Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perilaku kekerasan dianggap sebagai suatu akibat yang ekstrem dari marah atau
ketakutan/panik. Perilaku agresif dan perilaku kekerasan dipandang sebagai rentang dimana
agresif verbal disuatu sisi dan perilaku kekerasan (violence) di sisi lain. Suatu keadaan yang
menimbulkan emosi, perasaan frustasi, benci atau marah. Hal ini akan memengaruhi
perilaku seseorang. Berdasarkan keadaan emosi secara mendalam tersebut terkadang
perilaku menjadi agresif atau melukai karena penggunaan koping yang kurang bagus.
Perilaku kekerasan (PK) adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang
dapat membahayakan secara fisik, baik pada dirinya sendiri maupun orang lain, disertai
dengan amuk dan gaduh gelisah yang tak terkontrol (Kusumawati, dkk. 2010 : 80).
Gangguan jiwa pada mulanya dianggap suatu yang gaib, sehingga penanganannya
secara supranatural spiristik yaitu hal-hal yang berhubungan dengan kekuatan gaib.
Gangguan jiwa merupakan suatu gangguan yang terjadi pada unsur jiwa yang
manifestasinya pada kesadaran, emosi, persepsi dan interjensi. Salah satu gangguan jiwa
tersebut adalah gangguan perilaku kekerasan. Marah adalah perasaan jengkel yang timbul
sebagai suatu respon terhadap kecemasan yang dirasakan sebagai ancaman individu.
Pengungkapan kemarahan dengan langsung dan konstruksif pada saat terjadi dapat
melegakan individu dan membantu orang lain untuk mengerti perasaan yang sebenarnya
sehingga individu tidak mengalami kecemasan, stress, dan merasa bersalah dan bahkan
merusak diri sendiri (kusumawati, dkk. 2010 : 80).
Ancaman atau kebutuhan yang tidak terpenuhi mengakibatkan seseorang stress berat
membuat orang marah bahkan kehilangan kontrol kesadaran diri, misalnya : memaki-maki
orang di sekitarnya, membanting-banting barang, menciderai diri sendiri dan orang lain,
bahkan membakar rumah, mobil dan sepeda motor.
Umumnya klien dengan perilaku kekerasan dibawa dengan paksa ke rumah sakit jiwa.
Sering tampak klien diikat secara tidak manusiawi disertai bentakan dan “pengawasan” oleh
sejumlah anggota keluarga bahkan polisi.
Perilaku kekerasan seperti memukul anggota keluarga/ orang lain, merusak alat rumah
tangga dan marah-marah merupakan alasan utama yang paling banyak dikemukakan oleh
keluarga. Penanganan yang dilakukan oleh keluarga belum memadai sehingga selama
perawatan klien seyogyanya sekeluarga mendapat pendidikan kesehatan tentang cara
merawat klien (manajemen perilaku kekerasan).

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui tentang konsep teori dan asuhan keperawatan klien dengan perilaku
kekerasan.
2. Tujuan Khusus
a. Menegetahui pengertian dari perilaku kekerasan
b. Mengetahui penyebab dari perilaku kekerasan
c. Menegetahui tentang respon
d. Mengetahui tanda dan gejala dari perilaku kekerasan
e. Mengetahui akibat dari perilaku kekerasan
f. Mengetahui penatalaksanaan dari perilaku kekerasan
g. Mengetahui pohon masalah pada perilaku kekerasan
h. Mengetahui pohon masalah pada perilaku kekerasan
i. Mengetahui konsep asuhan keperawatan dari perilaku kekerasan
j. Mengetahui contoh kasusasuhan keperawatan dari perilaku kekerasan
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Perilaku kekerasan adalah salah satu respons marah yang diespresikan dengan
melakukan ancaman, mencederai orang lain, dan atau merusak lingkungan. Respons tersebut
biasanya muncul akibat adanya stress. Respons ini dapat menimbulkan kerugian baik bagi
diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan (Keliat, dkk, 2011 : 180)
Perilaku kekerasan (PK) adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan
yang dapat membahayakan secara fisik, baik pada dirinya sendiri maupun orang lain,
disertai dengan amuk dan gaduh gelisah yang tak terkontrol (kusumawati, dkk. 2010 : 81)

