Anda di halaman 1dari 6

SIGNIFIKASI PERKEMBANGAN ASPEK KOGNITIF

PESERTA DIDIK BAGI PROSES BELAJAR

Ahmad Saroni , Ai Rosita, Ajeng Iklima Mufiyah Awwaliyyah dan


Ajeng Rahmawati
Program Studi Pendidikan Agama Islam, UIN Sunan Gunung Djati Bandung
Jl. A.H. Nasution No. 105, Bandung
asaroni98@gmail.com, airosita711@yahoo.com, ajengiklima0206@gmail.com,
ajengrahma886@gmail.com

Abstract
This study aims to understand the description of cognitive aspects and the importance of cognitive
development for the learning process. The background of this study is because cognitive
development is one of the most important aspects in the development of students. We know that
students are objects that are directly related to the learning process, so cognitive development
greatly determines the success of students in school.

Keywords: Cognitive, Learners, Learning

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk memahami deskripsi aspek kognitif dan arti penting perkembangan
kognitif bagi proses belajar. Adapun latar belakang dari penelitian ini yaitu karena Perkembangan
kognitif merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam perkembangan peserta didik. Kita
ketahui bahwa peserta didik merupakan objek yang berkaitan langsung dengan proses
pembelajaran, sehingga perkembangan kognitif sangat menentukan keberhasilan peserta didik
dalam sekolah.

Kata Kunci : Kognitif, Peserta Didik, Belajar

1. PENDAHULUAN
Peserta didik tidak pernah lepas dari belajar, baik di sekolah lingkungan
keluarga, maupun lingkungan masyarakat. Kemampuan kognitif sangat
diperlukan peserta didik dalam pendidikan. Perkembangan kognitif
merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam perkembangan peserta
didik. Kita ketahui bahwa peserta didik merupakan objek yang berkaitan
langsung dengan proses pembelajaran, sehingga perkembangan kognitif
sangat menentukan keberhasilan peserta didik dalam sekolah.
Dalam perkembangan kognitif di sekolah, guru sebagai tenaga
kependidikan yang bertanggung jawab dalam melaksanakan interaksi edukatif
dan pengembangan kognitif peserta didik, perlu memiliki pemahaman yang
sangat mendalam tentang perkembangan kognitif pada anak didiknya.
Orang tua juga tidak kalah penting dalam kognitif anak karena
perkembangan dan pertumbuhan anak dimulai di lingkungan keluarga.
Namun, sebagian pendidik dan orang tua belum terlalu memahami tentang
perkembangan kognitif anak, karakteristik perkembangan kognitif, dan lain-
lain yang berhubungan dengan masalah perkembangan kognitif anak.
Oleh karena itu, mengingat pentingnya perkembangan kognitif bagi
peserta didik, diperlukan penjelasan perkembangan kognitif lebih detail baik
pengertian maupun tahap-tahap karakteristik perkembangan kognitif peserta
didik.1

2. METODE PENELITIAN
Dalam penulisan jurnal ini, penulis menggunakan metode berdasarkan
literatur-literatur yang tersedia sebagai rujukan dalam menyusun jurnal ini,
dan melalui situs web yang tersedia di internet yang berkaitan dengan masalah
yang di bahas. Maksud dari metode ini adalah suatu cara untuk memilih dan
menentukan keterangan-keterangan mengenai masalah yang akan di bahas
secara objektif.

3. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


A. Deskripsi Aspek Kognitif
Dalam pempermudah penelaahan signifikansi perkembangan kognitif
bagi proses belajar seorang peserta didik diperlukan adanya pemahaman
anda yang memadai tentang proses pematangan fungsi kognitif peserta
didik dan proses belajarnya.
Dalam arti luas, cognition (kognisi) yang merupakan akar kata cognitive
itu ialah :
1. Memperoleh informasi dan pengetahuan
2. Penataan perolehan informasi dan pengetahuan
3. Pemanfaatan perolehan informasi dan pengetahuan

Selanjutnya istilah kognitif menjadi masyhur sebagai salah satu


domain atau wilayah/ranah psikologis manusia yang meliputi berbagai
perilaku mental yang berhubungan dengan pemahaman, pertimbangan,
pengelolaan informasi, pemecahan masalah, kesengajaan dan keyakinan.
Ranah kejiwaan yang berpusat diotak ini juga berhubungan dengan konasi
(kehendak) dan afeksi (afeksi) perasaan yang bertalian dengan ranah
rasa/affective domain. (Chaplin, 1972)2

1
http://plissworld.blogspot.com/2013/01/perkembangan-kognitif-peserta-didik.html
(Selasa, 12 November 2018. Pukul 22.00)
2
Muhibbin, Syah. 2012. Psikologi Belajar. (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada). Hal 22
Sebagian besar psikologis terutama kognitivis (ahli psikologi kognitif)
berkeyakinan bahwa proses perkembangan kognitif manusia mulai
berlangsung sejak lahir. Bekal dan modal dasar perkembangan manusia,
yakni kapasitas sensori seperti yang telah penyusun uraian di muka
ternyata sampai batas tertentu, juga dipengaruhi oleh ranah aktivitas
kognitif. Campur tangan sel-sel otak terhadap perkembangan bayi baru
dimulai setelah ia berusia 5 bulan saat kemampuan sensorinya (seperti
melihat dan mendengar) benar-benar mulai tampak

