Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

KISTA OVARIUM

I. KONSEP KISTA OVARIUM


2.1 Definisi Kista Ovarium
Beberapa pengertian mengenai kista ovarium sebagai berikut:
Menurut (Winkjosastro, 2009) kistoma ovarii merupakan suatu tumor, baik yang
kecil maupun yang besar, kistik atau padat, jinak atau ganas. Dalam kehamilan,
tumor ovarium yang dijumpai yang paling sering ialah kista dermoid, kista
coklat atau kista lutein. Tumor ovarium yang cukup besar dapat menyebabkan
kelainan letak janin dalam rahim atau dapat menghalang-halangi masuknya
kepala ke dalam panggul.

Kista ovarium adalah pertumbuhan sel yang berlebihan/abnormal pada ovarium


yang membentuk seperti kantong. Kista ovarium secara fungsional adalah kista
yang dapat bertahan dari pengaruh hormonal dengan siklus mentsruasi (Bobak,
Lowdermilk & Jensen, 2011).

Kista ovarium merupakan pembesaran sederhana ovarium normal, folikel de


graf atau korpus luteum atau kista ovarium dapat timbul akibat pertumbuhan dari
epithelium ovarium (Smelzer & Bare, 2012).

Tumor ovarium sering jinak bersifat kista, ditemukan terpisah dari uterus dan
umumnya diagnosis didasarkan pada pemeriksaan fisik (Sjamsoehidayat, 2011).
Jenis-jenis kista ovarium terdiri dari:
1. Kistoma ovari simpleks, kista yang permukaannya rata dan halus, biasanya
bertangkai, seringkali bilateral dan dapat menjadi besar. Dinding kista tipis
berisi cairan jernih yang serosa dan berwarna kuning.
2. Kistodema ovari musinosum, bentuk kista multilokular, biasanya unilateral
dan dapat tumbuh menjadi besar.
3. Kistadenoma ovari serosum, kista yang berasal dari epitel germinativum,
kista ini dapat membesar.
4. Kista dermoid, teratoma kistik jinak dengan struktur ektodermal
berdiferensiasi sempurna dan lebih menonjol dari pada mesoderm dan
endoterm. Dinding kista keabu-abuan dan agak tipis.

Berdasarkan tingkat keganasannya, kista terbagi menjadi dua yaitu non-


neoplastik dan neoplastik. Kista non-neoplastik sifatnya jinak dan biasanya akan
mengempis sendiri setelah 2 hingga 3 bulan. Sedangkan kista neoplastik
umumnya harus dioperasi, namun hal itu pun tergantung pada ukuran dan
sifatnya.

2.2 ETIOLOGI
Berdasarkan (Smelzer & Bare, 2012), penyebab dari kista belum diketahui
secara pasti, kemungkinan terbentuknya kista akibat gangguan pembentukan
hormon dihipotalamus, hipofisis atau di indung telur sendiri (ketidakseimbangan
hormon). Kista folikuler dapat timbul akibat hipersekresi dari FSH dan LH yang
gagal mengalami involusi atau mereabsorbsi cairan. Kista granulosa lutein yang
terjadi didalam korpus luteum indung telur yang fungsional dan dapat membesar
bukan karena tumor, disebabkan oleh penimbunan darah yang berlebihan saat
fase pendarahan dari siklus menstruasi. Kista theka-lutein biasanya bersifat
bilateral dan berisi cairan bening, berwarna seperti jerami. Penyebab lain adalah
adanya pertumbuhan sel yang tidak terkendali di ovarium, misalnya pertumbuah
abnormal dari folikel ovarium, korpus luteum, sel telur.