B. Penyebab
Resiko terjadinya perilaku kekerasan diakibatkan keadaan emosi yang mendalam karena
penggunaan koping yang kurang bagus. Beberapa faktor yang menjadi penyebab perilaku
kekerasan yaitu :
a. Frustasi, seseorang yang mengalami hambatan dalam mencapai tujuan yang diharapkan
menyebabkan ia menjadi frustasi, jika ia tidak mampu mengendalikannya maka ia akan
berbuat kekerasan disekitarnya.
b. Hilangnya harga diri, pada dasarnya manusia itu mempunyai kebutuhan yang sama
untuk dihargai. Jika kebutuhan ini tidak dipenuhi akibatnya individu tersebut mungkin
akan merasa rendah diri, lekas marah dan mungkin melakukan tindakan kekerasan
disekitar.
c. Kebutuhan penghargaan status dan prestise, manusia pada umumnya mempunyai
keinginan untuk mengaktualisasikan dirinya, ingin dihargai dan diakui. Jika tidak
mendapat pengakuan individu tersebut maka dapat menimbulkan resiko perilaku
kekerasan (Helena, dkk. 2011 : 80).
a. Faktor Predisposisi
Faktor pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan faktor predisposisi,
artinya mungkin terjadi/mungkin tidak terjadi perilaku kekerasan jika faktor berikut
dialami oleh individu (Prabowo. 2014 : 142)
1) Psikologis, kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian
dapat timbul agresif atau amuk. Masa kanak-kanak yang tidak menyenangkan
yaitu perasaan ditolak, dihina, atau sanksi penganiayaan (Prabowo. 2014 : 142)
2) Perilaku, reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan, sering
mengobservasi kekerasan di rumah atau diluar rumah, semua aspek ini
menstimulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan.
3) Soail budaya, budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif agresif) dan
kontrol sosial yang tidak pasti terhadap perilaku kekerasan akan menciptakan
seolah-olah perilaku kekerasan yang diterima (permissive)
4) Bioneurologi banyak bahwa kerusakan sistem limbic, lobus frontal, lobus
temporal dan ketidakseimbangan neuritrasmitter turut berperan dalam teradinya
perilaku kekerasan (Prabowo.2014:143)
5) Faktor sosial budaya
Seseorang akan terespons terhadap peningkatan emosional secara agresif sesuai
dengan respons yang dipelajarinya. Sesuai dengan teori menurut Bandura bahwa
agresi tidak berebda dengan respons-respons lain. Factor ini dapat di pelajari
melalui onservasi atau imitasi, dan semakin sering mendapatkan penguatan maka
semakin besar kemungkinan teradi. Budaya juga dapat mempengaruhi perilaku
kekerasan. Adanya norma dapat membantu mendefinisikan espresi marah yang
dapat diterima dan tidak dapat diterima (Kusumawati,dkk.2010:81)
6) Faktor biologis
Berdasarkan hasil penelitian pada hewan, adanya pemberian stimulus elektris
ringan pada hipotalamus (pada sistem limbik) ternyata menimbulkan perilaku
agresif, dimana jika terjadi kerusakan fungsi limbik (untuk emosi dan perilaku),
lobus frontal (untuk pmemikiran rasional), dan lobus temporal (untk interpretasi
indra penciuman dan memori) akan menimbulkan mata terbuka lebar, pupil
berdilatasi dan hendak menyerang obek yang ada disekitarnya
(Kusumawati,dkk.2010:81-82)
b. Faktor presipitasi
Faktor predisposisi dapat bersumber dari pasien, lingkungan atau interaksi dengan
orang lain. Kondisi pasien seperti ini kelemahan fisik (penyakit fisik), keputusan,
ketidak berdayaan, percaya diri yang kurang dapat menadi penyebab perilaku
kekerasan. Demikian pula dengan situasi dengan lingkungan yang rebut, padat,
kritikan yang mengarah pada penghinaan, kehilangan orang yang dicinta/pekerjaan
dan kekerasan merupakan faktor penyebab yang lain. Interaksi yang profokatif dan
konflik dapat pula memicu perilaku kekerasan (Prabowo.2014:143)
Secara umum seseorang akan marah jika dirinya merasa terancam, baik berupa injuri
secara fisik, psikis, atau ancaman konsep diri. Beberapa faktor pencetus perilaku
kekerasan adalah sebagai berikut :
1) Klien : kelemahan fisik, keputusan, ketidakberdayaan, kehidupan yang penuh
dengan agresif dan masa lalu yang tidak menyenangkan
2) Interaksi : penghinaan, kekerasan, kehilangan orang yang berarti, konflik, merasa
terancam baik internal dari permasalahan diri klien sendiri maupun esternal dari
lingkungan
3) Lingkungan : panas, padat, dan bising (Kusumawati,dkk.2010:82)

C. Rentang Respon

Adaptif Maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Amuk/PK

Perilaku kekerasan (PK) adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang
dapat membahayakan secara fisik baik pada dirinya sendiri maupun orang lain, disertai
dengan amuk dan gaduh gelisah yang tak terkontrol.
Gambar 1. Rentang Respons Marah (Kusumawati,dkk.2010:81)
a. Respon adaptif
1) Pernyataan (Assertion)
Respon marah dimana individu mampu menyatakan atau mengungkapkan rasa marah,
rasa tidak setuju, tanpa menyalahkan atau menyakiti orang lain. Hal ini biasanya akan
memberikan kelegaan
2) Frustasi
Respons yang terjadi akibat individu gagal dalam mencapai tujuan, kepuasan atau
rasa aman yang tidak biasanya dalam keadaan tersebut individu tidak menemukan
akternatif lain.
b. Respons maladaftif
1) Pasif
Suatu keadaan dimana individu tidak dapat mampu untuk mengungkapkan perasaan
yang sedang dialami untuk menghindari suatu tuntutan nyata
2) Agresif
Perilaku yang menyertai marah dan merupakan dorongan individu untuk menuntut
suatu yang dianggapnya benar
3) Amuk dan kekerasan
Perasaan marah dan bermusuhan yang kuat serta hilang kontrol, dimna individu dapat
merusak diri sendiri, serta lain maupun lingkungan (Prabowo,2014:141-142)

D. Tanda dan gejala


1. Muka merah
2. Pandangan tajam
3. Otot tegang
4. Nada suara tinggi
5. Berdebat dan sering pula tampak klien memaksakan kehendak
6. Memukul jika tidak senang

