Anda di halaman 1dari 23

I.

PENDAHULUAN

1.1 Lokasi/ Letak Geografis

Loka Penelitian Sapi Potong terletak di Desa Ranuklindungan, Kecamatan Grati,

Kabupaten Pasuruan. Lokasi Loka Penelitian Sapi Potong merupakan dataran rendah yang

tidak jauh dari pesisir pantai yaitu berjarak ± 8 km dengan ketinggian wilayah ± 9 m di atas

permukaan air laut. Loka Penelitian Sapi Potong tidak jauh dari Kabupaten Probolinggo

yakni bisa ditempuh dalam waktu 30 menit. Loka Penelitian Sapi Potong memiliki batas-

batas wilayah sebagai berikut :

Wilayah Utara : Desa Sumberayar

Wilayah Barat : Desa Sumberagung

Wilayah Timur : Desa Sumberdawesari

Wilayah Selatan : Desa Gratitunon.

Sapi potong yang dipelihara di Loka Penelitian Sapi Potong yaitu sapi lokal Peranakan

Ongole (PO), sapi Madura, sapi Bali, sapi Poba (PO Bali), sapi Galekan, sapi Jabres, dan sapi

Rambon. Suhu di Loka Penelitian Sapi Potong yaitu ± 28oC-32oC dengan curah hujan 800-

1500 mm/tahun dan kelembaban berkisar 60%-70%. Kecamatan Grati mempunyai wilayah

geografis berupa dataran rendah, dengan rata-rata ketinggian 0 – 100 m dari permukaan air

laut. Terbentang pada 7,30’- 8,30’ Lintang Selatan dan 112°30’ - 113°30’ Bujur Timur

(Wikipedia, 2019)

1.2 Riwayat Usaha/ Sejarah Perusahaan

Loka Penelitian Sapi Potong merupakan Unit Pelaksana Teknis Badan Litbang

Pertanian yang dibentuk pada tahun 2002, berada dibawah dan bertanggung jawab langsung

kepada Puslitbang Peternakan sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Pertanian

No.72/Kpts/OT.210/1/2002. Lembaga pemerintahan yang mengolah peternakan ini adalah

Kementrian Pertanian Subsektor. Sejarah kantor Loka Penelitian Sapi Potong telah berdiri
sejak tahun 1949. Instasi ini beberapa kali mengalami perubahan organisasi maupun tugas

pokok dan fungsinya.

Tahun 1949-1950, pertama kali didirikan di Mojokerto dengan nama Balai Peternakan.

Tahun 1950 dipindahkan ke Grati dengan nama baru yaitu Balai Peternakan Oemoem (BPO)

yang kegiatan utamanya yaitu pembibitan ayam ras dan menyelenggarakan penyuluhan.

Tahun 1952-1961, BPO berganti nama menjadi Balai Penyelidikan Peternakan (BPP) dengan

tugas utama menyelidiki pengolahan dan pengawetan susu (keju, mentega, yoghurt dan lain-

lain). Tahun 1961-1966, BPP memiliki nama baru yaitu Lembaga Penelitian Peternakan

(LPP) cabang Grati. Tugas utama LPP yaitu melakukan penelitian untuk memecahkan

masalah-masalah peternakan di Jawa Timur dan di daerah Indonesia bagian Timur. Tahun

1966-1968, terkait dengan kondisi politik waktu itu, terjadi kesulitan dana, fasilitas dan

keterbatasan tenaga peneliti, LPP berganti nama menjadi Lembaga Peternakan cabang Grati.

Tugas pokoknya juga berubah bukan lagi penelitian melainkan sebagai institusi penyediaan

dan pengadaan sumber bibit ternak dan rumput untuk Indonesia bagian Timur.

Tahun 1968-1980, ketika masih menjadi Lembaga Peternakan cabang Grati, kegiatan-

kegiatan yang dirasakan kurang efektif sehingga namanya dikembalikan lagi menjadi

Lembaga Penelitian Peternakan (LPP) cabang Grati dengan fungsi yang baru yaitu

melakukan kegiatan penelitian sesuai dengan program yang diberikan oleh Lembaga

Penelitian Peternakan Bogor. Tahun 1980-1995, berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian

No.861/Kpts/ORG/12/1980 tertanggal 2 Desember 1980, Lembaga Penelitian Peternakan

cabang Grati ditetapkan sebagai Sub Balai Penelitian (Sub Balitnak) Grati, yang

disempurnakan lagi dengan Surat Keputusan Menteri Pertanian No.613/Kpts/OT.210/B/1984

tertanggal 16 Agustus 1984. Sub Balitnak merupakan institusi yang menjadi kepanjangan

tangan dari Balai Penelitian Ternak (Balitnak) di Ciawi, Bogor yang berada di Jawa Timur.
Selain Sub Balitnak Grati, terdapat pula Sub Balitnak di Klepu (Jawa Tengah), Sei Putih (

Sumatera Utara), Gowa (Sulawesi Selatan) dan Lili, Kupang (Nusa Tenggara Timur).

