Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang paling banyak dijumpai
diantara tumor ganas THT di Indonesia, dimana karsinoma nasofaring temasuk dalam lima
besar tumor ganas, dengan frekuensi tertinggi (bersama tumor ganas serviks uteri, tumor
payudara, tumor getah bening dan tumor kulit), sedangkan di daerah kepala dan leher
menduduki tempat pertama (KNF mendapat persentase hampir 60% dari tumor di daerah
kepala dan leher, diikuti tumor ganas hidung dan sinus paranasal 18%, laring 16%, dan tumor
ganas rongga mulut, tonsil, hipofaring dalam persentase rendah).
Santoso (1988) mendapatkan jumlah 716 (8,46%) penderita KNF berdasarkan data
patologi yang diperoleh di Laboratorium Patologi anatomi FK Unair Surabaya (1973-1976)
diantara 8463 kasus keganasan diseluruh tubuh. Di bagiam THT Semarang mendapatkan 127
kasus KNF dari tahun 2000-2002. Survei yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan pada
tahun 1980 secara “pathology based” mendapatkan angka pravalensi karsinoma nasofaring
4,7 per 100.000 penduduk atau diperkirakan 7000-8000 kasus per tahun diseluruh Indonesia.
Penanggulangan karsinoma nasofaring sampai saat ini masih merupakan suatu masalah,
hal ini karena etiologi yang masih belum pasti, gejala dini yang tidak khas serta letak
nasofaring yang tersembunyi, dan tidak mudah diperiksa oleh mereka yang bukan ahli
sehingga diagnosis sering terlambat, dengan ditemukannya metastasis pada leher sebagai
gejala pertama. Dengan makin terlambatnya diagnosis maka prognosis (angka bertahan hidup
5 tahun) semakin buruk.
2. Rumusan Masalah
A. Pengertian Ca Nasofaring
B. Etiologi Ca Nasofaring
C. Tanda dan Gejala Ca Nasofaring
D. Pencegahan Ca Nasofaring
E. Pemeriksaan Penunjang Ca Nasofaring
F. Penatalaksanaan Ca Nasofaring
G. Komplikasi Ca Nasofaring
H. Asuhan Keperawatan Ca Nasofaring
I. Jurnal terkini Ca Nasofaring
3. Tujuan Penulisan
A. Mahasiswa dapat Mengetahui Pengertian Ca Nasofaring
B. Mahasiswa dapat Mengetahui Etiologi Ca Nasofaring
C. Mahasiswa dapat Mengetahui Tanda dan Gejala Ca Nasofaring
D. Mahasiswa dapat Mengetahui Pencegahan Ca Nasofaring
E. Mahasiswa dapat Mengetahui Pemeriksaan Penunjang Ca Nasofaring
F. Mahasiswa dapat Mengetahui Penatalaksanaan Ca Nasofaring
G. Mahasiswa dapat Mengetahui Komplikasi Ca Nasofaring
H. Mahasiswa dapat Mengetahui Asuhan Keperawatan Ca Nasofaring
I. Mahasiswa dapat Mengetahui Asuhan Keperawatan Ca Nasofaring
BAB II
PEMBAHASAN
Karsinoma adalah pertumbuhan baru yang ganas terdiri dari sel-sel ephitalial yang
cenderung menginfiltrasi jaringan sekitarnya dan menimbulkan metastasis (Mangan, 2009).
Nasofaring adalah suatu rongga dengan dinding kuku di atas, belakang dan lateral yang
anatomi termasuk bagian faring (Pearce, 2009).
Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas yang tumbuh pada ephitalial pelapis
ruangan dibelakang hidung (nasofaring) dan belakang langit-langit rongga mulut dengan
predileksi di fossa Rossenmuller dan atap nasofaring. Karsinoma nasofaring merupakan
tumor ganas daerah kepala dan leher yang terbanyak ditemukan di Indonesia. Hampir 60 %
tumor ganas daerah kepala dan leher merupakan kanker nasofaring., kemudian diikuti tumor
ganas hidung dan paranasal (18%), laring (16%), dan tumor ganas rongga mulut, tonsil,
hipofaring dalam prosentase rendah (Huda Nurarif & Kusuma, 2013). Karsinoma Nasofaring
sebagian besar adalah tipe epidermoid dengan potensi invasi ke dasar tulang tengkorang yang
menyebabkan neuropati kranial (Lucente, 2011). Pada banyak klien, karsinoma nasofaring
banyak terdapat pada ras monggoloid yaitu penduduk Cina bagian selatan, Hongkong,
Thailand, Malaysia, dan Indonesia juga di daerah India. Ras kulit putih jarang ditemui
terkena kanker jenis ini. Selain itu kanker nasofaring juga merupakan jenis kanker yang
ditemukan secara genetik (Mangan, 2009).
Kanker ini lebih sering ditemukan pada pria dibanding wanita dengan rasio 2-3-1 dan apa
sebabnya belum dapat diungkapkan dengan pasti, mungkin ada hubugannya dengan faktor
genetic, kebebasan hidup, pekerjaan dan lain-lain. Faktor yang mungkin terkait dengan
timbulnya kanker nasofaring adalah (Mangan, 2009):
1. Kerentanan Genetik
b. Di dalam sel Ca Nasofaring dapat dideteksi zat petanda virus EB seperti DNA virus
dan EBNA.
c. Epitel nasofaring di luar tubuh bila diinfeksi dengan galur sel mengandung virus EB,
ditemukan epitel yang terinfeksi tersebut tumbuh lebih cepat , gambaran pembelahan
inti juga banyak.
Virus Epstein Barr dengan ikan asin dikatakan sebagai penyebab utama timbulnya
penyakit ini. Virus ini dapat masuk dalam tubuh dan tetap tinggal disana tanpa menyebabkan
suatu kelainan dalam jangka waktu yang lama. Untuk mengaktifkan virus ini dibutuhkan
suatu mediator kebiasaan untuk mengkonsumsi ikan asin secara terus menerus mulai dari
masa kanak-kanak. Mediator yang berpengaruh untuk timbulnya Ca Nasofaring :
c). Sering kontak dengan Zat karsinogen ( benzopyrenen, benzoantrance, gas kimia, asap
industri, asap kayu, beberapa ekstrak tumbuhan).
Faktor lingkungan juga berperan penting. Penelitian akhir-akhir ini menemukan zat
berikut berkaitan dengan timbulnya Ca Nasofaring :
1). Hidrokarbon aromatik, pada keluarga di area insiden tinggi kanker nasofaring ,
kandungan 3,4- benzpiren dalam tiap gram debu asap mencapai 16,83 ug, jelas lebih
tinggi dari keluarga di area insiden rendah.
2). Unsur renik : nikel sulfat dapat memacu efek karsinognesis pada proses timbulnya
kanker nasofaring.
3). Golongan nitrosamin : banyak terdapat pada pengawet ikan asin. Terkait dengan
kebiasaan makan ikan asin waktu kecil, di dalam air seninya terdeteksi nitrosamin
volatil yang berefek mutagenik.
Pembagian Karsinoma Nasofaring (Huda Nurarif & Kusuma, 2013) Menurut Histopatologi :
Keratinizing
Non Keratinizing
3. Adenocystic carcinoma
1. Ulseratif
Tipe WHO 1
Tipe WHO 2
Tipe WHO 3
Karsinoma nasofaring biasanya dijumpai pada dinding lateral dari nasofaring termasuk
fossa rosenmuler. Yang kemudian dapat menyebar ke dalam ataupun keluar nasofaring ke sisi
lateral lainnya dan atau posterosuperior dari dasar tulang tengkorok atau palatum, rongga
hidung atau orofaring. Metastase khususnya ke kelenjar getah bening servikal. Metastase jauh
dapat mengenai tulang, paru-paru, mediastinum dan hati (jarang). Gejala yang akan timbul
tergantung pada daerah yang terkena. Sekitar separuh pasien memiliki gejala yang beragam,
tetapi sekitar 10% asimtomatik. Pembesaran dari kelenjar getah bening leher atas yang nyeri
merupakan gejala yang paling sering dijumpai. Gejala dini karsinoma nasofaring sulit
dikenali oleh karena mirip dengan saluran nafas atas (Lucente, 2011).
