PENDAHULUAN
Kabupaten Pasuruan. Lokasi Loka Penelitian Sapi Potong merupakan dataran rendah yang
tidak jauh dari pesisir pantai yaitu berjarak ± 8 km dengan ketinggian wilayah ± 9 m di atas
permukaan air laut. Loka Penelitian Sapi Potong tidak jauh dari Kabupaten Probolinggo
yakni bisa ditempuh dalam waktu 30 menit. Loka Penelitian Sapi Potong memiliki batas-
Sapi potong yang dipelihara di Loka Penelitian Sapi Potong yaitu sapi lokal Peranakan
Ongole (PO), sapi Madura, sapi Bali, sapi Poba (PO Bali), sapi Galekan, sapi Jabres, dan sapi
Rambon. Suhu di Loka Penelitian Sapi Potong yaitu ± 28oC-32oC dengan curah hujan 800-
1500 mm/tahun dan kelembaban berkisar 60%-70%. Kecamatan Grati mempunyai wilayah
geografis berupa dataran rendah, dengan rata-rata ketinggian 0 – 100 m dari permukaan air
laut. Terbentang pada 7,30’- 8,30’ Lintang Selatan dan 112°30’ - 113°30’ Bujur Timur
(Wikipedia, 2019)
Loka Penelitian Sapi Potong merupakan Unit Pelaksana Teknis Badan Litbang
Pertanian yang dibentuk pada tahun 2002, berada dibawah dan bertanggung jawab langsung
Kementrian Pertanian Subsektor. Sejarah kantor Loka Penelitian Sapi Potong telah berdiri
sejak tahun 1949. Instasi ini beberapa kali mengalami perubahan organisasi maupun tugas
Tahun 1949-1950, pertama kali didirikan di Mojokerto dengan nama Balai Peternakan.
Tahun 1950 dipindahkan ke Grati dengan nama baru yaitu Balai Peternakan Oemoem (BPO)
yang kegiatan utamanya yaitu pembibitan ayam ras dan menyelenggarakan penyuluhan.
Tahun 1952-1961, BPO berganti nama menjadi Balai Penyelidikan Peternakan (BPP) dengan
tugas utama menyelidiki pengolahan dan pengawetan susu (keju, mentega, yoghurt dan lain-
lain). Tahun 1961-1966, BPP memiliki nama baru yaitu Lembaga Penelitian Peternakan
(LPP) cabang Grati. Tugas utama LPP yaitu melakukan penelitian untuk memecahkan
masalah-masalah peternakan di Jawa Timur dan di daerah Indonesia bagian Timur. Tahun
1966-1968, terkait dengan kondisi politik waktu itu, terjadi kesulitan dana, fasilitas dan
keterbatasan tenaga peneliti, LPP berganti nama menjadi Lembaga Peternakan cabang Grati.
Tugas pokoknya juga berubah bukan lagi penelitian melainkan sebagai institusi penyediaan
dan pengadaan sumber bibit ternak dan rumput untuk Indonesia bagian Timur.
Tahun 1968-1980, ketika masih menjadi Lembaga Peternakan cabang Grati, kegiatan-
kegiatan yang dirasakan kurang efektif sehingga namanya dikembalikan lagi menjadi
Lembaga Penelitian Peternakan (LPP) cabang Grati dengan fungsi yang baru yaitu
melakukan kegiatan penelitian sesuai dengan program yang diberikan oleh Lembaga
cabang Grati ditetapkan sebagai Sub Balai Penelitian (Sub Balitnak) Grati, yang
tertanggal 16 Agustus 1984. Sub Balitnak merupakan institusi yang menjadi kepanjangan
tangan dari Balai Penelitian Ternak (Balitnak) di Ciawi, Bogor yang berada di Jawa Timur.
Selain Sub Balitnak Grati, terdapat pula Sub Balitnak di Klepu (Jawa Tengah), Sei Putih (
Sumatera Utara), Gowa (Sulawesi Selatan) dan Lili, Kupang (Nusa Tenggara Timur).