Menurut Nugroho (2010), kista ovarium disebabkan oleh gangguan


(pembentukan) hormon pada hipotalamus, hipofisis dan ovarium. Beberapa teori
menyebutkan bahwa penyebab tumor adalah bahan karsinogen seperti rokok,
bahan kimia, sisa-sisa pembakaran zat arang, bahan-bahan tambang.
Beberapa faktor resiko berkembangnya kista ovarium, adalah sebagai berikut:
1. Riwayat kista terdahulu
2. Siklus haid tidak teratur
3. Perut buncit
4. Menstruasi di usia dini (11 tahun atau lebih muda)
5. Sulit hamil
6. Penderita hipotiroid

2.3 TANDA DAN GEJALA


Sebagian besar kista ovarium tidak menimbulkan gejala, atau hanya sedikit nyeri
yang tidak berbahaya. Tetapi adapula kista yang berkembang menjadi besar dan
menimpulkan nyeri yang tajam. Pemastian penyakit tidak bisa dilihat dari gejala-
gejala saja karena mungkin gejalanya mirip dengan keadaan lain seperti
endometriosis, radang panggul, kehamilan ektopik (di luar rahim) atau kanker
ovarium. Meski demikian, penting untuk memperhatikan setiap gejala atau
perubahan ditubuh untuk mengetahui gejala mana yang serius. Berdasarkan
(Mansjoer, 2013), gejala-gejala berikut mungkin muncul bila anda mempunyai
kista ovarium:
1. Perut terasa penuh, berat, kembung
2. Tekanan pada dubur dan kandung kemih (sulit buang air kecil)
3. Haid tidak teratur
4. Nyeri panggul yang menetap atau kambuhan yang dapat menyebar ke
punggung bawah dan paha.
5. Nyeri mendadak dibagian perut bawah
6. Nyeri pinggul ketika menstruasi
7. Menstruasi nyang datang terlambat disertai dengan nyeri
8. Menstruasi yang kadang memanjang dan memendek
9. Nyeri sanggama
10. Mual, ingin muntah, atau pengerasan payudara mirip seperti pada saat
hamil.

2.4 PATOFISIOLOGI
Berdasarkan Smeltzer & Bare (2012) menyatakan bahwa fungsi ovarium yang
normal tergantung pada sejumlah hormon, dan kegagalan salah satu
pembentukan hormon dapat mempengaruhi fungsi ovarium tersebut. Ovarium
tidak akan berfungsi secara normal jika tubuh wanita tidak menghasilkan
hormon hipofisa dalam jumlah yang tepat. Fungsi ovarium yang abnormal dapat
menyebabkan penimbunan folikel yang terbentuk secara tidak sempurna didalam
ovarium. Folikel tersebut gagal mengalami pematangan, gagal berinvolusi, gagal
mereabsorbsi cairan dan gagal melepaskan sel telur, sehingga menyebabkan
folikel tersebut menjadi kista.

Setiap hari ovarium normal akan membentuk beberapa kista kecil yang disebut
folikel de graff. Pada pertengahan siklus, folikel dominan dengan diameter lebih
dari 2.8cm akan melepaskan oosit mature. Folikel yang ruptur akan menjadi
korpus luteum, yang pada saat matang memiliki struktur 1,5-2 cm dengan kista
di tenga-tengah.

Bila tidak terjadi fertilisasi pada oosit, korpus luteum akan mengalami fibrosis
dan pengerutan secara progresif. Namun bila terjadi fertilisasi, korpus luteum
mula-mula akan membesar kemudian secara gradual akan mengecil selama
kehamilan.

Kista ovari berasal dari proses ovulasi normal disebut kista fungsional dan selalu
jinak. Kista dapat berupa kista folikural dan luteal yang kadang-kadang disebut
kista theca-lutein. Kista tersebut dapat distimulasi oleh gonadotropin, termasuik
FSH dan HCG.
2.5 PATHWAY

Ketidakseimbangan dan kegagalan salah satu


pembentukan hormon yang mempengaruhi indung telur

Fungsi ovarium abnormal

Penimbunal folikel yang terbentuk secara tidak sempurna

Folikel gagal mengalami pematangan, gagal


berinvolusi dan gagal mereabsorbsi cairan

Terbentuk kista ovarium

Adanya cairan dalam Ansietas Pembedahan


jaringan di daerah ovarium

Jaringan terputus

Klien merasa nyeri


diperut bagian bawah
Kerusakan
integritas
jaringan

Nyeri akut

Klien mengalami
ketakutan dalam
melakukan mobilisasi

Hambatan
mobilitas fisik

Sumber: (Taufan Nugroho, 2010)