E. Mekanisme Koping
Mekanisme koping adalah tiap upaya yang diharapkan pada penatalaksanaan stress,
termasuk upaya penyelasaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang digunakan
untuk melindungi diri (tuart dan sundeen, 1998 hal : 33)
Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada klien marah untuk melindungi diri antara
lain :
a) Sublimasi : menerima suatu sasaran pengganti yang mulia. Artinya dimata masyarakat
untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan penyaluranya secara normal. Misalnya
seseorang yang sedang marah melampiaskan kemarahannya pada obyek lain seperti
meremas remas adonan kue, meninju tembok dan sebagainya, tujuanya adalah untuk
mengurangi ketegangan akibat rasa marah.
b) Proyeksi : menyalahkan orang lain kesukaranya atau keinginanya yang tidak baik,
misalnya seorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan seksual
terhadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temanya tersebut mencoba merayu,
mencumbunya
c) Represi : mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk kealam sadar.
Misalnya seorang anak yang sangat benci pada orang tuanya yang tidak disukainya. Akan
tetapi menurut ajaran atau didikan yang diterimanya sejak kecil bahwa membenci orang
tua merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh tuhan. Sehingga perasaan benci itu
ditekannya dan akhirnya ia dapat melupakanya.
d) Reaksi formasi : mencegah keinginan yang berbahaya bila di ekspresikan. Dengan
melebih lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakanya sebagai
rintangan. Misalnya seseorang yang tertarik pada teman suaminya, akan memperlakukan
orang tersebut dengan kuat.
e) Deplacement : melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan. Pada obyek
yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang membangkitkan emosi itu.
Misalnya : timmy berusia 4 tahun marah karena ia baru saja mendapatkan hukuman dari
ibunya karena menggambar didinding kamarnya. Dia mulai bermain pedang-pedangan
dengan temannya (Prabowo,2014:144)

F. Penatalaksanaan Umum
a. Farmakoterapi
Klien dengan ekspresi marah perlu perawatan dan pengobatan yang tepat. Adapun
pengobatan dengan neuroleptika yang mempunyai dosis efektif tinggi contohnya
Clorpromazine HCL yang berguna untuk mengendalikan psikomotornya. Bila tidak ada
dapat digunakan dosis efektif rendah, contohnya Trifluoperasine estelasine, bila tidak ada
juga maka dapat digunakan Transquilizer bukan obat anti psikotik seperti neuroleptika,
tetapi meskipun demikian keduanya mempunyai efek anti tegang, anti cemas, dan anti
agitasi.
b. Terapi Okupasi
Terapi ini sering diterjemahkan dengan terapi kerja, terapi ini bukan pemberian pekerjaan
atau kegiatan itu sebagai media untuk melakukan kegiatan dan mengembalikan
kemampuan berkomunikasi, karena itu dalam terapi ini tidak harus diberikan pekerjaan
tetapi segala bentuk kegiatan seperti membaca Koran, main catur dapat pula dijadikan
media yang penting setelah mereka melakukan kegiatan itu diajak berdialog atau
berdiskusi tentang pengalaman dan arti kegiatan uityu bagi dirinya. Terapi ini merupakan
langkah awal yangb harus dilakukan oleh petugas terhadap rehabilitasi setelah
dilakukannyan seleksi dan ditentukan program kegiatannya.
c. Peran serta keluarga
Keluarga merupakan system pendukung utama yang memberikan perawatan langsung pada
setiap keadaan(sehat-sakit) klien. Perawat membantu keluarga agar dapat melakukan lima
tugas kesehatan, yaitu mengenal masalah kesehatan, membuat keputusan tindakan
kesehatan, memberi perawatan pada anggota keluarga, menciptakan lingkungan keluarga
yang sehat, dan menggunakan sumber yang ada pada masyarakat. Keluarga yang
mempunyai kemampuan mengatasi masalah akan dapat mencegah perilaku maladaptive
(pencegahan primer), menanggulangi perilaku maladaptive (pencegahan skunder) dan
memulihkan perilaku maladaptive ke perilaku adaptif (pencegahan tersier) sehingga derajat
kesehatan klien dan kieluarga dapat ditingkatkan secara opti9mal.
d. Terapi somatik
Menurut Depkes RI 2000 hal 230 menerangkan bahwa terapi somatic terapi yang diberikan
kepada klien dengan gangguan jiwa dengan tujuan mengubah perilaku yang mal adaftif
menjadi perilaku adaftif dengan melakukan tindankan yang ditunjukkan pada kondisi fisik
klien, tetapi target terapi adalah perilaku klien (Prabowo,2014:145-146)

G. Pohon Masalah
Resiko menciderai diri sendiri, effeck
Lingkungan, dan orang lain

Perlaku kekerasan cor proplem

Koping individu infektif causa


Gambar 1 : (Prabowo,2014:146)

H. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan menurut (Prabowo,2014:146)
1. Resiko menciderai sendiri b/d perilaku kekerasan.
2. Perilaku kekerasan b/d koping individu inefektif.

I. Rencana asuhan keperawatan


1. Resiko menciderai diri sendiri (Yudi Hatono, 2010:82)
2. Tujuan :
TUM :
Klien tidak menciderai diri
TUK : 1.
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Kriteria hasil :
a. Klien mau menjawab salam
b. Klien mau menjabat tangan
c. Klien mau menyabutkan nama
d. Klien mau tersenyum
e. Ada kontak mata
f. Mau mengetahui nama perawat
g. Mau menyediakan waktu untuk kontak
Intervensi :
a) Memberi salam atau panggil nama klien
a. Sebutkan nama perawat sambil menjabat tangan
b. Jelaskan tujuan interaksi
c. Jelaskan tentang kontrak yang akan dibuat
d. Beri sikap aman dan empati
e. Lakukan kontak singkat tapi sering
TUK 2 :
a. Klien dapat mengnidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
Kriteria hasil
a. Klien dapat mengungkapkan perasaannya
b. Klien dapat mengungkapkan penyebab perasaan jengkel/kesal (dari diri
sendiri,orang lain,lingkungan)
Intervensi :
a) berikan kesempatan untuk mengungkapkan perasannya
b) bantu klien untuk mengungkapkan penyebab perasaan jengkel

TUK 3 :
a. klien dapat mengidentifikasi tanda dan gejalaperilaku kekerasan.
Kriteria hasil
a. Klien dapat mengunngkapkan perasaan saat marah/jengkel
b. Klien dapat menyimpulkan tanda dan gejala marah/jengkel yang dialaminya
Intervensi :
a) Anjurkan klien mengnungkapkan apa yang dialami saat marah.
b) Obsevasi tanda-tanda perilaku kekerasan pada klien.