Tahun 1995 terjadi perubahan induk organisasi yang menaungi dari Balai Penelitian
Ternak menjadi Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur. Perubahan tersebut
mengakibatkan nama Sub Balitnak berubah menjadi Instalasi Penelitian dan Pengkajian
Teknologi Pertanian (IPPTP) Garti dengan mandat penelitian dan pengkajian bidang
peternakan. Tahun 2002 hingga sekarang, perubahan induk organisasi kembali terjadi pada
Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian (IPPTP) berubah menjadi Loka
Penelitian Sapi Potong (Lolit Sapi Potong). Lolit Sapi Potong merupakan unit pelaksana
teknis Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian yang secara organisatoris berada
dibawah dan bertanggung jawab langsung kepada Pusat Penelitian dan Pengembangan
pokok Loka Penelitian Sapi Potong adalah melaksanakan penelitian sapi potong dengan
mandat nasional. Salah satu tujuan pemeliharaan sapi potong di Loka Penelitian Sapi Potong
adalah menghasilkan bibit sapi yang unggul. Tugas pokok dan fungsi Loka Penelitian Sapi
Potong adalah :
potong
3. Melaksanakan penelitian komponen teknologi sistem dan usaha agribisnis sapi potong
Visi Loka Penelitian Sapi Potong yaitu menjadi lembaga penelitian sapi potong
2.1 Materi
2. Pakan
Pakan yang diberikan adalah hijauan segar berupa rumput gajah, konsentrat dan
jerami.
3. Air minum
Air minum diberikan secara adlibitum, terdapat pipa menyalurkan air ke tempat minum.
4. Obat-obatan
Obat-obatan terdiri dari antibiotik, vitamin, obat semprot anti lalat, dan obat cacing.
5. Bangunan
Bangunan meliputi dua tipe kandang yaitu kandang kelompok dan kandang individu,
laboratorium, bangunan kantor satu unit, timbangan sapi, gudang pakan, mess, gedung serba
6. Peralatan
Peralatan kandang yang digunakan antara lain sekop, trolley, selang, sapu lidi,
timbangan, scanner, ear tag, alat tulis, sepatu boots, metline, peralatan obat-obatan. Peralatan
gudang yang digunakan antara lain timbangan manual, trolley, karung, tali rafia, chopper,
sekop.
penunjang dimulai dari pukul 07.30 WIB sampai dengan 16.00 WIB.
2.2.1 Kegiatan Rutin
1. Pembersihan tempat pakan dan tempat minum.
2. Pembersihan kandang
4. Pemeriksaan kesehatan.
2. Penanganan limbah
6. Pemeriksaan Kebuntingan
Loka Penelitian Sapi Potong yang bertempat di Desa Ranuklindungan, Kecamatan Grati,
oleh tenaga kerja agar terciptanya kondisi yang sesuai untuk ternak.
Kegiatan rutin meliputi, tempat pakan dan tempat minum, pemberian pakan dan air minum
serta pemeriksaan kesehatan. Kegiatan rutin dilaksanakan mulai pukul 07.30 sampai 16.00
kandang koloni saja tidak pada kandang koloni. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan
Rasyid (2007) yang menyatakan bahwa tipe kandang berdasarkan bentuk dan fungsinya
Kandang koloni (komunal) atau kandang kelompok merupakan model kandang dalam
suatu ruangan kandang yang didalamnya ditempatkan beberapa ekor ternak, secara bebas dan
tanpa diikat. Model Kandang koloni di Loka Penelitian Sapi Potong merupakan model
Litbangtan (Gambar 1). Keuntungan kandang koloni diantaranya efisiensi tenaga kerja,
meningkatkan jumlah pedet (calf crop), memperpendek calving interval, efisiensi tempat,
ramah lingkungan dan efisiensi pejantan. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Hanafi
(2016) yang menyatakan bahwa kandang koloni berfungsi sebagai tempat perkawinan dan
pembesaran anak sampai disapih, atau digunakan sebagai kandang pembesaran maupun
keberhasilan reproduksi dan efisiensi penggunaan tenaga kerja. Kelemahan kandang koloni
adalah pertumbuhan ternak lebih lambat dan memerlukan tenaga yang lebih dalam
penanganan. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Abidin (2008) bahwa pertumbuhan sapi di
kandang koloni relatif lebih lambat dibandingkan di kandang individu karena ada energi yang
terbuang akibat gerakan sapi yang lebih leluasa, kebersihan kandang memerlukan perhatian
ekstra, karena kotoran dan urin sapi akan segera terinjak oleh sapi lainnya.