2.6 KOMPLIKASI
Berdasarkan Winkjosastro (2010) bahwa beberapa ahli mencurigai kista ovarium
bertanggung jawab atas terjadinya kanker ovarium pada wanita diatas 40 tahun.
Mekanisme terjadinya kanker masih belum jelas namun dianjurkan pada wanita
yang berusia diatas 40 tahun untuk melakukan skrining atau deteksi dini
terhadap kemungkinan terjadinya kanker ovarium. Faktor resiko lain yang
dicurigai adalah penggunaan kontrasepsi oral terutama yang berfungsi menekan
terjadinya ovulasi. Maka dari itu bila seorang wanita usia subur menggunakan
metode konstrasepsi ini dan kemudian mengalami keluhan pada siklus
menstruasi, lebih baik segera melakukan pemeriksaan lengkap atas kemungkinan
terjadinya kanker ovarium.

2.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Berdasarkan (Winkjosastro, 2010) bahwa pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan pada klien dengan kista ovarium sebagai berikut:
1. Laparaskopi, pemeriksaan ini sangat berguna untuk mengetahui apakah
sebuah tumor berasal dari ovarium atau tidak, dan untuk menentukan silat-
sifat tumor itu.
2. Ultrasonografi, pemeriksaan ini dapat ditentukan letak dan batas tumor
apakah tumor berasal dari uterus, ovarium, atau kandung kencing, apakah
tumor kistik atau solid, dan dapatkah dibedakan pula antara cairan dalam
rongga perut yang bebas dan yang tidak.
3. Foto Rontgen, pemeriksaan ini berguna untuk menentukan adanya
hidrotoraks. Selanjutnya, pada kista dermoid kadang-kadang dapat dilihat gigi
dalam tumor. Penggunaan foto rontgen pada pictogram intravena dan
pemasukan bubur barium dalam colon disebut di atas.
4. Pap smear, untuk mengetahui displosia seluler menunjukan kemungkinan
adaya kanker atau kista.