Tahun 1995 terjadi perubahan induk organisasi yang menaungi dari Balai Penelitian

Ternak menjadi Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur. Perubahan tersebut

mengakibatkan nama Sub Balitnak berubah menjadi Instalasi Penelitian dan Pengkajian

Teknologi Pertanian (IPPTP) Garti dengan mandat penelitian dan pengkajian bidang

peternakan. Tahun 2002 hingga sekarang, perubahan induk organisasi kembali terjadi pada

awal tahun 2002, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No.72/Kpts/OT.210/2002

Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian (IPPTP) berubah menjadi Loka

Penelitian Sapi Potong (Lolit Sapi Potong). Lolit Sapi Potong merupakan unit pelaksana

teknis Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian yang secara organisatoris berada

dibawah dan bertanggung jawab langsung kepada Pusat Penelitian dan Pengembangan

Peternakan di Bogor (Web Lolit Sapi Potong, 2019)

1.3 Tugas Pokok dan Fungsi Loka Penelitian Sapi Potong

Berdasarkan surat keputusan Menteri Pertanian No.72/Kpts/OT.210/1/2002 tugas

pokok Loka Penelitian Sapi Potong adalah melaksanakan penelitian sapi potong dengan

mandat nasional. Salah satu tujuan pemeliharaan sapi potong di Loka Penelitian Sapi Potong

adalah menghasilkan bibit sapi yang unggul. Tugas pokok dan fungsi Loka Penelitian Sapi

Potong adalah :

1. Melaksanakan eksplorasi, evaluasi, pelestarian dan pemanfaatan plasma nutfah sapi

potong

2. Melaksanakan penelitian pemuliaan, reproduksi dan nutrisi sapi potong

3. Melaksanakan penelitian komponen teknologi sistem dan usaha agribisnis sapi potong

4. Memberikan pelayanan teknik budidaya sapi potong


5. Menyiapkan kerjasama, informasi dan dokumentasi serta penyebarluasan dan

pendayagunaan hasil-hasil penelitian sapi potong

6. Melaksanakan urusan tata usaha dan rumah tangga

1.4 Visi dan Misi

Visi Loka Penelitian Sapi Potong yaitu menjadi lembaga penelitian sapi potong

terkemuka dalam mewujudkan Sistem Pertanian Bio-Industri Tropika Berkelanjutan. Misi

Loka Penelitian Sapi Potong yaitu sebagai berikut :

1. Menghasilkan inovasi teknologi sapi potong tropika unggul berdaya saing

mendukung pertanian bioindustri.

2. Mengembangkan inovasi sapi potong tropika unggul dalam rangka peningatan

penguasaan sains dan teknologi (scientic recognition) dan pemanfaatannya dalam

pembangunan pertanian Bio-industri (impact recognition).


II. METODE

2.1 Materi

Materi yang digunakan pada praktik kerja, yaitu sebagai berikut :


1. Sapi

Sapi potong Madura yang berjumlah 239 ekor .

2. Pakan

Pakan yang diberikan adalah hijauan segar berupa rumput gajah, konsentrat dan

jerami.

3. Air minum

Air minum diberikan secara adlibitum, terdapat pipa menyalurkan air ke tempat minum.

Setiap pagi air diisi ¾ bagian dari tempat minum..

4. Obat-obatan

Obat-obatan terdiri dari antibiotik, vitamin, obat semprot anti lalat, dan obat cacing.

5. Bangunan

Bangunan meliputi dua tipe kandang yaitu kandang kelompok dan kandang individu,

laboratorium, bangunan kantor satu unit, timbangan sapi, gudang pakan, mess, gedung serba

guna dan pos jaga.

6. Peralatan

Peralatan kandang yang digunakan antara lain sekop, trolley, selang, sapu lidi,

timbangan, scanner, ear tag, alat tulis, sepatu boots, metline, peralatan obat-obatan. Peralatan

gudang yang digunakan antara lain timbangan manual, trolley, karung, tali rafia, chopper,

sekop.

2.2 Cara Kerja


Pelakasanaan Praktik kerja terdiri atas kegiatan rutin, insidental maupun kegiatan

penunjang dimulai dari pukul 07.30 WIB sampai dengan 16.00 WIB.
2.2.1 Kegiatan Rutin
1. Pembersihan tempat pakan dan tempat minum.

2. Pembersihan kandang

3. Pemberian pakan dan air minum.

4. Pemeriksaan kesehatan.

2.2.2 Kegiatan Insidental


1. Pengukuran vital statistik.

2. Penanganan limbah

3. Pendataan sapi culling

4. Pemberian Identitas Pedet

5. Penanaman Rumput Gajah

6. Pemeriksaan Kebuntingan

2.2.3 Kegiatan Penunjang


1. Diskusi

2.3 Waktu dan Tempat


Praktik kerja dilaksanakan pada tanggal 21 Januari sampai dengan 18 Februari 2019 di

Loka Penelitian Sapi Potong yang bertempat di Desa Ranuklindungan, Kecamatan Grati,

Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur.


III. KEGIATAN DAN PEMBAHASAN

3.1 Kegiatan Rutin


Kegiatan rutin merupakan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus setiap harinya

oleh tenaga kerja agar terciptanya kondisi yang sesuai untuk ternak.

