KISTA OVARIUM
Tumor ovarium sering jinak bersifat kista, ditemukan terpisah dari uterus dan
umumnya diagnosis didasarkan pada pemeriksaan fisik (Sjamsoehidayat, 2011).
Jenis-jenis kista ovarium terdiri dari:
1. Kistoma ovari simpleks, kista yang permukaannya rata dan halus, biasanya
bertangkai, seringkali bilateral dan dapat menjadi besar. Dinding kista tipis
berisi cairan jernih yang serosa dan berwarna kuning.
2. Kistodema ovari musinosum, bentuk kista multilokular, biasanya unilateral
dan dapat tumbuh menjadi besar.
3. Kistadenoma ovari serosum, kista yang berasal dari epitel germinativum,
kista ini dapat membesar.
4. Kista dermoid, teratoma kistik jinak dengan struktur ektodermal
berdiferensiasi sempurna dan lebih menonjol dari pada mesoderm dan
endoterm. Dinding kista keabu-abuan dan agak tipis.
2.2 ETIOLOGI
Berdasarkan (Smelzer & Bare, 2012), penyebab dari kista belum diketahui
secara pasti, kemungkinan terbentuknya kista akibat gangguan pembentukan
hormon dihipotalamus, hipofisis atau di indung telur sendiri (ketidakseimbangan
hormon). Kista folikuler dapat timbul akibat hipersekresi dari FSH dan LH yang
gagal mengalami involusi atau mereabsorbsi cairan. Kista granulosa lutein yang
terjadi didalam korpus luteum indung telur yang fungsional dan dapat membesar
bukan karena tumor, disebabkan oleh penimbunan darah yang berlebihan saat
fase pendarahan dari siklus menstruasi. Kista theka-lutein biasanya bersifat
bilateral dan berisi cairan bening, berwarna seperti jerami. Penyebab lain adalah
adanya pertumbuhan sel yang tidak terkendali di ovarium, misalnya pertumbuah
abnormal dari folikel ovarium, korpus luteum, sel telur.
2.4 PATOFISIOLOGI
Berdasarkan Smeltzer & Bare (2012) menyatakan bahwa fungsi ovarium yang
normal tergantung pada sejumlah hormon, dan kegagalan salah satu
pembentukan hormon dapat mempengaruhi fungsi ovarium tersebut. Ovarium
tidak akan berfungsi secara normal jika tubuh wanita tidak menghasilkan
hormon hipofisa dalam jumlah yang tepat. Fungsi ovarium yang abnormal dapat
menyebabkan penimbunan folikel yang terbentuk secara tidak sempurna didalam
ovarium. Folikel tersebut gagal mengalami pematangan, gagal berinvolusi, gagal
mereabsorbsi cairan dan gagal melepaskan sel telur, sehingga menyebabkan
folikel tersebut menjadi kista.
Setiap hari ovarium normal akan membentuk beberapa kista kecil yang disebut
folikel de graff. Pada pertengahan siklus, folikel dominan dengan diameter lebih
dari 2.8cm akan melepaskan oosit mature. Folikel yang ruptur akan menjadi
korpus luteum, yang pada saat matang memiliki struktur 1,5-2 cm dengan kista
di tenga-tengah.
Bila tidak terjadi fertilisasi pada oosit, korpus luteum akan mengalami fibrosis
dan pengerutan secara progresif. Namun bila terjadi fertilisasi, korpus luteum
mula-mula akan membesar kemudian secara gradual akan mengecil selama
kehamilan.
Kista ovari berasal dari proses ovulasi normal disebut kista fungsional dan selalu
jinak. Kista dapat berupa kista folikural dan luteal yang kadang-kadang disebut
kista theca-lutein. Kista tersebut dapat distimulasi oleh gonadotropin, termasuik
FSH dan HCG.
2.5 PATHWAY
Jaringan terputus
Nyeri akut
Klien mengalami
ketakutan dalam
melakukan mobilisasi
Hambatan
mobilitas fisik
2.8 PENATALAKSANAAN
Berdasarkan Hamylton (2011); Bobak, Lowdermilk, & Jensen (2011);
Winkjosastro (2010) bahwa penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada klien
dengan kista ovarium sebagai berikut:
1. Pengangkatan kista ovarium yang besar biasanya adalah melalui tindakan
bedah misal laparatomi, kistektomi atau laparatomi salpingooforektomi.
Tindakan operasi pada tumor ovarium neoplastik yang tidak ganas ialah
pengangkatan tumor dengan mengadakan reseksi pada bagian ovarium yang
mengandung tumor. Akan tetapi jika tumornya besar atau ada komplikasi,
perlu dilakukan pengangkatan ovarium, bisanya disertai dengan
pengangkatan tuba (Salpingo-oovorektomi).
2. Kontrasepsi oral dapat digunakan untuk menekan aktivitas ovarium dan
menghilangkan kista.
3. Perawatan pasca operasi setelah pembedahan untuk mengangkat kista
ovarium adalah serupa dengan perawatan setelah pembedahan abdomen
dengan satu pengecualian penurunan tekanan intra abdomen yang diakibatkan
oleh pengangkatan kista yang besar biasanya mengarah pada distensi
abdomen yang berat. Hal ini dapat dicegah dengan memberikan gurita
abdomen sebagai penyangga.
4. Tindakan keperawatan berikut pada pendidikan kepada klien tentang pilihan
pengobatan dan manajemen nyeri dengan analgetik atau tindakan
kenyamanan seperti kompres hangat pada abdomen atau teknik relaksasi
napas dalam, informasikan tentang perubahan yang akan terjadi seperti tanda-
tanda infeksi, perawatan insisi luka operasi.
5. Asuhan post operatif merupakan hal yang berat karena keadaan yang
mencakup keputusan untuk melakukan operasi, seperti hemorargi atau
infeksi. Pengkajian dilakukan untuk mengetahui tanda-tanda vital, asupan dan
keluaran, rasa sakit dan insisi. Terapi intravena, antibiotik dan analgesik
biasanya diresepkan. Intervensi mencakup tindakan pemberiaan rasa aman,
perhatian terhadap eliminasi, penurunan rasa sakit dan pemenuhan kebutuhan
emosional Ibu.
6. Efek anestesi umum mempengaruhi keadaan umum penderita, karena
kesadaran menurun. Selain itu juga diperlukan monitor terhadap
keseimbangan cairan dan elektrolit, suara nafas dan usaha pernafasan, tanda-
tanda infeksi saluran kemih, drainese urin dan perdarahan. Perawat juga harus
mengajarkan bagaimana aktifitas pasien di rumah setelah pemulangan,
berkendaraan mobil dianjurkan setelah satu minggu di rumah, tetapi tidak
boleh mengendarai atau menyetir untuk 3-4 minggu, hindarkan mengangkat
benda-benda yang berat karena aktifitas ini dapat menyebabkan kongesti
darah di daerah pelvis, aktifitas seksual sebaiknya dalam 4-6 minggu setelah
operasi, kontrol untuk evaluasi medis pasca bedah sesuai anjuran.
II. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
2.1 PENGKAJIAN
a. Biodata Klien
b. Riwayat penyakit sekarang
c. Keluhan utama
Klien biasanya mengeluh nyeri pada perut kanan bawah.
Klien biasanya merasa berat pada daerah pelvis dan cepat merasa lelah.
d. Riwayat penyakit dahulu
Tanyakan apakah klien pernah mengalami penyakit ini sebelumnya.
Tanyakan apakah klien ada mengalami/menderita penyakIt
molahidatidos / kehamilan anggur, kehamilan ektopik.
e. Riwayat penyakit Keluarga
Tanyakan apakah ada keluarga yang menderita penyakit yang sama
denagn klien.
f. Riwayat Obestri
Tanyakan kapan menstruasi terakhir?
Tanyakan haid pertama dan terakhir?
Tanyakan siklus menstruasi klien, apakah teratur atau tidak?
Tanyakan lamanya menstruasi dan banyaknya darah saat menstruasi
Tanyakan apakah ada keluhan saat menstruasi?
Pernahkah mengalami abortus? Berapa lama perdarahan?
Apakah partus sebelumnya spontan, atern atau proterm?
g. Pola Kebiasaan
Aktivitas / istirahat: Perubahan pola istirahat dan jam tidur pada malam
hari, adanya faktor-faktor yang mempengaruhi tidur seperti: nyeri,
cemas, berkeringat malam.
Kelemahan atau keletihan.
Keterbatasan latihan (dalam berpartisipasi terhadap latihan).
h. Sirkulasi.
Palpitasi (denyut jantung cepat / tidak beraturan / berdebar-debar), nyeri
dada, perubahan tekanan darah.
i. Integritas ego
Faktor stres (pekerjaan, keuangan, perubahan peran), cara mengatasi
stres (keyakinan, merokok, minum alkohol dan lain-lain).
Masalah dalam perubahan dalam penampilan : pembedahan, bentuk
tubuh.
