekitar 1 cm, cacing jantan

kira-kira 0,8 cm, cacing dewasa berbentuk seperti huruf S atau C dan di dalam mulutnya

ada sepasang gigi. Daur hidup cacing tambang adalah sebagai berikut, telur cacing akan
keluar bersama tinja, setelah 1-1,5 hari dalam tanah, telur tersebut menetas menjadi larva

rabditiform. Dalam waktu sekitar 3 hari larva tumbuh menjadi larva filariform yang

dapat menembus kulit dan dapat 13 bertahan hidup 7-8 minggu di tanah.. 10

Gambar 2. Siklus hidup Ancylostoma duodenale

b. Patofisiologi

Cacing tambang dapat berkembang secara optimal pada tanah berpasir yang

hangat dan lembab, telur di tanah tumbuh dan berkembang menjadi embrio dalam 24-48

jam pada suhu 23 sampai 30 °C dan menetas menjadi larva. Larva filaform yang

menembus kulit dapat menyebabkan ground itch. Setelah menembus kulit, larva ikut

aliran darah ke jantung terus ke paru-paru. Di paru-paru menembus pembuluh darah

masuk ke bronchus lalu ke trachea dan laring. Dari laring, larva ikut tertelan dan masuk

ke dalam usus halus dan menjadi cacing dewasa. Infeksi terjadi bila larva filariform

menembus kulit atau ikut tertelan bersama makanan . Tiap cacing N.americanus

menyebabkan kehilangan darah sebanyak 0,005-0,1 cc sehari, sedangkan A.duodenale

0,08-0,34 cc. Pada infeksi kronik atau infeksi berat terjadi anemia hipokrom mikrositer.
Cacing tambang biasanya tidak menyebabkan kematian, tetapi daya tahan berkurang dan

kognitif menurun. 10

2.2.3 Trichuris trichiura (Cacing Cambuk)

a. Morfologi dan Daur Hidup

Manusia merupakan hospes cacing ini.. Cacing betina panjangnya sekitar

5cm dan yang jantan sekitar 4 cm. Bagian anterior langsing seperti cambuk,

panjangnya kira-kira 3/5 dari panjang seluruh tubuh. Bagian posterior bentuknya

lebih gemuk, pada cacing betina bentuknya membulat tumpul. Pada cacing jantan

melingkar dan terdapat satu spikulum. Cacing dewasa hidup di kolon asendens dengan

bagian anteriorny masuk ke dalam mukosa usus. Satu ekor cacing betina dapat

10
menghasilkan telur sehari 3.000-5.000 butir.

Gambar 3. Siklus hidup Trichuris trichiura


Telur berukuran 50-54 mikron x 32 mikron, berbentuk seperti tempayan dengan

semacam penonjolan yang jernih pada kedua kutub. Kulit telur bagian luar berwarna

kekuning-kuningan dan bagian di dalamnya jernih. Telur yang dibuahi dikeluarkan dari

hospes bersama tinja, telur menjadi matang (berisi larva dan infektif) dalam waktu 3–6

minggu di dalam tanah yang lembab dan teduh. Telur matang ialah telur yang berisi larva

dan merupakan bentuk infektif. 10

b. Patofisiologi

Cara infeksi langsung terjadi bila telur yang matang tertelan oleh manusia

(hospes), kemudian larva akan keluar dari dinding telur dan masuk ke dalam usus halus

sesudah menjadi dewasa cacing turun ke usus bagian distal dan masuk ke kolon asendens

dan sekum. Masa pertumbuhan mulai tertelan sampai menjadi cacing dewasa betina dan

siap bertelur sekitar 30-90 hari.Trichuris trichiura berkembang pada tanah yang

terkontaminasi tinja, telur tumbuh dalam tanah liat yang lembab dan tanah dengan suhu

optimal ± 30oC. Cacing kemudian menetas menjadi larva dan masuk ke tubuh manusia

melalui oral. Cacing cambuk pada manusia terutama hidup di sekum dapat juga

ditemukan di dalam kolon asendens. Pada infeksi berat, terutama pada anak cacing ini

tersebar diseluruh kolon dan rektum, kadang-kadang terlihat pada mukosa rektum yang

mengalami prolapsus akibat mengejannya penderita sewaktu defekasi. Cacing ini

memasukkan kepalanya ke dalam mukosa usus hingga terjadi trauma yang menimbulkan

iritasi dan peradangan mukosa usus. Pada tempat pelekatannya dapat menimbulkan

perdarahan. Disamping itu cacing ini menghisap darah hospesnya sehingga dapat

menyebabkan anemia. 10
Gambar 4. Pathway cacing Trichuris trichiura
BAB III
PENEGAKAN DIAGNOSA