Kegiatan rutin meliputi, tempat pakan dan tempat minum, pemberian pakan dan air minum

serta pemeriksaan kesehatan. Kegiatan rutin dilaksanakan mulai pukul 07.30 sampai 16.00

WIB setiap harinya.

3.1.1 Pembersihan Kandang, Tempat Pakan dan Tempat Minum


Sapi madura yang berada di Loka Penelitian Sapi Potong hanya ditempatkan di

kandang koloni saja tidak pada kandang koloni. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan

Rasyid (2007) yang menyatakan bahwa tipe kandang berdasarkan bentuk dan fungsinya

terdiri atas kandang individu dan kandang koloni.

Kandang koloni (komunal) atau kandang kelompok merupakan model kandang dalam

suatu ruangan kandang yang didalamnya ditempatkan beberapa ekor ternak, secara bebas dan

tanpa diikat. Model Kandang koloni di Loka Penelitian Sapi Potong merupakan model

Litbangtan (Gambar 1). Keuntungan kandang koloni diantaranya efisiensi tenaga kerja,

meningkatkan jumlah pedet (calf crop), memperpendek calving interval, efisiensi tempat,

ramah lingkungan dan efisiensi pejantan. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Hanafi

(2016) yang menyatakan bahwa kandang koloni berfungsi sebagai tempat perkawinan dan

pembesaran anak sampai disapih, atau digunakan sebagai kandang pembesaran maupun

penggemukan. Perkandangan model kelompok atau koloni diharapkan dapat meningkatkan

keberhasilan reproduksi dan efisiensi penggunaan tenaga kerja. Kelemahan kandang koloni

adalah pertumbuhan ternak lebih lambat dan memerlukan tenaga yang lebih dalam

penanganan. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Abidin (2008) bahwa pertumbuhan sapi di

kandang koloni relatif lebih lambat dibandingkan di kandang individu karena ada energi yang
terbuang akibat gerakan sapi yang lebih leluasa, kebersihan kandang memerlukan perhatian

ekstra, karena kotoran dan urin sapi akan segera terinjak oleh sapi lainnya.

Gambar 1. Kandang Koloni

Pembersihan kandang koloni di Loka Penelitian Sapi Potong dilakukan apabila feses

sudah mencapai bagian lutut sapi atau sekitar sudah mencapai 30 cm. Pembersihan kandang

koloni dilakukan 1 minggu sekali, apabila musim hujan dan ± 2-3 bulan sekali apabila musim

kemarau. Feses dan urine pada kandang kelompok tidak dibersihkan setiap hari untuk

menghemat tenaga kerja, selain itu feses dan urine bisa langsung digunakan untuk kompos

dengan cara dialirkan melalui selokan menuju tempat pengolahan limbah. Limbah yang tidak

digunakan komposnya, di proses di pengolahan limbah. Semua limbah di lepas ke alam

dikarenakan limbah tersebut aman karena sudah di fermentasi oleh fermentasi limbah

sederhana menggunakan teknologi penanganan limbah. Pembersihan kandang kelompok

biasa dilakukan secara dengan menggunakan air bertekanan tinggi, sekop, serta serokan

(Gambar 2). Feses yang menumpuk di kandang kelompok diberi lapisan jerami dibagian

pojok kandang untuk sapi tidur atau berbaring.


Gambar 2. Pembersihan Kandang Koloni
Kandang dilengkapi dengan tempat pakan dan minum terbuat dari semen yang letaknya

berdampingan. Tempat pakan ini digunakan untuk dua macam pakan

secara bergantian yaitu hijauan dan konsentrat. Sementara pada masing-masing tempat

minum dilengkapi dengan keran sehingga mempermudah dalam pengisian

air. Tempat pakan memiliki ukuran 6 m × 0,63 m (Gambar 3). Tempat minum memiliki

ukuran 1,41 x 0,8 m, dengan kedalaman masing-masing 0,35 m (Gambar 4). Tempat pakan

dan minum terbuat dari tembok beton sehingga memudahkan ternak untuk mengkonsumsi

pakan dan air minum. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Hendarto (2011) bahwa tempat

pakan dapat berupa bak dari tembok beton maupun dari susunan bambu dan tempat pakan

dari beton umunya berbentuk persegi empat. Tabel 1. Ukuran Tempat Pakan dan Minum

Ukuran Panjang Lebar Kedalaman

Tempat Pakan 6m 0,96 m 33 cm

Tempat Minum 1,41 m 0,80 m 35 cm


Gambar 3. Tempat Pakan Gambar 4. Tempat Minum

Pembersihkan tempat pakan dan tempat minum dilakukan sebelum diberikan pakan dan

minum baru, dengan cara membuang pakan sisa dan membersihkannya . Pembersihan bak

tempat pakan dilakukan oleh anak kandang dan mahasiswa praktik kerja. Alat-alat yang

digunakan yaitu sekop, sapu lidi, trolly dan timbangan. Cara membersihkan bak tempat pakan

yaitu sisa pakan di dalam bak tempat pakan dimasukan ke dalam trolly menggunakan sekop

dan ditimbang kemudian sisanya dibuang ke tempat pembuangan feses. Menurut Sugeng

(1998) bahwa semua peralatan kandang seperti tempat pakan, dan tempat air minum harus

dibersihkan setiap hari untuk menjaga kesehatan ternak.