Menurut para ahli psikologis kognitif, pendayagunaan kapasitas ranah


kognitif ranah manusia sudah mulai berjalan sejak manusia itu telah
mendayagunakan kapsitas motor dan sensorinya. Argumen yang
dikemukakan menurut para ahli mengenai hal ini antara lain iala bahwa
kapasitas sensori dan jasmani seorang bayi yang baru lahir tidak mungkin
tidak mungkin diaktifkan tanpa aktivitas pengendalian sei-sel otak bayi
tersebut. Sebagai bukti, jika seorang bayi lahir dengan cacat otak atau
berkelainan otak, kecil sekali kemungkinan bayi tersebut dapat
mengotomatisasikan refleks-refleks motor dan daya-daya sensorinya

Persoalan mengenai usia beberapa hari, beberapa minggu, atau


beberapa bulan aktivitas ranah kognitif mulai mempengaruhi
perkembangan manusia, menurut hemat penyusun memang sulit
ditentukan namun hasil-hasil riset para ahli psikologi kognitif yang
menyimpulkan, bahwa aktifitas kognitif ranah kognitif manusia itu pada
prinsipnya sudah berlangsung sejak masa bayi, yakni rentang kehidupan
antara 0-2 tahun3

B. Arti Penting Perkembangan Kognitif bagi Proses Belajar4


Riset-riset kognitif yang dilakukan selama kurun waktu dua dekade
terakhir ini menghasilkan temuan bahwa sejak manusia masih bayi sudah
berkemampuan menyimpan berbagai informasi yang diserap oleh indra
pengelihatan, pendengaran dan informasi –informasi yang lain yang masuk
melalui indra-indra pengecap (mulut) dan peraba (tangan dsmn kulit)
Implikasi utama dari hasil-hasil riset kognitif diatas ialah bahwa manusia
ialah sudah memulai kehidupan sejak bayi sebagai organisme sosial
(makhluk hidup bermasyarakat) yang berkemampuan sebagai makhluk
hidup.

3
Syah, Muhibbin. 2010. Psikologi Pendidikan. (Jakarta: PT Remaja Rosdakarya). Hal 65
4
Syah, Muhibbin. 2016. Telaah Singkat Perkembangan Peserta Didik. (Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada). Hal 180-181
Proses perkembangan dengan proses belajar (the learning process)
yang dikelola para guru terdapat “banang berak” yang mengikat kedua
proses tersebut.
Memahami secara lebih mendalam perkembangan ranah cipta/kognitif
yang dikendalikan oleh otak dan merupakan karunia Tuhan yang kuar
biasa itu , karena perannya yang lebih besar dibandingkan dengan aspek-
aspek lainnya. Selanjutnya tanpa kemampuan berfikir mustahil peserta
didik tersebut dapat memahami dan meyakini faedah materi-materi
pelajaran yang anda sajikan kepadanya. Tanpa berpikir juga sulit bagi
peserta didik untuk menyerap pesan-pesan moral misalnya pesan-pesan
yang terkanadung dalam materi pelajaran-pelajaran Aqidah-Akhlaq yang
disajikan guru gama datang kepadanya.

C. Intelligence Quotient (IQ) dan Proses Belajar5


Dalam pandangan ahli psikologi kognitif, kecerdasan manusia (IQ)
merupakan hasil interaksi antara himpunan pengetahuan dengan
kemampuan khusus dalam mengolah sejumlah informasi tertentu. Oleh
karenanya, maka kecerdasan seseorang tidak hanya ditentukan oleh
potensi dasar/pembawaannya saja, tetapi juga oleh seberapa banyak
pengetahuan yang ia miliki sebagai hasil pengalaman belajarnya.
Selanjutnya, skor kecerdasan (IQ) yang pada umumnya dipercaya sebagai
cerminan tingkat kecerdasan seorang peserta didik dapat memengaruhi
kemampuan belajar peserta didik tersebut.
Ada beberapa rumus perhitungan hasil tes IQ antara lain yang amat
masyhur adalah rumus Stanford-Binet dan Wechsler. Rumus yang
sederhana dan klasik yakni Stanford-Binet (1904) menentukan IQ sebagai
hasil bagi usia mental dengan usia kronologis atau usia sesungguhnya lalu
dikalikan dengan 100. Angka 100 dalam hal ini, merupakan skor mutlak.

