Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sindroma defisiensi imun yang didapat (AIDS) merupakan penyakit
yang baru dikenal, dimana kasus pertama baru dilaporkan pada tahun
1981 di Amerika oleh Gottlieb dkk. Pada tahun 1985, di Ameriks telah
ditemukan lebih dari 14.000 kasus dan 50% diantaranya telah berakhir
dengan kematian. Pada tahun 1986 diperkirakan sepertiga dari negara-
negara di dunia telah melaporkan penyakit ini antara lain, Brazil 483
orang, Prancis 392 orang, Haiti 377 orang, Kanada 323 orang, Jerman
Barat 300 orang, Inggris 225 Orang dan juga telah ada laporan dari
Thailand, Hongkong, dan Singapura.
The Centers for Disease Control (CDC) dari Amerika, sampai
dengan Mei 1985 telah melaporkan 107 kasus AIDS pada anak dan
remaja. Penyakit yang menurunkan daya tahan tubuh dan selalu
mengantarkan penderitanya pada kematian, saat ini menimbulkan
kepanikan dunia karena kecepatan peningkatan jumlah kasusnya yang
diperkirakan akan meningkat dua kali lipat setiao 6 bulan- 1 tahun.
Anak anak dengan AIDS akan menimbulkan sejumlah problem bagi
dokter spesialis anak dalam hal diagnosis, penanganan dan psiko-sosial.

Sejak dimulainya epidemi HIV/ AIDS, telah mematikan lebih dan


25 juta orang, lebih dan 14 juta anak kehilangan salah satu atau kedua
orang tuanya karena AIDS. Setiap tahun juga diperkirakan 3 juta orang
meninggal karena AIDS, 500 000 diantaranya adalah anak usia dibawah
15 tahun. Setiap tahun pula terjadi infeksi baru pada 5 juta orang
terutama di negara terbelakang atau berkembang, dengan angka
transmisi sebesar ini maka dari 37,8 juta orang pengidap infeksi
HIV/AIDS pada tahun 2005, terdapat 2,1 juta anak- anak dibawah 15
tahun. (WHO 1999)

1
1.2 Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan HIV/AIDS ?
b. Bagaimana etiologi dari HIV pada anak ?
c. Bagaimana patofisiologi dari HIV pada anak ?
d. Bagaimana manifestasi klinis dari HIV ?
e. Bagaimana pathways HIV pada anak ?
f. Bagaimana asuhan keperawatan anak dengan HIV ?

1.3 Tujuan

Mahasiswa mampu memahami hal-hal yang berkaitan dengan


AIDS dan mampu menerapkan pola pikir kritis dalam memenuhi
asuhan keperawatan pada klien anak dengan AIDS.

2
BAB II
ISI
2.1 PENGERTIAN
HIV ( Human immunodeficiency Virus ) adalah virus pada manusia
yang menyerang system kekebalan tubuh manusia yang dalam jangka
waktu yang relatif lama dapat menyebabkan AIDS, sedangkan AIDS
sendiri adalah suatu sindroma penyakit yang muncul secara
kompleks dalam waktu relatif lama karena penurunan sistem kekebalan
tubuh yang disebabkan oleh infeksi HIV.
a. AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) adalah sindroma
yang menunjukkan defisiensi imun seluler pada seseorang tanpa
adanya penyebab yang diketahui untuk dapat menerangkan
terjadinya defisiensi tersebut sepertii keganasan, obat-obat supresi
imun, penyakit infeksi yang sudah dikenal dan sebagainya (
Rampengan & Laurentz ,1997 : 171).
b. AIDS adalah penyakit yang disebabkan oleh virus yang merusak
sistem kekebalan tubuh manusia (H. JH. Wartono, 1999 : 09).
c. AIDS merupakan kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya
sistem kekebalan tubuh (dr. JH. Syahlan, SKM. dkk, 1997 : 17).
Infeksi pada kehamilan adalah penyebab morbiditas ibu dan
neonatal yang sudah diketahui. Banyak kasus dapat dicegah, dan dalam
makalah ini akan dibahas mengenai penyakit infeksi yang sering ditemukan
yang dapat terjadi dalam kehamilan.

2.2 ETIOLOGI
Penyebab penyakit AIDS adalah HIV yaitu virus yang masuk dalam
kelompok retrovirus yang biasanya menyerang organ-organ vital sistem
kekebalan tubuh manusia. Penyakit ini dapat ditularkan melalui penularan
seksual, kontaminasi patogen di dalam darah, dan penularan masa perinatal.
HIV teridentifikasi ada dalam kolostrum dan ASI, menyebabkan infeksi

3
kronis pada bayi dan anak. Infeksi yang ditularkan ibu ini akan mengganggu
sistem kekebalan tubuh sehingga anak mudah terkena infeksi berulang,
seperti infeksi saluran cerna, infeksi jamur, infeksi tuberkulosis, dsb
sehingga pertumbuhan dan perkembangan anak terganggu.
AIDS disebabkan oleh virus HIV tipe 1 yang melekat dan memasuki
Limfosit T helper CD4, yang juga ditemukan dalam jumlah yang lebih
rendah pada monosit dan makrofag.
HIV-1 merupakan virus RNA dan merupakan parasit obligat
intrasel. Dalam bentuk yang asli ia merupakan partikel yang inert tidak
dapat berkembang atau melukai sampai ia masuk ke sel host (sel target).

2.3 PATOFISIOLOGI
Penyebab dari AIDS adalah Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang
termasuk dalam famili retrovirus. Virus HIV melekat dan memasuki limfosit T
helper CD4+. Virus tersebut menginfeksi limfosit CD4+ dan sel-sel imunologik
lain dan akan mengalami destruksi sel secara bertahap. Sel-sel ini, yang
memperkuat dan mengulang respons imunologik, dan bila sel-sel tersebut
berkurang dan rusak, maka fungsi imunologik lain terganggu.

HIV merupakan retrovirus yang membawa informasi genetic RNA. Pada


saat virus HIV masuk dalam tubuh virus akan menginfeksi sel yang mempunyai
antigen CD4+ (Sel T pembantu, helper T cell). Sekali virus masuk ke dalam sel,
virus akan membuka lapisan protein sel dan menggunakan enzim Reserve
transcriptase untuk mengubah RNA. DNA virus akan terintergrasi dalam sel
DNA host dan akan mengadakan duplikasi selama proses normal pembelahan.

Dengan memasuki limfosit T4, virus memaksa limfosit T4 untuk


memperbanyak dirinya sehingga akhirnya menyebabkan kematian limfosit T4.
Kematian limfosit T4 membuat daya tahan tubuh berkurang sehingga mudah
terserang infeksi dari luar (baik virus lain, bakteri, jamur atau parasit). Hal itu
menyebabkan kematian pada orang yang terjangkit HIV/AIDS. Selain
menyerang limfosit T4, virus AIDS juga memasuki sel tubuh yang lain. Organ

4
yang paling sering terkena adalah otak dan susunan saraf lainnya. Virus AIDS
diliputi oleh suatu protein pembungkus yang sifatnya toksik (racun) terhadap sel.
Khususnya sel otak dan susunan saraf pusat dan tepi lainnya yang dapat
mengakibatkan kematian sel otak.

Sel CD4+ (Sel T pembantu / helper T cell) sangat berperan penting dalam
fungsi system immune normal, mengenai antigen dan sel yang terinfeksi, dan
mengaktifkan sel B untuk memproduksi antibody. Juga dalam aktivitas langsung
pada cell-mediated cell immune (immune sel bermedia) dan mempengaruhi
aktivitas langsung pada sel kongetitis duplikasi.

2.4 MANIFESTASI KLINIS


Masa antara terinfeksi HIV dan timbul gejala-gejala penyakit adalah 6
bulan-10 tahun. Rata-rata masa inkubasi 21 bulan pada anak-anak dan 60
bulan/5tahun pada orang dewasa. Tanda-tanda yang di temui pada penderita
AIDS antara lain:
1. Gejala yang muncul setelah 2 sampai 6 minggu sesudah virus masuk
ke dalam tubuh: sindrom mononukleosida yaitu demam dengan suhu
badan 38 C sampai 40 C dengan pembesaran kelenjar getah benih di
leher dan di ketiak, disertai dengan timbulnya bercak kemerahan
pada kulit.
2. Gejala dan tanda yang muncul setelah 6 bulan sampai 5 tahun setelah
infeksi, dapat muncul gejala-gejala kronis : sindrom limfodenopati
kronis yaitu pembesaran getah bening yang terus membesar lebih
luas misalnya di leher, ketiak dan lipat paha. Kemudian sering keluar
keringat malam tanpa penyebab yang jelas. Selanjutnya timbul rasa
lemas, penurunan berat badan sampai kurang 5 kg setiap bulan,
batuk kering, diare, bercak-bercak di kulit, timbul tukak (ulceration),
perdarahan, sesak nafas, kelumpuhan, gangguan penglihatan,
kejiwaan terganggu. Gejala ini di indikasi adanya kerusakan sistem
kekebalan tubuh.

5
3. Pada tahap akhir, orang-orang yang sistem kekebalan tubuhnya
rusak akan menderita AIDS. Pada tahap ini penderita sering di
serang penyakit berbahaya seperti kelainan otak, meningitis, kanker
kulit, luka bertukak, infeksi yang menyebar, tuberkulosis paru
(TBC), diare kronik, candidiasis mulut dan pnemonia.
Menurut Cecily L Betz, anak-anak dengan infeksi HIV yang
didapat pada masa perinatal tampak normal pada saat lahir dan mulai
timbul gejala pada 2 tahun pertama kehidupan. Manifestasi
klinisnya antara lain :
1. Berat badan lahir rendah
2. Gagal tumbuh
3. Limfadenopati umum
4. Hepatosplenomegali
5. Sinusitis
6. Infeksi saluran pernafasan atas berulang
7. Parotitis
8. Diare kronik atau kambuhan
9. Infeksi bakteri dan virus kambuhan
10. Sariawan orofaring
Lima puluh persen anak-anak dengan infeksi HIV terkena sarafnya
yang memanifestasikan dirinya sebagai ensefalopati progresif,
perkembangan yang terhambat, atau hilangnya perkembangan
motoris.

a. Penularan

1. Tanpa intervensi yang baik, penularan HIV dari Ibu kepada


bayinya dapat melalui:

a. Dari ibu kepada anak dalam kandungannya (antepartum)(5-10 %)


b. Selama persalinan (intrapartum)(10-20 %)

6
c. Bayi baru lahir terpajan oleh cairan tubuh ibu yang terinfeksi
(postpartum)
d. Bayi tertular melalui pemberian ASI

Sebagian besar (90%), infeksi HIV pada bayi disebabkan penularan dari ibu,
hanya sekitar 10% yang terjadi karena proses tranfusi.

2. Ibu hamil dengan HIV (+)

Ibu hamil yang mengandung HIV di dalam tubuhnya dapat


menularkan ke bayi yang dikandunfnya. Ibu sendiri biasanya belum
menunjukan gejala klinis AIDS. Cara transmisi ini juga disebut dengan
transmisi vertical. Transmisi dapat terjadi melalui plasenta (intrauterine)
atau inpartum, yaitu pada waktu bayi lahir terpapar dengan darah ibu atau
secret genetalia yang mengandung HIV. HIV dapat diisolasi dari ASI pada
ibu yang mengandung HIV di dalam tubuhnya.

3. Transfusi

Penularan dapat terjadi melalui transfuse darah yang


mengandung HIV atau produk darah yang berasal dari donor yang
mengandung HIV. Dengan sudah dilakukan skrining darah donor
terhadap HIV maka transmisi melalui cara ini akan menjadi jauh
berkurang.

4. Jarum suntik

Penularan melalui cara ini terutama ditemukan pada anak remaja


penyalahgunaan obat IV yang menggunakan jarum suntik bersama.

5. Hubungan seksual dengan pengidap HIV

Penularan cara ini ditemukan pada anak remaja yang berganti-


ganti pasangan.

7
b. Pencegahan
Oleh karena kebanyakan AIDS pada anak adalah disebabkan oleh
orang penularan dari orang tuanya, maka pencegahan AIDS pada orang
dewasa denngan sendirinya akan menurunkan morbiditas AIDS pada
anak
Langkah-langkah untuk mencegah penyebaran AIDS adalah
sebagai berikut:
1. Menghindari hubungan kelamin dengan penderita AIDS atau
tersangka menderita AIDS.
2. Mencegah hubungan kelamin dengan partner banyak atau dengan
orang yang mempunyai banyak partner.
3. Menghindari hubungan kelamin dengan pecandu narkotik dengan
obat suntik.
4. Orang-orang dari kelompok risiko tinggi dicegah menjadi donor
darah.
5. Pemberian transfusi darah hanya untuk pasien yang benar-benar
perlu.
6. Pada setiap suntikan harus terjamin sterilitas alat suntiknya.

Karena penularan pada bayi dan anak dapat terjadi pada waktu hamil,
melahirkan maupun post partum, maka sebaiknya wanita dengan risiko tinggi
AIDS janganlah hamil dan jangan melahirkan. Tetapi jika sudah terlanjur
penularan HIV dari ibu ke bayi dapat dicegah melalui:

1. Saat hamil
Penggunaan antiretroviral selama kehamilan yang bertujuan agar vital
load rendah sehingga jumlah virus yang ada di dalam darah dan cairan tubuh
kurang efektif untuk menularkan HIV.
2. Saat melahirkan
Penggunaan antiretroviral (Nevirapine) saat persalinan dan bayi
baru dilahirkan dan persalinan sebaiknya dilakukan dengan metode sectio
caesar karena terbukti mengurangi resiko penularan sebanyak 80%.

8
3. Setelah lahir
Informasi yang lengkap kepada ibu tentang resiko dan manfaat ASI.
Untuk mengurangi resiko penularan, ibu dengan HIV positif bisa
memberikan susu formula pengganti ASI, kepada bayinya. Namun,
pemberian susu formula harus sesuai dengan persyaratan AFASS dari
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yaitu Acceptable = mudah diterima,
Feasible = mudah dilakukan, Affordable = harga terjangkau, Sustainable =
berkelanjutan, dan Safe = aman penggunaannya

Pada daerah tertentu di mana pemberian susu formula tidak


memenuhi persyaratan AFASS, ibu HIV positif harus mendapatkan
konseling jika memilih untuk memberikan ASI eksklusif.

