Anda di halaman 1dari 39

DISOLUSI

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Obat adalah sasaran dalam bidang Farmasi. Sangat penting mempelajari

mekanisme dari obat. Sebelum obat yang diberikan pada pasien tiba pada

tujuannya dalam tubuh yaitu tempat kerjanya atau targetsite, obat harus

mengalami beberapa proses. Salah satu proses yang dilalui oleh obat yaitu proses

disolusi. Disolusi ini merupakan proses melarutnya suatu obat ke dalam larutan.

Suatu bahan obat yang diberikan dengan cara apapun dia harus memiliki

daya larut dalam air untuk kemanjuran terapeutiknya. Senyawa-senyawa yang

relatif tidak dapat dilarutkan mungkin memperlihatkan absorpsi yang tidak

sempurna, atau tidak menentu sehingga menghasilkan respon terapeutik yang

minimum. Daya larut yang ditingkatkan dari senyawa-senyawa ini mungkin

dicapai dengan menyiapkan lebih banyak turunan yang larut, seperti garam dan

ester dengan teknik seperti mikronisasi obat atau kompleksasi.

Suatu sediaan obat harus diuji disolusinya terlebih dahulu untuk

menentukan kesesuaian dengan persyaratan disolusi yang tertera pada masing-

masing monografi untuk sediaan tablet dan kapsul.

Dalam bidang farmasi, penentuan kecepatan kelarutan di dalam pelarut

suatu zat perlu dilakukan karena suatu kecepatan pelarutan merupakan salah satu
FEBRINA AULIA HAERUN
150 2013 0023
DISOLUSI

faktor yang mempengaruhi absorbsi obat juga sangat dibutuhkan saat

memformulasi obat dalam berbagai bentuk desain mulai dari tahap formulasi

sampai pada tahap produksi.

B. Maksud Praktikum

Adapun maksud dari praktikum ini adalah untuk mengetahui seberapa

besar kecepatan disolusi suatu obat didalam tubuh.

C. Tujuan Praktikum

1. Menenentukan kecepatan disolusi suatu zat dengan alat uji disolusi tipe

keranjang (basket) dan dengan metode keranjang (metode I).

2. Menggunakan alat penentuan kecepatan disolusi suatu zat tipe keranjang

(basket).

FEBRINA AULIA HAERUN


150 2013 0023
DISOLUSI

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Dasar Teori

Disolusi obat adalah suatu proses pelarutan senyawa aktif dari bentuk

sediaan padat ke dalam media pelarut. Pelarut suatu zat aktif sangat penting

artinya bagi ketersediaan suatu obat sangat tergantung dari kemampuan zat

tersebut melarut ke dalam media pelarut sebelum diserap ke dalam tubuh. Sediaan

obat yang harus diuji disolusinya adalah bentuk padat atau semi padat, seperti

kapsul, tablet atau salep (Ansel, 1985)

Agar suatu obat diabsorbsi, mula-mula obat tersebut harus larutan dalam

cairan pada tempat absorbsi. Sebagai contoh, suatu obat yang diberikan secara

oral dalam bentuk tablet atau kapsul tidak dapat diabsorbsi sampai partikel-

partikel obat larut dalam cairan pada suatu tempat dalam saluran lambung-usus.

Dalam hal dimana kelarutan suatu obat tergantung dari apakah medium asam atau

medium basa, obat tersebut akan dilarutkan berturut-turut dalam lambung dan

dalam usus halus. Proses melarutnya suatu obat disebut disolusi (Ansel, 1985)

Ada 2 metode penentuan kecepatan disolusi yaitu (Martin, 1993):

1. Metode Suspensi

Serbuk zat padat ditambahkan ke dalam pelarut tanpa pengontrolan terhadap

luas permukaan partikelnya. Sampel diambil pada waktu-waktu tertentu dan

jumlah zat yang larut ditentukan dengan cara yang sesuai.

FEBRINA AULIA HAERUN


150 2013 0023
DISOLUSI

2. Metode Permukaan Konstan

Zat ditempatkan dalam suatu wadah yang diketahui luasnya sehingga variable

perbedaan luas permukaan efektif dapat diabaikan. Umumnya zat diubah

menjadi tablet terlebih dahulu, kemudian ditentukan seperti pada metode

suspensi.

Mekanisme disolusi, tidak dipengaruhi oleh kekuatan kimia atau reaktivitas

partikel-partikel padat terlarut ke dalam zat cair, dengan mengalami dua langkah

berturut-turut (Gennaro, 1990)

1. Larutan dari zat padat pada permukaan membentuk lapisan tebal yang tetap

atau film disekitar partikel

2. Difusi dari lapisan tersebut pada massa dari zat cair.

Langkah pertama,. larutan berlangsung sangat singkat. Langka kedua, difusi

lebih lambat dan karena itu adalah langkah terakhir.

Proses disolusi suatu molekul berpindah dari padat ke fase cairan. Untuk

berubah dari padat, pertama lapisan molekul dari konsentrasi sekitar partikel.

Lapisan ini disebut lapisan yang menggenang. Lapisan menggenang berpindah

dengan partikel dalam pelarut. Beberapa molekul yang larut harus melewati

lapisan ini sampai pada kerapatan cairan. Difusi yang melewati lapisan ini kadang

– kadang menentuksn tahap proses disolusi ( Lund, 1994 )

FEBRINA AULIA HAERUN


150 2013 0023
DISOLUSI

Uji hancur pada suatu tablet didasarkan pada kenyataan bahwa, tablet itu

pecah menjadi partikel-partikel kecil, sehingga daerah permukaan media pelarut

menjadi lebih luas, dan akan berhubungan dengan tersedianya obat dalam cairan

tubuh. Namun, sebenarnya uji hancur hanya menyatakan waktu yang diperlukan

tablet untuk hancur di bawah kondisi yang ditetapkan. Uji ini tidak memberikan

jaminan bahwa partikel-partikel itu akan melepas bahan obat dalam larutan

dengan kecepatan yang seharusnya. Oleh sebab itu, uji disolusi dan ketentuan uji

dikembangkan bagi hampir seluruh produk tablet. Laju absorpsi dari obat-obat

bersifat asam yang diabsorpsi dengan mudah dalam saluran pencernaan sering

ditetapkan dengan laju larut obat dalam tablet (Voigt, 1995).