2.8 PENATALAKSANAAN
Berdasarkan Hamylton (2011); Bobak, Lowdermilk, & Jensen (2011);
Winkjosastro (2010) bahwa penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada klien
dengan kista ovarium sebagai berikut:
1. Pengangkatan kista ovarium yang besar biasanya adalah melalui tindakan
bedah misal laparatomi, kistektomi atau laparatomi salpingooforektomi.
Tindakan operasi pada tumor ovarium neoplastik yang tidak ganas ialah
pengangkatan tumor dengan mengadakan reseksi pada bagian ovarium yang
mengandung tumor. Akan tetapi jika tumornya besar atau ada komplikasi,
perlu dilakukan pengangkatan ovarium, bisanya disertai dengan
pengangkatan tuba (Salpingo-oovorektomi).
2. Kontrasepsi oral dapat digunakan untuk menekan aktivitas ovarium dan
menghilangkan kista.
3. Perawatan pasca operasi setelah pembedahan untuk mengangkat kista
ovarium adalah serupa dengan perawatan setelah pembedahan abdomen
dengan satu pengecualian penurunan tekanan intra abdomen yang diakibatkan
oleh pengangkatan kista yang besar biasanya mengarah pada distensi
abdomen yang berat. Hal ini dapat dicegah dengan memberikan gurita
abdomen sebagai penyangga.
4. Tindakan keperawatan berikut pada pendidikan kepada klien tentang pilihan
pengobatan dan manajemen nyeri dengan analgetik atau tindakan
kenyamanan seperti kompres hangat pada abdomen atau teknik relaksasi
napas dalam, informasikan tentang perubahan yang akan terjadi seperti tanda-
tanda infeksi, perawatan insisi luka operasi.
5. Asuhan post operatif merupakan hal yang berat karena keadaan yang
mencakup keputusan untuk melakukan operasi, seperti hemorargi atau
infeksi. Pengkajian dilakukan untuk mengetahui tanda-tanda vital, asupan dan
keluaran, rasa sakit dan insisi. Terapi intravena, antibiotik dan analgesik
biasanya diresepkan. Intervensi mencakup tindakan pemberiaan rasa aman,
perhatian terhadap eliminasi, penurunan rasa sakit dan pemenuhan kebutuhan
emosional Ibu.
6. Efek anestesi umum mempengaruhi keadaan umum penderita, karena
kesadaran menurun. Selain itu juga diperlukan monitor terhadap
keseimbangan cairan dan elektrolit, suara nafas dan usaha pernafasan, tanda-
tanda infeksi saluran kemih, drainese urin dan perdarahan. Perawat juga harus
mengajarkan bagaimana aktifitas pasien di rumah setelah pemulangan,
berkendaraan mobil dianjurkan setelah satu minggu di rumah, tetapi tidak
boleh mengendarai atau menyetir untuk 3-4 minggu, hindarkan mengangkat
benda-benda yang berat karena aktifitas ini dapat menyebabkan kongesti
darah di daerah pelvis, aktifitas seksual sebaiknya dalam 4-6 minggu setelah
operasi, kontrol untuk evaluasi medis pasca bedah sesuai anjuran.
II. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
2.1 PENGKAJIAN
a. Biodata Klien
b. Riwayat penyakit sekarang
c. Keluhan utama
Klien biasanya mengeluh nyeri pada perut kanan bawah.
Klien biasanya merasa berat pada daerah pelvis dan cepat merasa lelah.
d. Riwayat penyakit dahulu
Tanyakan apakah klien pernah mengalami penyakit ini sebelumnya.
Tanyakan apakah klien ada mengalami/menderita penyakIt
molahidatidos / kehamilan anggur, kehamilan ektopik.
e. Riwayat penyakit Keluarga
Tanyakan apakah ada keluarga yang menderita penyakit yang sama
denagn klien.
f. Riwayat Obestri
Tanyakan kapan menstruasi terakhir?
Tanyakan haid pertama dan terakhir?
Tanyakan siklus menstruasi klien, apakah teratur atau tidak?
Tanyakan lamanya menstruasi dan banyaknya darah saat menstruasi
Tanyakan apakah ada keluhan saat menstruasi?
Pernahkah mengalami abortus? Berapa lama perdarahan?
Apakah partus sebelumnya spontan, atern atau proterm?
g. Pola Kebiasaan
Aktivitas / istirahat: Perubahan pola istirahat dan jam tidur pada malam
hari, adanya faktor-faktor yang mempengaruhi tidur seperti: nyeri,
cemas, berkeringat malam.
Kelemahan atau keletihan.
Keterbatasan latihan (dalam berpartisipasi terhadap latihan).
h. Sirkulasi.
Palpitasi (denyut jantung cepat / tidak beraturan / berdebar-debar), nyeri
dada, perubahan tekanan darah.
i. Integritas ego
Faktor stres (pekerjaan, keuangan, perubahan peran), cara mengatasi
stres (keyakinan, merokok, minum alkohol dan lain-lain).
Masalah dalam perubahan dalam penampilan : pembedahan, bentuk
tubuh.
Menyangkal, menarik diri, marah.
j. Eliminasi
Perubahan pola defekasi, darah pada feces, nyeri pada defekasi.
Perubahan buang air kecil : nyeri saat berkemih, nematuri, sering
berkemih.
Perubahan pada bising usus : distensi abdoment.
k. Makanan/cairan
Keadaan/kebiasaan diet buruk : rendah serat, tinggi lemak, adiktif,
bahan pengawet.
Anorexsia, mual-muntah.
Intoleransi makanan.
Perubahan berat badan.
Perubahan pada kulit: edema, kelembaban.
l. Neurosensori
Pusing, sinkope (kehilangan kesadaran secara tiba-tiba)
m. Nyeri
Derajat nyeri (ketidaknyamanan ringan sampai dengan berat)