Pembersihan bak tempat minum dilakukan oleh anak kandang dan mahasiswa praktik

kerja. Alat yang digunakan berupa ember untuk membuang sisa air yang terdapat pada bak

tempat minum. Pembersihan bak tempat minum dilakukan setelah pemberian pakan. Cara

membersihkan bak tempat minum yaitu sisa-sisa pakan ataupun kotoran didalam bak tempat

minum diambil menggunakan tangan, bak tempat minum dikuras. Setelah bak tempat minum

bersih, kran dinyalakan hingga air memenuhi bak tempat minum. Hal tersebut sesuai dengan

pendapat Febrianthoro (2015) bahwa pengontrolan dan pembersihan tempat air dilakukan

setelah pemberian pakan, agar air minum tidak tercampur dengan pakan sehingga

menyebabkan air minum menjadi kotor.


Tabel 2. Ukuran Kandang

Ukuran Panjang Lebar Luas

Kandang koloni B4 6m 7,78 m 48,68 m

3.1.2 Pemberian Pakan dan Air Minum


Pakan merupakan salah satu aspek yang sangat urgen dalam keberhasilan suatu usaha

peternakan termasuk peternakan sapi potong. Pemberian pakan yang berkualitas dengan

kuantitas yang memadai sesuai dengan kebutuhannya menjadi hal yang mutlak untuk

dilakukan. Hal ini formulasi ransum sapi potong dari sejumlah bahan pakan yang

tersedia merupakan aspek yang sangat vital khususnya dalam rangka menyeimbangan

kandungan energi dan protein pakan, tentunya tanpa mengecilkan peran nutrien lainnya.

Adanya suatu nutrien sebagai factor pembatas (limiting factor) menyebabkan produktifitas

menjadi terbatasi oleh factor tersebut (Jayanegara, 2014).

Pemberian pakan dilakukan sebanyak dua kali sehari. Pemberian pakan di Loka

Penelitian Sapi Potong dibagi menjadi dua yaitu pakan untuk penilitian yang dilakukan oleh

penanggung jawab kegiatan dan pakan untuk hidup pokok. Pakan yang diberikan di Loka

Penelitian Sapi Potong menggunakan teknologi pakan yang minimalis dan ekonomis yang

difokuskan pada nutrien minimal dan bahan dari produk samping pertanian. Pemberian pakan

dilakukan setelah pembersihan kandang, tempat pakan maupun tempat minum selesai.

Pemberian pakan pagi hari dimulai pada pukul 07.30 WIB. Pemberian pakan dilakukan

secara manual dengan tenaga manusia oleh anak kandang dan mahasiswa praktik kerja,

menggunakan bantuan trolly untuk mengangkut karung-karung yang berisi pakan. Pakan

konsentrat diberikan terlebih dahulu, kemudian rumput gajah. Hal tersebut sesuai dengan

pendapat Siregar (2007) bahwa pemberian konsentrat dapat dilakukan 2 kali dalam sehari
atau 3 kali dalam sehari. Pemberian pakan pada pagi hari lebih banyak dibandingkan sore

hari. Bahan pakan yang masuk ke gudang pakan Loka Penelitian Sapi Potong dapat dilihat

pada Tabel 3.

Tabel 3. Bahan Pakan yang diberikan pada sapi di kandang B4


No Bahan Pakan Jumlah

1. Jerami padi ad libitum

2. Rumput gajah 75 kg

3. Konsentrat 100 kg

Gambar 5. Gudang Pakan

Konsentrat adalah pakan yang memiliki nilai protein dan energi yang tinggi dengan

kadar PK 18%. Pada ternak yang digemukkan, semakin banyak konsentrat dalam pakannya

akan semakin baik asalkan konsumsi serat kasar tidak kurang dari 15 % BK pakan. Oleh

karena itu banyaknya pemberian konsentrat dalam formula pakan harus terbatas agar ternak

tidak terlau gemuk (Siregar, 2002). Pemberian konsentrat dilakukan sebelum ternak diberi

hijauan, sehingga dapat meningkatkan kecernaan bahan kering dan bahan organik karena

konsentrat yang relatif banyak mengandung pati sebagian besar sudah dicerna oleh

mikroorganisme rumen pada saat hijauan mulai masuk ke dalam rumen. Konsenstrat yang
dipakai adalah konsentrat yang pertama datang ke gudang pakan (Gambar 5). Konsentrat

yang diberikan sebanyak 4 kg per ekor sapi. Jika anggaran di Loka Penelitian Sapi Potong

sedang dalam keadaan krisis, maka ternak sapi tidak diberikan konsentrat tetapi diganti

dengan Indigofera sp. Konsumsi pakan di kandang B4 dengan perhitungan per ekornya selalu

habis dan dapat dilihat pada Tabel 4 dan Komposisi konsentrat yang diberikan dapat dilihat