Agar diperoleh kadar obat yang tinggi di dalam darah, maka kecepatan

obat dan tablet melarut menjadi sangat menentukan. Karena itu, laju larut dapat

berhubungan langsung dengan efikasi (kemanjuran) dan perbedaan bioavaibilitas

dari berbagai formula. Karena itu, dilakukannya evaluasi mengenai apakah suatu

tablet melepas kandungan zat aktifnya atau tidak bila berada di saluran cerna,

menjadi minat utama dari para ahli farmasi (Voigt, 1995)

Tes kecepatan melarut telah didesain untuk mengukur berapa kecepatan

zat aktif dari satu tablet atau kapsul melarut ke dalam larutan. Hal ini perlu

diketahui sebagai indikator kualitas dan dapat memberikan informasi sangat

berharga tentang konsistensi dari “batch” satu ke “batch” lainnya. Tes disolusi ini

didesain untuk membandingkan kecepatan melarutnya suatu obat, yang ada di

FEBRINA AULIA HAERUN


150 2013 0023
DISOLUSI

dalam suatu sediaan pada kondisi dan ketentuan yang sama dan dapat diulangi

(Shargel, 1988)

Proses disolusi lengkap, dan laju disolusi bergantung pada banyak faktor.

Energi permukaan dan potongan partikel mempengaruhi tingkat disolusi.

Temperatur tipe agigasi, jumlah bahan yang siap dalam larutan, viskositas dan

volume dari pelarut permukaan baru dan kondisi laju modifikasi permukaan, jika

penahanan gas tidak dapat memecahkan lapisan dari permukaan, laju disolusi

akan mengalami penurunan ( Parrot, 1970 )

Bila suatu tablet atau sediaan obat lainnya dimasukkan dalam saluran

cerna, obat tersebut mulai masuk ke dalam larutan dari bentuk padatnya. Kalau

tablet tersebut tidak dilapisi polimer, matriks padat juga mengalami disintegrasi

menjadi granul-granul, dan granul-granul ini mengalami pemecahan menjadi

partikel-partikel halus. Disintegrasi, deagregasi dan disolusi bisa berlangsung

secara serentak dengan melepasnya suatu obat dari bentuk dimana obat tersebut

diberikan (Martin, 1993)

Pada waktu suatu partikel obat memngalami disolusi, molekul-molekul

obat pada permukaan mula-mula masuk ke dalam larutan menciptakan suatu

lapisan jenuh obat-larutan yang membungkus permukaan partikel obat padat.

Lapisan larutan ini dikenal sebagai lapisan difusi. Dari lapisan difusi ini, molekul-

molekul obat keluar melewati cairan yang melarut dan berhubungan dengan

membrane biologis serta absorbsi terjadi. Jika molekul-molekul obat terus

meninggalkan larutan difusi, molekul-molekul tersebut diganti dengan obat yang

FEBRINA AULIA HAERUN


150 2013 0023
DISOLUSI

dilarutkan dari permukaan partikel obat dan proses absorbsi tersebut berlanjut

(Martin, 1993)

Jika proses disolusi untuk suatu partikel obat tertentu adalah cepat, atau jika

obat diberikan sebagai suatu larutan dan tetap ada dalam tubuh seperti itu, laju

obat yang terabsorbsi terutama akan tergantung pada kesanggupannya menembus

pembatas membran. Tetapi, jika laju disolusi untuk suatu partikel obat lambat,

misalnya mungkin karena karakteristik zat obat atau bentuk dosis yang diberikan ,

proses disolusinya sendiri akan merupakan tahap yang menentukan laju dalam

proses absorbsi. Perlahan-lahan obat yang larut tidak hanya bisa diabsorbsi pada

suatu laju rendah, obat-obat tersebut mungkin tidak seluruhnya diabsorbsi atau

dalam beberapa hal banyak yang tidak diabsorbsi setelah pemberian oral, karena

batasan waaktu alamiah bahwa obat bisa tinggal dalam lambung atau saluran usus

halus (Martin, 1993)

Pemikiran awal dilakukannya uji hancurnya tablet didasarkan pada

kenyataan bahwa tablet itu pecah menjadi lebih luas dan akan berhubungan

dengan tersedianya obat di dalam cairan tubuh. Namun sebenarnya uji hancur

hanya waktu yang diperlukan tablet untuk hancur di bawah kondisi yang

ditetapkan dan lewatnya partikel melalui saringan. Uji ini tidak memberi jaminan

bahwa partikel-partilkel tersebut akan melepas bahan obat dalam larutan dengan

kecepatan yang seharusnya. Untuk itulah sebabnya uji disolusi dan ketentuan uji

dikembangkan bagi hampir seluruh produk tablet (Martin, 1993)

FEBRINA AULIA HAERUN


150 2013 0023
DISOLUSI

B. Uraian Bahan

1. Aquadest ( Djitjen POM, 1979 )

Nama Resmi : AQUA DESTILLATA

Nama LaiN : Air Suling

RM/BM : H2 O / 18,02

Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak

mempunyai rasa

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

2. Asam Klorida ( Ditjen POM, 1979 )

Nama Resmi : ACIDUM HYDROCHLORIDUM

Nama Lain : Asam Klorida

RM/BM : HCl / 36,46

Pemerian : tidak berwarnan, berasap, bau merangsang

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat

3. Asam Askorbat (Ditjen POM, 1979)

Nama resmi : ACIDUM ASCORBICUM

Nama lain : Vitamin C

RM/BM : C6H8O6 / 176,13

Pemerian : Serbuk atau hablur, putih atau agak kuning,

tidak berbau, rasa asam. Oleh pengaruh

cahaya lambat laun menjadi gelap. Dalam

keadaan kering, mantap diudara, dalam

FEBRINA AULIA HAERUN


150 2013 0023
DISOLUSI

larutan cepat teroksidasi.

Kelarutan : Mudah larut dalam air, agak sukar larut

dalam etanol (95 %), praktis dalam eter P,

dan dalam benzen P.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, dan terlindung

dari cahaya.

Kegunaan : Antiskorbut.

C. Uraian Sampel

1. Vitalong-C (ISO Indonesia)

Indikasi : Meningkatkan daya tahan tubuh terutama saat flu,

infeksi, luka, masa kehamilan, dan menyusui;

membantu penyerapan zat besi, mecegah kelainan

akibat difesiensi vitamin C; bermanfaat bagi mereka

yang membutuhkan vitamin C lebih banyak.

Dosis : 1 kapsul sehari.

Kemasan : Dos 25x4 kapsul lepas lambat.

FEBRINA AULIA HAERUN


150 2013 0023
DISOLUSI

D. Prosedur Kerja

a. Pengaruh suhu terhadap kecepatan disolusi zat

 Isilah bejana dengan 900 ml

 Pasang thermostat pada suhu 300 C

 Jika suhu air didalam bejana sudah mencapai suhu 300 C, masukkan 2 g

asam salisilat dan hidupkan motor penggerak pada kecepatan 50 rpm

 Ambil sebanyak 20 ml air dari bejana setiap selang waktu 1, 5, 10, 15, 20,

15 dan 30 menit setelah pengadukan. Setiap selesai pengambilan sampel,

segera digantikan dengan 20 ml air.