Pada Karsinoma nasofaring, paresis fasialis jarang menjadi manifestasi awal. Karena
lokasinya, karsinoma nasofaring menimbulkan sindrom penyumbatan tuba dengan tuli
konduktif sebagai keluhan. Perluasan infiltratif karsinoma nasofaring berikutnya
membangkitkan perdarahan dan penyumbatan jalan lintasan napas melalui hidung. Setelah
itu, pada tahap berikutnya dapat timbul gangguan menelan dan kelumpuhan otot mata luar
(paralisis okular) (Muttaqin, 2008). Gejala nasofaring yang pokok adalah (Huda Nurarif &
Kusuma, 2013) :
1. Gejala Hidung
2. Gejala Telinga
Kataralis/Oklusi tuba Eustachii : tumor mula-mula pada fossa rosenmuler, pertumbuhan
tumor dapat menyebabkan penyumbatan muara tuba (berdengung, rasa penuh, kadang
gangguan pendengaran) Otitis Media Serosa sampai perforasi dan gangguan
pendengaran. Sering kali pasien datang sudah dalam kondisi pendengaran menurun, dan
dengan tes rinne dan webber, biasanya akan ditemukan tuli konduktif
3. Gejala Mata
Pada penderita KNF seringkali ditemukan adanya diplopia (penglihatan ganda) akibat
perkembangan tumor melalui foramen laseratum dan menimbulkan gangguan N. IV dan
N. VI. Bila terkena chiasma opticus akan menimbulkan kebutaan
4. Gejala Lanjut
Limfadenopati servikal : melalui pembuluh limfe, sel-sel kanker dapt mencapai kelenjar
limfe dan bertahan disana. Dalam kelenjar ini sel tumbuh dan berkembang biak hingga
kelenjar membesar dan tampak benjola di leher bagian samping, lama-kelamaan karena
tidak dirasakan kelenjar akan berkembang dan melekat pada otot sehingga sulit
digerakkan
5. Gejala Kranial
Gejala Kranial terjadi bila tumor sudah meluas ke otak dan mencapai saraf-saraf
kranialis. Gelajanya antara lain :
a. Sakit kepala yang terus menerus, rasa sakit ini merupakan metastase secara
hematogen
b. Sensitibilitas derah pipi dan hidung berkurang
c. Kerusakan pada waktu menelan
d. Afoni
e. Sindrom Jugular Jackson atau sindrom reptroparotidean mengenai N. IX, N. X, N.
XI, N. XII. Dengan tanda-tanda kelumpuhan pada Lidah, palatum, Faring atau
laring, M. Sternocleidomastoideus, dan M. Trapezeus
1. T : Tumor primer
4. T2 : Kanker menginfiltrasi kavum nasal, orofaring atau di celah parafaring di anterior dari
garis SO ( garis penghubung prosesus stiloideus dan margo posterior garis tengah foramen
magnum os oksipital ).
5. T3 : Kanker di celah parafaring di posterior garis SO atau mengenai basis kranial, fosa
pterigopalatinum atau terdapat rudapaksa tunggal syaraf kranial kelompok anterior atau
posterior.
6. T4 : Saraf kranial kelompok anterior dan posterior terkena serentak, atau kanker mengenai
sinus paranasal, sinus spongiosus, orbita, fosa infra-temporal.
1. Stadium I : T1N0M0
1. Ciptakan lingkungan hidup dari lingkungan kerja yang sehat, serta usahakan agar
pergantian udara lancar.