pada Tabel 5

Tabel 4.Konsumsi Pakan


Hijauan Konsentrat
Pemberian 3,1 kg 1,7 kg
Konsumsi 3,1 kg 1,7 kg
Sisa 0 0

Tabel 5. Kandungan Nutrien Bahan Baku Konsentrat

No Bahan Pakan BK PK LK SK TDN Abu %dalam


ransum
(%) (%) (%) (%) (%)
1. White Pollard 89,00 16,73 3,10 4,73 81,35 6,50 10
2. Bungkil Sawit 87,385 8,567 4,50 52,00 82,61 6,26 10
3. Tumpi Jagung 92,524 14,112 0,50 21,00 48,00 6,00 48
4. Bungkil Kopra 85,430 36,381 4,90 19,82 75,04 6,51 10
5. DDGS 91,171 11,177 4,50 7,00 89,00 5,55 20
6. Kapur 98,00 100 1
7. Garam 98,00 100 1
*kandungan nutrisi campuran pakan (%) BK 88,62 , PK 14,45 , LK 2,39 , SK 19,14 , TDN 64,74

Hijauan yang biasa diberikan pada sapi berupa Indigofera sp, rumput gajah, serta daun

lamtoro. Hijauan berasal dari kebun Sumberagung dan kebun Gratitunon milik Loka

Penelitian Sapi Potong, jika hijauan dari kebun kurang atau kebun dalam perbaikan, Loka
Penelitian Sapi Potong membelinya dari petani-petani sekitar. Produksi hijauan dari kebun

terdiri dari rumput gajah ±4500 kg/hari, indigofera sp. ±900 kg/hari, serta daun lamtoro

±200 kg/hari. Rata-rata pemberian pakan hijauan untuk setiap ekor sapi yaitu 3 kg/hari.

Hijauan segar yang diberikan di Loka Penelitian Sapi Potong yaitu rumput gajah.

Menurut Pramono (2016) rumput gajah (Pennisetum purpureum) adalah tanaman yang

dapat tumbuh di daerah dengan minimal nutrisi. Tanaman ini dapat memperbaiki kondisi

tanah yang rusak akibat erosi. Tanaman ini juga dapat hidup pada tanah kritis dimana

tanaman lain tidak dapat tumbuh dengan baik. Rumput gajah yang diberikan untuk

kandang koloni yaitu rumput yang masih utuh belum dicacah (Gambar 6).

Gambar 6. Pemberian Rumput Gajah

Sapi diberi pakan berupa jerami padi yang biasanya di isi setiap 3-4 hari sekali..

Siregar (2000) menyatakan bahwa jerami padi merupakan limbah pertanian yang potensial

dan mudah diperoleh, dan dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak, khususnya ternak

ruminansia. Dijelaskan lebih lanjut bahwa pemberian jerami padi ke dalam ransum dalam

jumlah banyak akan mengurangi biaya pakan dan dapat mempertahankan kondisi sapi yang

digemukkan dengan sistem feedlot. Pemberian jerami padi diberikan secara ad libitum.

Pemberian pakan menurut Santosa (2000) ada dua cara yaitu ad libitum, diberikan

dalam jumlah yang selalu tersedia dan restricted yaitu pemberian pakan yang dibatasi.
Selanjutnya dinyatakan bahwa cara pemberian ad libitum sering kali tidak efisien karena akan

menyebabkan bahan pakan banyak terbuang dan bahan pakan yang tersisa akan menjadi

busuk sehingga tumbuh jamur yang dapat membahayakan ternak. Pemberian jerami padi

untuk kandang koloni menggunakan truk atau secara hand feeding yaitu dengan cara

mengangkat pakan yang di distribusikan ke semua kandang menggunakan truk lalu

diturunkan di depan kandang dan membaginya dalam tempat pakan secara merata sesuai

jatah per pen setiap kandang Pemberian pakan tersebut sesuai dengan pendapat Siregar

(2007) bahwa pemberian pakan yang baik adalah pemberian pakan secara langsung (hand

feeding) tanpa menggunakan alat.

Jerami yang diturunkan di depan kandang kemudian dimasukan ke dalam bank pakan.

Bank pakan berfungsi untuk menyimpan stok jerami yang akan diberikan pada sapi.

Keuntungan dengan ketersediaan pakan dalam bank pakan yaitu memaksa ternak untuk

”mau” mengkonsumsi bahan pakan yang belum umum digunakan oleh peternak, tersedia

melimpah, dan kurang disukai ternak, penggunaan pakan kualitas baik (misalnya rumput

segar) atau pakan tambahan dapat dihemat, mengurangi terjadinya risiko perebutan pakan

kualitas baik, dan peternak leluasa untuk mangatur waktu pemberian pakan, bahkan ternak

dapat ditinggal beberapa hari apabila air minum dan pakan telah dipersiapkan sebelumnya.