TUK 4 :
a. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dialami
Kriteria hasil
a. Klien dapat mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan
b. Klien dapat bermain peran sesuai perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
Intervensi :
a) Anjurkan klien mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
b) Bantu klien bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.

TUK 5:
a. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.
Kriteria hasil
a. Klien dapat menjelaskan akibat dari cara yang digunakan klien.
Intervensi :
a) Berbicarakan akibat dari cara yang dilakukan klien.
b) Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang digunakan oleh klien.
c) Tanyakan pada klien ”Apakah ia ingin mempelajari cara baru yang sehat”.

TUK 6 :
a. Klien dapat mengidentifikasi cara kontruktif dalam berespon terhadap kemarahan.
Kriteria hasil
a. Klien dapat melakukan cara berespon terhadap kemarahan secara konstruktif.
Intervensi :
a) Tanyakan pada klien ”Apakah ia ingin mempelajari cara baru yang sehat”.
b) Berikan pujian jika klien mengetahui cara lain yang sehat.
c) Diskusikan dengan klien cara lain yang sehat :
a. Secara fisik : tarik nafas dalam jika sedang kesal atau memukul bantal atau kasur
atau olahraga atau pekerjaan yang memerlukan tenaga.
b. Secara verbal : katakan bahwa anda sedang kesal atau tersinggung atau jengkel (saya
kesal Anda berkata seperti itu : saya marah karen mami tidak memenuhi keinginan
saya).
c. Secara sosial : lakukan dalam kelompok cara-cara marah yang sehat ; latihan asertif.
d. Secar spiritual : anjurkan klien sembahyang, berdoa atau ibadah lain meminta pada
Tuhan untuk beri kesabaran, mengadu pada Tuhan kekerasan atau kejengkelan.

TUK 7 :
a. Klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku kekerasan.
Kriteria evaluasi :
a. Klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku kekerasan.
b. Fisik : tarik nafas dalam olahraga menyiram tanaman,
c. Verbal : mengatakan secara langsung dengan tidak menyakiti.
d. Spiritual : sembahyang, berdoa atau ibadah klien.
Intrevensi :
a) Bantu klien memilih cara yang paling tepat untuk klien.
b) Bantu klien mengidentifikasi manfaat cara yang dipilih.
c) Bantu klien untuk memaksimulasi cara tersebut (role play).
d) Beri reinforcement positif atas keberhasilan klien mensimulasi cara tersebut.
e) Anjurkan klien untuk menggunakan cara yang telah dipelajari saat jengkel atau marah.
BAB III
PEMBAHASAN
TINJAUAN KASUS

Tanggal Pengkajian : 15 Januari 2013


Tanggal Masuk : 26 Desember 2012
Ruang : Perkasa
II. PENGKAJIAN
1. Identitas Klien
Nama : Tn. H
Alamat : Jombor, Ceper, Klaten
Umur : 25 Tahun
Jenis Kelamin : Laki - laki
Status : Belum Menikah
Agama : Islam
Pendidikan : SMP (Putus Sekolah)
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
No. CM : 01 13 28
2. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Tn. W
Umur : 57 Tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Jombor, Ceper, Klaten
Hubungan dengan Klien : Ayah Kandung

II. KELUHAN UTAMA


Klien mengatakan tidak bisa tidur akibat tidak minum obat, mondar mandir, dan suka
mengancam. Klien mengatakan masih merasa jengkel dan marah jika keinginanya tidak
terpenuhi, saat marah atau jengkel pasien mengamuk dan memukul pintu / jendela.
Masalah Keperawatan : Perilaku Kekerasan
III. ALASAN MASUK
±4 hari sebelum masuk rumah sakit klien dirumah bingung, agresif, labil, gelisah dan
tidak mengontrol diri. Klien juga marah marah dan memukul ayahnya karena klien merasa
dibohongi dan keinginanya tidak dipenuhi. Kemudian oleh keluarga, klien dibawa ke RSJD
Klaten untuk kembali di rawat inap.
Masalah Keperawatan : Prilaku Kekerasan

IV. FAKTOR PREDISPOSISI


1. Klien mengalami gangguan jiwa sejak 11 tahun yang lalu dan pernah masuk rumah sakit
jiwa klaten >35x.
2. Tidak mau kontrol, dan putus obat selama 1 minggu.
3. Klien mengatakan bahwa anggota keluarganya tidak ada yang mengalami gangguan
jiwa.
4. Klien mempunyai pengalaman yang tidak menyenangkan yaitu masuk penjara selama 3
minggu karena mencoba membobol ATM.

V. PEMERIKSAAN FISIK
1. Tanda – tanda Vital :
1) Tekanan darah : 120 / 80 mmHg
2) Nadi : 78 x/menit
3) Suhu badan : 36.4 0C
4) Respirasi : 23 x/menit

2. Ukuran
1) Tinggi Badan : 168 cm
2) Berat badan : 70 Kg
3. Kondisi Fisik
Klien mengatakan kondisi tubuhnya saat ini baik – baik saja dan tidak ada keluhan fisik.
VI. PSIKOSOSIAL
1. Konsep diri
a. Citra tubuh
Klien memandang terhadap dirinya ada bagian tubuh yang paling istimewa atau yang
paling disukainya adalah bagian wajah, karena klien merasa wajahnya tampan..
b. Identitas diri
Klien mempersepsikan dirinya sebagai laki – laki dewasa dan belum menikah dan
klien anak ke dua dari lima bersaudara.
c. Peran
Klien mengatakan bahwa dalam keluarganya adalah anak yang di saying dilingkungan
masyarakat. klien juga aktif mengikuti kegiatan kemasyarakatan seperti gotong
royong, pengajian, pemuda dll.
d. Ideal diri
Klien mengatakan menerima statusnya sebagai seorang anak, dan ingin cepat pulang
dan bebas biar bisa bekerja dan menjadi orang kaya.
e. Harga diri
Klien mengatakan hubungan yang paling dekat, di sayang dan dapat di percaya adalah
ayah dan adiknya.
Masalah Keperawatan : - Koping Individu Tidak Efektif