2. Hindari polusi udara, seperti kontak dengan gas hasil kimia, asap industri, asap kayu, asap
rokok, asap minyak tanah, dan polusi lain yang mengaktifkan virus Epstein Bar.
3. Hindari mengkonsumsi makanan yang diawetkan, makanan yang panas, atau makanan
yang merangsang selaput lendir.
E. Pemeriksaan Penunjang
Untuk mencapai diagnosis dini harus melaksanakan hal berikut (Lucente, 2011) :
a. Radioterapi
Radioterapi adalah pengobatan standar untuk karsinoma nasofaring. Tetapi hal ini
dapat menghasilkan komplikasi yang tidak diinginkan karena lokasi tumor di dasar tengkorak
dan organ yang rentan terhadap radiasi termasuk batang otak, sumsum tulang belakang,
hipofisis hipotalamus axis, temporal lobus, mata, telinga tengah dan dalam, dan kelenjar
parotis (Wei & Sham, 2005). Hal yang perlu dipersiapkan adalah keadaan umum pasien baik,
hygiene mulut, bila ada infeksi mulut diperbaiki dulu. Pengobatan tambahan yang diberikan
dapat berupa diseksi leher (benjolan di leher yang tidak menghilang pada penyinaran atau
timbul kembali setelah penyinaran dan tumor induknya sudah hilang yang terlebih dulu
diperiksa dengan radiologik dan serologik), pemberian tetrasiklin, faktor transfer, interferon,
kemoterapi, seroterapi, vaksin dan antivirus (Pratiwi, 2012).
b. Kemoterapi
c. Terapi Biologis
Dewasa ini masih dalam taraf penelitian laboraturium dan uji klinis.
e. Terapi Rehabiltatif
Pasien kanker secara faal dan psikis menderita gangguan fungsi dengan derajat
bervariasi. Oleh karena itu diupayakan secara maksimal meningkatkan dan memperbaiki
kualitas hidupnya.
f. Rehabilitas Psikis
g. Rehabilitas Fisik
Setelah menjalani radioterapi, kemoterpi dan terapi lain, pasien biasanya merasakan
kekuatan fisiknya menurun, mudah letih, daya ingat menurun. Harus memperhatikan
suplementasi nutrisi , berolahraga fisik ringan terutama yang statis, agar tubuh dan ketahanan
meningkat secara bertahap.
h. Pembedahan
3. Pasca radioterapi kuratif terdapat residif atau rekurensi kelenjar limfe leher.
4. Kanker nasofaring dengan diferensiasi agak tinggi seperti karsinoma skuamosa grade I, II,
adenokarsinoma.
5. Komplikasi radiasi.
1. Radioterapi
Selama minggu-minggu awal radioterapi, pasien mungkin akan mengalami rasa mual,
mulut kering, perubahan rasa, kehilangan nafsu makan, dll. Di minggu-minggu berikutnya,
pasien mungkin akan menderita sariawan, penggelapan warna kulit, nyeri tenggorokan, dan
rambut rontok, dll. Namun hal ini akan reda secara berangsur-angsur beberapa minggu
setelah selesainya tindakan pengobatan. Namun beberapa pasien akan tetap merasakan mulut
yang kering karena kelenjar ludah mereka menghasilkan lebih sedikit air liur akibat tindakan
radioterapi. Selain itu, pasien mungkin akan mengalami kondisi berikut ini: Bisa mengalami
otitis media (radang telinga bagian tengah), yang menyebabkan kehilangan pendengaran
parsial. Bisa merasakan kaku pada sendi temporoman dibular (rahang sendi), sehingga
menyebabkan sensasi ‘kejang mulut’. Sebagian kecil pasien bisa merasakan gangguan pada
fungsi endokrin atau fungsi saraf mereka.