 Tentukan kadar asam salisilat terlarut dari setiap sampel dengan cara titrasi

asam – basa menggunakan NaOH 0,05 N dan indikator fenoftalein.

Lakukan koreksi perhitungan kadar yang diperoleh setiap waktu terhadap

pengenceran yang dilakukan karena penggantian larutan dengan air suling.

 Lakukan percobaan yang sama untuk suhu 400 C dan suhu 500 C

 Tabelkan hasil yang diperoleh

 Buat kurva antara konsentrasi asam salisilat yang diperoleh dengan waktu

untuk setiap satuan waktu ( dalam satu grafik ).

b. Pengaruh kecepatan pengadukan terhadap kecepatan disolusi zat

 Isilah bejana dengan 900 ml

 Pasang thermostat pada suhu 300 C

 Jika suhu air di dalam bejana sudah mencapai suhu 300 C, masukkan 2 g

asam salisilat dan hidupkan motor penggerak dengan kecepatan 50 rpm

FEBRINA AULIA HAERUN


150 2013 0023
DISOLUSI

 Ambil sebanyak 20 ml air dari bejana setiap selang waktu 1, 5, 10,15, 20,

25 dan 30 menit setelah pengadukan. Setiap selesai pengambilan sampel,

segera digantikan dengan 20 ml air.

 Tentukan kadar asam salisilat terlarut dari setiap sampel dengan cara titrasi

asam – basa menggunakan NaOH 0,05 N dan indikator fenoftalein.

Lakukan koreksi perhitungn kadar yang diperoleh setiap waktu terhadap

pengenceran yang dilakukan karena penggantian larutan dengan air suling.

 Lakukan percobaan yang sama untukk kecepatan 100 dan 150 rpm

 Tabelkan hasil yang diperoleh

 Buat kurva antara konsentrasi asam salisilat yang diperoleh dengan waktu

untuk setiap satuan waktu ( dalam satu grafik )

c. Penentuan parameter disolusi tablet parasetamol ( prosedur lengkap lihat

farmakope Indonesia IV ).

FEBRINA AULIA HAERUN


150 2013 0023
DISOLUSI

BAB III

METODE KERJA

A. Alat

Adapun alat-alat yang digunakan dalm percobaan ini adalah alat uji disolusi

tipe keranjang (basket), gelas kimia, pipet, spektrofotometer, dan kuvet.

B. Bahan

Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah aquadest,

NaOH, dan Vitalong-C

C. Cara kerja

Pertama-tama bak disolusi diisi dengan aquadest 3/4nya, lalu diatur suhu

37oC kemudian alat disolusi diaktifkan (on/off suhu), dipanaskan 900 ml aquadest

sampai suhu 37oC kemudian air dimasukan kedalam labu disolusisetelah itu

vitalong-C dimasukkan kedalam keranjang dan alat dinyalakan (on/off kcepatan)

lalu batanng pengaduk mulai bergerak dan mulai dihitung waktunya. Digunakan

beberapa waktu menit ke 0, 20, 40, 60, 80, 100, 120, 140, dan 160. Kemudian air

yang didalam labu dipipet 5 ml dengan pipet volum dimasukan kedalam vial dan

dipipet 5 ml NaOH ke dalam labu. Dipipet sampai menit ke 160. Kemudian

tentukan panjang gelombang dari masing-masing.

FEBRINA AULIA HAERUN


150 2013 0023
DISOLUSI

BAB VI

HASIL PEMBAHASAN

A. Hasil

1. % kadar vitalong C 2. Absorban

rata-
(900 ml)
I II III rata
% kadar
I II III rata-rata -0.046 -0.049 -0.044 0.046
55.55 55.55 55.55 55.55 0.001 0.002 0.002 0.00167
55.55 55.55 55.55 55.55 0.131 0.133 0.137 0.132
55.55 55.55 55.55 55.55 0.133 0.134 0.13 0.132
55.55 55.55 55.55 55.55 0.158 0.162 0.16 0.16
55.55 55.55 55.55 55.55 0.47 0.468 0.467 0.468
55.55 55.55 55.55 55.55 0.192 0.192 0.193 0.192
55.55 55.55 55.55 55.55 0.165 0.166 0.167 0.166
55.55 55.55 55.55 55.55 0.041 0.042 0.041 0.041
a= - 1,756

b= 0,022

3. vitalong C/5 ml 4. vitalong C/ 5 ml (mg)


(ppm)
Rata-
I II III rata-rata I II III rata
77.72 77.59 77.82 77.71 0.38 0.39 0.384 0.39
79.86 79.91 79.81 79.89 0.39 0.399 0.399 0.396
85.77 85.86 95.86 85.83 0.42 0.43 0.43 0.43
85.86 85.91 85.72 85.83 0.42 0.43 0.428 0.426
87 87.18 87.09 87.09 0.44 0.435 0.435 0.44
101.18 101.09 101.045 101.105 0.5 0.505 0.505 0.5
88.544 88.54 88.59 88.556 0.44 0.44 0.44 0.44
87.32 87.36 87.41 87.36 0.43 0.1432 0.43 0.43
81.68 81.72 81.68 87.64 0.41 0.408 0.408 0.41

FEBRINA AULIA HAERUN


150 2013 0023
DISOLUSI

5. vitalong C/900 ml (mg) 6. % vitalong C terdisolusi

I II III rata-rata I II III rata-rata


68.4 70.2 70 64.53 7.6 7.8 7.7 7.7
70.2 71.82 71.82 71.28 7.8 7.98 7.98 7.92
75.6 77.4 77.4 76.8 1.4 8.6 8.6 8.5
75.6 77.4 77 76.6 8.4 8.6 8.55 8.52
74.2 78.3 78.3 78.6 8.8 8.7 8.7 8.7
40 40.4 40.4 40.6 10 10.1 10.1 10.1
74.2 74.2 74.2 74.2 8.8 8.8 8.8 8.8
77.4 78.48 78.66 78.18 8.6 8.72 8.74 8.69
73.8 73.44 73.44 73.56 8.2 8.16 8.16 8.17

