Anda di halaman 1dari 3

A Tingkat Kesukaran

Pada teori test klasik banyak cara atau pendekatan yang di gunakan untuk mengestimati
tingkat kesukaran.

Masrun (1975) mengemukakan bahwa ada beberapa cara untuk mengestimasi tingkat
kesukaran soal, yaitu (1) skala rata-rata;(2) skala linear; (3) indeks Davis; dan (4) skala bivariate.

Masing-masing cara tersebut tidak akan di bahas satu persatu, namun pada penelitian ini
hanya di tekankan pada cara yang umum di gunakan yaitu mengestimasi tingkat kesukaran soal
dengan menggunakan skala rata-rata. Menurut skala rata-rata, tingkat kesukaran soal di artikan
sebagai perbandingan antara subjek yang menjawab benar suatu butir soal dengan seluruh subjek
yang menjawab butir soal tersebut.

Tingkat kesukaran soal yang sering di lambangkan dengan (p) sebenarnya merupakan
nilai rata-rata dari kelompok peserta test atau rerata dari suatu distribusi skor kelompok dari
suatu soal. Oleh karena itu tingkat kesukaran soal di hitung atas dasar nilai rata-rata.

Menurut Masrun (1975) pendekatan dengan menggunakan skala rata-rata memiliki


kelemahan,yaitu:

1. Adanya hubungan terbalik antara tingkat kesukaran dengan nilai indeks, hal ini dapat di
lihat dari semakin rendahnya nilai indeks (p) menunjukkan bahwa soal tersebut semakin
sukar,dan sebaliknya, sehingga tingkat kesukaran soal menurut skala rata-rata lebih baik
di sebut sebagai tingkat kemudahan soal
2. Tingkat kesukaran (p) tidak berhubungan linier dengan skala kesukaran soal

Sejalan dengan itu, Suryabratan (1997) mendefinisikan kesukaran soal sebagai proporsi
(persentase) subjek yang menjawab soalitu dengan betul. Lebih lanjut di kemukakan untuk
mencari indeks kesukaran soal, di rumuskan sebagai berikut:

P = B/T

Keterangan:

P = Indeks kesukaran soal


B = Banyaknya subjek yang menjawab soal dengan betul
T = Banyaknya subjek yang mengerjakan soal
(Suryabrata,1997)

Lebih blanjut, suryabrata (1997) mengemukakan bahwa;

“ persentase subjek yang menjawab benar suatu soal adalah sama dengan nilai rata-rata
kelompok subjek yang di tes, dan Indeks kesukaran soal di sebut juga sebagai Indeks kesukaran
rata-rata. Kelemahan indeks kesukaran soal di sebut juga sebagai indeks kesukaran rata-rata.
Kelemahan indeks kesukaran soal yaitu antara indeks kesukaran soal dan tingkat kesukaran soal
terdepar hubungan yang berlawanan arah, artinya semakin tinggi tingkat indeks kesukaran
semakin rendah tingkat kesukaran nya. Karena itu,menilik isinya Indeks kesukaran soal lebih
tepat di sebut sebagai indeks kemudahan soal.”

B. Data Pembeda

Menurut Hadi (1997) yang di maksud dengan daya beda ( discriminating power )
adalahkemampuan alat ukur untuk menyatakan berebeda dua hal yang memang dalam
kenyataannya berbeda. Lebih lanjut, Hadi (1991) mengemukakan bahwa;

“ Suatu item di sebut peka jika ia mempunyai daya beda yang tinggi, makin peka suatu
alat untuk membedakan gejala-gejala yang berbeda, maka akan makin besar daya bedanya.
Dikatakan suatu tes yang hanya berisi soal-soal yang sangat gampang tidak akan dapat
membedakan anak-anak yang bodoh dari anak-anak yang sedikit di atas bodoh. Demikian juga
suatu tes yang mengajukan hanya soal-soal yang sangat sukar,tidak akan dapat menunjukkan
mana-mana anak yang pandai dan mana-mana anak yang sedikit kurang pandai. Jika suatu soal
dapat di jawab oleh semua orang, baik yang pandai maupun yang bodoh, soal itu tidak dapat
membedakan anak yang pandai dari yang sedikit urang panda, yang sedang, yang kurang,dan
yang bodoh. Sebaliknya soal yang sangat sukar, yang tidak dapat di jawab oleh anak-anak yang
paling pandaipun, soal ini tidk dapat di berfungsi apa-apa untuk menyadap kepandaian anak.”

Dari uraian tersebut di atas sangat jelas bahwa daya beda dari suatu soal dapat memeberikan
indikasi apakah suatu butir soal dapat membedakan kemampuan tinggi dan kemampuan remdsh
dari peserta tes. Artinya bila soal itu di berikan kepada peserta tes yang tinggi kemampuannya,
maka hasilnya akan tinggi pula, dan sebaliknya bila di berikan kepada peserta tes yang
kemampuannya rendah, maka hasilnya juga akan rendah. Butir-butir soal atau perangkat soal
tidak di katakana memiliki daya pembeda apabila soal-soal tersebut,jika di ujikan kepada peserta
tes yang berkemampuan tinggi, hasilnya rendah,dan bila di berikan kepada peserta tes yang
berkemampuan rendah, hasilnya tinggi, atau apabila di berikan kepada keuda-duanya, hasilnya
sama. Dengan demikian butuir-butir soal atau perangkat soal tersebut tidak memberikan
informasi yang berharga mengenai kemampuan peserta tes yang sebenarnya.

Untuk mengetahui daya pembeda soal yang sering juga di sebut untuk menentukan
validitas soal, ada beberapa cara yang dapat di lakukan, antara lain dengan menggunakan teknik
korelasibiserial, point biserial, tetrachorik dan phi ( Masrun,1975). Pada kesempatan ini semua
cara tidak di jelaskan satu persatu.

Dari beberapa cara tersebut untuk menentukan daya pembeda soal atau validitas soal
yang banyak di pakai saat ini adalah dengan menggunakan teknik korelasi, karena dengan teknik
korelasi tersebut cara menghitungnya jauh lebih sederhana di bandingkan dengan teknik-teknik
lainnya.

Anda mungkin juga menyukai