Anda di halaman 1dari 20

ANALISIS BENTUK TIDAK BAKU PADA KARANGAN NARASI

SISWAKELAS VII B SMP NEGERI 1 SAMBIREJO SRAGEN


TAHUN AJARAN 2012/2013

NASKAH PUBLIKASI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan


Guna Mencapai Derajat Sarjana Strata 1
Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah

Disusun Oleh:

EKO YULI SETYOWATI

A 310 090 048

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2013

i
ii
ANALISIS BENTUK TIDAK BAKU PADA KARANGAN NARASI
SISWAKELAS VII B SMP NEGERI 1 SAMBIREJO SRAGEN
TAHUN AJARAN 2012/2013

ABSTRAK

Eko Yuli Setyowati, A310090048, Jurusan Pendidikan Bahasa, Sastra


Indonesia dan Daerah, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,
Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2013.

Bahasa baku merupakan bahasa yang mempunyai nilai komunikatif yang


paling tinggi, yang digunakan dalam kepentingan nasional, dalam situasi resmi atau
dalam lingkungan resmi dan pergaulan sopan yang terikat oleh tulisan baku, ejaan
baku, kosakata baku, tata bahasa baku, serta lafal baku. Peneliti melakukan
penelitian terhadap karangan narasi siswa untuk mengkaji lebih dalam bentuk kata
tidak baku pada karangan narasi siswa kelas VII B SMP Negeri 1 Sambirejo.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1) Untuk mengetahui


bentuk kata tidak baku pada karangan narasi siswa kelas VII B SMP. 2) Untuk
mengetahui penyebab ketidakbakuan terhadap makna kalimat dalam karangan
narasi siswa kelas VII B SMP. Penelitian ini termasuk penelitian kualitatif. Metode
pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode simak dengan
teknik catat dan wawancara. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian
ini adalah metode padan. Hasil penelitian menunjukkan : 1) bentuk ketidakbakuan
kata karena kesalahan pada bentuk kata sebanyak 37, bentuk ketidakbakuan karena
pemilihan kata yang tidak baku sebanyak 15, bentuk ketidakbakuan karena
ketidaklogisan kata dalam kalimat sebanyak 3, bentuk ketidakbakuan karena
penggunaan ejaan yang tidak tepat sebanyak 40, 2) penyebab ketidakbakuan
terhadap makna kalimat dalam karangan narasi siswa yang disebabkan oleh
kurangnya pemahaman siswa terhadap baku atau tidak bakunya kata dalam kalimat,
kurangnya pemahaman siswa terhadap tata bahasa Indonesia yang benar khususnya
pada bidang morfologi, kesalahan pada EYD (Ejaan Yang Disempurnakan), siswa
masih terpengaruh bahasa Jawa yang membuat kata tersebut menjadi tidak baku.
Hal itu terbukti bahwa banyaknya kesalahan yang dibuat siswa pada saat mengarang
narasi. Yang menyebabkan kata menjadi tidak baku.
Kata kunci : bentuk tidak baku, penyebab, karangan narasi.

iii
A. PENDAHULUAN
Pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan
siswa dalam berkomunikasi dengan baik dan benar, baik secara lisan maupun
tulisan, serta menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya kesastraan manusia
Indonesia (BSNP, dalam Sufanti, 2010:12). Komponen kemampuan berbahasa
dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia berupa aktivitas mendengarkan, berbicara,
membaca, dan menulis. Dalam komponen tersebut sangat fleksibel, tetapi yang
menjadi fokus dalam pembelajaran tersebut adalah ketrampilan berbahasa untuk
berkomunikasi. Dalam hal ini yakni kegiatan menulis yang merupakan suatu
bentuk kompetensi berbahasa selain kompetensi mendengarkan, berbicara dan
membaca.
Mengarang merupakan suatu kegiatan mengungkapkan yang disampaikan
melalui bahasa tulis dengan tujuan untuk dipahami pembaca. Mengarang adalah
kegiatan merangkai kata-kata yang disusun berdasarkan tema yang sudah
ditentukan dengan menggunakan bahasa yang baik dan benar. Kegiatan
mengarang tidak akan terlepas dari konsep dasar sintaksis. Salah satu bidang ilmu
bahasa sintaksis. Sintaksis merupakan tata bahasa yang membahas hubungan antar
kata dalam tuturan. Salah satu satuan tuturan adalah kalimat. Kalimat adalah
satuan yang merupakan suatu keselurahan yang memiliki intonasi tertentu
sehingga pemarkah keseluruhan itu. Sintaksis dengan antar kata saling
berhubungan dalam kalimat. Menurut Keraf (2003,136) Narasi merupakan suatu
bentuk wacana yang berusaha menggambarkan dengan sejelas-jelasnya kepada
pembaca suatu peristiwa yang telah terjadi. Narasi bertujuan untuk memberikan
informasi kepada pembaca dan menyampaikan suatu amanat kepada pembaca.
Akhadiah (2002:2) mengungkapkan bahwa menulis adalah kegiatan
mengorganisasikan gagasan serta mengungkapkan secara tersurat. Menulis adalah
kegiatan melahirkan pikiran atau gagasan seperti mengarang, membuat surat dan
tulisan. Kegiatan mengarang adalah kegiatan yang dapat menggali kemampuan