2. Hubungan Sosial
a. Orang yang terdekat
Klien mengatakan mengatakan mempunyai orang yang berarti yaitu ayah dan adiknya,
apabila ada masalah klien memilih diam diri dan memendamnya. Didalam
keluarganya ayah dan adik adalah orang yang dipercaya oleh klien.
b. Peran serta dalam kegiatan kelompok atau masyarakat
Klien mengatakan dalam masyarakat klien sering mengikuti kegiatan gotong royong,
pengajian, arisan, pemuda, setelah dirumah sakit klien juga mengikuti kegiatan sosial
seperti bersosialisasi dengan teman-teman satu bangsalnya.
c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain
Kien mengatakan tidak ada hambatan dalam berhubungan dengan orang lain, setelah
di rumah sakit hubungan klien dengan klien yang satu tidak ada masalah.
4. Spiritual
Klien mengatakan beragama islam dan klien mengatakan saat di rumah tidak rutin
beribadah dan saat di rumah sakit klien tidak beribadah karena merasa kalau doanya
tidak pernah di kabulkan dan semua itu sia-sia.
Masaalah Keperawatan : Distres spiritual

VII. STATUS MENTAL


1. Penampilan
a) Klien tampak agak rapi, rambutnya jarang disisir, gigi kuning, kulit bersih.
b) Cara berpakaian sudah rapi, baju dan celana tidak terbalik.
c) Klien menggunakan sandal.
Masalah Keperawatan : -
2. Pembicaraan
Klien ketika bicara nada suara keras, tinggi, tidak meloncat-loncat dari tema yang
dibicarakan dan dapat berkomunikasi dengan lancar.
Masalah Keperawatan : -
3. Aktifitas Motorik
Pada kondisi sekarang klien terlihat tampak tenang, diam, tiduran, untuk saat ini klien
sudah mampu mengendalikan emosinya yang labil.
Masalah Keperawatan : -
4. Alam Perasaan
Alam perasaan klien sesuai dengan keadaan, saat gembira pasien tampak gembira, saat
sedih klien tampak sedih.
Masalah Keperawatan : -
5. Afek
Afek klien datar mempunyai emosi yang stabil.
Masalah Keperawatan : Resiko Tinggi Cidera
6. Interaksi selama wawancara
Saat diwawancara klien kooperatif, cenderung selalu berusaha mempertahankan
pendapat dan kebenaran dirinya.
Masalah Keperawatan : -
7. Persepsi
Sampai saat dikaji klien mengatakan tidak mendengarkan suara-suara.
8. Proses pikir
Pembicaraan klien normal biasa tidak berbelit-belit, tidak meloncat-loncat dan sampai
tujuan karena dapat kooperatif.
Masalah Keperawatan : -
9. Tingkat Kesadaran
a) Orientasi waktu, tempat dan orang dapat disebutkan dengan benar dan jelas yang
ditandai dengan klien mampu menyebutkan hari, tanggal, tahun yang benar pada
saat wawancara.
b) Klien dapat mengenali orang-orang yang ada disekitarnya ditunjukkan dengan klien
bias menyebutkan beberapa nama temannya.
Masalah Keperawatan : -
10. Memori
Klien dapat mengingat kejadian saat dibawa rumah sakit dengan diantar oleh ayahnya.
Dan klien dapat mengingat nama mahasiswa saat berkenalan dengan benar.
Masalah Keperawatan : -
11. Tingkat Konsentrasi Berhitung
Klien dapat menghitung dengan baik misalnya 2x5 = 10, 5+5 = 10, Klien dapat
memfokuskan konsentrasi dengan baik
Masalah Keperawatan : -
12. Kemampuan Penilaian
Klien mampu menilai suatu masalah dan dapat mengambil keputusan sesuai tingkat
atau mana yang lebih baik untuk dikerjakan pertama kali.
Masalah Keperawatan : -
13. Daya Tilik Diri
Klien mampu mengenali penyakitnya dan tidak mengingkari terhadap penyakitnya
karena klien mampu menjelaskan mengapa klien bisa seperti ini dan penyebab
mengapa klien bisa sakit jiwa seperti ini.
Masalah Keperawatan : -

VIII. KEBUTUHAN PERSIAPAN PULANG


1. Makan
Klien mampu makan dengan mandiri dengan cara yang baik seperti biasanya, klien
makan 3x sehari, pagi, siang dan sore, minum ±6 gelas sehari.
2. BAB/BAK
Klien BAB 1x sehari, BAK ±5x sehari dan mampu melakukan eliminasi dengan baik,
menjaga kebersihan setelah BAB dan BAK dengan baik.
3. Mandi
Klien mengatakan mandi 2x sehari pagi dan sore hari, menyikat gigi saat mandi,
kebersihan tubuh baik.
4. Berpakaian
Klien mengatakan ganti pakaian 1x sehari dengan pakaian yang disediakan rumah sakit,
klien dapat memilih dan mengambil pakaian dengan baik dan sudah sesuai dengan
aturan rumah sakit.
5. Pola Istirahat Tidur
Klien selama ini tidak mengalami gangguan tidur karena klien dapat tidur dengan
kualitas 6-8 jam perhari, baik malam maupun siang.
6. Penggunaan Obat
Klien mengatakan dirumah sakit selalu minum obat.
7. Aktivitas di dalam rumah
Klien bisa membantu pekerjaan rumah seperti mencuci, menyapu, dll.
8. Aktivitas diluar rumah
Klien mengatakan bekerja sehari-hari sebagai buruh.
IX. MEKANISME KOPING
a. Klien mampu berkomunikasi dengan orang lain.
b. Klien mampu mengatasi masalah ringan seperti menjaga kebersihan diri dan
menyiapkan makanan.