2. Kemoterapi
Meskipun obat antikanker bisa membunuh sel-sel kanker, namun obat yang sama ini juga
bisa memengaruhi pembelahan sel-sel normal. Pasien bisa muntah, mengalami rambut
rontok, diare, kehilangan nafsu makan, anemia (kekurangan sel darah merah), kekurangan sel
darah putih, yang berakibat pada turunnya sistem kekebalan tubuh; sehingga pasien menjadi
lebih mudah terjangkit infeksi. Selain itu, fungsi ginjal bisa juga terpengaruh secara negatif.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
A. Pengumpulan Data
b. Keluhan Utama
Telinga kiri terasa buntu/hingga peradangan. Timbul benjolan di leher kanan dan kiri
sejak3 bulan yang lalu.
Personal Higiene
Kebiasaan di rumah klien mandi 2 X/hari, gosok gigi 2 X/hari, dan cuci rambut
1X/minggu.
Ketergantungan
Klien tidak perokok, tidak minum-minuman yang mengandung alkohol.
Aspek Psikologis
Klien terkesan takut akan penyakitnya, merasa terasing dan sedikit stressmenghadapi
tindakan operasi.
Aspek Sosial/Interaksi
Hubungan dengan keluarga, teman kerja maupun masyarakat di sekitar
tempattinggalnya biasa sangat baik dan akrab. Saat ini klien terputus dengan dunia
luar,kehilangan pencari nafkah (bagi keluarganya), biaya mahal.
Aspek Spiritual
Klien dan keluarganya sejak kecil memeluk agama Kristen, ajaran agama
dijalankansetiap saat. Klien sangat aktif menjalankan ibadah dan aktif mengikuti
kegiatanagama yang diselenggarakan oleh gereja di sekitar rumah tempat tinggalnya
maupunoleh masyarakat setempat.
C. Pemeriksaan Penunjang
Hasil pemeriksaan Laboratorium :
Hb : 15,8 mg/dl (13,4 mg/dl)
Leukosit : 11,3
Albumin : 4,1 gr/dl (3,2 – 3,5 gr/dl)
SGOT : 10,2 ( kurang 29 )U/L
SGPT : 13,5 U/L
Bilirubin Direk : 0,31 ( 0,25)
Bilirubin Total : 1,01 (1,00)
Alkali Phospatase : 148- Cholesterol Total : 148,8 (200)
Trigliserida : 81,4 (200)
HDL Cholesterol : 30 (35)
LDL Cholesterol : 101 (130)
Ureum/BUN : 13,8 mg/dl (10 – 20)
Serum Creatinin : 1,16 mg/dl (L : 0,9 – 1,5 P : 0,7 – 1,3)
Uric Acid : 4,1 (L : 3,4 – 7,0 P : 2,4 – 5,7)
Glukosa puasa : 300 mg/dl ( 126 mg/dl)
Glukosa 2 jam pp : 463 mg/dl (140 mg/dl)
Terapi :
Infus RL/D5%
Injeksi Actrapid 16 UI ¼ jam sebelummakan.
Copar 6 X 1 Tab/hari
Injeksi Xylo Della 2 : 2 Im
Injeksi Novoban 1 Amp
Injeksi Carbocin 450 mg dalam Inf D5% 100 cc drip habis dalam 6 jam.
Injeksi Curasil (5 FU) 1000mg dalam 100 cc D5% drip habis dalam 30 menit.
Injeksi Bleocyn 30 mg dalam 100 cc RL drip habis dalam 30 menit.