Pembersihan kandang koloni di Loka Penelitian Sapi Potong dilakukan apabila feses
sudah mencapai bagian lutut sapi atau sekitar sudah mencapai 30 cm. Pembersihan kandang
koloni dilakukan 1 minggu sekali, apabila musim hujan dan ± 2-3 bulan sekali apabila musim
kemarau. Feses dan urine pada kandang kelompok tidak dibersihkan setiap hari untuk
menghemat tenaga kerja, selain itu feses dan urine bisa langsung digunakan untuk kompos
dengan cara dialirkan melalui selokan menuju tempat pengolahan limbah. Limbah yang tidak
dikarenakan limbah tersebut aman karena sudah di fermentasi oleh fermentasi limbah
biasa dilakukan secara dengan menggunakan air bertekanan tinggi, sekop, serta serokan
(Gambar 2). Feses yang menumpuk di kandang kelompok diberi lapisan jerami dibagian
secara bergantian yaitu hijauan dan konsentrat. Sementara pada masing-masing tempat
air. Tempat pakan memiliki ukuran 6 m × 0,63 m (Gambar 3). Tempat minum memiliki
ukuran 1,41 x 0,8 m, dengan kedalaman masing-masing 0,35 m (Gambar 4). Tempat pakan
dan minum terbuat dari tembok beton sehingga memudahkan ternak untuk mengkonsumsi
pakan dan air minum. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Hendarto (2011) bahwa tempat
pakan dapat berupa bak dari tembok beton maupun dari susunan bambu dan tempat pakan
dari beton umunya berbentuk persegi empat. Tabel 1. Ukuran Tempat Pakan dan Minum
Pembersihkan tempat pakan dan tempat minum dilakukan sebelum diberikan pakan dan
minum baru, dengan cara membuang pakan sisa dan membersihkannya . Pembersihan bak
tempat pakan dilakukan oleh anak kandang dan mahasiswa praktik kerja. Alat-alat yang
digunakan yaitu sekop, sapu lidi, trolly dan timbangan. Cara membersihkan bak tempat pakan
yaitu sisa pakan di dalam bak tempat pakan dimasukan ke dalam trolly menggunakan sekop
dan ditimbang kemudian sisanya dibuang ke tempat pembuangan feses. Menurut Sugeng
(1998) bahwa semua peralatan kandang seperti tempat pakan, dan tempat air minum harus
Pembersihan bak tempat minum dilakukan oleh anak kandang dan mahasiswa praktik
kerja. Alat yang digunakan berupa ember untuk membuang sisa air yang terdapat pada bak
tempat minum. Pembersihan bak tempat minum dilakukan setelah pemberian pakan. Cara
membersihkan bak tempat minum yaitu sisa-sisa pakan ataupun kotoran didalam bak tempat
minum diambil menggunakan tangan, bak tempat minum dikuras. Setelah bak tempat minum
bersih, kran dinyalakan hingga air memenuhi bak tempat minum. Hal tersebut sesuai dengan
pendapat Febrianthoro (2015) bahwa pengontrolan dan pembersihan tempat air dilakukan
setelah pemberian pakan, agar air minum tidak tercampur dengan pakan sehingga
peternakan termasuk peternakan sapi potong. Pemberian pakan yang berkualitas dengan
kuantitas yang memadai sesuai dengan kebutuhannya menjadi hal yang mutlak untuk
dilakukan. Hal ini formulasi ransum sapi potong dari sejumlah bahan pakan yang
tersedia merupakan aspek yang sangat vital khususnya dalam rangka menyeimbangan
kandungan energi dan protein pakan, tentunya tanpa mengecilkan peran nutrien lainnya.
Adanya suatu nutrien sebagai factor pembatas (limiting factor) menyebabkan produktifitas
Pemberian pakan dilakukan sebanyak dua kali sehari. Pemberian pakan di Loka
Penelitian Sapi Potong dibagi menjadi dua yaitu pakan untuk penilitian yang dilakukan oleh
penanggung jawab kegiatan dan pakan untuk hidup pokok. Pakan yang diberikan di Loka
Penelitian Sapi Potong menggunakan teknologi pakan yang minimalis dan ekonomis yang
difokuskan pada nutrien minimal dan bahan dari produk samping pertanian. Pemberian pakan
dilakukan setelah pembersihan kandang, tempat pakan maupun tempat minum selesai.
Pemberian pakan pagi hari dimulai pada pukul 07.30 WIB. Pemberian pakan dilakukan
secara manual dengan tenaga manusia oleh anak kandang dan mahasiswa praktik kerja,
menggunakan bantuan trolly untuk mengangkut karung-karung yang berisi pakan. Pakan
konsentrat diberikan terlebih dahulu, kemudian rumput gajah. Hal tersebut sesuai dengan
pendapat Siregar (2007) bahwa pemberian konsentrat dapat dilakukan 2 kali dalam sehari
atau 3 kali dalam sehari. Pemberian pakan pada pagi hari lebih banyak dibandingkan sore
hari. Bahan pakan yang masuk ke gudang pakan Loka Penelitian Sapi Potong dapat dilihat
pada Tabel 3.
2. Rumput gajah 75 kg
3. Konsentrat 100 kg
Konsentrat adalah pakan yang memiliki nilai protein dan energi yang tinggi dengan
kadar PK 18%. Pada ternak yang digemukkan, semakin banyak konsentrat dalam pakannya
akan semakin baik asalkan konsumsi serat kasar tidak kurang dari 15 % BK pakan. Oleh
karena itu banyaknya pemberian konsentrat dalam formula pakan harus terbatas agar ternak
tidak terlau gemuk (Siregar, 2002). Pemberian konsentrat dilakukan sebelum ternak diberi
hijauan, sehingga dapat meningkatkan kecernaan bahan kering dan bahan organik karena
konsentrat yang relatif banyak mengandung pati sebagian besar sudah dicerna oleh
mikroorganisme rumen pada saat hijauan mulai masuk ke dalam rumen. Konsenstrat yang
dipakai adalah konsentrat yang pertama datang ke gudang pakan (Gambar 5). Konsentrat
yang diberikan sebanyak 4 kg per ekor sapi. Jika anggaran di Loka Penelitian Sapi Potong
sedang dalam keadaan krisis, maka ternak sapi tidak diberikan konsentrat tetapi diganti
dengan Indigofera sp. Konsumsi pakan di kandang B4 dengan perhitungan per ekornya selalu
habis dan dapat dilihat pada Tabel 4 dan Komposisi konsentrat yang diberikan dapat dilihat
pada Tabel 5
Hijauan yang biasa diberikan pada sapi berupa Indigofera sp, rumput gajah, serta daun
lamtoro. Hijauan berasal dari kebun Sumberagung dan kebun Gratitunon milik Loka
Penelitian Sapi Potong, jika hijauan dari kebun kurang atau kebun dalam perbaikan, Loka
Penelitian Sapi Potong membelinya dari petani-petani sekitar. Produksi hijauan dari kebun
terdiri dari rumput gajah ±4500 kg/hari, indigofera sp. ±900 kg/hari, serta daun lamtoro
±200 kg/hari. Rata-rata pemberian pakan hijauan untuk setiap ekor sapi yaitu 3 kg/hari.
Hijauan segar yang diberikan di Loka Penelitian Sapi Potong yaitu rumput gajah.
Menurut Pramono (2016) rumput gajah (Pennisetum purpureum) adalah tanaman yang
dapat tumbuh di daerah dengan minimal nutrisi. Tanaman ini dapat memperbaiki kondisi
tanah yang rusak akibat erosi. Tanaman ini juga dapat hidup pada tanah kritis dimana
tanaman lain tidak dapat tumbuh dengan baik. Rumput gajah yang diberikan untuk
kandang koloni yaitu rumput yang masih utuh belum dicacah (Gambar 6).
Sapi diberi pakan berupa jerami padi yang biasanya di isi setiap 3-4 hari sekali..
Siregar (2000) menyatakan bahwa jerami padi merupakan limbah pertanian yang potensial
dan mudah diperoleh, dan dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak, khususnya ternak
ruminansia. Dijelaskan lebih lanjut bahwa pemberian jerami padi ke dalam ransum dalam
jumlah banyak akan mengurangi biaya pakan dan dapat mempertahankan kondisi sapi yang
digemukkan dengan sistem feedlot. Pemberian jerami padi diberikan secara ad libitum.
Pemberian pakan menurut Santosa (2000) ada dua cara yaitu ad libitum, diberikan
dalam jumlah yang selalu tersedia dan restricted yaitu pemberian pakan yang dibatasi.
Selanjutnya dinyatakan bahwa cara pemberian ad libitum sering kali tidak efisien karena akan
menyebabkan bahan pakan banyak terbuang dan bahan pakan yang tersisa akan menjadi
busuk sehingga tumbuh jamur yang dapat membahayakan ternak. Pemberian jerami padi
untuk kandang koloni menggunakan truk atau secara hand feeding yaitu dengan cara
diturunkan di depan kandang dan membaginya dalam tempat pakan secara merata sesuai
jatah per pen setiap kandang Pemberian pakan tersebut sesuai dengan pendapat Siregar
(2007) bahwa pemberian pakan yang baik adalah pemberian pakan secara langsung (hand
Jerami yang diturunkan di depan kandang kemudian dimasukan ke dalam bank pakan.
Bank pakan berfungsi untuk menyimpan stok jerami yang akan diberikan pada sapi.
Keuntungan dengan ketersediaan pakan dalam bank pakan yaitu memaksa ternak untuk
”mau” mengkonsumsi bahan pakan yang belum umum digunakan oleh peternak, tersedia
melimpah, dan kurang disukai ternak, penggunaan pakan kualitas baik (misalnya rumput
segar) atau pakan tambahan dapat dihemat, mengurangi terjadinya risiko perebutan pakan
kualitas baik, dan peternak leluasa untuk mangatur waktu pemberian pakan, bahkan ternak
dapat ditinggal beberapa hari apabila air minum dan pakan telah dipersiapkan sebelumnya.
Pemberian air minum dilakukan secara ad libitum, hal tersebut sesuai dengan
pernyataan Siregar (2000) yang menyatakan bahwa untuk air minum sapi sebaiknya
disediakan air minum secara ad libitum dan yang bersih pada tempat air minum. Tempat air
minum yang digunakan di Loka Penelitian Sapi Potong berupa persegi dengan adanya saluran
untuk mengisi air. Pemberian air minum dilakukan oleh anak kandang dan mahasiswa praktik
kerja dengan cara menyalakan kran pada bak tempat air minum. Pemberian pakan dan
konsumsi air minum harus seimbang, oleh karena itu perlu diperhatikan pemberian air minum
pada ternak. Menurut Syafrial (2007) bahwa ketersediaan air minum untuk ternak sapi adalah
hal yang tidak kalah penting diperhatikan. Kebutuhan air minum bagi sapi sebanyak 20 – 40
Menurut Sugeng (1998) kebutuhan air pada ternak tergantung beberapa faktor antara
lain yaitu kondisi iklim, jenis bangsa sapi, umur dan pakan yang diberikan.Tempat air minum
terbuat dari beton sama seperti tempat pakan. Tempat air minum dibuat cekung, agar
memudahkan ternak dalam hal meminum. Air yang diambil sebagai air minum untuk ternak-
ternak berasal dari sumber mata air milik Perusahaan. Menurut Siregar (2007) bahwa
kebutuhan air per hari untuk sapi adalah 3-6 liter per 1 kg pakan kering yang dikonsumsi.
teknisi kesehatan kandang percobaan dengan keliling menyusuri setiap kandang. Jika ada
ternak yang mengalami gangguan kesehatan segera ditangani oleh teknisi (Gambar 7).
Penyakit yang sering diderita oleh ternak di Loka Penelitian Sapi Potong adalah malnutrisi
atau kekurangan nutrisi, lesi, diare, serta demam. Kekurangan nutrisi disebabkan karena
ternak hanya mengkonsumsi hijauan dan jerami saja sehingga kebutuhan nutriennya kurang
tercukupi. Diare biasanya banyak diderita oleh pedet akibat kurang mampu beradaptasi
dengan pakan yang diberikan. Gejala klinis penyakit diare antara lain ternak telihat lemas,
feses yang keluar dari anus cair, dan apabila tidak segera ditangani maka dapat menimbulkan
kematian. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Indraningsih (2013) bahwa diare merupakan
gejala klinis yang sering dijumpai pada peternakan sapi potong baik pada induk, jantan
maupun pedet. Ternak sapi yang sakit dan sudah ditangani apabila tidak membaik dan
semakin parah, maka ternak akan dipotong paksa sesuai dengan instruksi dan biasanya
Perawatan dan pengobatan pada ternak sapi memerlukan pertimbangan dari berbagai
segi, baik dari segi penyakit (ringan, tidak menular, atau menular) maupun dari segi
ekomomis. Dilihat dari segi ekonomi, ketika biaya pengobatan jauh lebih besar dari pada
penjualan ternaknya, lebih baik ternak tersebut di jual lebih awal dengan catatan tidak
membahayakan konsumen. Faktor yang erat kaitannya dengan kesehatan ternak menurut
Murtidjo (1990) adalah tata laksana pemeliharaan, pemberian pakan, keturunan, isolasi atau
Bobot badan seekor sapi hanya dapat diketahui secara tepat melalui penimbangan,
namun dalam situasi dan kondisi tertentu, terutama pada kondisi peternakan rakyat jarang
atau tidak terdapat alat timbangan sapi. Oleh karena itu diperlukan cara lain yang dianggap
lebih praktis untuk mengestimasi berat badan dewasa sapi sebagai salah satu kriteria
seleksi ternak. Salah satu cara untuk memperoleh proyeksi berat badan sapi adalah
menggunakan ukuran tubuh. Penimbangan bobot badan sapi di Loka Penelitian Sapi Potong
menggunakan alat timbangan portable dan timbangan elektronik tergantung letak kandang.
Penimbangan bertujuan untuk mengetahui bobot badan sapi sehingga dapat diatur
kebutuhan pakan sapi tersebut dan mengelompokan sapi berdasarkan bobot badan dan bangsa
ternak. Penimbangan bobot badan sapi di Loka Penelitian Sapi Potong biasa dilakukan tiga
bulan atau empat bulan sekali untuk memantau pertambahan bobot badan sapi.
Pengukuran vital statistik yaitu pengukuran linear tubuh ternak. Ukuran tubuh yang
dapat digunakan untuk memproyeksikan berat badan adalah tinggi gumba (TG), panjang
badan (PB) dan lingkar dada (LD) serta penimbangan secara langsung menggunakan
timbangan (Gambar 8 dan 9). Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Putra (2014) yang
menyatakan bahwa metode pengukuran data vital ternak dilakukan sesuai petunjukyaitu
sebagai berikut: (1) data berat badan (kg) diperoleh dengan cara menimbang berat hidup
ternak pada timbangan ternak dengan posisi ternak tegak lurus dengan bidang datar;
(2) data panjang badan (cm) diperoleh dengan cara me–ngukur jarak antara sendi bahu (later
tuberosity of humerus) sampai ke tepi belakang tulang pelvis dengan menggunakan tongkat
ukur; (3) data tinggi gumba (cm) diperoleh dengan menggunakan tongkat ukur dari bagian
pundak sampai ke permukaan tanah mengikuti garis tegak lurus; dan (4) data lingkar dada
(cm) diperoleh dengan cara melingkarkan pita ukur mengikuti lingkar dada atau tubuh di
belakang bahu.
Nugraha (2015) juga berpendapat bahwa Variabel yang diamati yaitu mengukur
1. Lingkar dada (LD) diukur secara melingkar di belakang gumba atau di belakang Os
tapis (tuber ischii) diukur dengan menggunakan alat berupa mistar dinyatakan dalam
cm.
3. Tinggi badan (TB) diukur jarak tegak lurus dari punggung atau belakang gumba sampai
ketanah atau lantai diukur dengan menggunakan tongkat ukur dinyatakan dalam cm.
4. Tinggi pinggul (TP) diukur jarak tegak lurus dari titik tertinggi pada os sacrum pertama
sampai ke tanah diukur dengan menggunakan tongkat ukur dinyatakan dalam cm.
Diskusi dilakukan ketika waktu senggang saat jam kerja berlangsung maupun dalam
keadaan istirahat, baik dengan manajer, supervisor, maupun anak kandang untuk mendukung
kegiatan praktik kerja serta mengevaluasi semua kegiatan yang dilakukan. Adapun diskusi
lain yang sering dilakukan dengan anak kandang pada saat melakukan aktivitas di lapangan
maupun saat istirahat yang sangat berguna dalam menambah pengetahuan tentang kegiatan
yang dilakukan pada saat praktek kerja. Kegiatan diskusi sangat berguna bagi mahasiswa
praktik kerja, selain untuk data penyusunan laporan juga banyak sekali pengetahuan dan
Presentasi dilakukan setelah semua kegiatan praktik kerja selesai. Presentasi bertujuan
untuk memaparkan semua kegiatan yang dilakukan di Loka Penelitian Sapi Potong.
Presentasi dihadiri oleh kepala dari Loka Penelitian Sapi Potong, peneliti, teknisi maupun
mahasiswa dari universitas lain. Setiap mahasiswa yang presentasi diwajibkan memberikan
saran dan kritik tentang Loka Penelitian Sapi Potong untuk dijadikan bahan evaluasi.