𝑀𝑒𝑛𝑡𝑎𝑙 𝑎𝑔𝑒 (𝑢𝑠𝑖𝑎 𝑚𝑒𝑛𝑡𝑎𝑙)


IQ = 100 ×
𝐶ℎ𝑟𝑜𝑛𝑜𝑙𝑜𝑔𝑖𝑐𝑎𝑙 𝑎𝑔𝑒 (𝑢𝑠𝑖𝑎 𝑠𝑒𝑠𝑢𝑛𝑔𝑔𝑢ℎ𝑛𝑦𝑎)

Sesuai dengan rumus di atas, maka jika Ahmad serbabisa, seorang


anak berusia 6 tahun memeroleh skor hasil tes IQ sebesar 8, maka IQ anak
tersebut adalah:

5
Syah, Muhibbin. 2016. Telaah Singkat Perkembangan Peserta Didik. (Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada). Hal. 181
8
IQ Ahmad S = 100 × = 133, yang berarti dia termasuk anak yang
6
berkecerdasan di atas rata-rata usianya sendiri, bahkan amat unggul (very
superior).
Sebaliknya, apabila serang anak misalnya Kaslan yang berusia 8
tahun tetapi hanya memeroleh skor tes sebesar 6, maka IQ anak tersebut
100 kali 6 dibagi 8 yakni 75 yang berarti di bawah rata-rata kemampuan
anak seusianya. Sementara itu, apabila seorang anak lainnya yang juga
berusia 8 tahun dan memperoleh skor 8 juga, maka anak tersebut IQ nya
100. Ukuran skor 100 dalam teori Stanford-Binet merupakan patokan IQ
normal dalam arti perbandingan antara usia dengan kemampuan anak itu,
seimbang.
Selanjutnya, di bawah ini penyusunan sajikan klasifikasi skor IQ dan
predikatnya yang dijadikan pedoman interpretasi tes WAIS-R (Wechsler
Adult Intelligence Scale-Revised) dan WISC-R (Wechsler Intelligence
Scale for Children-Revised).

Skor IQ Interprestasi/Predikat
130 keatas Very superior (Sangat unggul/sangat istimewa)
120-129 Superior (Unggul/istimewa)
110-119 High average (Rata-rata tinggi)
90-109 Average (Rata-rata)
80-89 Low average (Rata-rata rendah)
70-79 Borderline (Perbatasan)
69 ke  Mentally retarded (Keterbelakangan mental untuk
bawah dewasa/ pengguna tes WAIS-R)
 Mentally deficient (Kekurangan mental untuk anak-
anak/ pengguna tes WISC-R)

Menurut hemat penyusun, mempercayai secara penuh kebenaran


kebenaran hasil tes IQ seorang anak apalagi untuk seumur hidupnya perlu
dihindari karena dua alasan. Pertama, tes yang pada dasarnya mengukur
kemampuan skolastik dalam arti kemampuan “memori akademik” yang
berkaitan dengan proses belajar peserta didik kerap dipengaruhi oleh
situasi dan kondisi yang berlaku sebagai variabel lain di luar perhitungan
kesehatan , motivasi dan alat tes IQ itu sendiri yang sering tak sesuai
dengan budaya kita. Kedua, perkembangan kemampuan memori, seperti
aspek hukum lainnya senantiasa mengikuti hukum tempo. Artinya, lambat
atau cepatnya perkembangan seorang peserta didik relatif berbeda dengan
perkembangan anak lainnya yang mungkin lebih cepat atau lebih lambat.
Perbedaan tempo perkembangan ini berimplikasi pada cepat atau
lambatnya masa peka tiba. Sehingga, meskipun sebuah alat tes yang
disajikan kepada sejumlah anak dengan perhitunngan telah sampai pada
masa peka untuk melaksanakan tugas tertentu, mungkin di antara anak-
anak tersebut ada yang tak mampu menyelesaikan tes dengan baik karena
perkembangannya belum sepenuhnya mencapai masa peka.

4. SIMPULAN
A. Aspek kognitif peserta didik adalah ranah psikologis yang berhubungan
dengan pemahaman, pertimbangan, pengolahan informasi, pemecahan
masalah, kesengajaan dan keyakinan. Ranah kejiwaan ini berpusat di otak
dan berhubungan dengan konasi (kehendak) dan afeksi (perasaan) yang
bertalian dengan ranah rasa/affective domain.
B. Aspek kognitif peserta didik berperan amat penting dalam kesuksesan
belajarnya, karena tanpa aspek kognitif ia tidak bisa berpikir, dan tanpa
bepikir ia tidak bisa memahami dan meyakini manfaat materi apalagi
menyerap pesan-pesan moralnya.
C. Kualitas aspek kognitif para peserta didik dapat diketahui dari skor IQ
yang mereka miliki. Di antara mereka ada yang very superior (amat
unggul/jenius), superior (amat cerdas), high average (cerdas), dan average
(rata-rata/sedang).
D. Di antara mereka juga ada yang hanya berkecerdasan law average (di
bawah rata-rata/bodoh), bahkan borderline (amat bodoh) yang
membutuhkan penanganan khusus, karena terlalu sulit untuk mengikuti
pendidikan dengan cara biasa.

5. DAFTAR PUSTAKA
Syah, Muhibbin. 2012. Psikologi Belajar. Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada
Syah, Muhibbin. 2010. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT Remaja
Rosdakarya
Syah, Muhibbin. 2016. Telaah Singkat Perkembangan Peserta Didik.
Jakarta: PT RajaGrafindo Persada

Anda mungkin juga menyukai