1
dalam bidang kebahasaan, menyampaikan kalimat melalui tulisan. Hubungan
antara menulis dan membaca merupakan hubungan yang sangat erat. Bila kita
ingin menuliskan sesuatu maka pada prisipnya kita ingin agar tulisan tersebut
dibaca oleh orang lain.
SMP Negeri 1 Sambirejo menjadi objek peneliti untuk melakukan penelitian
mengenai bentuk kalimat tidak baku pada karangan siswa, berdasarkan hasil
wawancara peneliti dengan salah satu guru Bahasa Indonesia di SMP Negeri 1
Sambirejo, Ibu Sri Lestari beliau mengatakan bahwa kemampuan siswa dalam
menulis karangan masih kurang. Ada beberapa siswa yang belum bisa memahami
jenis-jenis karangan sehingga ketika siswa diminta untuk menuliskan karangan
narasi, deskripsi, argumentasi, dan eskposisi masih banyak siswa yang
kebingungan untuk membuat karangan tersebut. Sebagian besar siswa dalam
menuliskan karangan masih ada beberapa kesalahan dalam ejaan, pemilihan kata
dan penggunaan kata baku yang kurang tepat.
Hasil penelitian Widyaningsih (2009) ini, menunjukkan bahwa kesalahan
pemakaian bahasa Indonesia dalam karangan siswa kelas X SMA 2 Sukoharjo
yang meliputi bidang ejaan (penulisan huruf kapital, penulisan kata turunan,
penulisan kata ulang, penulisan gabungan kata, penulisan kata ganti, penulisan
kata depan, partikel dan penulisan akronim/ singkatan) selain itu, kesalahan juga
terdapat pada penggunaan kata baku yang tidak tepat. Kesalahan yang dibuat oleh
siswa sebagian besar terletak pada kesalahan penggunaan huruf kapital, tanda titik,
tanda koma, kata depan, penulisan singkatan/ akronim dengan penggunaan kata
yang tidak baku. Persamaan dengan penelitian ini adalah sama-sma meneliti
bentuk ketidakbakuan pada karangan siswa. Perbedaannya dengan penelitian ini
adalah Widyaningsih menitikberatkan penelitiannya pada kesalahan ejaan dan
ketidakbakuan kata pada karangan siswa, yang disebabkan oleh bidang ejaan dan
jenis karangannya.

2
Hasil penelitian yang dilakukan Khanna (2008), menemukan penggunaan
kalimat mubazir dan bentuk tidak baku pada kata kapula, kemubaziran dua kata/
lebih yang bersinonim, kemubaziran kata berlebihan dan penggunaan kata banyak
dan kata ulang. Untuk bentuk tidak baku yang sering digunakan siswa pada saat
mengarang adalah bentuk ketidakbakuan karena fonem /i/ dan ketidakbakuan
konsonan. Perbedaannya dengan penelitian ini adalah Nia menitikberatkan
penelitiannya pada kemubaziran dan bentuk tidak baku pada karangan narasi
siswa, yang disebabkan oleh penggunaan fonem /i/ dan penggunaan konsonan,
sedangkan pada penelitian ini hanya menitikberatkan pada bentuk kalimat tidak
baku pada karangan siswa.
Hasil penelitian Agustianti (2009) menunjukan bahwa keaktifan siswa dalam
proses pembelajaran selalu meningkat pada setiap siklusnya. Nilai yang diperoleh
siswa selalu mengalami peningkatan yang signifikan. Dalam penelitian ini
agustianti menitikberatkan pada kemampuan siswa dalam mengembangkan
karangan narasi dan struktur narasi yang meliputi struktur pembuatan, latar, alur,
sudut pandang dan penokohan pada siswa kelas X SMK Muhammadiya 2
Surakarta. Persamaan dengan penelitian in adalah sama-sama meneliti karangan
narasi siswa. Perbedaannya dengan penelitian ini adalah Agustianti
menitikberatkan pada kemampuan siswa dalam mengembangkan karangan narasi
dan melihat struktur narasi, tetapi pada penelitian ini menitikberatkan bentuk
kalimat tidak baku pada karangan narasi siswa SMP.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
terhadap bentuk tidak baku pada karangan narasi siswa kelas VII B SMP Negeri
Sambirejo Tahun Ajaran 2012/2013, karena sepengetahuan penulis masih banyak
ditemukan kesalahan-kesalahan dalam bentuk kata yang tidak baku pada karangan
siswa dan penulis ingin mengetahui penyebab yang timbul dari ketidakbakuan
terhadap makna kalimat pada karangan narasi siswa.

3
B. Metode Penelitian
Penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah jenis pendekatan
kualitatif, dan strategi penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif
deskriptif. Data deskriptif adalah sebuah pengumpulan data yang berupa kata-kata,
frasa, kalimat, atau gambaran sesuatu, dan hasilnya tidak berupa angka-angka atau
koefisien tentang hubungan antar variabel (Moleong, 2004:3).
Objek dalam penelitian ini adalah karangan siswa yang berupa bentuk kata
tidak baku. Subjek dalam penelitian ini adalah karangan narasi karya siswa kelas
VII B SMP N 1 Sambirejo. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa
kalimat yang terdapat pada karangan narasi siswa kelas VII B SMP N 1
Sambirejo yang mengandung kata tidak baku. Sumber data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah dokumen. Dokumen adalah bahan tertulis yang
bergayutan dengan peristiwa atau aktivitas tertentu (Sutopo, 2002:54). Dokumen
yang digunakan wacana sebagai sumber data dalam penelitian ini diperoleh dari
karangan narasi siswa kelas VII B SMP N 1 Sambirejo. Metode pengumpulan
data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode simak dengan teknik
catat dan wawancara. Metode simak yaitu metode yang dilakukan dengan cara
dalam pelaksanaan penyimakan penggunaan bahasa pada karangan narasi yang
merupakan bahasa tulis, sehingga teknik yang digunakan dalam penelitian ini
adalah teknik catat (Mahsun, 2007:86-87). Yaitu pencatatan data yang berkaitan
dengan objek penelitian. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian
ini adalah metode padan. Menyimpulkan dari penjelasan Mahsun (2007:117-120)
metode padan adalah metode atau upaya menemukan kaidah dalam tahap analisi
alat penentunya adalah bahasa itu sendiri baik dari luar bahasa atau dalam bahasa
itu sendiri. Dalam penelitian ini yang akan dianalisis adalah kalimat pada
karangan narasi siswa. Dalam tahap ini dikumpulkan karangan narasi siswa, dan
diidentifikasi tentang bentuk ketidakbakuan yang terdapat dalam karangan narasi

4
siswa. Untuk menggali data siswa dan guru peneliti menggunakan teknik
wawancara.
Wawancara atau interview merupakan suatu cara yang dipergunakan untuk
mendapatkan informasi dari responden (siswa, orang yang diwawancarai) dengan
melakukan tanya jawab sepihak. Artinya dalam kegiatan wawancara itu
pertanyaan hanya berasal dari pihak pewawancara, sedang responden yang
menjawab pertanyaan-pertanyaan saja.
Teknik keabsahan data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan
teknik triangulasi teori. Teknik trianggulasi teori yang digunakan dalam penelitian
ini karena hanya trianggulasi yang sesuai dengan penelitian ini. Sejalan dengan itu
(Sutopo, 2002:82) mengemukakan bahwa trianggulasi ini dilakukan oleh peneliti
dengan menggunakan perspektif lebih dari satu teori dalam membahas
permasalahan yang dikaji. Berdasarkan beberapa perspektif tersebut akan
diperoleh pandangan yang lebih lengkap, tidak hanya sepihak sehingga bisa
dianalisis dan ditarik simpulan yang lebih utuh dan menyeluruh karena setiap
pandangan teori selalu memiliki kekhususan cara pandang, maka dengan
menggunakan beberapa perspektif teori akan menghasilkan simpulan yang
multidimensi.
C. Hasil dan Pembahasan
1. Kesalahan pada karangan narasi siswa SMP kelas VII B.
a. Kesalahan Pada Bentuk Kata
Dalam bahasa Indonesia ada tiga unsur pembentuk kata, yaitu imbuhan,
perulangan, dan pemajemukan. Perubahan bentuk kata dapat mempengaruhi
makna suatu kata. Ketidaktepatan dalam pembentukan kata mengakibatkan
kalimat itu tidak efektif, dan bahkan tidak komunikatif. Berikut akan
dijelaskan kesalahan pada bentuk kata.
1) Tiba-tiba saya dibangunin oleh ibuku. (Kra 1 prg 1 kelas VIIB SMP)

5
Data pada (1.1) dibangunin seharusnya adalah dibangunkan.
Dibangunin merupakan bentukan kata dasar dari kata bangun, mendapat
imbuhan di-. Dalam tata kalimat morfologi tidak ada akhiran –in dan
imbuhan –in merupakan imbuhan yang tidak baku. Kata dibangunin
lazim digunakan dalam percakapan. Dibangunkan merupakan bentukan
dari imbuhan gabung awalan di-, dan akhiran -kan, dan kata dasar
bangun. Karena pembentukan katanya sudah benar kata dibangunkan
merupakan kata baku. Kata dibangunkan mempunyai arti „dibangkitkan
dari tidur.‟ (KBBI, 2008:95)
2) Pada waktu perjalanan saya tertidur dengan nyenyaknya tak nyangka
saya sudah sampai rumah. (Kra 1 prg 3 kelas VIIB SMP)

Pada data (1.2) kata nyangka seharusnya adalah menyangka.


Kalimat tersebut terpengaruh oleh bahasa Jawa, sehingga kata nyangka
berkata dasar sangka akan lebih tepat apabila diubah strukturnya menjadi
menyangka. Kata menyangka mempunyai arti „menduga atau mengira.‟
(KBBI, 2008:572)
3) Hari libur pun tlah tiba, aku ingin sekali ikut ayah ke Jakarta untuk
berlibur disana. (Kra 3 prg 1 kelas VIIB SMP)

Pada data (1.3) kata tlah seharusnya telah. Bentuk tlah dan telah
merupakan kata bahasa Indonesia. Kata telah lazim digunakan dalam
bahasa tulis. Sedangkan kata tlah lazim digunakan dalam percakapan.
Maka kata yang baku adalah telah yang berarti „sudah (untuk menyatakan
perbuatan atau keadaan).‟ (KBBI, 2008:606)
4) Mereka ngerjain aku dengan mengelempari batu kepadaku. (Kra 2 prg
2 kelas VIIB SMP)

Pada data (1.4) kata mengelempari seharusnya adalah melempari.


Kata mengelempari merupakan bentukan kata dasar lempar yang
mendapat imbuhan men-, sedangkan tata kalimat dalam morfologi tidak

6
ada akhiran –i. Jadi kata mengelempari bukan kata baku dalam bahasa
Indonesia. Melempari merupakan bentuk kata dasar lempar dan mendapat
imbuhan gabung awalan me- dan akhiran –i. Karena bentuk kata
melempari sudah benar, maka melempari merupakan kata baku.
Melempari mempunyai arti „membuang jauh-jauh, melontarkan atau
melantingkan.‟ (KBBI, 2008:417)
5) Ketika pulang aku salah turun lalu kakiku terkena kenalpot. (Kra 4 prg
1 kelas VIIB SMP)
Pada data (1.5) kata kenalpot menjadi tidak baku karena
terpengaruh oleh bahasa Jawa. Kata kenalpot akan lebih tepat apabila
diubah menjadi knalpot yang berarti „bagian motor berbentuk pipa
panjang yang berfungsi meredam bunyi letupan tempat saluran buangan
gas.‟ (KBBI, 2008:373)
b. Kesalahan Karena Pilihan Kata

Kesalahan yang sering terjadi pada kalimat yakni pemilihan kata yang
tidak tepat. Dalam menyusun sehuah kalimat hendaknya diperhatikan
pemilihan kata diantara kata-kata yang bersinonim, yang maknanya sesuai
dengan makna lingkungan kalimat yang kita kehendaki. Berikut pemilihan
kata yang tidak tepat dalam sebuah kalimat.
2) Hari ini aku senang sekali karena semua orang baik sama aku. (Kra 5 prg
1 kelas VIIB SMP)

Pada data (2) kata sama kurang tepat pemakaiannya. Yang tepat
adalah kata kepada. Kata sama lazim digunakan dalam bahasa
percakapan. Kata kepada mempunyai arti „orang yang akan dituju.‟
(KBBI, 2008:567). Berikut kalimat yang efektif.
2.1) Hari ini aku senang sekali karena semua orang baik kepada aku.

3) Sehabis itu mereka memanggilku dan mengajak aku berkenalan. (Kra 5


prg 2 kelas VIIB SMP)

7
Pada data (3) kata sehabis kurang tepat pemakaiannya. Kata yang
tepat adalah setelah. Sebab kata setelah dipakai untuk menerangkan
sesudah (untuk menyatakan perbuatan, atau keadaan). Kata sehabis lazim
digunakan pada bahasa percakapan. Kata setelah mempunyai arti
„sesudah.‟ (KBBI, 2008:272). Berikut kalimat yang efektif.
3.1) Setelah itu mereka memanggilku dan mengajak aku berkenalan.

4) Aku dan adikku diajak jalan-jalan menggunakan sepeda motor. (Kra 7 prg
1 kelas VIIB SMP)

Pada data (4) kata menggunakan kurang tepat pemakaiannya dalam


kalimat tersebut. Yang tepat adalah mengendarai. Mengendarai
mempunyai arti “‟mengemudikan kendaraan,‟ dan pada kalimat tersebut
yang dikemudikan kendaraan sepeda motor. Kata menggunakan
mempunyai arti „memakai, mengambil atau melakukan sesuatu.‟ (KBBI,
2008:271). Berikut kalimat yang efektif.
4.1) Aku dan adikku diajak jalan-jalan mengendarai sepeda motor.

5) Bangunan candi dilihat dari jauh berkesan sangat megah, kokoh, dan
indah karena terbuat dari batu alam asli. (Kra 12 prg 1 kelas VIIB SMP)

Pada data (5) kata berkesan kurang tepat pemakaiannya. Yang tepat
adalah terlihat. Kata terlihat mempunyai arti dapat dilihat, tampak, tiba-
tiba atau tidak sengaja dilihat. Kata berkesan mengandung arti
„meninggalkan bekas, berbekas, atau menimbulkan kesan.‟ (KBBI,
2008:421). Berikut kalimat yang efektif.
5.1) Bangunan candi dilihat dari jauh terlihat sangat megah, kokoh, dan
indah karena terbuat dari batu alam asli.

6) Ternyata di rumah KH. Masrori ada pohon jambu air yang sudah masak.
(Kra 1 prg 1 kelas VIIB SMP)

8
Pada data (6) kata masak kurang tepat pemakaiannya. Yang tepat
adalah matang. Kata masak dan matang merupakan kata bahasa
Indonesia. Kata masak lazim digunakan dalam percakapan. Kata matang
lazim digunakan dalam bahasa tulis. Mata kata yang baku adalah matang
yang berarti „sudah tua dan sudah sampai waktunya untuk dipetik,
dimakan (buah-buahan).‟ (KBBI, 2008:437). Berikut kalimat yang
efektif.
6.1) Ternyata di rumah KH. Masrori ada pohon jambu air yang sudah
matang.

c. Kesalahan Karena Kalimat Yang Tidak Logis

Ketidaklogisan suatu kalimat sangat ditentukan oleh hubungan antara


makna gramatikal kalimat tersebut dengan makna leksikal kata-kata yang
membentuknya. Berikut kalimat-kalimat yang tidak logis.
3) Penjahat kambuhan itu akhirnya berhasil ditangkap polisi. (Kra 19 prg 1
kelas VIIB SMP)

Pada data (3) ketidaklogisan yang terdapat dalam kalimat tersebut


terletak pada pertalian makna penjahat kambuhan itu dengan makna
berhasil ditangkap polisi. Benarkah penjahat kambuhan itu merasa
berhasil setelah ditangkap polisi. Tertangkapnya penjahat tersebut
bukanlah suatu keberhasilan bagi penjahatnya, melainkan suatu
keberhasilan bagi polisi yang memang sudah berusaha menangkapnya.
Kalimat tersebut yang benar adalah.
(3.1) Polisi berhasil menangkap penjahat kambuhan itu.

4) Hari yang paling menegangkan adalah saat semesteran. (Kra 4 prg 1 kelas
VIIB SMP)

Pada data (4) ketidaklogisan kalimat terdapat dalam kalimat pada


pertalian makna leksikal kata semesteran dalam kalimat pasif. Sesuai

9
dengan fungsinya, kata semesteran tersebut mempunyai makna
gramatikal yang melakukan pekerjaan (ujian semester). Padahal kata
semesteran merupakan tengah tahunan. Sebetulnya penulis ingin
memberitahukan bahwa pada saat ujian semesteran sedang berlangung
saat itulah hari-hari yang paling menegangkan. Kalimat tersebut yang
benar adalah.
(4.1)Hari yang paling menegangkan adalah pada saat ujian semesteran.

5)Sepedaku yang melaju kencang itu tidak dapat dikendalikan karena


jalan yang licin karena hujan. (Kra18 prg 2 kelas VIIB SMP)

Pada data (5) ketidaklogisan terdapat pada pertalian antara makna


dan fungsi kata karena jalan yang licin karena hujan. Dilihat dari makna
leksikalnya, maka hujan lah yang menyebabkan jalan licin, dan jalan licin
menyebabkan jatuh. Bukan jalan yang licin karena hujan. Sebetulnya
penulis ingin memberitahukan bahwa dia jatuh karena hujan dan jalannya
yang licin. Maka dari itu kalimat tersebut yang benar adalah.
(5.1)Sepadaku yang melaju kencang itu tidak dapat dikendalikan karena
hujan dan jalan yang licin.

d. Kesalahan Karena Penggunaan Ejaan Yang Tidak Tepat.

Ejaan yang berlaku dalam bahasa Indonesia adalah ejaan bahasa


yang disempurnakan (EYD). EYD mengatur penggunaan huruf, penulisan
kata (dasar, berimbuhan, gabungan, ulang, suku kata, kata depan dan
serapan), penulisan partikel, penulisan angka, penulisan unsur serapan,
sampai pada tanda baca. Berikut penggunaan ejaan yang tidak tepat pada
penulisan kata.
(4.1) Ternyata dirumah KH. Masrori ada pohon jambu air.
(Kra 1 prg 1 kelas VIIB SMP)
Pada data (4.1) penulisan kata dirumah tidak baku. Penulisan
kata yang baku adalah di rumah. Di pada kata di rumah merupakan kata
10
depan yang menyatakan tempat dan penulisannya harus dipisah dari kata
yang mengikutinya.
(4.2) Bagiku pergi ziarah ke makan sunan muria adalah suatu
kebahagiaan.
(Kra 1 prg 2 kelas VIIB SMP)

Pada data (4.2) penulisan nama orang sunan muria tidak baku.
Penulisan yang baku adalah Sunan Muria. Sunan Muria merupakan nama
orang seharusnya penulisannya menggunakan huruf kapital pada huruf
pertama unsur nama orang.
Pada data (4.1), (4.2), (4.3) dan (4.4) dapat disimpulkan bahwa
pemahaman siswa tentang EYD masih sangat kurang. Terbukti terjadi
kesalahan penggunaan EYD yang tidak tepat pada karangan narasi siswa.

2. Penyebab Ketidakbakuan Terhadap Makna Kalimat Dalam Karangan

Siswa.

a) Dari kebanyakan siswa masih banyak yang belum memehami


sepenuhnya tentang baku dan tidak bakunya suatu kata.
(1.1) Disana saya membeli assesoris gelang dan kalung.

(Kra11 prg 1 kelas VIIB SMP)

Pada data (1.1) kata assesoris menjadi tidak baku


karena terpengaruh bahasa Jawa. Kata yang benar adalah
aksesori. Aksesori merupakan kata serapan dari kata
accessory (Inggris), penyerapannya dengan mengganti huruf
konsonan c yang pertama dengan huruf k, huruf konsana c
yang kedua dengan huruf s. Menyederhanakan gugus huruf
konsonan ss menjadi s, dan mengganti huruf konsonan y

11
dengan huru vokal i. Sehingga terbentuklah kata aksesori
yang mempunyai arti “ barang tambahan/ alat ekstra.” (KBBI)
(1.2) Sekitar pukul 03.00 WIB saya bangun tidur, dan merapikan
tempat tidur serta melaksanakan sholat subuh dan segera
mandi.
(Kra 16 prg 1 kelas VIIB SMP)

Pada data (1.2) kata sholat merupakan kata tidak baku.


Yang baku adalah salat. Kata salat merupakan serapan dari
bahasa Arab yang penulisannya dengan huruf latin menjadi
shalat. Penyerapannya dengan cara menyederhanakan
gabungan huruf konsonan sh menjadi s sehingga terbentuklah
kata salat. Karena ejaannya sudah benar kata salat merupakan
kata baku yang mengandung arti “ sembahyang menurut
Islam.” (KBBI)
b) Kurangnya pemahaman siswa tentang tata bahasa Indonesia yang
benar, khususnya pada bidang morfologi. Hal tersebut ditandai
dengan penggunaan afiks yang tidak baku pada data.
(1.1) Pada saat aku digoncengin temanku tiba-tiba temanku yang satu
kehilangan jalan.
(Kra 8 prg 1 kelas VIIB SMP)

Pada data (1.1) kata digoncengin kurang tepat


pemakaiannya. Kata tersebut terpengaruh oleh struktur bahasa
Jawa, sehingga kata digoncengin menjadi tidak baku. Kata
digoncengin lazim digunakan dalam percakapan. Kata yang baku
adalah berboncengan. Kata berboncengan mempunyai arti “ naik
satu kendaraan bersama-sama yang satu membonceng yang lain
(dengan sepeda, sepeda motor).” (KBBI)
(1.2) Sampai di sana keluargaku disediai makanan dan buah-buahan.
(Kra 16 prg 2 kelas VIIB SMP)

12
Pada data (1.2) kata disediai kurang tepat
pemakaiannya. Yang tepat adalah disediakan. Tata kalimat
dalam morfologi tidak ada akhiran –i. Kata disediakan
merupakan bentukan dari kata dasar sedia mendapat imbuhan di-
dan akhiran –kan. Karena pembentukan katanya sudah benar
kata disediakan merupakan kata baku yang mempunyai arti “
sudah disediakan.” (KBBI)
c) Siswa kurang cermat dalam memilih bentuk kata pada saat
mengarang, sehingga banyak kata yang yang tidak sesuai dengan
Ejaan Yang Disempurkan (EYD).
(1.1) Hidup sehat diawali dari lingkungan yang sehat, karena pernah
merasa sakit ahirnya aku selalu ingat semboyan “ Lebih baik
mencegah daripada mengobati”.
(Kra 10 prg 5 kelas VIIB SMP)
Pada data (1.2) kata ahirnya seharusnya akhirnya.
Bentuk ahirnya lazim digunakan dalam bahasa lisan atau
percakapan. Maka kata yang baku adalah akhirnya yang berarti “
kesudahannya.” (KBBI)
(1.2) Hari libur pu tlah tiba, aku ingin sekali ikut Ayah ke Jakarta
untuk berlibur disana.
(Kra 4 prg 2 kelas VIIB SMP)
Pada data (1.2) kata tlah seharusnya telah. Bentuk tlah
dan telah merupakan kata bahasa Indonesia. Kata telah lazim
digunakan dalam bahasa tulis. Sedangkan kata tlah lazim
digunakan dalam percakapan. Maka kata yang baku adalah
telah yang berarti “sudah (untuk menyatakan perbuatan atau
keadaan).” (KBBI)

13
d) Banyak siswa yang masih terpengaruh oleh bahasa Jawa pada saat
mengarang.
(1.1) Tiba-tiba aku di srempet sepeda motor dan teman-teman
langsung menolongku.
(Kra6 prg 2 kelas VIIB SMP)
Pada data (1.1) kata srempet kurang tepat
pemakaiannya. Kata srempet menjadi tidak baku karena
terpengaruh oleh bahasa Jawa. Kata srempet akan lebih tepat
bila diubah menjadi serempet yang berarti “mengenai atau
menyentuh sedikit pada bidang yang agak memanjang; hampir
sekali mengenai.” (KBBI)
(1.2) Sesudah bangun, tangan saya sudah di blebet.
(Kra 13prg 4 kelas VIIB SMP)
Pada data (1.2) kata blebet kurang tepat pemakainnya.

Kata blebet menjadi tidak baku karena terpengaruh oleh bahasa

Jawa. Kata blebet akan lebih tepat apabila diubah menjadi balut

yang berarti “pengikat atau pembebat luka; barut;

pembungkus.” (KBBI)

Peneliti juga melakukan wawancara terhadap guru Mata Pelajaran


Bahasa Indonesia, berkaitan tentang pemahaman siswa terhadap
ketidakbakuan kata. Hasil wawancara tersebut sebagai berikut.
Guru berpendapat bahwa “ Memang pada kenyataannya masih banyak
siswa yang belum paham betul tentang kebakuan suatu kata. Yang disebabkan
oleh beberapa faktor. Antara lain : banyak siswa yang berlatarbelakang
orang Jawa, jadi masih banyak siswa yang mencampuradukan antara bahasa
Jawa dengan bahasa Indonesia sehingga membuat kata tersebut tidak baku
dan kurang cermatnya siswa dalam memilih kata yang tepat. Sebenarnya saya
sebagai guru sudah berusaha untuk menghilangkan kebiasaan-kebiasaan
14
yang dilakukan oleh siswa tersebut yang menyebabkan suatu kata yang tidak
baku, tetapi apa boleh buat kalau siswanya masih mengulang kesalahan-
kesalahan tersebut. ” (Tanggal 03 April 2013)
Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, terdapat perbedaan
penelitian ini dengan penelitian sebelumnya. Penelitian yang dilakukan oleh
Agustianti (2009), hasil penelitiannya menunjukan bahwa kemampuan siswa
dalam mengembangkan karangan narasi berdasarkan pengalaman pribadi
dapat meningkatkan keaktifan siswa pada setiap siklusnya dan kemampuan
siswa dalam mengembangkan karangan narasi dan struktur narasi. Hasil
penelitian yang dilakukan oleh peneliti menemukan bahwa kemampuan siswa
dalam mengarang narasi sudah baik, tetapi masih terdapat kesalahan yang
sering dibuat oleh siswa pada saat mengarang adalah bentuk ketidakbakuan
kata. Persamaannya dengan penelitian ini adalah Aguntianti (2009) dan
peneliti sama-sama mengkaji karangan narasi siswa. Perbedaannya peneliti
menemukan kesalahan-kesalahan ketidakbakuan kata, Agustianti (2009)
menunjukkan bahwa kemampuan siswa dalam mengembangkan karangan
narasi dengan melihat struktur narasinya.
Penelitian ini memiliki persamaan dengan penelitian yang dilakukan
Khanna (2008) yaitu sama-sama meneliti ketidakbakuan karangan narasi
siswa. Perbedaannya penelitian yang dilakukan oleh peneliti menemukan
bahwa ada sebanyak 50 kesalahan ketidakbakuan kata dan penyebab-
penyebab yang membuat siswa melakukan kesalahan-kesalahan tersebut.
Penelitian Khanna (2008) menemukan penggunaan kalimat mubazir dan
bentuk tidak baku pada kata kapula, kemubaziran dua kata/ lebih yang
bersinonim, kemubaziran kata berlebihan dan penggunaan kata banyak dan
kata ulang. Untuk bentuk tidak baku yang sering digunakan siswa pada saat
mengarang adalah bentuk ketidakbakuan karena fonem /i/ dan ketidakbakuan
konsonan.

15
Penelitian ini juga sama dengan penelitian yang dilakukan oleh
Widyaningsih (2009) yakni sama-sama meneliti ketidakbakuan pada karangan
siswa. Perbedaannya adalah Widyaningsih (2009) tidak hanya meneliti
ketidakbakuan saja melainkan meneliti kesalahan ejaan yang meliputi,
penulisan huruf kapital, penulisan kata turunan, penulisan kata ulang,
penulisan gabungan kata, penulisan kata ganti, penulisan kata depan, partikel
dan penulisan akronim/ singkatan. Sedangkan dalam penelitian ini peneliti
menemukan ada sebanyak 50 kesalahan ketidakbakuan kata dan penyebab-
penyebab yang membuat siswa melakukan kesalahan-kesalahan tersebut.

D. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti dengan cara
menganalisis karangan narasi siswa kelas VII B SMP Negeri 1 Sambirejo Tahun
Ajaran 2012/2013, dapat disimpilkan bahwa.
Pertama, peneliti menemukan sebanyak 32 ketidakbakuan kata karena
kesalahan bentuk kata, sebanyak 14 kesalahan kata karena pemilihan kata yang
tidak baku, 3 kesalahan karena ketidaklogisan kata dalam kalimat. Kesalahan yang
sering muncul dalam karangan narasi siswa kelas VII B yakni terletak pada
kesalahan bentuk kata yang tidak baku.
Kedua, peneliti menemukan penyebab ketidakbakuan terhadap makna kalimat
dalam karangan narasi siswa yang disebabkan oleh kurangnya pemahaman siswa
terhadap baku atau tidak bakunya kata dalam kalimat, kurangnya pemahaman
siswa terhadap tata bahasa Indonesia yang benar khususnya pada bidang
morfologi, kesalahan pada EYD (Ejaan Yang Disempurnakan), siswa masih
terpengaruh bahasa Jawa yang membuat kata tersebut menjadi tidak baku.

16
DAFTAR PUSTAKA

Akhadiah, Sabarti, dkk. 2002. Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia.


Jakarta: Gelora Aksara Pratama.

Agustianti, Rostika. 2009. Kemampuan Mengembangkan Karangan Narasi


Berdasarkan Pengalaman Pribadi oleh Siswa Kelas X SMK Muhammadiyah
2 Surakarta. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Keraf. Gorsy. 2003. Argumentasi dan Narasi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Mahsun. 2007. Metode Penelitian Bahasa. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Moleong, J. Lexy. 2004. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja


Rosdakarya.

Nia, Manti Khanna. 2008. Kemubaziran dan Bentuk Tidak Baku pada Karangan
Narasi Siswa Kelas X3 SMA Islam Ta‟Allumul Huda Bumiayu Tahun
Ajaran 2007/2008. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Sufanti, Main. 2010. Strategi Pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Surakarta:
Yuma Pusataka.

Sutopo. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif: Dasar Teori dan Terapannya dalam
Penelitian. Surakarta: Sebelas Maret University Press.

Widyaningsih, Emi. 2009. Kesalahan Ejaan dan Ketidakbakuan Kata pada Karangan
Argumentasi Siswa Kelas X SMA N 2 Sukoharjo Tahun Pelajaran
2008/2009. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

17

Anda mungkin juga menyukai