Pemberian air minum dilakukan secara ad libitum, hal tersebut sesuai dengan

pernyataan Siregar (2000) yang menyatakan bahwa untuk air minum sapi sebaiknya

disediakan air minum secara ad libitum dan yang bersih pada tempat air minum. Tempat air

minum yang digunakan di Loka Penelitian Sapi Potong berupa persegi dengan adanya saluran

untuk mengisi air. Pemberian air minum dilakukan oleh anak kandang dan mahasiswa praktik

kerja dengan cara menyalakan kran pada bak tempat air minum. Pemberian pakan dan

konsumsi air minum harus seimbang, oleh karena itu perlu diperhatikan pemberian air minum

pada ternak. Menurut Syafrial (2007) bahwa ketersediaan air minum untuk ternak sapi adalah
hal yang tidak kalah penting diperhatikan. Kebutuhan air minum bagi sapi sebanyak 20 – 40

liter/ekor/hari, namun sebaiknya diberikan secara adlibitum (tidak terbatas).

Menurut Sugeng (1998) kebutuhan air pada ternak tergantung beberapa faktor antara

lain yaitu kondisi iklim, jenis bangsa sapi, umur dan pakan yang diberikan.Tempat air minum

terbuat dari beton sama seperti tempat pakan. Tempat air minum dibuat cekung, agar

memudahkan ternak dalam hal meminum. Air yang diambil sebagai air minum untuk ternak-

ternak berasal dari sumber mata air milik Perusahaan. Menurut Siregar (2007) bahwa

kebutuhan air per hari untuk sapi adalah 3-6 liter per 1 kg pakan kering yang dikonsumsi.

3.1.3 Pemeriksaan Kesehatan


Loka Penelitian Sapi Potong melakukan pemeriksaan kesehatannya setiap hari oleh

teknisi kesehatan kandang percobaan dengan keliling menyusuri setiap kandang. Jika ada

ternak yang mengalami gangguan kesehatan segera ditangani oleh teknisi (Gambar 7).

Penyakit yang sering diderita oleh ternak di Loka Penelitian Sapi Potong adalah malnutrisi

atau kekurangan nutrisi, lesi, diare, serta demam. Kekurangan nutrisi disebabkan karena

ternak hanya mengkonsumsi hijauan dan jerami saja sehingga kebutuhan nutriennya kurang

tercukupi. Diare biasanya banyak diderita oleh pedet akibat kurang mampu beradaptasi

dengan pakan yang diberikan. Gejala klinis penyakit diare antara lain ternak telihat lemas,

feses yang keluar dari anus cair, dan apabila tidak segera ditangani maka dapat menimbulkan

kematian. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Indraningsih (2013) bahwa diare merupakan

gejala klinis yang sering dijumpai pada peternakan sapi potong baik pada induk, jantan

maupun pedet. Ternak sapi yang sakit dan sudah ditangani apabila tidak membaik dan

semakin parah, maka ternak akan dipotong paksa sesuai dengan instruksi dan biasanya

dilakukan bedah bangkai.


Gambar 7. Penanganan ternak sakit

Obat-obat yang sering digunakan dalam pencegahan, pemberantasan penyakit dan

peningkatan produksi antara lain: gusanex , tympanol-SB , Vitol-14 , Ivomec , Phenylject ,

Hematodin , Vet-oxy LA dan Colibact inj.

Perawatan dan pengobatan pada ternak sapi memerlukan pertimbangan dari berbagai

segi, baik dari segi penyakit (ringan, tidak menular, atau menular) maupun dari segi

ekomomis. Dilihat dari segi ekonomi, ketika biaya pengobatan jauh lebih besar dari pada

penjualan ternaknya, lebih baik ternak tersebut di jual lebih awal dengan catatan tidak

membahayakan konsumen. Faktor yang erat kaitannya dengan kesehatan ternak menurut

Murtidjo (1990) adalah tata laksana pemeliharaan, pemberian pakan, keturunan, isolasi atau

karantina, vaksinasi, pengobatan, diagnosa, lingkungan peternakan, kebersihan kandang dan

pemusnahan hewan pembawa penyakit.

3.2 Kegiatan Insidental

3.2.1 Pengukuran Vital Statistik

Bobot badan seekor sapi hanya dapat diketahui secara tepat melalui penimbangan,

namun dalam situasi dan kondisi tertentu, terutama pada kondisi peternakan rakyat jarang

atau tidak terdapat alat timbangan sapi. Oleh karena itu diperlukan cara lain yang dianggap

lebih praktis untuk mengestimasi berat badan dewasa sapi sebagai salah satu kriteria
seleksi ternak. Salah satu cara untuk memperoleh proyeksi berat badan sapi adalah

menggunakan ukuran tubuh. Penimbangan bobot badan sapi di Loka Penelitian Sapi Potong

menggunakan alat timbangan portable dan timbangan elektronik tergantung letak kandang.

Penimbangan bertujuan untuk mengetahui bobot badan sapi sehingga dapat diatur

kebutuhan pakan sapi tersebut dan mengelompokan sapi berdasarkan bobot badan dan bangsa

ternak. Penimbangan bobot badan sapi di Loka Penelitian Sapi Potong biasa dilakukan tiga

bulan atau empat bulan sekali untuk memantau pertambahan bobot badan sapi.