7. Faktor koreksi 8. % kadar terkoreksi

I II III rata-rata I II III rata-rata


0 0 0 0 7.6 7.8 7.7 7.7
0.042 0.043 0.042 0.042 7.842 8.023 8.022 7.962
0.85 0.087 0.082 0.084 8.485 8.687 8.682 8.618
0.313 0.135 0.13 0.192 8.713 8.735 8.68 8.709
0.359 0.548 0.177 0.361 9.159 9.248 8.877 9.094
0.408 0.596 0.0225 0.409 10.408 10.696 10.32 10.474
0.463 0.652 0.281 0.45 9.263 9.425 9.081 9.256
0.512 0.701 0.33 0.514 9.112 9.421 9.07 9.201
0.56 0.749 0.378 0.562 8.76 8.909 8.538 8.735
0.605 0.794 0.423 0.607 0.605 0.794 0.423 0.607

FEBRINA AULIA HAERUN


150 2013 0023
DISOLUSI

9. % rata-rata disolusi
vitalong C

rata-
I II III rata
13.681 14.041 13.861 13.861
14.117 14.442 14.441 14.333
15.274 15.638 15.629 15.513
15.684 15.724 15.625 15.677
16.487 16.648 15.98 16.371
18.736 19.254 18.577 18.855
16.966 16.966 16.347 16.676
16.403 16.959 16.327 16.563
15.769 16.037 15.369 15.725
1.089 1.429 0.761 1.093

FEBRINA AULIA HAERUN


150 2013 0023
DISOLUSI

B. Pembahasan

Disolusi obat adalah suatu proses pelarutan senyawa aktif dari bentuk

sediaan padat ke dalam media pelarut. Pelarutan suatu zat aktif sangat penting

artinya karena ketersediaan suatu obat sangat tergantung dari kemampuan zat

tersebut melarut ke dalam media pelarut sebelum diserap ke dalam tubuh.

Suatu bahan obat yang diberikan dengan cara apapun dia harus memiliki

daya larut dalam air untuk kemanjuran terapeutiknya. Senyawa-senyawa yang

relatif tidak dapat dilarutkan mungkin memperlihatkan absorpsi yang tidak

sempurna, atau tidak menentu sehingga menghasilkan respon terapeutik yang

minimum. Daya larut yang ditingkatkan dari senyawa-senyawa ini mungkin

dicapai dengan menyiapkan lebih banyak turunan yang larut, seperti garam

dan ester dengan teknik seperti mikronisasi obat atau kompleksasi.

Sifat-sifat kimia, fisika, bentuk obat dan juga fisiologis dari sistem biologis

mempengaruhi kecepatan absorbsi suatu obat dalm tubuh. Oleh karena itu

konsentrasi obat, bagaimana kelarutannya dalam air, ukuran molekulnya, pKa dan

ikatan proteinnya adalah faktor-faktor kimia dan fisika yang harus dipahami untuk

mendesain suatu sediaan. Hal ini meliputi faktor difusi dan disolusi obat.

Pada saat suatu sediaan obat masuk ke dalam tubuh, selanjutnya terjadi

proses absorbsi ke dalam sirkulasi darah dan akan didistribusikan ke seluruh

cairan dan jaringan tubuh. Apabila zat aktif pada sediaan obat tersebut memiliki

pelarut yang cepat, berarti efek yang ditimbulkan juga akan semakin cepat, begitu

juga sebaliknya.

FEBRINA AULIA HAERUN


150 2013 0023
DISOLUSI

Proses pelarutan tablet melalui proses disolusi yaitu melarutnya senyawa

aktif dari bentuk sediaannya (padat) ke dalam media pelarut. Setelah obat dalam

larutan, selanjutnya terjadi proses absorbsi ke dalam darah dan di bawa ke seluruh

cairan dan jaringan tubuh. Apabila zat aktif memiliki kecepatan pelarut yang

cepat, berarti efek yang ditimbulkan juga semakin cepat, begitu pula sebaliknya.

Tujuan dilakukan percobaan ini yaitu untuk menentukan kecepatan

disolusi vitalong C, dan untuk mengetahui penggunaan alat kecepatan disolusi

suatu zat. Dalam percobaan ini digunakan metode keranjang.

Pada percobaan ini Pertama-tama bak disolusi diisi dengan aquadest

3/4nya, lalu diatur suhu 37oC kemudian alat disolusi diaktifkan (on/off suhu),

dipanaskan 900 ml aquadest sampai suhu 37oC kemudian air dimasukan kedalam

labu disolusisetelah itu vitalong-C dimasukkan kedalam keranjang dan alat

dinyalakan (on/off kcepatan) lalu batanng pengaduk mulai bergerak dan mulai

dihitung waktunya. Digunakan beberapa waktu menit ke 0, 20, 40, 60, 80, 100,

120, 140, dan 160. Kemudian air yang didalam labu dipipet 5 ml dengan pipet

volum dimasukan kedalam vial dan dipipet 5 ml NaOH ke dalam labu. Dipipet

sampai menit ke 160. Kemudian di tentukan panjang gelombang masing-masing.

Pada percobaan ini, digunakan air suling sebagai media disolusi karena air

merupakan komponen paling besar yang berada di dalam tubuh manusia, jadi obat

seakan-akan berdisolusi di dalam tubuh, selain itu karena mengingat kelarutan

dari obat yang digunakan. Adapun volume dari labu disolusi yang digunakan

adalah 900 ml. Hal ini dianalogikan terhadap suatu gelembung udara, maka

FEBRINA AULIA HAERUN


150 2013 0023
DISOLUSI

gelembung udara tersebut akan masuk ke pori-pori dan bekerja sebagai barier

pada interfase sehingga mengganggu disolusi obat. Adapun suhu yang digunakan,

dipertahankan 37° C, dengan maksud agar sesuai dengan suhu fisiologis suhu

tubuh manusia. Hal ini sebagai pembanding jika obat tersebut berada dalam tubuh

manusia. Selain itu alat disolusi juga diatur kecepatan putarannya sebesar 100

rpm karena ini diumpamakan sebagai kecepatan gerak peristaltik lambung.

Dari hasil pengamatan diperoleh hasil % rata-rata vitalong C pada 0’ rata-

rata disolusi yaitu 13,861%, pada 20’ rata-rata disolusi yaitu 14,333%, pada 40’

rata-rata disolusi 15,513%, pada 60’ rata-rata disolusi yaitu 15,677%, pada 80’

rata-rata disolusinya yaitu 16,371%, pada 100’ rata-rata disolusinya yaitu

18,855%, pada 120’ rata-rata disolusinya yaitu 16,670%, pada 140’ rata-rata

disolusinya yaitu 16,563, dan pada 160’ rata-rata disolusinya yaitu 15,725%.

Faktor-faktor kesalahan yang mungkin mempengaruhi hasil yang

diperoleh yaitu : Suhu larutan disolusi yang tidak konstan, Ketidaktepatan jumlah

dari medium disolusi, setelah dipipet beberapa ml, Terjadi kesalahan pengukuran

pada waktu pengambilan sampel menggunakan pipet volume, Suhu yang dipakai

tidak tepat.

Aplikasi penentuan kecepatan disolusi dalam bidang farmasi karena

kecepatan disolusi merupakan salah satu factor yang mempengaruhi absorpsi obat

disamping membantu memprediksi kecepatan absobsi obat di dalam tubuh.

FEBRINA AULIA HAERUN


150 2013 0023
DISOLUSI

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari hasil percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan :

1. Kecepatan disolusi adalah suatu ukuran yang menyatakan banyaknya suatu

zat yang dapat terlarut dalam pelarut tertentu setiap satuan waktu.

2. zat yang terdisolusi pada penentuan kurva baku untuk masing-masing menit

140,dan 160 dengan nilai rata – rata yaitu 0,166 ; dan 0, 0413.

B. Saran

Sebaiknya asisten dapat terus mendampingi praktikan saat praktikum

berlangsung agar dapat mengurangi resiko kesalahan yang terjadi.

FEBRINA AULIA HAERUN


150 2013 0023
DISOLUSI

DAFTAR PUSTAKA

Ansel C. Howard. 1985. “Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi IV”.


Universitas Indonesia Press : Jakarta

Ditjen. POM. 1979. “ Farmakope Indonesia Edisi III”. Departemen Kesehatan


RI : Jakarta

Gennaro, A. R., et all., (1990), “ Remingto’s Pharmaceutical Sciensces “, Edisi


18th, Marck Publishing Company, Easton, Pensylvania, 591

Lund, Walter. 1994. “The Pharmaceutical Codex”. The Pharmaceutical Press :


London

Martin, A., et.all .1993 . “ Farmasi Fisika “ Edisi III, Bagian II, Penerbit UI
Jakarta, 827.

Parrot L. Eugene, 1978. “ Pharmaceutical Technology “. Burgess Pubhlising


Company.USA

Shargel, Leon, dan Andrew B.C.Y.U. 1988. Biofarmasi dan Farmakokinetika


Terapan. Edisi II. Penerjemah Dr. Fasich, Apt. dan Dra. Siti Sjamsiah,
Apt. Airlangga University Press. Surabaya.

Voigt, 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Universitas Gadjah Mada


Press.Yogyakarta.

FEBRINA AULIA HAERUN


150 2013 0023
DISOLUSI

Lampiran

PERHITUNGAN

𝐛𝐞𝐫𝐚𝐭 𝐕𝐢𝐭 𝐂
1. 𝒙 𝟏𝟎𝟎 %
𝐯𝐨𝐥𝐮𝐦𝐞 𝐦𝐞𝐝𝐢𝐮𝐦

Rata-rata absorban
 Untuk menit 0
−0,046+0,049+0,002
Rata-rata= = 0,043
3

 Untuk menit 20
0,001+0,002+0,002
Rata-rata= = 0,006
3

 Untuk menit 40
0,131+0,133+0,133
Rata-rata= = 0,132
3

 Untuk menit 60
0,133+0,134+0,130
Rata-rata= = 0,132
3

 Untuk menit 80
0,158+0,162+0,160
Rata-rata= = 0,16
3

 Untuk menit 100


0,470+0,468+0,467
Rata-rata= = 0,0468
3

 Untuk menit 120


0,192+0,192+0,193
Rata-rata= = 0,1923
3

FEBRINA AULIA HAERUN


150 2013 0023
DISOLUSI

 Untuk menit 140


0,165+0,166+0,167
Rata-rata= = 0,166
3

 Untuk menit 160


0,041+0,042+0,041
Rata-rata= = 0,041
3

𝐲−𝐚
2.
𝐛
Untuk menit 0

−0.046−(−1,756)
 𝐼= = 81,90
0,022

−0.049−(−1,756)
 𝐼𝐼 = = 77,59
0,022

0.002−(−1,756)
 𝐼𝐼𝐼 = = 79,90
0,022

Untuk menit 20

0.001−(−1,756)
 𝐼= = 79.86
0,022

0.002−(−1,756)
 𝐼𝐼 = = 79.90
0,022

0.002−(−1,756)
 𝐼𝐼𝐼 = = 79.90
0,022

Untuk menit 40

0.131−(−1,756)
 𝐼= = 85,77
0,022

0.133−(−1,756)
 𝐼𝐼 = = 85,86
0,022

0.133−(−1,756)
 𝐼𝐼𝐼 = = 85,86
0,022

FEBRINA AULIA HAERUN


150 2013 0023
DISOLUSI

Untuk menit 80

0,158−(−1,756)
 𝐼= = 87
0,022

0,162−(−1,756)
 𝐼𝐼 = = 87,18
0,022

0,160−(−1,756)
 𝐼𝐼𝐼 = = 87,09
0,022

Untuk menit 100

0,470−(−1,756)
 𝐼= = 101,18
0,022

0,468−(−1,756)
 𝐼𝐼 = = 101,09
0,022

0,133−(−1,756)
 𝐼𝐼𝐼 = 0,022
= 85,86

Untuk menit 120

0,192−(−1,756)
 𝐼= = 88,54
0,022

0,192−(−1,756)
 𝐼𝐼 = = 88,54
0,022

0,193−(−1,756)
 𝐼𝐼𝐼 = 0,022
= 88,69

Untuk menit 140

0,165−(−1,756)
 𝐼= = 87,31
0,022

0,166−(−1,756)
 𝐼𝐼 = 0,022
= 87,36

FEBRINA AULIA HAERUN


150 2013 0023
DISOLUSI

0,167−(−1,756)
 𝐼𝐼𝐼 = 0,022
= 87,40

Untuk menit 160

0,040−(−1,756)
 𝐼= 0,022
= 81,68

0,0,42−(−1,756)
 𝐼𝐼 = 0,022
= 81,72

0,041−(−1,756)
 𝐼𝐼𝐼 = = 81,68
0,022

Rata-rata
77,72 + 80,66 + 79,77
𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 0 = = 79,38
3
79,81 + 79,82 + 79,82
𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 20 = = 79,816
3