Gambar Ca Nasofaring
BAB IV
ANALISA JURNAL
1. Problem
Penelitian dilakukan untuk mengetahui Karsinoma nasofaring banyak terjadi di Cina dan
Asia Tenggara, termasuk di Indonesia, sering didiagnosis pada keadaan lanjut dan memiliki
prognosis yang buruk. Didapatkan sebanyak 44 kasus yang lengkap pada periode tersebut,
yang mana 52,27% penderita adalah laki-laki dan 47,22% perempuan, perbandingan laki-laki
dan perempuan adalah 1,2 : 1. Sebaran umur penderita dari 17 sampai 75 tahun dengan
insiden puncak pada umur 41- 65 tahun. Gejala klinis terdiri atas massa di leher 93,17%,
diikuti dengan obstruksi nasal 79,55%, dan gangguan pendengaran 79,55% sedangkan tanda
klinis terdiri atas pembesaran kelenjar getah bening leher 90,91%, diikuti dengan tuli 79,55%,
cranial nerve palsy dan perluasan kelenjar getah bening ke fossa supraklavikula masing-
masing 15,8%. Sebagian besar pasien berada pada stadium IV 83,16%, dengan derajat tumor
terbanyak T4N2M0 15,91%. Tipe histopatologi yang terbanyak adalah nonkeratinizing
carcinoma, undifferentiated type 75%, diikuti keratinizing SCC 13,64%, dan nonkeratinizing
carcinoma - differentiated type 11,36%.
2. Intervention
Salah satu masalah kanker yang sulit dideteksi dini adalah Karsinoma Nasofaring (KNF).
KNF merupakan kanker yang mempunyai keunikan dan berbeda dari tumor ganas di daerah
kepala dan leher lainnya dalam hal epidemiologi,. Data epidemiologi menyebutkan bahwa ras
Mongoloid memiliki angka kejadian yang tinggi untuk menderita karsinoma nasofaring.
Masyarakat Indonesia yang sebagian besar termasuk dalam ras Mongoloid memiliki
kebiasaan mengonsumsi ikan asin yang merupakan makanan pokok masyarakat Indonesia.
Ikan asin memiliki kandungan nitrosamin yang merupakan salah satu faktor pencetus kanker
ini. Nitrosamin terkandung dalam beberapa jenis makanan yang diawetkan, seperti daging
olahan yang merupakan mediator utama yang dapat mengaktifkan virus Epstein-Barr yang
memicu mekanisme kanker.
3. Comparison
Penelitian yang dilakukan Kurniawan (2011) mengenai angka harapan hidup dua tahun
dari 56 kasus didapatkan pasien KNF dengan kemoradiasi secara keseluruhan sebesar 60%.
Pada bulan ke 24, pasien stadium II memiliki angka harapan hidup diatas 80%, pasien
stadium IV sebesar 60%, dan pasien stadium III hanya sebesar 40%. Tidak terdapat
perbedaan yang bermakna pada angka harapan hidup dua tahun pasien KNF antara stadium
II, III, dan IV yang dilakukan terapi kemoradiasi.15 Kegagalan pengobatan ini disebabkan
oleh perluasan lokoregional (40-80% pasien) dan kekambuhan (15-50% pasien). Klasifikasi
WHO tahun 1978 membagi KNF menjadi squamous cell carcinoma (WHO tipe 1),
nonkeratinizing carcinoma (WHO tipe 2) dan undifferentiated carcinoma (WHO tipe 3).
4. Outcome
Perbandingan penderita laki-laki dan perempuan adalah 1,2 : 1, dengan sebaran umur
mulai dari 17 sampai 75 tahun. Penderita terbanyak ditemukan pada kelompok umur 41
sampai 65 tahun. Pembesaran kelenjar getah bening leher merupakan tanda dan gejala klinis
terbanyak yang ditemukan pada seluruh penderita. Mayoritas penderita datang pada stadium
lanjut (stadium IV dan III), diikuti stadium II ,stadium I tidak ditemukan, terdapat pasien
yang mengalami metastasis jauh ke paru-paru, tulang, dan ginjal. Tipe histopatologis
terbanyak adalah bentuk nonkeratinizing carcinoma – undifferentiated type, diikuti
keratinizing, nonkeratinizing carcinoma – differentiated type, sedangkan basaloid SCC tidak
ditemukan.