3.1. Manifestasi Klinis

a. Ascariasis

Gejala klinis yang timbul dari Ascariasis tergantung dari beratnya infeksi,

keadaan umum penderita, daya tahan, dan kerentanan penderita terhadap infeksi

cacing ini. Penderita Ascariasis tidak akan merasakan gejala dari infeksi ini

(asimptomatik) apabila jumlah cacing sekitar 10-20 ekor didalam tubuh manusia

sehingga baru dapat diketahui jika ada pemeriksaan tinja rutin ataupun keluarnya

cacing dewasa bersama dengan tinja. Gejala klinis yang timbul pada penderita

bervariasi, bisa dimulai dari gejala yang ringan seperti batuk sampai dengan yang

berat seperti sesak nafas dan perdarahan. 10

1. Gejala akibat migrasi larva A. lumbricoides

Selama fase migrasi, larva A. lumbricoides di paru penderita akan

membuat perdarahan kecil di dinding alveolus dan timbul gangguan batuk

dan demam. Pada foto thorak penderita Ascariasis akan tampak infiltrat

yaitu tanda terjadi pneumonia dan eosinophilia di daerah perifer yang

disebut sebagai sindrom Loeffler. Gambaran tersebut akan menghilang

dalam waktu 3 minggu. 10

2. Gejala akibat cacing dewasa

Selama fase didalam saluran pencernaan, gejala utamanya berasal dari

dalam usus atau migrasi ke dalam lumen usus yang lain atau perforasi ke

dalam peritoneum. Cacing dewasa yang tinggal dilipatan mukosa usus


halus dapat menyebabkan iritasi dengan gejala mual, muntah, dan sakit

perut. Perforasi cacing dewasa A. lumbricoides ke dalam peritoneum

biasanya menuju ke umbilikus pada anak sedangkan pada dewasa

mengarah ke inguinal. Cacing dewasa A. lumbricoides juga dapat

menyebabkan obstruksi diberbagai tempat termasuk didaerah apendiks.