2.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN


Menurut Herdman (2010) kemungkinan diagnosa yang muncul pada pasien
dengan kista ovarium adalah:
1. Preoperasi
a. Nyeri kronis b.d agen cedera biologi
b. Ansietas b.d perubahan status kesehatan
2. Post operasi
a. Nyeri akut b.d agen cedera fisik
b. Hambatan mobilisasi fisik b.d kelemahan fisik
c. Kerusakan integritas jaringan b.d faktor mekanik
Diagnosa 1: Nyeri
a. Definisi
Pengalaman sensori dan emosional tidak menyenangkanyang muncul akibat
kerusakan jaringan aktual atau potensial.
b. Batasan Karakteristik
Ekspresi wajah nyeri
Sikap melindungi area nyeri
Sikap tubuh melindungi
c. Faktor yang berhubungan
Agens cedera biologis (neoplasma)
Agens cedera fisik (prosedur bedah)
Diagnosa 2: Ansietas
d. Definisi
Perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang samar disertai respon
otonom.
e. Batasan Karakteristik
Gelisah
Gugup
Ketakutan
Gemetar
Kesedihan yang mendalam
f. Faktor yang berhubungan
Perubahan status kesehatan
Stressor
Diagnosa 3: Hambatan mobilitas fisik
g. Definisi
Keterbatasan pergerakan mandiri dari satu posisi ke posisi lain ditempat
tidur.
h. Batasan Karakteristik
Hambatan kemampuan bergerak telentang, miring, telungkup.
i. Faktor yang berhubungan
Kelemahan fisik
Nyeri
Diagnosa 4: Kerusakan integritas jaringan
j. Definisi
Kerusakan pada membrane mukosa, jaringan kornea, integument, atau
subkutan.
k. Batasan Karakteristik
Kerusakan atau kehancuran jaringan (misalnya: kornea, membrane mukosa,
integumen, atau subkutan).
l. Faktor yang berhubungan
Perubahan sirkulasi
Iritan kimia
Kekurangan atau kelebihan cairan
Faktor mekanis
Kekurangan atau kelebihan nutrisi