1. Problem
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui Sejauh ini tingkat ketahanan hidup pada
penderita kanker nasofaring dengan kombinasi kemoterapi dan radioterapi di Rumah Sakit
Umum Dr. Sarjito selama 18 bulan sebesar 79,33%. Ada perbedaan yang signifikan antara
penderita KNF dengan penyebaran ke kelenjar getah bening (81,6%) dan tanpa penyebaran
ke kelenjar getah bening (75%) secara statistik. Tingkat ketahanan hidup penderita KNF
dengan usia di atas 40 tahun selama 18 bulan sebesar 76,4% dan penderita KNF berusia di
bawah 40 tahun selama 14 bulan sebesar 80,2%. Tingkat ketahanan hidup laki-laki penderita
KNF selama 18 bulan sebesar 74,6% dan pada penderita wanita sampai akhir penelitian
adalah 100%.
2. Intervention
Fenomena pola hidup tidak sehat di Indonesia semakin meningkat di semua kalangan
seiring dengan peningkatan penyakit degeneratif, salah satunya adalah kanker. Pada sebuah
penelitian epidemiologik tentang penyakit kanker, diperkirakan akan terjadi peningkatan 99%
penderita pada tahun 2010 di negara berkembang dibandingkan pada tahun 1985. Sedangkan
di Negara maju, peningkatan jumlah penderita diperkirakan hanya 38%. Hal ini menunjukkan
bahwa penyakit kanker menjadi masalah yang serius di negara berkembang di masa
mendatang.
3. Comparison
Sampai saat ini, belum ada data tingkat ketahanan hidup pada penderita kanker dengan
pengobatan komplementer alternatif di Indonesia. Namun demikian, terlepas dari
berkembangnya standardisasi pengobatan modern yang ada, pengobatan komplementer
alternative (obat tradisional) di Indonesia merupakan bagian dari aktivitas sosial budaya yang
memiliki keterikatan yang sulit dilepaskan. Akan tetapi, obat tradisional di Indonesia masih
belum diakui di dunia kedokteran untuk menjadi pendamping obat-obatan kimia penghambat
kanker karena belum ada yang teruji secara klinis. Menristek pada Simposium Penelitian
Bahan Obat Alami XIV Pendayagunaan Produk Bahan Alami dalam Mengatasi Kanker pada
tanggal 11-12 Agustus 2009 di Jakarta menyatakan bahwa dokter tidak mau mengakui obat
herbal secara de jure, tapi secara de facto mereka biasa memanfaatkannya, misalnya tradisi
minum jamu atau pijat. Sebenarnya beberapa tahun terakhir masyarakat dunia, khususnya
negara maju lebih menyukai pengobatan tradisional berbahan dasar tumbuh-tumbuhan
daripada menggunakan obat sintetik terkait efek sampingnya.
4. Outcome
Analisis tingkat harapan hidup penderita KNF stadium lanjut pada kedua kelompok tidak
menunjukkan hasil yang berbeda, sehingga dapat disimpulkan bahwa penggunaan PKA dan
terapi modern konvensional tidak banyak mengubah harapan hidup penderita KNF.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang paling banyak dijumpai
diantara tumor ganas THT di Indonesia, dimana karsinoma nasofaring temasuk dalam lima
besar tumor ganas, dengan frekuensi tertinggi (bersama tumor ganas serviks uteri, tumor
payudara, tumor getah bening dan tumor kulit), sedangkan di daerah kepala dan leher
menduduki tempat pertama (KNF mendapat persentase hampir 60% dari tumor di daerah
kepala dan leher, diikuti tumor ganas hidung dan sinus paranasal 18%, laring 16%, dan tumor
ganas rongga mulut, tonsil, hipofaring dalam persentase rendah).
B. Saran
Dengan adanya makalah ini diharapkan pembaca dapat memahami tentang karsinoma
nasofaring yang sangat berbahaya. Lalu dapat mendeteksi awal terhadap gejala karsinoma
nasofaring karena sering kali penderita terdeteksi pada stadium lanjut
Daftar Pustaka