IV. PENUTUP
4.1 Kesimpulan
1. Total sapi yang berada pada kandang B4 ada 29 ekor yaitu terdiri dari dua bangsa,
2. Kandang yang digunakan yaitu kandal koloni Litbangtan yang memiliki bank
pakan.
3. Pemberian pakan dilakukan 1 kali sehari, yaitu pukul 7.30 pemberian konsentrat
dan pukul 9.30 pemberian hijauan dengan masing-masing berat konsentrat 100kg
mengkonsumsi sekitar 3,4 kg dan hijauan sebanyak 75kg dengan rata-rata 2,5 kg
4.2 Saran
Abidin, Z. 2008. Penggemukan Sapi Potong Cetakan XII. Jakarta: Agromedia Pustaka.
Gonggo, B. M., Hermawan, B., Anggraeni, D,. 2005. “Pengaruh Jenis Tanaman
Penutup dan Pengolakan Tanah terhadap Sifat Fisika Tanah pada Lahan Alang-
Alang”. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia. Vol. 7 (1) : 44-55.
Hanif, Hano. 2016. “Peran Kandang Sistem Komunal Ternak Sapi Potong Terintegrasi
Limbah Pertanian Dalam Mendukung Kedaulatan Pangan Di Yogyakarta”. Agros. Vol.
18 (2) : 126-133.
Hendarto, E. 2011. “Dimensi Lingkungan Tata Ruang pada Peternakan Sapi Perah Rakyat di
Kabupaten Banyumas Provinsi Jawa Tengah”. Desertasi. Tidak dipublikasikan.
Program Doktor Ilmu Lingkungan. Program Pascasarjana. Universitas Diponegoro.
Semarang.
Indraningsih, S.Y. 2013. Identifikasi Penyebab Kematian Sapi Potong Dalam Program Psds-
K Di Jawa Tengah. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner.
Istiqomah, Lusty. 2007. “Kemajuan Genetik Sapi Lokal Berdasarkan Seleksi dan Perkawinan
Terpilih”. JITV. Vol. 3 (2).
Jayanegara, Anuraga. 2014. “Evaluasi Pemberian Pakan Sapi Perah Laktasi Menggunakan
Standar Nrc 2001: Studi Kasus Peternakan Di Sukabumi”. Jurnal Litbang Pertanian.
Vol. 2 (1).
Mumu, Muhamad Ilyas. 2009. “Viabilitas Semen Sapi Simental yang Dibekukan
Menggunakan Krioprotektan Gliserol”. Jurnal Agroland. Vol. 16 (2) : 172-179.
Pramono, Catur. 2016. ” Performa Mesin Pencacah Rumput Gajah Dengan Daya 0,25 Hp”.
Prosiding SNST ke-7. Fakultas Teknik Universitas Wahid Hasyim Semarang
Putra, Widya Pintaka Bayu., Sumadi., dan Tety Hartatik. 2014. “Pendugaan Bobot Badan
Pada Sapi Aceh Dewasa Menggunakan Dimensi Ukuran Tubuh”. JITP. Vol. 3 (2).
Saparinto, C. dan P. Yulianto. 2013. Penggemukan Sapi Potong Hari per Hari Cetakan
ke-3. Bogor: Penebar Swadaya.
Sarwono, B dan H. B. Arianto., 2002. Penggemukan Sapi Potong Secara Cepat. Jakarta:
Penebar Swadaya. Hal 29, 32 & 83..
Siregar, B.S. 2000. Penggemukan Sapi potong cetakan kelima. Jakarta: Penebar Swadaya.
Suharyati, Sri dan Madi Hartono. 2016. “Pengaruh Manajemen Peternak Terhadap Efesiensi
Reproduksi Sapi Bali Di Kabupaten Pringsewu Provinsi Lampung”. Jurnal Penelitian
Pertanian Terapan. Vol. 16 (1) : 61-67.
Sukamta. 1994. Rancang Bangun Alat Pencacah Hijauan Pakan Ternak, Jurusan Mekanisasi
Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, UGM. Yogyakarta.
Susanti, Indria., M. Nur Ihsan., dan Sri Wahjuningsih. 2015. “Pengaruh Bangsa Pejantan
Terhadap Pertumbuhan Pedet Hasil IB Di Wilayah Kecamatan Bantur Kabupaten
Malang”. Jurnal Ternak Tropika. Vol. 16 (1) : 41-47.