9
2.5 Pathways

10
2.6 ASUHAN KEPERAWATAN
2.6.1 Pengkajian
Pengkajian keperawatan mencakup pengenalan factor resiko yang
potensial, termasuk praktek seksual, dan penggunaan obat bius (IV). Status
fisik dan psikologi klien harus dinilai. Fokus pengkajian meliputi status
nutrisi, kulit dan membran mukosa, status respiratorius, status cairan dan
elektrolit, dan tingkat pengetahuan, interaksi social
1. Keluhan Utama
a) Demam dan diare berkepanjanan
b) Takhipnea, batuk, sesak nafas dan hipoxia→keadaan yang
gawat
2. Riwayat Penyakit Sekarang
a) Berat badan dan tinggi badan yang tidak naik
b) Diare lebih dari 1 bulan
c) Demam yang berkepanjangan (lebih dari 1 bulan )
d) Mulut dan faring di jumpai bercak-bercak putih
e) Limphodenophati yang menyeluruh
f) infeksi berulang (otitis media,pharingitis)
g) Batuk yang menetap (lebih dari 1 bulan)
h) Dermatitis yang menyeluruh
3. Riwayat Penyakit Dahulu
a) Riwayat pemberian transfusi antara tahun 1978-1985
4. Riwayat Penyakit dalam Keluarga
a) Orang tua yang terinfeksi HIV
b) Penyalagunaan zat
5. Riwayat Kehamilan dan Persalinan
a) Ibu selama hamil terinfeksi HIV→50% tertular untuk
anaknya.
b) Penularan dapat terjadi pada minggu ke9-20 dan kehamilan
c) Penularan pada proses melahirkan ,terjadi kontak darah ibu
dan bayi

11
d) Penularan setelah lahir dapat terjadi melalui air susu ibu
6. Riwayat Makanan
a) Anoreksia
b) Mual
c) Muntah
7. Riwayat Imunisasi

Jadwal immunisasi bayi dan anak dengan infeksi HIV


UMUR VAKSIN

2 bulan DPT, Polio, Hepatitis B


4 bulan DPT, Polio, Hepatitis B
6 bulan DPT, Polio, Hepatitis B
12 bulan Tes Tuberculin
15 bulan MMR , Hepatitis
18 bulan DPT , Polio, MMR
24 bulan Vaksin Pnemokokkun
4-6 tahun DPT , Polio , MMR
14-16 tahun DT, Campak

a. Imunisasi BCG tidak boleh di berikan→kuman hidup


b. Immunisasi polio harus diberikan inactived pelivaccine,bukan tipe
live
c. Attenuated polio vaccine →virus mati bukan virus hidup
d. Immunisasi dengan vaksi HIV diberikan setelah ditemukan HIV (+)

12
a. Pemeriksaan
1. Sistem Pengindraan
 Mata
a. Cotton wool spot ( bercak katun wool pada retina)
Sytomegalovirus retinius dan toxoplasma choroiditis,
perivasculitis pada retina.
b. Infeksi pada tepi kelopak mata, mata merah, perih gatal,
banyak secret serta berkerak.
c. Lesi pada retina dengangambaran bercak eksudat
kekurangan, tunggal/multiple, pada satu/kedua mata →
toxoplasma goundii.
 Mulut
Oral thrush akibat jamur, stomatitis gangrenesa, peridontitis,
sarcoma kaposi pada mulut di mulai sebagai bercak merah datar
kemudian menjadi biru, sering pada palatum.
 Telinga
Otitis media, nyeri, kehilangan pendengaran.
2. Sistem Pernapasan
Batuk lama dengan atau tanpa sputum, sesak nafas, tachipneu ,
hipoxia, nyeri dada, nafas pendek waktu istirahat gagal nafas.
3. Sistem Pencernaan
BB menurun, anoreksia, nyeri menelan, kesulitan menelan, bercak
putih, kekuningan pada mukosa oral, pharingitis, candidiasis
esophagus, candidiasis mulut, selaput lendir kering, pembesaran
hati, mual, muntah, colitis akibat diare kronik, pembesaran limpha.
4. Sistem Kardiovaskuler
a. Suhu tubuh meningkat
b. Nadi cepat , tekanan dara meningkat
c. Gejala congestive heard failure sekunder akibat
kardiomiopati karena HIV