Anak yang menderita Ascariasis akan mengalami gangguan gizi akibat

malabsorpsi yang disebabkan oleh cacing dewasa. A. lumbricoides

nperhari dapat menyerap 2,8 gram karbohidrat dan 0,7 gram protein,

sehingga pada anak dapat memperlihatkan gejala berupa perut buncit,

pucat, lesu, dan rambut yang jarang. 10

b. Ankilostomiasis

Gejala klinik karena infeksi cacing tambang antara lain lesu, tidak bergairah,

konsentrasi belajar kurang, pucat, rentan terhadap penyakit, prestasi kerja

menurun, dan anemia (anemia hipokrom micrositer). Di samping itu juga terdapat

eosinophilia.3

c. Trichuriasis

Infeksi cacing cambuk yang ringan biasanya tidak memberikan gejala klinis

yang jelas atau sama sekali tanpa gejala. Sedangkan infeksi cacing cambuk yang

berat dan menahun terutama pada anak menimbulkan gejala seperti diare,

disenteri, anemia, berat badan menurun dan kadang-kadang terjadi prolapses

rektum. Infeksi cacing cambuk yang berat juga sering disertai dengan infeksi

cacing lainnya atau protozoa.3


3.2. Pemeriksaan Fisik

Pada anak dengan gejala kecacingan hasil pemeriksaan fisik yang ditemukan

tidak spesifik. Tanda yang ditemukan antara lain adalah :3

 Perut kembung

 Tanda-tanda anemia pada anak seperti konjungtiva anemis pada anak yang

terinfeksi cacing anchilostoma

 Pucat

 Nyeri tekan abdomen

 Colic intestinal

3.3. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan Feces

Pemeriksaan tinja sangat diperlukan untuk ketepatan diagnosis yaitu dengan

menemukan telur-telur cacing di dalam tinja tersebut. Jumlah telur juga dapat

dipakai sebagai pedoman untuk menentukan beratnya infeksi.3

 Ascariasis

Parasites Load Ascaris lumbricoides untuk infeksi ringan adalah 1-4.999

Telur per Gram Tinja (EPG), untuk infeksi sedang adalah 5.000-49.999 EPG, dan

untuk infeksi berat adalah ≥50.000 EPG.3

 Ankilostomiasis

Parasites Load cacing tambang untuk infeksi ringan adalah 1-1.999 EPG, untuk

infeksi sedang adalah 2.000-3.999 EPG, dan untuk infeksi berat adalah ≥4.000 EPG.3
 Trichuriasis

Parasites Load Trichuris trichura untuk infeksi ringan adalah 1-999 EPG,

untuk infeksi sedang adalah 1.000-9.999 EPG, dan untuk infeksi berat adalah

≥10.000 EPG.3

Tabel 1. Klasifikasi intensitas infeksi cacing menurut WHO8


BAB IV

PENATALAKSANAAN

A. Pemberian obat antelmintik

Pemberian obat antelmintik bertujuan mengurangi kesakitan dengan

menurunkan gangguan akibat infeksi STH. Pemberian terapi pada kelompok

risiko tinggi mampu menurunkan angka kesakitan dan memperbaiki kesehatan

serta pertumbuhan anak.

Obat yang direkomendasikan untuk mengendalikan infeksi STH di

masyarakat adalah Benzimidazole, Albendazole (dosis tunggal 400 mg, dan untuk

anak usia 12–24 bulan dikurangi menjadi 200 mg) atau Mebendazole (dosis

tunggal 500 mg) dapat juga diberikan Levamisole Atau Pyrantelpamoate. Anak

usia sekolah merupakan kelompok risiko tinggi untuk menderita infeksi STH

dengan intensitas yang tinggi. Pengobatan secara teratur dapat mencegah

terjadinya kesakitan yang kemudian mampu memperbaiki keadaan gizi dan

kognitif anak.

Bukan hanya anak usia sekolah yang memperoleh manfaat dari pemberian

pengobatan antelmintik, anak usia pra-sekolah (1–5 tahun) juga sangat rentan

untuk mengalami anemia defisiensi zat besi yang mengakibatkan gangguan

pertumbuhan dan perilaku anak. Infeksi cacing tambang terbukti merupakan

kontributor utama terhadap anemia defisiensi zat besi pada anak-anak pra sekolah.

Ibu hamil di daerah endemik yang diberikan pengobatan satu atau dua kali selama
kehamilan terbukti dapat memperbaiki status anemia ibu dan berat lahir bayi serta

menurunkan angka kematian bayi pada 6 bulan pertama. Pada daerah di mana

infeksi cacing tambang sudah endemik, dianjurkan pemberian pengobatan

antelmintik selama kehamilan kecuali pada trimester pertama.


BAB V

KOMPLIKASI DAN PROGNOSIS

5.1 Komplikasi

Kebanyakan kasus cacingan memiliki gejala ringan dan tidak

menyebabkan masalah besar. Namun, penumpukan yang banyak dari cacing

dewasa dapat menyebabkan komplikasi. Komplikasi berbahaya terjadi ketika

cacing berkumpul di area tertentu di tubuh seperti:

1. Sumbatan di usus terjadi ketika sekumpulan cacing dewasa memblok

usus dan menyebabkan nyeri hebat dan muntah. Sumbatan di usus

dianggap sebagai kegawatan medis dan membutuhkan terapi yang

segera.

2. Sumbatan di duktus terjadi ketika cacing memblok aliran di hepar atau

pankreas.

3. Infeksi yang menyebabkan hilangnya nafsu makan dan penyerapan

yang buruk sehingga mengakibatkan masalah pertumbuhan dan

perkembangan. Hal ini dapat menyebabkan anak berisiko kurang gizi

dan pada akhirnya berpengaruh ke perkembangan fungsi otak dan

sebagainya.

Anda mungkin juga menyukai