Pengukuran vital statistik yaitu pengukuran linear tubuh ternak. Ukuran tubuh yang

dapat digunakan untuk memproyeksikan berat badan adalah tinggi gumba (TG), panjang

badan (PB) dan lingkar dada (LD) serta penimbangan secara langsung menggunakan

timbangan (Gambar 8 dan 9). Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Putra (2014) yang

menyatakan bahwa metode pengukuran data vital ternak dilakukan sesuai petunjukyaitu

sebagai berikut: (1) data berat badan (kg) diperoleh dengan cara menimbang berat hidup

ternak pada timbangan ternak dengan posisi ternak tegak lurus dengan bidang datar;

(2) data panjang badan (cm) diperoleh dengan cara me–ngukur jarak antara sendi bahu (later

tuberosity of humerus) sampai ke tepi belakang tulang pelvis dengan menggunakan tongkat

ukur; (3) data tinggi gumba (cm) diperoleh dengan menggunakan tongkat ukur dari bagian

pundak sampai ke permukaan tanah mengikuti garis tegak lurus; dan (4) data lingkar dada

(cm) diperoleh dengan cara melingkarkan pita ukur mengikuti lingkar dada atau tubuh di

belakang bahu.

Nugraha (2015) juga berpendapat bahwa Variabel yang diamati yaitu mengukur

statistik vital meliputi:

1. Lingkar dada (LD) diukur secara melingkar di belakang gumba atau di belakang Os

scapula dengan menggunakan pita ukur melingkardinyatakan dalam cm.


2. Panjang badan (PB) diukur secara lurus dari Tuber humerus sampai benjolan tulang

tapis (tuber ischii) diukur dengan menggunakan alat berupa mistar dinyatakan dalam

cm.

3. Tinggi badan (TB) diukur jarak tegak lurus dari punggung atau belakang gumba sampai

ketanah atau lantai diukur dengan menggunakan tongkat ukur dinyatakan dalam cm.

4. Tinggi pinggul (TP) diukur jarak tegak lurus dari titik tertinggi pada os sacrum pertama

sampai ke tanah diukur dengan menggunakan tongkat ukur dinyatakan dalam cm.

Gambar 8 dan 9 . Penimbangan dan pengukuran lingkar dada sapi Madura

3.3 Kegiatan Penunjang

3.3.1 Diskusi dan Presentasi

Diskusi dilakukan ketika waktu senggang saat jam kerja berlangsung maupun dalam

keadaan istirahat, baik dengan manajer, supervisor, maupun anak kandang untuk mendukung

kegiatan praktik kerja serta mengevaluasi semua kegiatan yang dilakukan. Adapun diskusi
lain yang sering dilakukan dengan anak kandang pada saat melakukan aktivitas di lapangan

maupun saat istirahat yang sangat berguna dalam menambah pengetahuan tentang kegiatan

yang dilakukan pada saat praktek kerja. Kegiatan diskusi sangat berguna bagi mahasiswa

praktik kerja, selain untuk data penyusunan laporan juga banyak sekali pengetahuan dan

wawasan yang dapat diperoleh mahasiswa.

Presentasi dilakukan setelah semua kegiatan praktik kerja selesai. Presentasi bertujuan

untuk memaparkan semua kegiatan yang dilakukan di Loka Penelitian Sapi Potong.

Presentasi dihadiri oleh kepala dari Loka Penelitian Sapi Potong, peneliti, teknisi maupun

mahasiswa dari universitas lain. Setiap mahasiswa yang presentasi diwajibkan memberikan

saran dan kritik tentang Loka Penelitian Sapi Potong untuk dijadikan bahan evaluasi.
IV. PENUTUP

4.1 Kesimpulan

1. Total sapi yang berada pada kandang B4 ada 29 ekor yaitu terdiri dari dua bangsa,

sapi Madura 19 ekor dan sapi Bali 10 ekor

2. Kandang yang digunakan yaitu kandal koloni Litbangtan yang memiliki bank

pakan.

3. Pemberian pakan dilakukan 1 kali sehari, yaitu pukul 7.30 pemberian konsentrat

dan pukul 9.30 pemberian hijauan dengan masing-masing berat konsentrat 100kg

yaitu 2 karung yang jika di rata-ratakan konsumsi pakan setiap ekornya

mengkonsumsi sekitar 3,4 kg dan hijauan sebanyak 75kg dengan rata-rata 2,5 kg

4. Pembersihan kandang tidak dilakukan setiap hari melainkan 3 bulan sekali

4.2 Saran

1. Sapi yang beda jenisnya agar dibedakan untuk mempermudah recording

2. Pemberian pakan harus merata


DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z. 2008. Penggemukan Sapi Potong Cetakan XII. Jakarta: Agromedia Pustaka.

Arifiantini, R, I., T. Wresdiyati, dan E.F. Retnani. 2006. “Pengujian Morfologi


Spermatozoa Sapi Bali (Bos Sondaicus) Menggunakan Pewarnaan "Williams"”.
Jurnal Indonesia Animal Agriculture. Vol. 31 (2).

Febrianthoro, F, M. Hartono, dan S. Suharyati. 2015. “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi


Conception Rate Pada Sapi Bali di Kabupaten Pringsewu”. Jurnal Ilmiah Peternakan
Terpadu 3(4) : 239-244.