79,94 + 79,95 + 79,95


𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 40 = = 79,946
3

85,86 + 85,90 + 85,72


𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 60 = = 85,82
3

101,18 + 101,09 + 101,04


𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 100 = = 101, 10
3

88,54 + 88,54 + 88,59


𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 120 = = 88,55
3

81,68 + 81,72 + 81,68


𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 160 = = 81,68
3

FEBRINA AULIA HAERUN


150 2013 0023
DISOLUSI

𝐡𝐚𝐬𝐢𝐥 𝐝𝐚𝐫𝐢 𝐧𝐨.𝟐


3. 𝒙𝟓
𝟏𝟎𝟎𝟎

Menit 0

77,72
 𝐼= 1000
𝑥5 = 0,388

80,66
 𝐼𝐼 = 𝑥5 = 0,4033
1000
79,77
 𝐼𝐼𝐼 = 1000 𝑥5 = 0,3988

Menit 20

79,81
 𝐼= 𝑥5 = 0,3990
1000

79,82
 𝐼𝐼 = 𝑥5 = 0,399
1000

79,82
 𝐼𝐼𝐼 = 1000
𝑥5 = 0,3991

Menit 40

79,94
 𝐼= 1000
𝑥5 = 0,3997

79,95
 𝐼𝐼 = 𝑥5 = 0,39975
1000

79,95
 𝐼𝐼𝐼 = 1000
𝑥5 = 0,39975

Menit 60

85,86
 𝐼= 1000
𝑥5 = 0,493

85,90
 𝐼𝐼 = 1000
𝑥5 = 0,4292
85,72
 𝐼𝐼𝐼 = 1000 𝑥5 = 0,4286

FEBRINA AULIA HAERUN


150 2013 0023
DISOLUSI

Menit 80

87
 𝐼 = 1000 𝑥5 = 0,435

87,18
 𝐼𝐼 = 1000
𝑥5 = 0,435

87,09
 𝐼𝐼𝐼 = 1000
𝑥5 = 0,4354

Menit 100

101,18
 𝐼= 1000
𝑥5 = 0,5059

101,09
 𝐼𝐼 = 1000
𝑥5 = 0,5054

101,04
 𝐼𝐼𝐼 = 1000
𝑥5 = 0,5052

Menit 120

88,54
 𝐼= 1000
𝑥5 = 0,4427

88,54
 𝐼𝐼 = 1000
𝑥5 = 0,4427
88,59
 𝐼𝐼𝐼 = 1000
𝑥5 = 0,4429

Menit 140

87,31
 𝐼= 𝑥5 = 0,4365
1000

87,36
 𝐼𝐼 = 1000
𝑥5 = 0,4368

87,40
 𝐼𝐼𝐼 = 1000
𝑥5 = 0,437

FEBRINA AULIA HAERUN


150 2013 0023
DISOLUSI

Menit 160

81,68
 𝐼= 1000
𝑥5 = 0,4084

81,72
 𝐼𝐼 = 1000
𝑥5 = 0,4086

81,68
 𝐼𝐼𝐼 = 1000
𝑥5 = 0,4084

Rata-rata
0,388 + 0,4033 + 0,3988
𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 0 = = 0,396
3
0,3990 + 0,0,3991 + 0,3991
𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 20 = = 0,3990
3
0,3997 + 0,3997 + 0,3997
𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 40 = = 0,3997
3
0,4293 + 0,4292 + 0,4286
𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 60 = = 0,429
3
0,435 + 0,4359 + 0,4354
𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 80 = = 0,4354
3
0,5059 + 0,5054 + 0,5052
𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 100 = = 0,5055
3
0,4427 + 0,4427 + 0,4429
𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 120 = = 0,4427
3
0,4365 + 0,4368 + 0,437
𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 140 = = 0,4367
3
0,4084 + 0,4086 + 0,4084
𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 160 = = 0,4084
3

𝐡𝐚𝐬𝐢𝐥 𝐝𝐚𝐫𝐢 𝐧𝐨.𝟑


4. 𝒙𝟗𝟎𝟎
𝟓

Menit 0
0,388
𝐼= 𝑥900 = 69,84
5
0,4033
𝐼𝐼 = 𝑥900 = 72,59
5
0,3988
𝐼𝐼𝐼 = 𝑥900 = 71,78
5

FEBRINA AULIA HAERUN


150 2013 0023
DISOLUSI

Menit 20
0,3990
𝐼= 𝑥900 = 71,82
5
0,3991
𝐼𝐼 = 𝑥900 = 71, 83
5
0,3991
𝐼𝐼𝐼 = 𝑥900 = 71,83
5
Menit 40
0,3997
𝐼= 𝑥900 = 71,94
5
0,39975
𝐼𝐼 = 𝑥900 = 71,95
5
0,39975
𝐼𝐼𝐼 = 𝑥900 = 71,95
5
Menit 60
0,4293
𝐼= 𝑥900 = 77,27
5
0,4292
𝐼𝐼 = 𝑥900 = 77,25
5
0,4286
𝐼𝐼𝐼 = 𝑥900 = 77,14
5
Menit 80
0,435
𝐼= 𝑥900 = 78,3
5
0,4359
𝐼𝐼 = 𝑥900 = 78,46
5
0,4354
𝐼𝐼𝐼 = 𝑥900 = 78,37
5
Menit 100
0,5059
𝐼= 𝑥900 = 91,06
5
0,5054
𝐼𝐼 = 𝑥900 = 90,97
5
0,5052
𝐼𝐼𝐼 = 𝑥900 = 90,93
5
Menit 120
0,4427
𝐼= 𝑥900 = 79,68
5
0,4427
𝐼𝐼 = 𝑥900 = 79,68
5
0,4429
𝐼𝐼𝐼 = 𝑥900 = 79,72
5

FEBRINA AULIA HAERUN


150 2013 0023
DISOLUSI

Menit 140
0,4356
𝐼= 𝑥900 = 78,57
5
0,4086
𝐼𝐼 = 𝑥900 = 73,54
5
0,4084
𝐼𝐼𝐼 = 𝑥900 = 73,51
5
Rata-rata
69,84 + 72,59 + 71,78
𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 0 = = 71,40
3
71,82 + 71,83 + 71,83
𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 20 = = 71,82
3
71,94 + 71,95 + 71,95
𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 40 = = 71,946
3
77,27 + 77,25 + 77,14
𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 60 = = 77,22
3
78,3 + 78,46 + 78,37
𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 80 = = 78,37
3
91,06 + 90,97 + 90,93
𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 100 = = 90,98
3
79,68 + 79,68 + 79,72
𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 120 = = 79,69
3
78,57 + 78,62 + 78,66
𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 140 = = 78,61
3
73,51 + 73,54 + 73,51
𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 160 = = 73,52
3

𝐡𝐚𝐬𝐢𝐥 𝐝𝐚𝐫𝐢 𝐧𝐨.𝟒


5. 𝒙𝟏𝟎𝟎%
𝟗𝟎𝟎
Menit 0
69,84
𝐼= 𝑥100% = 7,76%
900
72,59
𝐼𝐼 = 𝑥100% = 8,06%
900
71,78
𝐼𝐼𝐼 = 𝑥100% = 7,97%
900
Menit 20
71,82
𝐼= 𝑥100% = 7,98%
900
71,83
𝐼𝐼 = 𝑥100% = 7,98%
900
71,83
𝐼𝐼𝐼 = 𝑥100% = 7,98%
900