2.3 PERENCANAAN
Diagnosa 1: Nyeri
3.3.1 Tujuan dan kriteria hasil
 Pain level
 Pain control
 Comfort level
Kriteria hasil
3.3.1.1 Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu
menggunakan tekhnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri,
mencari bantuan)
3.3.1.2 Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan
manajemen nyeri
3.3.1.3 Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda
nyeri)
3.3.1.4 Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
3.3.2 Intervensi keperawatan
3.3.2.1 Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan factor presipitasi
R: memberikan informasi untuk membantu memudahkan tindakan
keperawatan
3.3.2.2 Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
R: mengetahui tingkat nyeri klien dari ekspresi klien.
3.3.2.3Gunakan tekhnik komunikasi terapeutik untuk mengetahui
pengalaman nyeri pasien
R: mengkaji pengalaman nyeri sebelumnya untuk memudahkan
pemberian terapi selanjutnya
3.3.2.4 Kendalikan faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon
klien terhadap ketidaknyamanan
R: lingkungan yang panas, gaduh dan sebagainya dapat
mempengaruhi keadaan klien yang dapat berdampak pada rasa
nyeri.
3.3.2.5 Ajarkan tentang tekhnik nonfarmakologi
R: membantu mengurangi nyeri dan meningkatkan kenyamanan
klien
3.3.2.6 Kolaborasi pemberian analgetik
R: mencegah bertambahnya rasa nyeri yang dirasakan klien
Diagnosa 2: Ansietas
3.3.3 Tujuan dan kriteria hasil
 Ansietas berkurang
 Pengendalian diri terhadap ansietas
Kriteria hasil :
3.3.3.1 Klien akan tetap meneruskan aktivitas yang dibutuhkan meskipun
mengalami kecemasan
3.3.3.2 Klien akan menunjukkan kemampuan untuk berfokus pada
pengetahuan dan keterampilan
3.3.3.3 Mengomunikasikan kebutuhan dan perasaan negative secara tepat
3.3.3.4 Memiliki tanda-tanda vital dalam batas normal
3.3.4 Intervensi keperawatan
3.3.4.1 Kaji dan dokumentasi tingkat kecemasan klien
R: memudahkan untuk intervensi keperawatan selanjutnya
3.3.4.2 Bimbing antisipasi
R: mempersiapkan klien menghadapi kemungkinan krisis
perkembangan dan/atau situasional
3.3.4.3 Penurunan ansietas
R: meminimalkan kekhawatiran, ketakutan, prasangka atau
perasaan tidak tenang
3.3.4.4 Lakukan teknik menenangkan diri
R: meredakan kecemasan pada pasien yang distress akut
3.3.4.5 Peningkatan koping
R: membantu klien beradaptasi dengan persepsi stressor,
perubahan, atau ancaman yang menghambat pemenuhan tuntutan
dan peran hidup
3.3.4.6 Dukungan emosi
R: memberikan penenangan, penerimaan, dan bantuan/dukungan
selama stres
Diagnosa 3: Hambatan mobilitas fisik
3.3.5 Tujuan dan kriteria hasil
 Memperlihatkan mobilitas
Kriteria hasil :
3.3.3.5 Klien akan memperlihatkan penggunaan alat bantu secara benar
3.3.3.6 Meminta bantuan untuk aktivitas mobilisasi, jika diperlukan
3.3.3.7 Melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri dengan alat bantu
3.3.3.8 Berjalan dengan menggunakan langkah-langkah yang benar
3.3.3.9 Berpindah dari dan ke kursi roda
3.3.6 Intervensi keperawatan
3.3.4.7 Kaji kebutuhan terhadap latihan
R: memudahkan untuk intervensi keperawatan selanjutnya
3.3.4.8 Ajarkan klien tentang penggunaan alat bantu mobilitas
R: memudahkan klien dalam penggunaan alat bantu dengan benar
3.3.4.9 Latihan fisik: ambulasi
R: meningkatkan dan membantu dalam berjalan untuk
mempertahankan fungsi tubuh autonom
3.3.4.10 Latihan fisik keseimbangan
R: menggunakan aktivitas, postur dan geraakan tertentu untuk
mempertahankan, meningkatkan, atau memulihkan keseimbangan
3.3.4.11 Latihan mobilisasi sendi
R: menggunakan gerakan tubuh aktif dan pasif untuk
mempertahankan atau meningkatkan fleksebilitas sendi
3.3.4.12 Bantuan perawatan diri: berpindah
R: membantu individu untuk mengubah posisinya
Diagnosa 4: Kerusakan integritas jaringan
3.3.7 Tujuan dan kriteria hasil
 Menunjukkan integritas jaringan
 Menunjukkan penyembuhan luka
Kriteria hasil :
3.3.7.1 Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas,
temperatur, hidrasi, pigmentasi)
3.3.7.2 Perfusi jaringan baik
3.3.7.3 Menunjukan proses perbaikan kulit
3.3.7.4 Mempertahankan kelembaban kulit
3.3.7.5 Menunjukkan terjadinya proses penyembuhan luka
3.3.8 Intervensi keperawatan
3.3.8.1 Perawatan area insisi
R: mmbersihkan, memantau dan meningkatkan penyembuhan luka
3.3.8.2 Perlindungan infeksi
R: mencegah dan mendeteksi dini infeksi pada pasien beresiko
3.3.8.3 Perawatan kulit: terapi topikal
R: mengoleskan zat topical atau manipulasi alat untuk
meningkatkan integritas kulit
3.3.4.15 Perawatan luka
R: mencegah komplikasi luka dan meningkatkan penyembuhan
luka
DAFTAR PUSTAKA

Bobak, Lowdermilk, & Jensen. (2011). Buku Ajar Keperawatan Maternitas, alih
bahasa Maria A. Wijayarini, Peter I. Anugrah (Edisi 4). Jakarta: EGC.
Dwi (2013). Mengenali Keadaan Patologis pada Organ Reproduksi Wanita. Jakarta:
Kapita Selecta
Hanifa (2011). Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: Widya medika.
Hummel (2014). Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta : EGC.
Manuaba (2010). Ilmu Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
Saifuddin (2013). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius.
Sanders (2007). At a Glance Sistem Reproduksi Edisi II. Jakarta : EMS, Erlangga
Medical Series.
Sarwono (2009). Ilmu Kesehatan dan Penyakit dalam. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai