Anda di halaman 1dari 36

BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ABULYATAMA

MIOMA UTERI

REFARAT

SABIRA

PEMBIMBING
dr. M Yusuf, Sp.OG

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITRAAN


KLINIK BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS
KEDOKTERAN UNIVERSITAS ABULYATAMA
ACEH TENGAH
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya lah penulis dapat menyelesaikan pembuatan referat yang berjudul
“mioma uteri“ yang merupakan salah satu penyakit tersering dan banyak ditemui
di Rumah Sakit.

Ucapan terima kasih tak lupa penulis ucapkan kepada dr. M Yusuf M.Ked
(OG), Sp.OG, selaku pembimbing dibagian Obstetri dan Ginekologi dan rekan-
rekan yang telahmembantu penulis dalam pembuatan referat ini.

Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan referat ini masih banyak


terdapatkesalahan. Untuk itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat
penulis harapkanguna perbaikan dalam pembuatan refarat selanjutnya.

Semoga tinjauan pustaka ini dapat berguna bagi kita semua, khususnya bagi
parapembaca dan rekan-rekan sejawat.

Aceh Tengah

Penulis
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi dan Fisiologi Uterus


Uterus atau rahim berfungsi sebagai tempat implantasi ovum yang
terfertilisasi dan sebagai tempat perkembangan janin selama kehamilan
sampai dilahirkan. Uterus Bentuknya seperti buah advokat atau pear yang
sedikit gepeng kearah muka belakang. Ukurannya sebesar telur ayam dan
mempunyai rongga. Dindingnya terdiri dari otot-otot polos. Ukuran uterus
tergantung usia dan paritas. Pada anak-anak 2-3 cm, nullipara 6-8 cm dan
multipara 8-9 cm. Ukuran panjang uterus adalah 7-7,5 cm , lebar diatas 5,25
cm, tebal 2,5 cm dan tebal dinding 1,25 cm. Letak uterus dalam keadaan
fisiologis adalah anteversiofleksio (serviks kedepan dan membentuk sudut
dengan serviks uteri).

Uterus terdiri atas:


- Fundus uteri

Adalah bagian uterus prosimal dimana kedua tuba falopii masuk ke uterus.
Tuanya kehamilan dapat diperkirakan dengan perabaan fundus uteri
- KorpusUteri

Bagian uterus yang terbesar. Pada kehamilan bagian ini mempunyai fungsi
utama sebagai tempat janin berkembang. Rongga yang terdapat di korpus
uteri disebut cavum uteri (rongga rahim).
- Serviks

Terdiri atas:
 Parsvaginalis servisis uteri yang dinamakan portio

 Parssupravaginalis servisisi uteri adalah bagian serviks yang berada


diatas vagina
Saluran yang terdapat dalam serviks disebut kanalis servikalis
berbentuk lonjong dengan panjang 2,5 cm, dilapisi oleh kelenjar-kelenjar
serviks. Pintu saluran serviks sebelah dalam disebut uteri internum dan pintu
vagina disebut ostium uteri eksternum.

Uterus mempunyai dinding yang terdiri dari 3 lapisan yaitu:


1. Endometrium di korpus uteri dan endoserviks di serviks uteri; terdiri
atas epitel kubik, kelenjar-kelenjar dan jaringan dengan banyak
pembuluh-pembuluh darah yang berkelok-kelok. Tebal dan fungsi
endometrium dipengaruhi oleh hormone ovarium secara siklis, selama
menstruasi endometrium mengalami perubahan tertentu, sedang pada
kehamilan endometrium berubah menjadi desidua. Endometrium
melapisi seluruh cavum uteri dan mempunyai arti penting dalam
siklus haid. Dalam masa haid, endometrium sebagian besar
dilepaskan, untuk kemudian tumbuh lagi dalam masa proliferasi yang
selanjutnya diikuti dengan masa sekretorik. Setelah mentruas iselesai,
tebal endometrial menjadi 0,5mm. Mendekati akhir endometrial
(mendekati masa mentruasi dimulai) tebalnya kira-kira 5mm
(kurangdari¼inchi)

2. Myometrum lapisan halus berotot yang mempunyai 3 lapisan lapisan


luar berbentuk longitudinal, lapisan dalam berbentuk sirkular dan
diantara kedua lapisan itu terdapat lapisan otot oblique, berbentuk
anyaman. Lapisan ini paling penting dalam persalinan karena setelah
plasenta lahir, otot lapisan ini berkontraksi kuat dan menjepit
pembuluh-pembuluh darah yang terbuka ditempat itu, sehingga
perdarahan berhenti. Myometrium lebih tebal di daerah fundus, tipis
saat mendekati istimus dan paling tipis daerah serviks.

3. Lapisan serosa, yaitu perimetrium merupakan lapisan dinding uterus


sebelah luar dan mudah dilepaskan pada plika vesikouterina dan pada
daerah perlekatan ligamentum latum.
Uterus sebenarnya terapung-apung dalam rongga pelvis, tetapi terfiksasi
dengan baik oleh jaringan ikat dan ligamentum yang
menyokongnya.Ligamentum yang memfiksasi uterus adalah sebagai berikut.
 Ligamentum cardinal (Mackenrodt) kiri dan kanan, mencegah supaya
uterus tidak turun. Didalamnya ditemukan banyak pembuluh darah
antara lain venna dan arteria uterina.

 Ligamentumsakro-uterina kiri dan kanan yang menahan uterus supaya


tidak banyak bergerak, berjalan dari serviks bagian belakang kiri dan
kanan kearah os sacrum kiri dan kanan.

 Ligamentumrotundum kiri dan kanan, menahan uterus dalam


antefleksi dan berjalan dari sudut fundus uteri kiri dan kanan kedaerah
inguinal kiri dan kanan.

 Ligamentumlatums kiri dan kanan meliputi tuba berjalan dari uterus


kearah lateral.

 Ligamentum infudibulo-pelvikum kiri dan kanan, yang menahan


tubafalopi. Berjalan dari arah infundibulum ke dinding pelvis.

Istmus adalah bagian uterus antara serviks dan korpus dari uteri. Dinding
belakang uterus seluruhnya diliputi peritoneum viserale yang membentuk didaerah
suatu rongga yang disebut cavum douglasi. Uterus diperdarahi oleh arteri uterine
sinistra dan dekstra yang terdiri dari ramus ascedens dan ramus decendens, arterio
varika sinitra dektra, kontraksi otot Rahim bersifat otonom dan dikendalikan oleh
saraf simpatis dan parasimpatis melalui ganglion servikalis frankenhauser yang
terletak pada pertemuan ligamentum sacrouterinum. Tekanan pada ganglion ini
dapat mempengaruhi his dan terjadinya reflek mengejan.

Perubahan Anatomi dan Uterus Pada Saat Kehamilan

 Uterus (rahim)
Uterus akan membesar pada awal kehamilan di bawah pengaruh estrogen dan
progesteron yang meningkat. Pembesaran ini pada dasarnya disebabkan oleh
hipertropi otot polos dan serabut-serabut kolagen jaringan uterus menjadi
higroskopis. Uterus yang semula sebesar telur ayam atau beratnya 30 gr menjadi
seberat 1000 gr pada akhir kehamilan. Pada minggu I isthmus uteri mengalami
hipertropi, bertambah panjang serta lunak (soft) sehingga pada pemeriksaan dalam
seolah-olah kedua jari dapat saling sentuh yang disebut Tanda Hegar. Regangan
dinding rahim karena besarnya pertumbuhan dan perkembangan janin
menyebabkan isthmus uteri makin tertarik ke atas dan menipis membentuk segmen
bawah rahim (SBR). Pertumbuhan rahim ternyata tidak sama ke semua arah, tetapi
terjadi pertumbuhan yang cepat di daerah implantasi plasenta sehingga uterus
bentuknya tidak sama. Bentuk rahim yang tidak sama disebut Tanda Piskacek.
Perimbangan hormonal yang mempengaruhi uterus yaitu estrogen dan progesteron
sering terjadi perubahan konsentrasi sehingga progesteron mengalami penurunan
dan menimbulkan kontraksi uterus yang disebut Tanda Braxton Hicks.

 Serviks Uteri

Peningkatan hormon estrogen danprogesteron menyebabkan serviks


bertambah vaskularisasinya dan menjadi lunak (soft) disebut Tanda Hegar. Pada
korpus uteri mengandung lebih banyak jaringan otot sedangkan serviks lebih
banyak mengandung jaringan ikat kolagen, hanya 10% jaringan otot. Hal ini
memungkinkan serviks terbuka mengikuti tarikan-tarikan korpus uteri ke atas dan
tekanan bagian bawah janin sehingga terjadi pembukaan lengkap pada kala I
persalinan.
3.2 Definisi mioma uteri
Mioma uteri adalah tumor jinak miometrium uterus dengan konsistensi padat
kenyal, batas jelas, mempunyai pseudo kapsul, tidak nyeri, bisa soliter atau multipel.
Mioma uteri terdiri dari sel-sel otot polos, tetapi juga jaringan ikat. Sel-sel ini tersusun
dalam bentuk gulungan, yang bila membesar akan menekan otot uterus normal. 1,3,5
Tumor ini juga dikenal dengan istilah fibromioma uteri, leiomioma uteri, atau
uterine fibroid. Mioma uteri bukanlah suatu keganasan dan tidak juga berhubungan
dengan keganasan. 1,3,5

3.2 Epidemiologi mioma uteri


Berdasarkan otopsi, Novak menemukan 27% wanita berumur 25 tahun
mempunyai sarang mioma, pada wanita yang berkulit hitam ditemukan lebih banyak.
Mioma uteri belum pernah dilaporkan terjadi sebelum menarke, sedangkan setelah
menopause hanya kira-kira 10% mioma yang masih bertumbuh. Diperkirakan insiden
mioma uteri sekitar 20 – 30% dari seluruh wanita. Di Indonesia mioma uteri
ditemukan pada 2,39 – 11,7% pada semua penderita ginekologi yang dirawat. Tumor
ini paling sering ditemukan pada wanita umur 35 – 45 tahun (kurang lebih 25%) dan
jarang pada wanita 20 tahun dan wanita post menopause. Wanita yang sering
melahirkan akan lebih sedikit kemungkinan untuk berkembangnya mioma ini
dibandingkan dengan wanita yang tak pernah hamil atau hanya 1 kali hamil. Statistik
menunjukkan 60% mioma uteri berkembang pada wanita yang tak pernah hamil atau
hanya hamil 1 kali. Prevalensi meningkat apabila ditemukan riwayat keluarga, ras,
kegemukan dan nullipara. 2,3,6
3.3 Etiologi mioma uteri
Sampai saat ini belum diketahui penyebab pasti mioma uteri dan diduga
merupakan penyakit multifaktorial. Dipercaya bahwa mioma merupakan sebuah
tumor monoklonal yang dihasilkan dari mutasi somatik dari sebuah sel neoplastik
tunggal. Sel-sel tumor mempunyai abnormalitas kromosom lengan 12q13-15. 4,5
1. Teori Reseptor estrogen dan teori stimulasi estrogen
Mioma uteri tumbuh pada masa reproduksi, mioma uteri dijumpai
setelah menarche6. Seringkali terdapat pertumbuhan tumor yang cepat selama
kehamilan dan terapi estrogen eksogen. Mioma uteri akan mengecil pada
menopause dan pengangkatan ovarium. Mioma uteri banyak ditemukan
dengan anovulasi ovarium dan wanita dengan sterilitas.
2. Teori Cell Nest dari Meyer dan De Snoo
Teori ini tentang asal mioma dari sel imatur bukan dari selaput otot
yang matur. Teori ini diperkuat oleh penelitian dari Lipschutz bahwa sel
imatur di dalam cell nest yang bila dipengaruhi oleh estrogen secara terus
menerus yang akan menyebabkan pertumbuhan mioma uteri.2

3. Teori Human Growth Hormone (HGH)


Dasarnya adalah level HGH yang meninggi pada pemberian estrogen
dan selama kehamilan, dimana pada saat itu mioma mulai tumbuh atau
pembesaran mioma itu sudah ada5
4. Teori mutasi7
Mutasi ini mencakup rentetan perubahan pada kromosom, baik secara
parsial maupun secara keseluruhan
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tumor, di samping faktor
predisposisi genetik, adalah estrogen, progesteron dan human growth hormone.5
1. Estrogen
Beberapa ahli dalam penelitiannya menemukan bahwa pada otot rahim
yang berubah menjadi mioma ditemukan reseptor estrogen yang lebih banyak
daripada otot rahim normal. Mioma uteri dijumpai setelah menarke. Seringkali
terdapat pertumbuhan tumor yang cepat selama kehamilan dan terapi estrogen
eksogen. Mioma uteri akan mengecil pada saat menopause dan pengangkatan
ovarium. Adanya hubungan dengan kelainan lainnya yang tergantung estrogen
seperti endometriosis (50%), perubahan fibrosistik dari payudara (14,8%),
adenomyosis (16,5%) dan hiperplasia endometrium (9,3%). Mioma uteri
banyak ditemukan bersamaan dengan anovulasi ovarium dan wanita dengan
sterilitas. 17B hidroxydesidrogenase: enzim ini mengubah estradiol (sebuah
estrogen kuat) menjadi estron (estrogen lemah). Aktivitas enzim ini berkurang
pada jaringan miomatous, yang juga mempunyai jumlah reseptor estrogen
yang lebih banyak daripada miometrium normal.
2. Progesteron
Progesteron merupakan antagonis natural dari estrogen. Progesteron
menghambat pertumbuhan tumor dengan dua cara yaitu: mengaktifkan 17B
hidroxydesidrogenase dan menurunkan jumlah reseptor estrogen pada tumor.
3. Hormon pertumbuhan
Level hormon pertumbuhan menurun selama kehamilan, tetapi hormon
yang mempunyai struktur dan aktivitas biologik serupa yaitu HPL, terlihat
pada periode ini, memberi kesan bahwa pertumbuhan yang cepat dari
leiomioma selama kehamilan mungkin merupakan hasil dari aksi sinergistik
antara0HPL0dan0Estrogen.

beberapa faktor yang diduga kuat sebagai faktor predisposisi terjadinya mioma
uteri,, yaitu : 4,5
1. Umur
Mioma uteri jarang terjadi pada usia kurang dari 20 tahun, ditemukan sekitar
10% pada wanita berusia lebih dari 40 tahun. Tumor ini paling sering
memberikan gejala klinis antara 35-45 tahun.

2. Paritas
Lebih sering terjadi pada nullipara atau pada wanita yang relatif infertil, tetapi
sampai saat ini belum diketahui apakah infertil menyebabkan mioma uteri atau
sebaliknya mioma uteri yang menyebabkan infertil, atau apakah kedua keadaan
ini saling mempengaruhi.
3. Faktor ras dan genetik
Pada wanita ras tertentu, khususnya wanita berkulit hitam, angka kejadiaan
mioma uteri tinggi. Terlepas dari faktor ras, kejadian tumor ini tinggi pada
wanita dengan riwayat keluarga ada yang menderita mioma.

4. Fungsi ovarium
Diperkirakan ada korelasi antara hormon estrogen dengan pertumbuhan mioma,
dimana mioma uteri muncul setelah menarke, dan mengalami regresi setelah
menopause.
Pemberian agonis GnRH dalam waktu lama sehingga terjadi hipoestrogenik
dapat mengurangi ukuran mioma. Efek estrogen pada pertumbuhan mioma
mungkin berhubungan dengan respon mediasi oleh estrogen terhadap reseptor
dan faktor pertumbuhan lain. Terdapat bukti peningkatan produksi reseptor
progesteron, faktor pertumbuhan epidermal dan insulin-like growth factor yang
distimulasi oleh estrogen. Anderson dkk, telah mendemonstrasikan munculnya
gen yang distimulasi oleh estrogen lebih banyak pada mioma daripada
miometrium normal dan mungkin penting pada perkembangan mioma. Namun
bukti-bukti masih kurang meyakinkan karena tumor ini tidak mengalami regresi
yang bermakna setelah menopause sebagaimana yang disangka. Lebih daripada
itu tumor ini kadang-kadang berkembang setelah menopause bahkan setelah
ooforektomi bilateral pada usia dini.

5. Indeks Massa Tubuh (IMT)


Obesitas juga berperan dalam terjadinya mioma uteri. Hal ini mungkin
berhubungan dengan konversi hormon androgen menjadi estrogen oleh
enzim aromatease di jaringan lemak (Djuwantono, 2005). Hasilnya terjadi
peningkatan jumlah estrogen tubuh yang mampu meningkatkan prevalensi
mioma uteri (Parker, 2007).
3.4 Patofisiologi mioma uteri

Etiologi

Teori Stimulasi Teori Cellnest

Stimulasi Estrogen sel-sel otot imatur

proliferasi di
uterus Pemberian
estrogen

Hiperplasia
endometrium tumor fibromatosa

Mioma Uteri
Mioma Uteri
Faktor Resiko: Etiologi:
Umur Estrogen, Progesteron dan Growth
Paritas Hormon
Obesitas (mempengaruhi kontrol proliferasi
Riwayat Keluarga sel dan ekspresi yang berlebihan
Kehamilan dari growth factor lain/reseptornya

TGF- bFGF (Basic PDGF (Platelet VEGF (vascular IGF (Insulin


(Transforming Fibroblast Derived Growth Endothelial Growth Factor)
Growth Factor) Growth Factor) Factor) Growth Factor)

Berperan dalam Mempengaruhi Peningkatan Proliferasi,


menghambat/sti Proliferasi sel vaskularisasi Permeabilitas Diferensiasi,
mulator otot polos, sel otot polos dan vaskular Survival dari sel
reeplikasi sel dan myometrial mempengaruh endotel
regulasi jaringan sintesis DNA
matriks
ekstraselular

Proliferasi Sel Menginduksi


Proliferasi Sel
Fibrosis

Jaringan
Myometrium Myometrium
React

Infertilitas
Perubahan Patologis pada dan Abortus
bagian sub endometrial-
myometrium
Perdarahan
Uterus
Abnormal “Junctional Zone” Transportasi
Hyperplasia Sperma
Timbul
benjolan dan Gangguan
Mempengaruhi
nyeri perut Vaskularisasi Terbentuk Implantasi
Lingkungan
Jaringan Fibroid Endometrium Embrio
Mioma merupakan monoclonal dengan tiap tumor merupakan hasil dari
penggandaan satu sel otot. Etiologi yang diajukan termasuk di dalamnya
perkembangan dari sel otot uterus atau arteri pada uterus, dari transformasi
metaplastik sel jaringan ikat, dan dari sel-sel embrionik sisa yang persisten. Penelitian
terbaru telah mengidentifikasi sejumlah kecil gen yang mengalami mutasi pada
jaringan ikat tapi tidak pada sel miometrial normal. Penelitian menunjukkan bahwa
pada 40% penderita ditemukan aberasi kromosom yaitu t(12;14)(q15;q24). 5
Meyer dan De Snoo mengajukan teori Cell Nest atau teori genioblast.
Percobaan Lipschultz yang memberikan estrogen kepada kelinci percobaan ternyata
menimbulkan tumor fibromatosa baik pada permukaan maupun pada tempat lain
dalam abdomen. Efek fibromatosa ini dapat dicegah dengan pemberian preparat
progesteron atau testosteron. Pemberian agonis GnRH dalam waktu lama sehingga
terjadi hipoestrogenik dapat mengurangi ukuran mioma. Efek estrogen pada
pertumbuhan mioma mungkin berhubungan dengan respon mediasi oleh estrogen
terhadap reseptor dan faktor pertumbuhan lain. Terdapat bukti peningkatan produksi
reseptor progesteron, faktor pertumbuhan epidermal dan insulin like growth factor 1
yang distimulasi oleh estrogen. Anderson dkk, telah mendemonstrasikan munculnya
gen yang distimulasi oleh estrogen lebih banyak pada mioma daripada miometrium
normal dan mungkin penting pada perkembangan mioma. Namun bukti-bukti masih
kurang meyakinkan karena tumor ini tidak mengalami regresi yang bermakna setelah
menopause sebagaimana yang disangka. Lebih daripada itu tumor ini kadang-kadang
berkembang setelah menopause bahkan setelah ooforektomi bilateral pada usia dini.5

3.5 Klasifikasi Mioma Uteri


Klasifikasi mioma dapat berdasarkan lokasi dan lapisan uterus yang terkena.
1. Lokasi
• Cervical (2,6%), umumnya tumbuh ke arah vagina menyebabkan infeksi.
• Isthmica (7,2%), lebih sering menyebabkan nyeri dan gangguan traktus urinarius.
• Corporal (91%), merupakan lokasi paling lazim, dan seringkali tanpa gejala.1,3,5
2. Lapisan Uterus
Mioma uteri pada daerah korpus, sesuai dengan lokasi dibagi menjadi 3 jenis,
yaitu :1,3,5
• Mioma Uteri Submukosa
Berada dibawah endometrium dan menonjol ke dalam rongga uterus. Jenis
ini di jumpai 6,1% dari seluruh kasus mioma. Jenis ini sering memberikan keluhan
gangguan perdarahan. Mioma uteri jenis lain meskipun besar mungkin
belum memberikan keluhan perdarahan, tetapi mioma submukosa, walaupun
kecil sering memberikan keluhan gangguan perdarahan. Mioma submukosa
umumnya dapat diketahui dari tindakan kuretase, dengan adanya benjolan
waktu kuret, dikenal sebagai Currete bump. Tumor jenis ini sering
mengalami infeksi, terutama pada mioma submukosa pedinkulata. Mioma
submukosa pedinkulata adalah jenis mioma submukosa yang mempunyai
tangkai. Tumor ini dapat keluar dari rongga rahim ke vagina, dikenal dengan
nama mioma geburt atau mioma yang di lahirkan, yang mudah mengalami
infeksi, ulserasi, dan infark. Pada beberapa kasus, penderita akan mengalami
anemia dan sepsis karena proses di atas.

• Mioma Uteri Subserosa


Lokasi tumor di subserosa korpus uteri dapat hanya sebagai tonjolan saja,
dapat pula sebagai satu massa yang dihubungkan dengan uterus melalui tangkai.
Pertumbuhan ke arah lateral dapat berada di dalam ligamentum latum dan
disebut sebagai mioma intraligamenter. Mioma yang cukup besar akan mengisi
rongga peritoneal sebagai suatu massa. Perlengketan dengan usus, omentum atau
mesenterium di sekitarnya menyebabkan sistem peredaran darah diambil alih dari
tangkai ke omentum. Akibatnya tangkai makin mengecil dan terputus,
sehingga mioma akan terlepas dari uterus sebagai massa tumor yang bebas
dalam rongga peritoneum. Mioma jenis ini dikenal sebagai jenis parasitik.

• Mioma Uteri Intramural


Disebut juga sebagai mioma intraepitelial. Biasanya multipel apabila masih
kecil tidak merubah bentuk uterus, tetapi bila besar akan menyebabkan uterus
berbenjol- benjol, uterus bertambah besar dan berubah bentuknya. Mioma sering
tidak memberikan gejala klinis yang berarti kecuali rasa tidak enak karena adanya
massa tumor di daerah perut sebelah bawah. Kadang kala tumor tumbuh
sebagai mioma subserosa dan kadang-kadang sebagai mioma submukosa. Di
dalam otot rahim dapat besar, padat (jaringan ikat dominan), lunak (jaringan otot
rahim dominan). Secara makroskopis terlihat uterus berbenjol-benjol dengan
permukaan halus. Pada potongan, tampak tumor berwarna putih dengan struktur
mirip potongan daging ikan. Tumor berbatas tegas dan berbeda dengan
miometrium yang sehat, sehingga tumor mudah dilepaskan. Konsistensi kenyal,
bila terjadi degenerasi kistik maka konsistensi menjadi lunak. Mioma yang
terletak pada dinding depan uterus, dalam pertumbuhannya akan menekan
dan mendorong kandung kemih keatas, sehingga dapat menimbulkan keluhan
miksi.

 Mioma intraligamenter
Mioma subserosa yang tumbuh menempel pada jaringan lain, misalnya ke
ligamentum atau omentum dan kemudian membebaskan diri dari uterus.
Jarang sekali ditemukan satu macam mioma saja dalam satu uterus. Mioma pada
serviks dapat menonjol ke dalam satu saluran serviks sehingga ostium uteri
eksternum berbentuk bulan sabit. Apabila mioma dibelah maka tampak bahwa
mioma terdiri dari berkas otot polos dan jaringan ikat yang tersusun seperti
kumparan (whorle like pattern) dengan pseudokapsul yang terdiri dari jaringan
ikat longgar yang terdesak karena pertumbuhan sarang mioma ini.
Bila terjadi kalsifikasi maka konsistensi menjadi keras. Secara histologik
tumor ditandai oleh gambaran kelompok otot polos yang membentuk pusaran,
meniru gambaran kelompok sel otot polos miometrium. Fokus fibrosis,
kalsifikasi, nekrosis iskemik dari sel yang mati. Setelah menopause, sel-sel otot
polos cenderung mengalami atrofi, ada kalanya diganti oleh jaringan ikat. Pada
mioma uteri dapat terjadi perubahan sekunder yang sebagian besar bersifat
degenerasi. Hal ini oleh karena berkurangnya pemberian darah pada sarang
mioma. Perubahan ini terjadi secara sekunder dari atropi postmenopausal,
infeksi, perubahan dalam sirkulasi atau transformasi maligna.
Gambar 1. Jenis-jenis mioma uteri. 1,3

3.6 Gejala Klinis Mioma Uteri


Hampir separuh kasus mioma uteri ditemukan secara kebetulan pada
pemeriksaan ginekologik karena tumor ini tidak mengganggu. Gejala yang timbul
sangat tergantung pada tempat sarang mioma ini berada serviks, intramural,
submukus, subserus, besarnya tumor, perubahan dan komplikasi yang terjadi. Gejala
tersebut dapat digolongkan sebagai berikut :2,4
1) Perdarahan abnormal
Gangguan perdarahan yang terjadi umumnya adalah hipermenore, menoragia dan
dapat juga terjadi metroragia. Beberapa faktor yang menjadi penyebab perdarahan
ini, antara lain adalah :
- Pengaruh ovarium sehingga terjadilah hyperplasia endometrium sampai adeno
karsinoma endometrium.
- Permukaan endometrium yang lebih luas daripada biasa.
- Atrofi endometrium di atas mioma submukosum.
- Miometrium tidak dapat berkontraksi optimal karena adanya sarang mioma
diantara serabut miometrium, sehingga tidak dapat menjepit pembuluh darah
yang melaluinya dengan baik.
2) Rasa nyeri
Rasa nyeri bukanlah gejala yang khas tetapi dapat timbul karena gangguan
sirkulasi darah pada sarang mioma, yang disertai nekrosis setempat dan
peradangan. Pada pengeluaran mioma submukosum yang akan dilahirkan,
pertumbuhannya yang menyempitkan kanalis servikalis dapat menyebabkan
juga dismenore.
3) Gejala dan tanda penekanan
Gangguan ini tergantung dari besar dan tempat mioma uteri. Begitu mioma
membesar, akan memberi rasa seperti rasa berat pada pelvik atau gejala tekanan pada
struktur-struktur disekitarnya.
 Sering kencing, adalah gejala yang sering muncul bila mioma yang
tumbuh menyebabkan penekanan pada kandung kencing.
 Retensi urin, jarang terjadi, biasanya terjadi bila pertumbuhan mioma
menybabkan uterus retroversi terfiksasi yang mendorong serviks ke
anterior dibawah simfisis pubis di area sudut uretrovesikuler posterior.
 Efek tekanan mioma asimtomatis biasanya disebabkan oleh ekstensi laterla
atau mioma intralegamen, yang menyebabkan obstruksi ureter unilateral
dan hidronefrosis.
 Konstipasi dan susah defekasi dapat disebabkan oleh mioma posterior
yang besar.
Kompres vaskulatur pelvis oleh uterus yang membesar dengan hebat dapat
menyebabkan varicositis atau edema ekstremitas bawah
4) Infertilitas dan abortus
Infertilitas dapat terjadi bila mioma mempengaruhi transportasi tuba normal atau
implantasi ovum yang terfertilisasi.
 Mioma intramural besar yang berlokasi di kornu dapat menutup pars
interstisialis tuba.
 Perdarahan kontinyu pada pasien dengan mioma submukosum dapat
mengganggu implantasi; endometrium diatas mioma dapat tidak
mengalami fase-fase seperti endometrium normal, sehingga merupakan
permukaan yang tidak baik untuk implantasi.
 Terdapat peningkatan insiden abortus dan kelahiran prematur pada pasien
dengan mioma submukosum atau intramural hal ini disebabkan oleh
karena distorsi rongga uterus.
Rubin (1958) menyatakan bahwa apabila penyebab lain infertilitas sudah
disingkirkan, dan mioma merupakan penyebab infertilitas tersebut, maka merupakan
suatu indikasi untuk dilakukan miomektomi.

3.7 Diagnosis Mioma Uteri

ANAMNESIS
Tumor ini biasanya tanpa gejala, kadang-kadang penderita merasakan adanya
benda dalam perut bagian bawah. Kadang bisa tumbuh nyeri, perdarahan patologis
pervaginam. Nyeri tidak khas pada mioma, timbulnya nyeri dan sakit pada mioma
uteri mungkin disebabkan gangguan peredaran darah disertai nekrosis setempat atau
disebabkan proses radang dengan perlekatan ke omentum usus.
Pada myoma geburt yang kecil penderita mengeluh adanya massa di vagina.
Sedangkan pada myoma geburt yang berukuran besar akan menekan kandung kencing
sehingga menimbulkan gejala-gejala gangguan berkemih. Tekanan yang berlarut-larut
dapat menyebabkan hidroureternephrosis serta menyebabkan konstipasi dan nyeri
waktu defekasi dan gangguan pencernaan lainnya. Dapat juga terjadi edema tungkai
karena penekanan pada vena cava inferior.8,9

PEMERIKSAAN FISIK
a. Inspeksi abdomen1
Terdapat benjolan dibagian bawah.
b. Palpasi abdomen15
Teraba suatu massa yang besar atau kecil di pelvis dan tumbuh ke atas dalam
rongga abdomen. Biasanya padat, kenyal, berbenjol-benjol, mobil.
c. Perkusi abdomen
Pada mioma, ketokan perut pekak terdapat di bagian paling menonjol ke depan
apabila penderita tidur terlentang dan apabila tumornya tidak terlampau besar
maka terdengar suara timpani di sisi perut kanan dan kiri karena usus-usus
terdorong ke samping. Daerah pekak ini tidak akan berpindah apabila penderita
dibaringkan di sisi kanan atau kiri.1

d. Auskultasi abdomen
Auskultasi sangat penting pada tumor perut yang besar untuk menyingkirkan
kehamilan. Pada mioma terdengar bising uterus sedangkan pada kehamilan yang
cukup tua terdengar bising uterus sekaligus detak jantung dan gerakan janin.1

PEMERIKSAAN GINEKOLOGIS
Pada myoma geburt didapatkan pada pemeriksaan :
a. Inspeksi : tampak adanya massa tumor apabila tumor tersebut terlahir hingga
keluar dari vagina
b. Inspekulo : tampak massa tumor di jalan lahir, apabila massa tumor kecil
maka sekaligus dapat terlihat tangkai yang keluar dari OUE
c. Pemeriksaan Bimanual
Dengan pemeriksaan ini dapat diungkapkan tumor padat uterus yang
umumnya terletak digaris tengah ataupun agak ke samping, seringkali teraba
berbenjol-benjol.1,3,5 Bila korpus uteri digerakkan maka akan terasa portio
bergerak. Pada myoma geburt teraba massa padat kenyal yang bertangkai
asalnya dari dalam kavum uteri.
d. Pemeriksaan dengan sondase
Dilakukan apabila diagnosis kehamilan telah disingkirkan. Pemeriksaan ini
dilakukan untuk mengukur besarnya perbedaan kavum uteri.1,3,5

PEMERIKSAAN KHUSUS
1. Pemeriksaan Laboratorium5
Pemeriksaan ini mencakup pemeriksaan Hb, jumlah leukosit, trombosit, LED.
Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat seberapa parah komplikasi anemia
pada mioma uteri. Pemeriksaan gula darah, fungsi ginjal, fungsi hati dan
sebagainya hanya dilakukan bila ada indikasi.10
2. Pap’s Smear13
Untuk mendeteksi dini ada tidaknya tanda-tanda keganasan pada mulut rahim
dan korpus uteri serta untuk mengetahui fungsi hormonal estrogen dan
progesteron.

HCG (Human Chorionic Gonadotrophine)11


Pemeriksaan ini untuk mengesampingkan tanda-tanda diagnosis banding
kehamilan.

3. Pemeriksaan sinar X
Dapat menunjukkan kalsifikasi leiomioma yang khas pada wanita pasca
menopause15.

4. USG
USG sangat membantu diagnosis. Dengan USG dapat terlihat gambaran
perbesaran uterus dengan batas kapsul mioma jelas dan terdapat gambaran
penampang seperti spindel.11

Gambar 4.
Gambaran ultrasonografi uterus dan adneksa pada pasien yang dicurigai mioma

5. Dilatasi dan kuretase


Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui fase perkembangan
endometrium dan menyingkirkan kemungkinan adanya keganasan dan
hyperplasia endometrium, bila terjadi gejala perdarahan15. Selain itu juga
dapat digunakan untuk terapi yaitu mengurangi perdarahan yang berat dalam
beberapa kasus.
6. MRI ( Magnetic Resonance Imaging)5
Tindakan akurat untuk menentukan jumlah, besar dan lokasi dari tumor, tapi
pemeriksaan ini tidak terlalu dibutuhkan. Pemeriksaan ini juga memberikan
gambaran yang sangat baik dari uterus.
7. Patologi Anatomi

Gambaran histopatologi mioma uteri adalah sebagai berikut :


Pada gambaran makroskopik menunjukkan suatu tumor berbatas jelas,
bersimpai, pada penampang menunjukkan massa putih dengan susunan lingkaran -
;ingkatan konsentrik di dalamnya. Tumor ini bisa terjadi secara tunggal tetapi
kebiasaannya terjadi secara multipel dan bertaburan pada uterus dengan ukuran
yang berlainan. Perubahan sekunder pada mioma uteri antara lain
 Atrofi.
Sesudah kehamilan atau sesudah menopause mioma uteri
menjadi lebih kecil
 Degenerasi hyalin.
Perubahan ini sering terjadi terutama pada penderita berusia
lanjut. Tumor kehilangan struktrur aslinya menjadi homogen.
Dapat meliputi sebagian besar atau sebagian kecil daripadanya
seolah – olah memisahkan satu kelompok serabut otot dari
kelompok lainnya.
 Degenerasi kistik.
Dapat meliputi daerah kecil maupun luas di mana sebagian dari
mioma menjadi cair sehingga terbentuk ruangan yang tidak
teratur berisi agar – agar, dapat juga terjadi pembengkakan yang
luas dan bendungan limfe sehingga menyerupai limfangioma.
Dengan konsistensi yang lunak ini tumor sukar dibedakan dengan
kista ovarium atau suatu kehamilan.
 Degenerasi membatu (calcireous degeneration)
Terutama terjadi pada wanita yang berusia lanjut oleh karena
adanya gangguan dalam sirkulasi. Dengan adanya pengendapan
garam kapur pada sarang mioma maka mioma menjadi keras dan
memberikan bayangan pada foto rontgen.
 Degenerasi merah (Carneous Degeneration)
Perubahan ini biasanya terjadi pada kehamilan dan nifas.
Patogenesis terjadinya diperkirakan karena suatu nekrosis
subakut sebagai gangguan vaskularisasi. Pada pembelahan dapat
dilihat sarang mioma seperti daging mentah berwarna merah
disebabkan oleh pigmen hemosiderin dan hemofusin. Degenerasi
merah tampak khas apabila pada kehamilan muda disertai emesis,
haus, sedikit demam, kesakitan, tumopr pada uterus yang
membesar dan nyeri saat diraba.
 Degenerasi lemak
Jarang terjadi dan merupakan kelanjutan dari degenerasi hyalin
(Prawirohardjo, 2007).
Menurut Novak, et all (2011), pemeriksaan penunjang yang
diperlukan untuk mioma uteri adalah kombinasi dari Trans
Vaginal Ultra Sonography, SIS, histeroskopi, dan MRI.

3.8 Diagnosis Banding


- Kehamilan
Pada fibroid dengan degenerasi kistik, uterus membesar dan lunak sehingga
memiliki penampakan klinis yang sama dengan kehamilan. Berdasarkan
penampakan payudara, serviks yang lunak, tes kehamilan, dan USG
menyingkirkan keraguan.
- Hematometra
Disebabkan oleh stenosis servikal dengan gejala uterus membesar, amenore
sekunder. USG dan tes kehamilan dapat menyingkirkan hematometra.
- Adenomiosis
Gejala klinis hampir sama dengan mioma uteri. Uterus dengan ukuran 12
minggu atau pembesaran ireguler uterus mengarah pada diagnosis fibroma.
Adenomiosis cenderung lebih lunak. USG dapat menegakkan diagnosis.
- Uterus bikornus
Untuk menegakkan diagnosa dipakai histerogram, histeroskopi, dfan USG.
- Endometriosis
Gejala klinis hampir sama, tapi uterus dalam ukuran normal dan melekat
dengan massa pelvis.
- Kehamilan ektopik
Ektopik yang kronik dengan pelvic hematocele dapat memberikan kesan
fibroid, dengan anamnesa yang baik dan USG dapat menyingkirkan keraguan
- Penyakit Radang Panggul Kronik
Riwayat dan gejala klinis mungkin sama, tapi massa radang lebih lunak dan
uterus terfiksir dengan ukuran normal.
- Tumor jinak ovarium
Subserus atau pedunculated mioma mirip dengan tumor ovarium. USG dapat
menunjukkan asal tumor tapi asal tumor yang sebenarnya diketahui dari
laparotomi.
- Tumor ganas ovarium
Fibroid dapat didiagnosa sebagai tumor ganas ovarium. Laparotomi perlu
dilakukan untuk menegakkan diagnosa.
- Karsinoma Endometrium
Dapat timbul bersamaan dengan mioma pada perempuan lanjut usia. Perlu
dilakukan kuretase untuk menyingkirkan keganasan.
- Miomatous polip
Penonjolan ke dalam ostium uteri dapat menyerupai produk konsepsi dan
kanker serviks. Riwayat penyakit dan biopsi dapat menegakkan diagnosa.

3.9 Penatalaksanaan Mioma Uteri


Tidak semua mioma uteri memerlukan pengobatan bedah. Penanganan mioma
uteri tergantung pada umur, status fertilitas, paritas, lokasi dan ukuran tumor,
sehingga biasanya mioma yang ditangani yaitu yang membesar secara cepat dan
bergejala serta mioma yang diduga menyebabkan fertilitas. 2,7,8
Secara umum, penanganan mioma uteri terbagi atas penanganan konservatif
dan operatif :7,8
1. Konservatif
a. Konservatif dengan pemeriksaan periodik

Tidak semua mioma uteri memerlukan pengobatan bedah ataupun


medikamentosa terutama bila mioma itu masih kecil dan tidak menimbulkan
gangguan atau keluhan.Walaupun demikian mioma uteri memerlukan pengamatan 3-6
bulan, maksudnya setiap 3-6 bulan pemeriksaan pelvik dan atau USG pelvik
seharusnya diulang. 1,2,3

Pada wanita menopause, mioma biasanya tidak memberikan keluhan. Bahkan


(2)
pertumbuhan mioma dapat terhenti pertumbuhannya atau menjadi lisut . Estrogen
harus digunakan dengan dosis yang terkecil-kecilnya pada wanita post menopause
dengan mioma atau mengontrol gejala-gejala dan ukuran mioma harus diperiksa
dengan pemeriksaan pelvik dan USG pelvik setiap 6 bulan. Perlu diingat bahwa
penderita mioma uteri sering mengalami menopause yang terlambat. Bila didapatkan
pembesaran mioma pada masa post menopause, harus dicurigai kemungkinan
keganasan dan pilihan terapi dalam hal ini adalah histerektomi total.1,2,3

b. Pengobatan Medikamentosa dengan GnRHa (Gonadotropin Releasing


Hormon Agonist)

Hal ini didasarkan atas pemikiran mioma terdiri atas sel-sel otot yang
diperkirakan dipengaruhi oleh estrogen. Pemberian GnRH dapat selama 16 minggu
pada mioma uteri menghasilkan degenerasi hialin hingga uterus menjadi mengecil.
Karena itu GnRH berguna mengontrol perdarahan (kecuali pada polipoid submukosa
yang malah dapat memperberat perdarahan).
Untuk merangsang siklus menstruasi baru, hipotalamus menghasilkan GnRH
yang kemudian dibawa ke kelenjar pituitary, lalu merangsang ovarium untuk
menghasilkan estrogen dan progesteron5.

Obat yang disebut Gn-RH agonists (Lupron, Synarel) beraksi seperti GnRH.
Tetapi ketika dipakai sebagai terapi, agonis GnRH memberikan efek yang berlawanan
terhadap hormon alami yang ada. Estrogen dan progesteron rendah, menstruasi
berhenti, mioma mengecil dan anemia membaik.5

GnRH dapat diberikan dengan suntikan setiap bulan, nasal spray, atau ditanam
dibawah kulit yang akan mengurangi kadar estrogen dan progesteron dalam tubuh
sehingga myom dapat mengecil. Namun, keamanan jangka panjang dan
keefektifannya belum ditentukan, tingkat hipoestrogenik dalam waktu lama
meningkatkan resiko osteoporosis.Menurut literatur terakhir, pemakaian GnRHa lebih
dari 3 bulan menyebabkan myomektomi lebih sulit.Pemakaian GnRHa hanya boleh
digunakan sementara karena GnRH menyebabkan menopause yang palsu. Bila
pemakaian GnRH dihentikan maka mioma yang lisut itu tumbuh kembali dibawah
pengaruh estrogen karena mioma itu masih mengandung reseptor estrogen dalam
konsentrasi yang tinggi.6

Androgens.Ovarium dan kelenjar adrenal menghasilkan androgen.Danazol,


sintetik testosterone mengecilkan tumor fibroid, mengurangi ukuran uterus,
menghentikan menstruasi dan memperbaiki anemia. Namun menimbulkan efek
samping yang tidak enak seperti berat badan bertambah, dysphoria, jerawat, sakit
kapala, pertumbuhan rambut yang tidak diinginkan dan suara yang lebih berat,
menyebabkan banyak wanita menghindarinya.5

Pengobatan lain. Kontrasepsi oral atau progestin dapat membantu mengontrol


perdarahan menstruasi tetapi tidak mengurangi ukuran fibroid. AINS, pengobatan non
hormonal, efektif terhadap perdarahan vaginal berat yang tidak berkaitan dengan
mioma, mereka tidak mengurangi perdarahan yang disebabkan oleh mioma.5
2. Operatif
Penanganan operatif, bila:8
- Ukuran tumor lebih besar dari ukuran uterus 12-14 minggu.
- Pertumbuhan tumor cepat.
- Mioma subserosa bertangkai dan torsi.
- Bila dapat menjadi penyulit pada kehamilan berikutnya.
- Hipermenorea pada mioma submukosa.
- Penekanan pada organ sekitarnya.

Jenis operasi yang dilakukan dapat berupa :


a. Miomektomi
Miomektomi adalah pengambilan sarang mioma saja tanpa pengangkatan
uterus. Dilakukan pada penderita infertil atau yang masih menginginkan anak
atau mempertahankan uterus demi kelangsungan fertilitas. Apabila
miomektomi ini dikerjakan karena keinginan memperoleh anak, maka
kemungkinan akan terjadi kehamilan adalah 30-50%. Sejauh ini tampaknya
aman, efektif, dan masih menjadi pilihan terbaik. Miomektomi sebaiknya tidak
dilakukan bila ada kemungkinan terjadinya karsinoma endometrium atau
sarkoma uterus, juga dihindari pada masa kehamilan. Tindakan ini seharusnya
dibatasi pada tumor dengan tangkai dan jelas yang dengan mudah dapat dijepit
dan diikat. Bila miomektomi menyebabkan cacat yang menembus atau sangat
berdekatan dengan endometrium, kehamilan berikutnya harus dilahirkan
dengan seksio sesarea.
Kriteria preoperasi menurut American College of Obstetricians Gynecologists
(ACOG) adalah sebagai berikut :
 Kegagalan untuk hamil atau keguguran berulang.
 Terdapat leiomioma dalam ukuran yang kecil dan berbatas tegas.
 Apabila tidak ditemukan alasan yang jelas penyebab kegagalan kehamilan
dan keguguran yang berulang.
b. Histerektomi
Histerektomi adalah pengangkatan uterus, yang umumnya tindakan terpilih.
Histerektomi dapat dilaksanakan per-abdominal atau per-vaginam. Yang akhir
ini jarang dilakukan karena uterus harus lebih kecil dari telor angsa dan tidak
ada perlekatan dengan sekitarnya. Adanya prolapsus uteri akan mempermudah
prosedur pembedahan. Histerektomi total umumnya dilakukan dengan alasan
mencegah akan timbulnya karsinoma servisis uteri. Histerektomi supravaginal
hanya dilakukan apabila terdapat kesukaran teknis dalam mengangkat uterus.
Histerektomi dilakukan bila pasien tidak menginginkan anak lagi, dan pada
penderita yang memiliki leiomioma yang simptomatik atau yang sudah
bergejala. Kriteria ACOG untuk histerektomi adalah sebagai berikut:
 Terdapatnya 1 sampai 3 leiomioma asimptomatik atau yang dapat teraba
dari luar dan dikeluhkan oleh pasien.
 Perdarahan uterus berlebihan :
 Perdarahan yang banyak bergumpal-gumpal atau berulang-ulang selama
lebih dari 8 hari.
 Anemia akibat kehilangan darah akut atau kronis.
 Rasa tidak nyaman di pelvis akibat mioma meliputi :
 Nyeri hebat dan akut.
 Rasa tertekan punggung bawah atau perut bagian bawah yang kronis.
 Penekanan buli-buli dan frekuensi urine yang berulang-ulang dan tidak
disebabkan infeksi saluran kemih.
c. Penanganan Radioterapi
- Hanya dilakukan pada pasien yang tidak dapat dioperasi (bad risk patient).
- Uterus harus lebih kecil dari usia kehamilan 12 minggu.
- Bukan jenis submukosa.
- Tidak disertai radang pelvis atau penekanan pada rektum.
- Tidak dilakukan pada wanita muda, sebab dapat menyebabkan menopause.
- Maksud dari radioterapi adalah untuk menghentikan perdarahan.
Mioma

Besar < 14 mgg Besar > 14 mgg

Tanpa keluhan Dengan keluhan

Konservatif Operatif

Gambar 2. Bagan Penatalaksanaan Mioma Uteri.8

d. Embolisasi Arteri Uterina / Embolisasi Mioma Uteri

Merupakan teknik terbaru yang sudah diterapkan di negara-negara


maju, yaitu dengan cara menghentikan suplai darah ke uterus dan tumornya,
sehingga tumor menyusut. Cara kerjanya adalah dengan menyuntikkan
partikel-partikel kecil melalui kateter kedalam arteri uterina yang juga
memperdarahi mioma. Darah akan membawa partikel tersebut sampai
menyumbat cabang arteri dan menghambat peredaran darah ke mioma secara
permanen. Akibat adanya emboli dari partikel tersebut, mioma akan menyusut
dan kemudian mengecil. Teknik ini memiliki beberapa keuntungan antara lain,
tidak ada insisi, waktu penyembuhan lebih singkat dan resiko perdarahan
lebih kecil. Syarat melakukan Embolisasi arteri uterina adalah penderita yang
mengalami perdarahan hebat, mioma uteri yang menekan rektum dan kandung
kemih, pasien yang menolak histerektomi dan tidak ingin punya anak lagi.

Komplikasi terumum dari embolisasi arteri uterine adalah sindrom post


embolisasi. 1 % wanita menjalani histerektomi setelah embolisasi, biasanya
karena infeksi. Embolisasi arteri uterina membutuhkan tindak lanjut jangka
panjang dan wanita harus diberi peringatan akan adanya komplikasi kemudian.
Tingkat kekambuhan embolisasi arteri uterina 10 % setelah 2 tahun.6

Gambar 3.Embolisasi Arteri Uterina / Embolisasi Mioma Uteri7

Embolisasi arteri uterina mempunyai resiko untuk infeksi parah dari


leiomioma yang mengalami infark setelah prosedur ini.

Komplikasi
1. Degenerasi ganas.

Mioma uteri yang menjadi leiomiosarkoma ditemukan hanya 0,32-


0,6% dari seluruh mioma; serta merupakan 50-75% dari semua sarkoma
uterus. Keganasan umumnya baru ditemukan pada pemeriksaan histologi
uterus yang telah diangkat.Kecurigaan akan keganasan uterus apabila mioma
uteri cepat membesar dan apabila terjadi pembesaran sarang mioma dalam
menopause.7
2. Torsi (putaran tangkai).
Sarang mioma yang bertangkai dapat mengalami torsi, timbul
gangguan sirkulasi akut sehingga mengalami nekrosis.Dengan demikian
terjadilah sindrom abdomen akut.Jika torsi terjadi perlahan-lahan, gangguan
akut tidak terjadi.

3. Nekrosis dan infeksi


Sarang mioma dapat mengalami nekrosis dan infeksi yang
diperkirakan karena gangguan sirkulasi darah padanya.

Gambar 4. Ringkasan komplikasi Mioma Uteri7

Perubahan sekunder pada mioma uteri yang terjadi sebagian besar bersifat
degenerasi. Hal ini oleh karena berkurangnya pemberian darah pada sarang mioma.
Perubahan sekunder tersebut antara lain: 2
• Atrofi
Sesudah menopause ataupun sesudah kehamilan mioma uteri menjadi kecil.
• Degenerasi hialin
Perubahan ini sering terjadi pada penderita berusia lanjut. Tumor kehilangan
struktur aslinya menjadi homogen. Dapat meliputi sebagian besar atau hanya
sebagian kecil dari padanya seolah-olah memisahkan satu kelompok serabut
otot dari kelompok lainnya.
• Degenerasi kistik
Dapat meliputi daerah kecil maupun luas, dimana sebagian dari mioma
menjadi cair, sehingga terbentuk ruangan-ruangan yang tidak teratur
berisi agar-agar, dapat juga terjadi pembengkakan yang luas dan
bendungan limfe sehingga menyerupai limfangioma. Dengan konsistensi
yang lunak ini tumor sukar dibedakan dari kista ovarium atau suatu
kehamilan.
• Degenerasi membatu (calcereus degeneration)
Terutama terjadi pada wanita berusia lanjut oleh karena adanya gangguan
dalam sirkulasi. Mioma menjadi keras dan memberikan bayangan
pada foto rontgen.
• Degenerasi merah (carneus degeneration)
Perubahan ini terjadi pada kehamilan dan nifas. Patogenesis : diperkirakan
karena suatu nekrosis subakut sebagai gangguan vaskularisasi. Pada
pembelahan dapat dilihat sarang mioma seperti daging mentah berwarna
merah disebabkan pigmen hemosiderin dan hemofusin. Degenerasi merah
tampak khas apabila terjadi pada kehamilan muda disertai emesis, haus,
sedikit demam, kesakitan, tumor pada uterus membesar dan nyeri pada
perabaan. Penampilan klinik ini seperti pada putaran tangkai tumor ovarium
atau mioma bertangkai.
• Degenerasi lemak
Jarang terjadi, merupakan kelanjutan degenerasi hialin.

Komplikasi yang sering ditemui mioma dalam kehamilan adalah nyeri yang
merupakan suatu syndroma yang disertai dengan mual, muntah dan demam yang
muncul pada trimester kedua kehamilan atau awal trimester ketiga kehamilan.
Sindroma ini pertanda dari perubahan degenerativ dari mioma dan merupakan hasil
dari insufisiensi vaskuler karena tidak adekuatnya suplay darah. Mioma yang
ukurannya kecil dari 5 cm jarang mengalami degenerasi dalam kehamilan sedangkan
yang berukuran lebih dari 8 cm sering berhubungan dengan isiden yang tinggi
menimbulkan komplikasi dalam kehamilan.
Bahaya yang mungkin terjadi pada tindakan miomektomi pada kehamilan
adalah sulitnya mengatasi perdarahan, terutama bila enukleasi dilakukan pada daerah
pembuluh darah besar dari uterus atau pada daerah bekas implantasi plasenta.
Komplikasi yang sering terjadi tergantung pada
1. Lokasi antara mioma dan plasenta (relatif)
2. Lokasi pada segmen bawah rahim
3. Volume (> 200 cc)
4. Struktur yang echogenic.
Dengan meningkatnya usia kehamilan dan frekuensi penggunaan USG oleh
ahli obstetri akan ditemukan lebih banyak lagi komplikasi kehamilan oleh mioma
uteri.
Komplikasi yang umum dari nyeri akibat mioma adalah suatu syndroma yang
biasanya terdiri dari mual, muntah dan demam yang biasanya ditemui pada trimester
kedua dan trimester tiga awal dari kehamilan. Syndroma ini ditandai perubahan
degeneratif dari mioma, dan akibat dari insufisiensi vaskuler yang disebabkan oleh
tidak adekuatnya suplay darah.
Mioma yang besar dapat menekan organ lain yang berdekatan dengannya
seperti kandung kemih dan usus yang menyebabkan penekanan dan rasa nyeri.
Biasanya mioma akan mengalami involusi yang nyata setelah kelahiran

Mioma uteri dan kehamilan


Pengaruh mioma uteri pada kehamilan adalah :1
- Kemungkinan abortus lebih besar karena distorsi kavum uteri khususnya pada
mioma submukosum.
- Dapat menyebabkan kelainan letak janin
- Dapat menyebabkan plasenta previa dan plasenta akreta
- Dapat menyebabkan HPP akibat inersia maupun atonia uteri akibat gangguan
mekanik dalam fungsi miometrium
- Dapat menganggu proses involusi uterus dalam masa nifas
- Jika letaknya dekat pada serviks, dapat menghalangi kemajuan persalinan dan
menghalangi jalan lahir.