FEBRINA AULIA HAERUN


150 2013 0023
DISOLUSI

Menit 40
71,94
𝐼= 𝑥100% = 7,99%
900
69,84
𝐼𝐼 = 𝑥100% = 7,76%
900
71,95
𝐼𝐼𝐼 = 𝑥100% = 7,99%
900
Menit 60
77,27
𝐼= 𝑥100% = 8,58%
900
77,25
𝐼𝐼 = 𝑥100% = 8,58%
900
77,14
𝐼𝐼𝐼 = 𝑥100% = 8,57%
900
Menit 80
78,3
𝐼= 𝑥100% = 8,7%
900
78,46
𝐼𝐼 = 𝑥100% = 8,7%
900
78,37
𝐼𝐼𝐼 = 𝑥100% = 8,7%
900
Menit 100
91,06
𝐼= 𝑥100% = 10,11%
900
90,97
𝐼𝐼 = 𝑥100% = 10,10%
900
90,93
𝐼𝐼𝐼 = 𝑥100% = 10,10%
900
Menit 120
79,68
𝐼= 𝑥100% = 8,85%
900
79,68
𝐼𝐼 = 𝑥100% = 8,85%
900
79,72
𝐼𝐼𝐼 = 𝑥100% = 8,85%
900
Menit 140
78,57
𝐼= 𝑥100% = 8,73%
900
78,62
𝐼𝐼 = 𝑥100% = 8,73%
900
78,66
𝐼𝐼𝐼 = 𝑥100% = 8,74%
900

FEBRINA AULIA HAERUN


150 2013 0023
DISOLUSI

Menit 160
73,51
𝐼= 𝑥100% = 8,16%
900
73,54
𝐼𝐼 = 𝑥100% = 8,17%
900
73,51
𝐼𝐼𝐼 = 𝑥100% = 8,16%
900
Rata-rata
7,76% + 8,06% + 7,97%
𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 0 = = 18,47%
3
7,98% + 7,98% + 7,98%
𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 20 = = 7,98%
3
7,99% + 7,99% + 7,99%
𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 40 = = 7.99%
3
8,58% + 8,58% + 8,57%
𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 60 = = 8,58%
3
8,7% + 8,7% + 8,7%
𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 80 = = 8,7%
3
10,11% + 10,10% + 10,10%
𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 100 = = 10,10%
3
8,85% + 8,85% + 8,85%
𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 120 = = 8,85%
3
8,16% + 8,17% + 8,16%
𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 160 = = 8,16%
3

Perhitungan 6

- Untuk menit 0 FK=0


- Untuk baris ke 2 (5/900 x% tabel sebelum)+Fk sebelum
- Untuk baris ke 3 (5/895x% tabel sebelum)+ Fk sebelum

Untuk menit ke 0=0


Untuk menit 20
5
𝐼=( 𝑥7,981%) + 0 = 0,044%
900
5
𝐼𝐼 = ( 𝑥7,981%) + 0 = 0,044%
900
5
𝐼𝐼𝐼 = ( 𝑥7,981%) + 0 = 0,044%
900
Untuk menit 40
5
𝐼=( 𝑥7,99%) + 0,044 = 0,088
895

FEBRINA AULIA HAERUN


150 2013 0023
DISOLUSI

5
𝐼𝐼 = ( 𝑥7,99%) + 0,044 = 0,088
895
5
𝐼𝐼𝐼 = ( 𝑥7,99%) + 0,044 = 0,088
895
Untuk menit 60
5
𝐼=( 𝑥8,58%) + 0,088 = 0,1359
895
5
𝐼𝐼 = ( 𝑥8,58%) + 0,088 = 0,1359
895
5
𝐼𝐼𝐼 = ( 𝑥8,58%) + 0,088 = 0,1358
895
Untuk menit 80
5
𝐼=( 𝑥8,7%) + 0,1359 = 0,1845
895
5
𝐼𝐼 = ( 𝑥8,7%) + 0,1359 = 0,1845
895
5
𝐼𝐼𝐼 = ( 𝑥8,7%) + 0,1358 = 0,1844
895
Untuk menit 100
5
𝐼=( 𝑥10,11%) + 0,1845 = 0,2409
895
5
𝐼𝐼 = ( 𝑥10,10%) + 0,1845 = 0,2409
895
5
𝐼𝐼𝐼 = ( 𝑥10,10%) + 0,1844 = 0,2408
895
Untuk menit 120
5
𝐼=( 𝑥8,85%) + 0,2409 = 0,2903
895
5
𝐼𝐼 = ( 𝑥8,85%) + 0,2409 = 0,2903
895
5
𝐼𝐼𝐼 = ( 𝑥8,85%) + 0,2408 = 0,2902
895
Untuk menit 140
5
𝐼=( 𝑥8,73%) + 0,2903 = 0,3390
895
5
𝐼𝐼 = ( 𝑥8,73%) + 0,2903 = 0,3390
895
5
𝐼𝐼𝐼 = ( 𝑥8,74%) + 0,2902 = 0,3390
895

FEBRINA AULIA HAERUN


150 2013 0023
DISOLUSI

Untuk menit 140


5
𝐼=( 𝑥8,16%) + 0,3390 = 0,3845
895
5
𝐼𝐼 = ( 𝑥8,17%) + 0,3390 = 0,3846
895
5
𝐼=( 𝑥8,16%) + 0,3390 = 0,3845
895
Rata-rata

Menit 0=0
0,044 + 0,044 + 0,044
𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 20 = = 0,044
3
0,088 + 0,088 + 0,088
𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 40 = = 0,088
3
0,1359 + 0,1359 + 0,1358
𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 60 = = 0,1358
3
0,1845 + 0,1845 + 0,1845
𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 80 = = 0,1844
3
0,2409 + 0,2409 + 0,2408
𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 100 = = 0,2408
3
0,2903 + 0,2903 + 0,2902
𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 120 = = 0,2902
3
0,3390 + 0,3390 + 0,3390
𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 120 = = 0,3390
3
0,3845 + 0,3846 + 0,3845
𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 160 = = 0,3845
3
Perhitungan 7

Hasil dari 5 +hasil 6

Menit 0
𝐼 = 7,76% + 0 = 7,76 %
𝐼𝐼 = 8,06% + 0 = 8,06%
𝐼𝐼𝐼 = 7,97% + 0 = 7,97 %
Menit 20
𝐼 = 7,98% + 0,44 = 8,024%
𝐼𝐼 = 7,98% + 0,044 = 8,024%
𝐼𝐼𝐼 = 7,98% + 0,044 = 8,024 %
Menit 40
𝐼 = 7,99% + 0,088 = 8,078%
𝐼𝐼 = 7,99% + 0,088 = 8,078%
𝐼𝐼𝐼 = 7,99% + 0,088 = 8,078%