Gonggo, B. M., Hermawan, B., Anggraeni, D,. 2005. “Pengaruh Jenis Tanaman
Penutup dan Pengolakan Tanah terhadap Sifat Fisika Tanah pada Lahan Alang-
Alang”. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia. Vol. 7 (1) : 44-55.

Hanif, Hano. 2016. “Peran Kandang Sistem Komunal Ternak Sapi Potong Terintegrasi
Limbah Pertanian Dalam Mendukung Kedaulatan Pangan Di Yogyakarta”. Agros. Vol.
18 (2) : 126-133.

Hendarto, E. 2011. “Dimensi Lingkungan Tata Ruang pada Peternakan Sapi Perah Rakyat di
Kabupaten Banyumas Provinsi Jawa Tengah”. Desertasi. Tidak dipublikasikan.
Program Doktor Ilmu Lingkungan. Program Pascasarjana. Universitas Diponegoro.
Semarang.

Herdiawan, I. 2013. “Pertumbuhan Tanaman Pakan Ternak Legum Pohon Indigofera


zollingeriana pada Berbagai Taraf Perlakuan Cekaman Kekeringan”. JITV. Vol. 18 (4)
: 258-264.

Indraningsih, S.Y. 2013. Identifikasi Penyebab Kematian Sapi Potong Dalam Program Psds-
K Di Jawa Tengah. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner.

Istiqomah, Lusty. 2007. “Kemajuan Genetik Sapi Lokal Berdasarkan Seleksi dan Perkawinan
Terpilih”. JITV. Vol. 3 (2).

Jayanegara, Anuraga. 2014. “Evaluasi Pemberian Pakan Sapi Perah Laktasi Menggunakan
Standar Nrc 2001: Studi Kasus Peternakan Di Sukabumi”. Jurnal Litbang Pertanian.
Vol. 2 (1).

Mumu, Muhamad Ilyas. 2009. “Viabilitas Semen Sapi Simental yang Dibekukan
Menggunakan Krioprotektan Gliserol”. Jurnal Agroland. Vol. 16 (2) : 172-179.

Murtidjo, B.A. 1990. Beternak Sapi Potong Cetakan I. Jakarta: Kanisius.


Nugraha, Chairdin Dwi,. Sucik Maylinda., dan Moch. Nasich. 2015. “ Karakteristik Sapi
Sonok dan Sapi Kerapan Pada Umur yang Berbeda di Kabupaten Pamekasan Pulau
Madura”. Jurnal Ternak Tropika. Vol. 16 (1) : 55-60.

Pramono, Catur. 2016. ” Performa Mesin Pencacah Rumput Gajah Dengan Daya 0,25 Hp”.
Prosiding SNST ke-7. Fakultas Teknik Universitas Wahid Hasyim Semarang

Putra, Widya Pintaka Bayu., Sumadi., dan Tety Hartatik. 2014. “Pendugaan Bobot Badan
Pada Sapi Aceh Dewasa Menggunakan Dimensi Ukuran Tubuh”. JITP. Vol. 3 (2).

Rasyid A, Hartati. 2007. Petunjuk Teknis Perkandangan Sapi Pedaging. Badan


Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta.: Dinas Pertanian.
Santosa, U. 2000. Pemeliharaan Ternak Sapi Cetakan Ke-2. Jakarta: Penebar Swadaya.

Saparinto, C. dan P. Yulianto. 2013. Penggemukan Sapi Potong Hari per Hari Cetakan
ke-3. Bogor: Penebar Swadaya.

Sarwono, B dan H. B. Arianto., 2002. Penggemukan Sapi Potong Secara Cepat. Jakarta:
Penebar Swadaya. Hal 29, 32 & 83..
Siregar, B.S. 2000. Penggemukan Sapi potong cetakan kelima. Jakarta: Penebar Swadaya.

Siregar, S. B. 2007. Penggemukan Sapi Cetakan I. Jakarta: Penebar Swadaya.

Siregar, S.B. 2002. Penggemukan Sapi. Jakarta: Penebar Swadaya.


Sugeng, B.Y. 1998. Beternak Sapi Potong Cetakan I. Jakarta: Penebar Swadaya.

Suharyati, Sri dan Madi Hartono. 2016. “Pengaruh Manajemen Peternak Terhadap Efesiensi
Reproduksi Sapi Bali Di Kabupaten Pringsewu Provinsi Lampung”. Jurnal Penelitian
Pertanian Terapan. Vol. 16 (1) : 61-67.

Sukamta. 1994. Rancang Bangun Alat Pencacah Hijauan Pakan Ternak, Jurusan Mekanisasi
Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, UGM. Yogyakarta.
Susanti, Indria., M. Nur Ihsan., dan Sri Wahjuningsih. 2015. “Pengaruh Bangsa Pejantan
Terhadap Pertumbuhan Pedet Hasil IB Di Wilayah Kecamatan Bantur Kabupaten
Malang”. Jurnal Ternak Tropika. Vol. 16 (1) : 41-47.

Syafrial, E, Susilawati dan Bustami. 2007. Manajemen Pengelolaan Penggemukan Sapi


Potong. Samarinda: Balai Pengkajian Teknologi Pertanian.

Anda mungkin juga menyukai