X. MASALAH PSIKOSOSIAL DAN LINGKUNGAN


a. Masalah dengan dukungan kelompok (-)
b. Masalah berhubungan dengan lingkungan klien agak menarik diri dengan lingkungan.
MK : Harga Diri Rendah
c. Masalah dengan kesehatan (-)
d. Masalah dengan perumahan, klien tinggal dengan ayah dan adiknya.
e. Masalah dengan ekonomi, kebutuhan klien di penuhi oleh ayahnya.

XI. ASPEK MEDIK


Terapi obat :
Inj. Lodomer : 1amp IM extra
Trihexiyl Phenidyl : 3 x 2 mg
Haloperidol : 3 x 5 mg
Resperidon : 2 x 2 mg

XII. MASALAH KEPERAWATAN


1. Prilaku kekerasan
2. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
3. Harga diri rendah
4. Disstres spiritual

XIII. ANALISA DATA


NO DATA ETIOLOGI PROBLEM
1 DS : klien mengatakan dirumah Perilaku Kekerasan Resiko mencederai diri
marah-marah kepada ayahnya sendiri, orang lain dan
karena keinginanya tidak lingkungan
dipenuhi dan merasa dibohongi.
Serta klien memukul ayahnya
sampai berdarah.
DO : face tegang, mudah
tersinggung saat di ajak bicara,
tatapan mata tajam, muka
tampak merah.
2 DS : klien mengatakan saat Koping Individu Tidak Efektif Perilaku Kekerasan
mempunyai masalah dipendam
sendiri, tidak mau bercerita.
DO : pasien tidak banyak
bicara, pasien berdiam diri

XIV. POHON MASALAH


Resiko Mencederai Diri Sendiri, Orang Lain, Lingkungan
Perilaku Kekerasan
Koping Individu Tidak Efektif

XV. DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Resiko Mencederai Diri Sendiri, Orang Lain, Lingkungan berhubungan dengan Perilaku
Kekerasan
2. Perilaku Kekerasan berhubungan dengan Koping Individu Tidak Efektif
XVI. RENCANA KEPERAWATAN
Diagnosa Tujuan Criteria hasil Intervensi
Resiko menciderai TUM: 1.1. klien mau 1. 1. ber salam panggil nama
diri sendiri, orang lain Klien dapat membalas salam 2. 2. sebutkan nama perawat
dan lingkungan melanjutkan 2.2. klien mau menjabat sambil jabat tangan
peran sesuai tangan 3. 3. jelaskan maksud
dengan tanggung 3.3. klien mau hubungan interaksi
jawab. menyebut nama 4. 4. jelaskan kontrak yang
TUK 1: 4.4. klien mau akan dibahas
Klien dapat tersenyum 5. 5. beri rasa aman dan
membina 5.5. klien mau kontak simpati
hubungan saling mata 6. 6. lakukan kontak mata
percaya. 6.6. klien mau singkat tapi sering
mengetahui nama
perawat

TUK 2: 1.1. klien 1. 1. beri kesempatan untuk


Klien dapat mengungkapkan mengungkapkan perasaan
mengidentifikasi perasaanya 2. 2. bantu klien untuk
kemampuan 2.2. klien dapat mengungkapkan penyebab
penyebab mengungkapkan perasaan jengkel/kesal
kekerasan penyebab perasaan
marah dari
lingkungan atau
orang lain

TUK 3 : 1. 1. klien mampu 1. 1. Anjurkan klien


Klien dapat mengungkapkan mengungkapkan apa yang
mengidentifikasi perasaan saat dialami dan dirasakan saat
tanda-tanda marah/jengkel marah
perilaku 2. 2. klien dapat 2. 2. Observasi tanda-tanda
kekerasan menyimpulkan perilaku kekerasan pada
tanda-tanda marah klien
yang dialami. 3. 3. Simpulkan bersama klien
tanda dan gejala kesal
yang di alami

TUK 4; 1. 1. Klien dapat 1.1. Anjurkan klien untuk


Klien dapat mengungkapkan mengungkapkan perilaku
mengidentifikasi perilaku kekerasan kekerasan yang biasa
perilaku yang biasa dilakukan dilakukan klien .
kekerasan yang 2. 2. Klien dapat 2. 2. Bantu klien bermain
biasa dilakukan bermain peran peran sesuai dengan
dengan perilaku perilaku kekerasan yang
kekerasan yang biasa biasa dilakukan.
dilakukan 3.3. Bicarakan dengan klien
3. 3. Klien dapat apakah dengan cara yang
mengetahui cara dilakukan klien
yang biasa dilakukan masalahnya selesai
untuk menyelesaikan
masalah