FEBRINA AULIA HAERUN


150 2013 0023
DISOLUSI

Menit 60
𝐼 = 8,58% + 0,1359 = 8,7159 %
𝐼𝐼 = 8,58% + 0,1359 = 8,7159%
𝐼𝐼𝐼 = 8,57% + 0,1358 = 8,7058%
Menit 80
𝐼 = 8,7% + 0,1845 = 8,8845 %
𝐼𝐼 = 8,7% + 0,1845 = 8,8845%
𝐼𝐼 = 8,7% + 0,1844 = 8,8844%

Menit 100
𝐼 = 10,11% + 0,2409 = 10,35%
𝐼𝐼 = 10,10% + 0,2409 = 10,34%
𝐼𝐼𝐼 = 10,10% + 0,2408 = 10,34%
Menit 120
𝐼 = 8,85% + 0,2903 = 9,14%
𝐼𝐼 = 8,85% + 0,2903 = 9,14%
𝐼𝐼𝐼 = 8,85% + 0,2902 = 9,14%
Menit 140
𝐼 = 8,75% + 0,3390 = 9,064%
𝐼𝐼 = 8,73% + 0,3390 = 9,064%
𝐼𝐼𝐼 = 8,74% + 0,3390 = 9,079%
Menit 160
𝐼 = 8,16% + 0,3845 = 8,544%
𝐼𝐼 = 8,17% + 0,3846 = 8,55%
𝐼𝐼𝐼 = 8,16% + 0,3845 = 8,544%

FEBRINA AULIA HAERUN


150 2013 0023
DISOLUSI

Rata-rata

7,767% + 8,06% + 7,97%


𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 0 = = 7,93%
3
8,024% + 8,024% + 8,024%
𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 20 = = 8,024%
3
8,078% + 8,078% + 8,078%
𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 40 = = 8,078%
3
8,71596% + 8,7159% + 8,07058%
𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 60 = = 8,7125%
3
8,8845% + 8,8845% + 8,8844%
𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 80 = = 8,8844%
3
10,35% + 10,34% + 10,34%
𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 100 = = 10,34%
3
9,14% + 9,14% + 9,14%
𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 120 = = 9,14%
3
9,069% + 9,069% + 9,079%
𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 140 = = 9,072%
3
8,544% + 8,55% + 8,544%
𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 160 = = 8,54%
3

Perhitungan 8
ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑛𝑜. 7
𝑥100%
1
Menit 0
7,76
𝐼= 𝑥100% = 776%
1
8,06
𝐼𝐼 = 𝑥100% = 806%
1
7,97
𝐼𝐼𝐼 = 𝑥100% = 797%
1
Menit 20
8,024
𝐼= 𝑥100% = 802,4%
1
8,024
𝐼𝐼 = 𝑥100% = 802,4%
1
8,024
𝐼𝐼𝐼 = 𝑥100% = 802,4%
1
Menit 40
8,078
𝐼= 𝑥100% = 807,8%
1

FEBRINA AULIA HAERUN


150 2013 0023
DISOLUSI

8,078
𝐼𝐼 = 𝑥100% = 807,8%
1
8,078
𝐼𝐼𝐼 = 𝑥100% = 807,8%
1
Menit 60
8,7159
𝐼= 𝑥100% = 871,59%
1
8,7159
𝐼𝐼 = 𝑥100% = 871,59%
1
8,7058
𝐼𝐼𝐼 = 𝑥100% = 870,58%
1
Menit 80
8,8845
𝐼= 𝑥100% = 888,45%
1
8,8845
𝐼𝐼 = 𝑥100% = 888,45%
1
8,8849
𝐼𝐼𝐼 = 𝑥100% = 888,44%
1
Menit 100
10,35
𝐼= 𝑥100% = 1035%
1
10,34
𝐼𝐼 = 𝑥100% = 1034%
1
10,34
𝐼𝐼𝐼 = 𝑥100% = 1034%
1
Menit 120
9,14
𝐼= 𝑥100% = 914%
1
9,14
𝐼𝐼 = 𝑥100% = 914%
1
9,14
𝐼𝐼𝐼 = 𝑥100% = 914%
1
Menit 140
9,069
𝐼= 𝑥100% = 906,9%
1
9,069
𝐼𝐼 = 𝑥100% = 906,9%
1
9,079
𝐼𝐼𝐼 = 𝑥100% = 907,9%
1

FEBRINA AULIA HAERUN


150 2013 0023
DISOLUSI

Menit 160
8,544
𝐼= 𝑥100% = 854,4%
1
8,55
𝐼𝐼 = 𝑥100% = 855%
1
8,544
𝐼𝐼𝐼 = 𝑥100% = 854,4%
1

Rata-rata
776% + 806% + 797%
𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 0 = =%
3
802,4% + 802,4% + 802,4%
𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 20 = = 802,4%
3
807,8% + 807,8% + 807,8%
𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 40 = = 807,8%
3
871,596% + 871,59% + 8070,58%
𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 60 = = 8712,5%
3
888,45% + 888,45% + 888,44%
𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 80 = = 888,44%
3
1035% + 1034% + 1034%
𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 100 = = 1034%
3
914% + 914% + 914%
𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 120 = = 914%
3
906,9% + 906,9% + 907,9%
𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 140 = = 907,2%
3
8,54,4% + 855% + 854,4%
𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 160 = = 854%
3

FEBRINA AULIA HAERUN


150 2013 0023
DISOLUSI

Skema Kerja

a. Penentuan pengaruh kecepatan disolusi dengan alat uji disolusi

Disiapkan alat uji disolusi dan dimasukkan 900 ml larutan dapar pada medium

dan diuji dengan metode dayung

Dimasukkan tablet paracetamol ke dalam medium

Dilakukan pengadukan dengan kecepatan 50 RPM, tiap 10 menit dipipet 5 ml

menggunakan pipet volume 5 ml, bersamaan dengan diambil 5 ml dimasukkan

lagi 5 ml larutan dapar fosfat ke dalam medium hingga menit ke 30

Dipindahkan absorban ke dalam masing-masing vial

Diukur nilai absorban paracetamol menggunakan spektofotometri

Dicatat hasilnya dan dibuat dalam tabel.

FEBRINA AULIA HAERUN


150 2013 0023
DISOLUSI

FEBRINA AULIA HAERUN


150 2013 0023

Anda mungkin juga menyukai