Pengaruh kehamilan pada mioma uteri adalah :1


- Mioma membesar terutama pada bulan-bulan pertama karena pengaruh estrogen
yang meningkat
- Dapat terjadi degenerasi merah pada waktu hamil maupun masa nifas seperti
telah diutarakan sebelumnya, yang kadang-kadang memerlukan pembedahan
segera guna mengangkat sarang mioma. Namun, pengangkatan sarang mioma
demikian itu jarang menyebabkan perdarahan.
- Meskipun jarang, mioma yang bertangkai dapat mengalami torsi dengan gejala
dan tanda sindrom akut abdomen.

Terapi mioma dengan kehamilan adalah konservatif karena miomektomi pada


kehamilan sangat berbahaya disebabkan kemungkinan perdarahan hebat dan dapat
juga menimbulkan abortus. Operasi terpaksa jika lakukan kalau ada penyulit-penyulit
yang menimbulkan gejala akut atau karena mioma sangat besar. Jika mioma
menghalangi jalan lahir, dilakukan SC (Sectio Caesarea) disusul histerektomi tapi
kalau akan dilakukan miomektomi lebih baik ditunda sampai sesudah masa nifas.7,8
Dari literatur medis dilaporkan peningkatan insiden miomectomy yang
dilakukan sewaktu sectio cesarea pada dekade terakhir. Sampai sekarang
miomectomy yang dilakukan dalam kehamilan masih kontoversi, namun masih ada
juga yang berhasil melakukan.
Pertimbangan untuk melakukan pengangkatan mioma dalam kehamilan
didasarkan pada ukuran mioma dan gejala yang dikeluhkan pasien. Lokasi mioma
uteri sub serosa memberikan kemudahan dalam melakukan enukleasi dan menutup
dasar dari mioma. Hiperkoagulasi pada kehamilan juga ikut memudahkan dalam
proses hemostasis sehingganya prosedur miomectomi pada kehamilan ini jadi lebih
aman.
Berdasarkan pengalaman sebelumnya (Lolis et all 1994) membuat kriteria
untuk memutuskan miomektomi pada kehamilan adalah :
1. Pertumbuhan mioma yang cepat yang menyebabkan kurang nyaman
2. Nyeri perut yang hebat yang tidak respon dengan pengobatan konservatif
3. Jarak mioma uteri dengan cofum endometrium lebih dari 5mm.
4. Telah dilakukan konseling dengan pasien tentang resiko interfensi bedah ini
5. Tindakan miomektomi dilakukan antara minggu 15-19 kehamilan.
Persalinan yang terhambat oleh adanya mioma uteri harus dilakukan seksio
sesarea. Tetapi miomektomi tidak dilakukan kecuali mioma tersebut berada pada
daerah yang akan dilakukan insisi, karena dapat terjadi perdarahan yang hebat.
Apabila tetap akan dilakukan miomektomi maka sebaiknya dilakukan sekaligus
histerektomi
Lace menyatakan bahwa jika tumor yang ditemukan pada saat operasi
ukurannya besar, maka operasi pengangkatannya sebaiknya dilakukan setelah 5-6
bulan pasca seksio sesarea. Howkins menyatakan bahwa pada hampir semua kasus
adalah bijaksana untuk menunda miomektomi sampai uterus mengalami involusi,
sebaiknya setelah 6 bulan setelah seksio sesarea.
Karena terjadi peningkatan vaskularisasi uterus selama kehamilan, resiko
untuk terjadi peradarahan dan angka kesakitan post operatif selama miomectomi.
Beberapa laporan memperlihatkan miomectomi sewaktu SC bisa aman. Yang masih
kontroversi sampai sekarang adalah miomectomi yang dilakuan dalam kehamilan,
beberapa kasus dilaporkan aman melakukan miomectomi dalam kehamilan yang
dikerjakan secara hati-hati dan pada pasien yang terseleksi.
Lolis et all, 2003 melaporkan hasil suatu studi penelitian terhadap luaran
kehamilan yang dilakukan miomectomi dalam kehamilannya yang dilakukan secara
hati-hati pada beberapa pasien terseleksi. Dari 13 pasien yang dilakukan miomectomi
dalam kehamilannya dengan berdasarkan pada karateristic mioma dan gejala yang
ditimbulkan, 12 (92,3%) dari kasus itu miomectomi berhasil dilakukan dan aman serta
tanpa komplikasi terhadap kehamilannya sampai aterm. Satu kasus mengalami
kontraksi uterus sehari setelah operasi dan tidak respon dengan pengobatan medical
sehingga terjadi abortus. Dari yang 11 kasus itu persaliannya diakhiri dengan SC
elektif dengan melahirkan bayi yang baik ( BB, 2500-3850 gr A/S yang baik). Serta
satu kasus dilakukan SC emergensi karena terjadi perdarahan karena plasenta previa.
Tidak ada dilakukan transfusi darah dilakukan post operatif.
Loefler an Noble (1970) (dikutip dari Wietfeld) melaporkan 1/3 dari 180
wanita yang dilakukan miomektomi mengalami abortus pada kehamilannya, hanya 41
pasien yang melahirkan anak hidup dimana 25% diantarannya melalui seksio.
(Katz et all, 1989 ) melaporkan berhasil melakukan miomectomi pada
kehamilan 14 minggu pada suatu mioma uteri pedunculated yang besar karena
menimbulkan nyeri yang hebat dan mengganggu pernafasan. Parks and Barter juga
mencatat miomectomi kadang-kadang penting dilakukan jika ditemui tumor yang
ukurannya besar dan menimbulkan nyeri yang ekstrim.

Prognosis
Histerektomi dengan mengangkat seluruh mioma adalah kuratif. Miomektomi
yang ekstensif dan secara signifikan melibatkan miometrium atau menembus
endometrium, maka diharuskan sektio sesar pada persalinan berikutnya. Mioma yang
kambuh kembali setelah miomektomi terjadi pada 15-40% pasien dan 2/3-nya
memerlukan tindakan lebih lanjut.2
DAFTAR PUSTAKA

1. Adriaansz G. Mioma Uteri. Dalam: Ilmu kandungan. Edisi ke-3. Jakarta: PT Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2011.h.274-9
2. DeCherney AH, Nathan L, Goodwin TM, Laufer N. Benign disorder of the uterine
corpus. In: Current diagnosis and treatments in obstetrics and gynecology. The
McGraw-Hill Companies; 2006.
3. Uterine masses. In: Berek and Novak’s gynecology. 14th ed. Philadelphia:
Lippincott Williams and Wilkins; 2007.p.469-71.
4. Schorge, Schaffer, Halvorson, Hoffman, Bradshaw, Cunningham. Benign general
gynecology. In: Williams’ gynecology. The McGraw-Hill Companies; 2008.
5. Thomas EJ. The aetiology and phatogenesis of fibroids. In: Shaw RW. eds.
Advences in reproduktive endocrinology uterine fibroids. England – New Jersey:
The Phartenon Publishing Group; 1992.p.1 – 8.
6. Schwartz MS. Epidermiology of uterine leiomiomata. In: Chesmy M, Heather,
Whary eds. Clinical Obstetric and Ginecology. Philadelphia: Lippincott Williams
and Willkins; 2001.p.316–8.
7. Baziad A. Pengobatan medikamentosa mioma uteri dengan analog GnRH. Dalam
: Endokrinologi ginekologi edisi kedua. Jakarta: Media Aesculapius FKUI;
2003.h.151-6.
8. Bradley J, Voorhis V. Management options for uterine fibroids. In : Marie
Chesmy, Heather Whary eds. Clinical obstetric and Gynecology. Philadelphia:
Lippincott Williams and Wilkins; 2001.p.314 – 315.

Anda mungkin juga menyukai