TUK 5; 1. 1. Klien dapat 1. bicarakan akibat dan


Klien dapat menjelaskan akibat cara yang dilakukan klien
mengidentikasi dari cara yang bersama klien
akibat perilaku digunakan 2. menyimpulkan akibat
kekerasan 2. Akibat pada klien cara yang digunakan oleh
sendiri klien
3. Akibat pada orang 3. Tanya pada klien
lain akibat pada apakah ia ingin
lingkungan mempelajari cara yang
baru dan yang sehat.
TUK 6 : 1. klien dapat 1. 1. Bantu klien memilih
Klien dapat menyebutkan contoh cara yang paling tepat
mendemonstrasik pencegahan perilaku untuk klien
an cara kekerasan secara : 2. 2. Bantu klien
mengontrol - Fisik: Tarik nafas mengidentifikasi manfaat
perilaku dalam , olah raga, cara yang telah dipilih
kekerasan memukul bantal 3. 3. Bantu klien untuk
- Verbal: Mengatakan menstimulasikan cara
secara langsung tersebut atau dengan role
dengan tidak play
menyakiti. 4. 4. Beri reinforcement
2. klien dapat positif atas keberhasilan
mendemonstrasikan klien menstimulasikan
cara fisik (memukul cara tersebut
bantal) untuk 5. 5. Anjurkan klien untuk
mencegah perilaku menggunakan cara yang
kekerasan. dipelajari saat jengkel atau
marah.

TUK 7 : 1. 1. Klien dapat 1. Jelaskan jenis-jenis obat


Klien dapat menyebut kan obat – yang di minum pada klien
menggunakan obat yang di minum dan keluarga.
obat dengan benar dan kegunaanya ( 2. Diskusikan manfaat
( sesuai dengan jenis minum obat dan kerugian
program ) ,waktu,dosis,dan berhenti minum obat tanpa
efek ) seijin dokter
2. 2. Klien dapat minum 3. Jelaskan prinsip benar
obat sesuai program minum obat(baca nama yg
pengobatan tertera pd botol obat,dosis
obat ,waktu dan cara
minum)
4. Anjurkan klien minum
obat tepat waktu
5. Anjurkan klien
melaporkan pada perawat
atau dokter jika merasakan
efek yang tidak
menyenang kan
6. Beri pujian jika klien
minum obat dengan benar.
XVII. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
Waktu Dx SP IMPLEMENTASI EVALUASI
Selasa 1 SP 1 1. Membina hubungan S : Klien senang karena
15/01/13 saling percaya dengan disapa oleh perawat.
17.00 mengungkapkan O : Klien mau berjabat
komunikasi terapeutik tangan
2. Menyapa klien dengan  Klien mau bercerita
ramah,baik verbal tentang diri nya
maupun non verbal.  Kontak mata cukup
3. Memperkenal diri A : Klien mampu membina
dengan sopan. hubungan saling percaya,
4. Menjelaskan tujuan SP 1 tercapai.
pertemuan dengan P : Lanjutkan SP 2,klien
lengkap dapat mengidentifikasi
5. Menanyakan nama penyebab marah.
klien dengan lengkap. K : Klien di minta untuk
6. Mengatakan dengan mencari penyebab marah.
jujur dan menepati janji
7. Menunjukkan rasa
empati dan menerima
klien apa adanya.
8. Memberikan perhatian
kepada klien dan
perhatikan
kebutuhan dasar klien

SP 2 1. Mengkaji pengetahuan S : Klien marah apabila


klien tentang perilaku keinginannya tidak
kekerasan dan terpenuhi
penyebab. O : Klien dapat
2. Memberikan mengungkapkan perasaan
kesempatan kepada marah atau jengkel.
17.00 klien untuk  Klien tampak
mengungkapkan tegang tegangan
perasaan penyebab dan tatapan mata
perilaku kekerasan tajam.
3. Memberikan pujian A : Klien mampu
terhadap kemampuan mengungkapkan penyebab
klien mengungkap kan marah atau jengkel,SP 2
perasaannya. tercapai.
P : Lanjutkan SP 3, klien
dapat mengontrol dan
penanganan perilaku
kekerasan dengan cara
sholat dan berdoa.
K : Klien diminta untuk
mencari penyebab dan
tanda marah yang belum di
ungkapkan

Rabu SP 3 1. Mendiskusikan S : klien saat marah akan


16/01/2013 bersama klien tentang berbicara dengan nada
12.30 apa yang dirasakan saat tinggi, tangan mengepal,
klien marah matanya menatap tajam,
2. Mendiskusikan wajahnya tampak merah.
bersama klien tentang O : pasien menunjukkan
tanda-tanda perilaku tanda-tanda :
kekerasan. a. Nada suara tinggi
b. Mata menatap tajam
c. Tangan mengepal.
A : klien mampu
mengidentifikasi tanda dan
gejala saat marah atau
jengkel. SP 3 tercapai.
K : klien diminta untuk
mengidentifikasi perilaku
kekerasan yang sering
dilakukan.
SP 4 1. Menganjurkan klien S : klien akan marah-marah
untuk mengungkapkan apabila keinginanya tidak
perilaku kekerasan yang dipenuhi dan memukul
biasa dilakukan. pintu / jendela.
2. Membantu klien O : klien tampak :Tegang,
bermain peran sesuai tangan mengepal, mata
dengan perilaku menatap tajam, wajah
kekerasan. memerah.
3. Membicarakan dengan A : klien mampu
klien apakah dengan cara mengungkapkan perilaku
yang dilakukan oleh kekerasan yang bisa
klien masalah akan dilakukan. SP 4 tercapai.
teratasi. P : lanjutkan SP 5, klien
dapat mengungkapkan
perilaku yang sering
dilakukan saat marah.
K : klien diminta untuk
mengingat kembali akibat
yang akan ditimbulkan.
Kamis SP 5 1. membicarakan akibat S : klien sangat menyesal
18/01/2013 atau kerugian dan cara dan ingin minta maaf
11.15 yang dilakukan kilen setelah dirinya marah –
pada saat marah marah dan memukul
2. Menyimpulkan ayahnya.
bersama klien akibat dari O : klien tampak : sedih,
cara yang digunakan oleh ingin menangis, mata
klien menatap tajam, wajah
3. Menanyakan kepada memerah.
klien apakah klien mau A : klien mampu
mempelajari cara-cara mengungkapkan akibat
yang baru dan sehat atau kerugian dari perilaku
kekerasan yang
dilakukannya, SP 5
tercapai.
P : lanjutkan SP 6, klien
dapat mengontrol perilaku
yang sering dilakukan saat
marah.
K : klien diminta untuk
berlatih mengontrol marah
dengan cara sholat dan
berdoa.
12.00 SP 6 1. Melatih klien S : Klien mengatakan
mengontrol perilaku jarang sholat dan merasa
kekerasan dan doa nya tidak dikabulkan.
penanganan dengan cara O : Klien tidak
sholan dan berdoa melaksanakan sholat dan
2. Menganjurkan klien berdoa.
memasukkan dalam A : SP 6 belum tercapai
jadwal kegiatan. P : Ulangi dan Pertahankan
SP 6,
K : Klien diminta berlatih
untuk meminum obat
secara teratur