13
5. Sistem Integumen
a. Variccla : Lesi sagat luas vasikule yang benar, hemorragie
menjadi nekrosis timbul ulsera.
b. Herpes zoster : vasikule menggerombol , nyeri, panas, serta
malaie
c. Evzemetoid skin ras, pydodernia, scabies
d. Pyodermia gangrenosum dan scabbies sering di jumpai
6. Sistem Perkemihan
a. Seni kurang anurie
b. Proteinurea
7. Sistem Endokrin
Pembesaran kelenjar parotis , limphadenophti, pembesaran
kelenjar yang menyeluruh.
8. Sistem Neurologi
a. Sakit kepala, somnolence, sukar konsentrasi, perubahan
perilaku
b. Nyeri otot, kejang-kejang enselophati, gangguan psikomotor
c. Penurunan kesadaran, delirium, delirium
d. Serangan CNS : meningitis
e. Keterlambatan perkembangan
9. Sistem Muskuloskeletal
Nyeri otot, nyeri persendian, letih, gangguan gerak (ataksia).
10. Psikososial
a. Orang tua merasa bersalah
b. Orang tua merasa malu
c. Menarik diri dari lingkungan

b. Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan diagnostik atau laboratorium didapatkan adanya
anemia, leukositopenia, trombositopenia, jumlah sel T4 menurun bila T4
dibawah 200, fase AIDS normal 1000-2000 permikrositer, tes anti body

14
anti-HIV ( tes Ellisa ) menunjukan terinfeksi HIV atau tidak, atau dengan
menguji antibodi anti HIV. Tes ini meliputi tes Elisa, Lateks,
Agglutination,dan western blot. Penilaian elisa dan latex menunjukan orang
terinfeksi HIV atau tidak, apabila dikatakan positif harus dibuktikan dengan
tes western blot.
Tes lain adalah dengan menguji antigen HIV yaitu tes antigen P24
(dengan polymerase chain reaction - PCR). Kulit dideteksi dengan tes
antibody (biasanya digunakan pada bayi lahir dengan ibu terjangkit HIV).
Uji Laboratorium dan Diagnostik

1. ELISA : Enzyme-linked immunosorbent assay (uji awal yang umum)


untuk mendeteksi antibody terhadap antigen HIV(umumnya dipakai
untuk skrining HIV pada individu yang berusia lebih dari 2 tahun).

2. Western blot (uji konfirmasi yang umum) untuk mendeteksi adanya


antibodi terhadap beberapa protein spesifik HIV.

3. Reaksi rantai polimerase (Polymerase chain reaction)/PCR untuk


mendeteksi asam deoksiribonukleat (DNA) HIV (uji langsung ini
bermanfaat untuk mendiagnosis HIV pada bayi dan anak).

2.6.2. Diagnosa

a. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan imun

b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan dispneu

c. Perubahan nutrisi kurang dari tubuh berhubungan dengan kekambuhan


penyakit, diare, dan kehilangan nafsu makan.

2.6.3 Rencana Intervensi

1. Diagnosa I : Risiko infeksi berhubungan dengan penurunan imun

15
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tidak terjadi
infeksi

Kriterias hasil :

1. Status gastrointestinal normal


2. Status respirasi norml
3. Status BB normal
4. Status integritas kulit normal
5. Tidak menunjukan kelemahan
6. Menunjukan kekebalan tubuh

Rencana Intervensi :

1. Ajarkan orang tua untuk mengikuti jadwal administerasi


2. Ajarkan individu keluarga untuk melakukan vaksinasi seperti
kolera, influenza, rabies, demam typoid, typus, TBC
3. Sediakan informasi mengenai imunisasi
4. Pantau pasien setelah mendapat imunisasi
5. Identifikasi kontraindikasi dari imunisasi seperi panas.

2. Diagnosa II : Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan dispneu


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pola
nafas kembali efektif.