SP 7 1. Melatih klien minum S : Klien mengatakan


obat dengan teratur minum obat secara teratur
2. menganjurkan klien setelah makan.
memasukkan dalam O : Klien mau minum obat
jadwal kegiatan tanpa paksaan perawat.
A : SP 7 tercapai
P : Ulangi SP 6, dan
pertahankan SP 1 – SP 7.
K : Klien diminta untuk
mempertahankan apa yang
telah dilakukan tadi.
BAB IV
PENUTUP

1. Kesimpulan
Pada kasus perilaku kekerasan yang dialami pada Tn. H tindakan yang dilakukan sesuai
dengan konsep teori adalah membina hubungan saling percaya, membantu klien mengungkapkan
penyebab perasaan jengkel atau marah, membantu klien mengidentifikasi tanda-tanda perilaku
kekerasan, membantu mengungkapkan akibat atau kerugian dari cara yang digunakan klien,
membantu klien mengidentifikasi cara yang konstruktif dalam berespon terhadap kemarahannya
dan mengajarkan cara untuk menyalurkan energy marah yang sehat agar tidak menciderai diri
sendiri, oarng lain dan lingkungan.

2. Saran
Untuk pasien :
Usulan penulis pada klien dengan ekspresi marah untuk mengatasi masalah yang dihadapi.
1. Hindarkan hal-hal yang bisa menyebabkan marah yaitu mengungkit masalah tentang
keinginan yang tidak terpenuhi, menjauhi hal-hal yang menyebabkan klien jengkel.
2. Ekspresikan marah dengan menggunakan kata-kata yang dapat dimengerti dan diterima tanpa
menyakiti orang lain
3. Anjurkan klien untuk mengikuti kegiatan atau aktivitas sehari-hari baik didalam ruangan
maupun diluar ruangan.
4. Anjurkan klien minum obat secara teratursesuai dengan ketentuan dokter.
5. Anjurkan klien kontrol dengan teratur setelah pulang dari rumah sakit

Untuk perawat :
1. Perawat perlu mengeksplorasikan perasaan marah dengan : mengkaji pengalaman marah masa
lalu dan bermain peran dalam mengungkapkan marah.
2. Perawat perlu mengembangkan tingkah laku asertif bagi klien yaitu menganjurkan pada klien
untuk mengungkapkan perasaannya secara berkelompok misal dengan keluarga untuk dapat
pemecehan masalahya.
3. Perawat perlu mengembangkan dan menyalurkan nergi kemarahannya dengan cara yang
konstruktif.
4. Melakukan aktivitas fisik seperti olahraga, lari pagi, angkat berat dan aktivitas lain yang
membantu relaksasi otot seperti olahraga.
5. Mengikutsertakan klien dalam terapi aktivitas kelompok.

Untuk di Rumah Sakit :


1. Dapat memperthankan keperawatan yang komprehensif yang telah dilakukan selama ini.
2. Pertahankan kerjasama dalam keperawatan kepada pasien, dapat meningkatkan mutu
pelayanan asuhan keperawatan disetiap sub keperawatan.

Untuk mahasiswa :
1. Tingkatkan semangat individu dan kerjasama kelompok, mengelola kasus kelompok agar
dapat memberikan asuhan keperawatan secara profesional.
2. Mempersiapkan diri baik fisik maupun materi sebelum praktek khususnya dalam bidang
keperawatan jiwa.
DAFTAR PUSTAKA

Stuart G. W, Sundeen. S. J. (1998). Keperawatan Jiwa. Jakarta : ECG


Kusumawati. (2010). Asuhan Keperawatan Jiwa. Jakarta : Salemba Medika.

Prabowo, E. (2014). Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Medikal Book.

Keliat. (2011). Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas. Jakarta : ECG

Hartono, Y. (2010). Keperawatan Jiwa. Jakarta : Salemba Medika.


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan
Rahmat,inayah,Taufik dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan askep
ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana.Semoga askep ini dapat dipergunakan
sebagai salah satu acuan.petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam ‘’ASKEP KLIEN
DENGAN PERILAKU KEKERASAN” mata kuliah kesehatan jiwa.
Harapan penulis semoga askep ini membantu menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca. Sehingga penulis dapat memperbaiki bentuk maupun isi askep
ini sehingga kedepannya dapat lebih baik. Askep ini penulis akui masih banyak kekurangan
karena ilmu yang penulis miliki sangat kurang. Oleh karena itu penulis harapkan kepada para
pembaca dan dosen pembimbing untuk dapat memberikan masukan-masukan yang bersifat
membangun untuk kesempurnaan askep ini.

Bireuen. 23 Februari 2018

Penulis.

Anda mungkin juga menyukai