Kriteria hasil:

1. RR dalam batas normal


2. Irama nafas normal
3. Ekspansi dada simetris
4. Tidak ada dispneu
5. Tidak ada traktil fremitus
6. Auskultasi bunyi nafas normal

16
Intervensi :

1. Bersihkan mulut, hidung, dan secret trakea


2. Pertahankan jalan nafas yang paten
3. Atur peralatan oxygenasi
4. Monitor aliran oxygen
5. Petahankan posisi pasien
6. Monitor TD, nadi, suhu dan dan RR
7. Monitor frekuensi dan irama pernafasan
8. Monitor suhu warna dan kelembaban kulit

3. Diagnosa III : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan


tubuh berhubungan dengan kekambuhan penyakit, mual,
muntah, diare, dan kehilangan nafsu makan.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
kebutuhan nutrisi terpenuhi.

Kriteria hasil:

1. Adanya peningkatan berat badan sesuai tujuan


2. Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
3. Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
4. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi

Intervensi :
Menyediakan makanan yang anak-anak lebih suka mendorong
makan makanan fortifikasi dengan suplemen gizi (mis., susu
bubuk, suplemen komersial) untuk memaksimalkan kualitas
asupan. Menyediakan makanan ketika anak paling mungkin
makan dengan baik. Gunakan kreativitas untuk mendorong anak
untuk makan. Pantau berat badan dan pertumbuhan anak sehingga
intervensi nutrisi tambahan dapat diterapkan jika pertumbuhan

17
mulai melambat atau penurunan berat badan Berikan obat
antijamur seperti yang diperintahkan untuk mengobati
kandidiasis oral. Anak mengkonsumsi nutrisi dalam jumlah yang
cukup.

2.6.4 Evaluasi
1. Diagnosa I : Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan imun

a. Status gastrointestinal normal


b. Status respirasi normal
c. Status BB normal
d. Status integritas kulit normal
e. Tidak menunjukan kelemahan
f. Menunjukan kekebalan tubuh

2. Diagnosa II : Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan dispneu

a. RR alam batas normal


b. Irama nafas normal
c. Ekspansi dada simetris
d. Tidak ada dispneu
e. Tidak ada traktil fremitus
f. Auskultasi bunyi nafas normal

3. Diagnosa III : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan


tubuh berhubungan dengan kekambuhan penyakit, mual,
muntah, diare, dan kehilangan nafsu makan.
a. Adanya peningkatan berat badan sesuai tujuan
b. Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
c. Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
d. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi

18
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

AIDS adalah suatu keadaan dimana penurunan system kekebalan


tubuh yang didapat menyebabkan menurunnya kekebalan tubuh terhadap
penyakit sehingga terjadi infeksi, beberapa jenis kanker dan kemunduran
system saraf. Infeksi HIV yang berakhir menjadi AIDS, telah menjadi
penyebab utama kematian pada anak – anak.

Penyebab penyakit AIDS adalah HIV, yaitu virus yang masuk dalam
kelompok retrovirus yang biasanya menyerang organ-organ vital sistem
kekebalan tubuh manusia. Penyakit ini dapat ditularkan melalui penularan
seksual, kontaminasi patogen di dalam darah, dan penularan pada masa
perinatal. Komplikasi oral lesi karena kandida herpes simplek, sarcoma
kaposi, HPV oral, gingivitis peridonitis HIV, leukoplakia oral, nutrisi,
dehidrasi, penurunan berat badan, keletihan dan cacat.

3.2 Saran
Setelah tersusunnya makalah ini diharapkan kita sebagai tenaga
kesehatan mengetahui tanda dan gejala anak dengan penyakit AIDS,
sehingga bisa dilakukan tindakan yang tepat untuk mengatasinya atau
memberikan asuhan keperawatan yang benar dan sesuai prosedur
penanganan anak dengan AIDS dan juga kita bisa melakukan pencegahan
agar anak tidak mengalami AIDS.

19
DAFTAR PUSTAKA

Betz, Cecily L. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatrik edisi 5. Jakarta : EGC.

Carpenito, L.J. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 8. EGC. Jakarta.

Wong, Donna L. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta

Royyan, Abdullah. 2012. Asuhan Keperawatan Klien Anak. Jakarta: Pustaka


Pelajar

20

Anda mungkin juga menyukai