Menyangkal, menarik diri, marah.
j. Eliminasi
Perubahan pola defekasi, darah pada feces, nyeri pada defekasi.
Perubahan buang air kecil : nyeri saat berkemih, nematuri, sering
berkemih.
Perubahan pada bising usus : distensi abdoment.
k. Makanan/cairan
Keadaan/kebiasaan diet buruk : rendah serat, tinggi lemak, adiktif,
bahan pengawet.
Anorexsia, mual-muntah.
Intoleransi makanan.
Perubahan berat badan.
Perubahan pada kulit: edema, kelembaban.
l. Neurosensori
Pusing, sinkope (kehilangan kesadaran secara tiba-tiba)
m. Nyeri
Derajat nyeri (ketidaknyamanan ringan sampai dengan berat)
2.3 PERENCANAAN
Diagnosa 1: Nyeri
3.3.1 Tujuan dan kriteria hasil
Pain level
Pain control
Comfort level
Kriteria hasil
3.3.1.1 Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu
menggunakan tekhnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri,
mencari bantuan)
3.3.1.2 Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan
manajemen nyeri
3.3.1.3 Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda
nyeri)
3.3.1.4 Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
3.3.2 Intervensi keperawatan
3.3.2.1 Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan factor presipitasi
R: memberikan informasi untuk membantu memudahkan tindakan
keperawatan
3.3.2.2 Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
R: mengetahui tingkat nyeri klien dari ekspresi klien.
3.3.2.3Gunakan tekhnik komunikasi terapeutik untuk mengetahui
pengalaman nyeri pasien
R: mengkaji pengalaman nyeri sebelumnya untuk memudahkan
pemberian terapi selanjutnya
3.3.2.4 Kendalikan faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon
klien terhadap ketidaknyamanan
R: lingkungan yang panas, gaduh dan sebagainya dapat
mempengaruhi keadaan klien yang dapat berdampak pada rasa
nyeri.
3.3.2.5 Ajarkan tentang tekhnik nonfarmakologi
R: membantu mengurangi nyeri dan meningkatkan kenyamanan
klien
3.3.2.6 Kolaborasi pemberian analgetik
R: mencegah bertambahnya rasa nyeri yang dirasakan klien
Diagnosa 2: Ansietas
3.3.3 Tujuan dan kriteria hasil
Ansietas berkurang
Pengendalian diri terhadap ansietas
Kriteria hasil :
3.3.3.1 Klien akan tetap meneruskan aktivitas yang dibutuhkan meskipun
mengalami kecemasan
3.3.3.2 Klien akan menunjukkan kemampuan untuk berfokus pada
pengetahuan dan keterampilan
3.3.3.3 Mengomunikasikan kebutuhan dan perasaan negative secara tepat
3.3.3.4 Memiliki tanda-tanda vital dalam batas normal
3.3.4 Intervensi keperawatan
3.3.4.1 Kaji dan dokumentasi tingkat kecemasan klien
R: memudahkan untuk intervensi keperawatan selanjutnya
3.3.4.2 Bimbing antisipasi
R: mempersiapkan klien menghadapi kemungkinan krisis
perkembangan dan/atau situasional
3.3.4.3 Penurunan ansietas
R: meminimalkan kekhawatiran, ketakutan, prasangka atau
perasaan tidak tenang
3.3.4.4 Lakukan teknik menenangkan diri
R: meredakan kecemasan pada pasien yang distress akut
3.3.4.5 Peningkatan koping
R: membantu klien beradaptasi dengan persepsi stressor,
perubahan, atau ancaman yang menghambat pemenuhan tuntutan
dan peran hidup
3.3.4.6 Dukungan emosi
R: memberikan penenangan, penerimaan, dan bantuan/dukungan
selama stres
Diagnosa 3: Hambatan mobilitas fisik
3.3.5 Tujuan dan kriteria hasil
Memperlihatkan mobilitas
Kriteria hasil :
3.3.3.5 Klien akan memperlihatkan penggunaan alat bantu secara benar
3.3.3.6 Meminta bantuan untuk aktivitas mobilisasi, jika diperlukan
3.3.3.7 Melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri dengan alat bantu
3.3.3.8 Berjalan dengan menggunakan langkah-langkah yang benar
3.3.3.9 Berpindah dari dan ke kursi roda
3.3.6 Intervensi keperawatan
3.3.4.7 Kaji kebutuhan terhadap latihan
R: memudahkan untuk intervensi keperawatan selanjutnya
3.3.4.8 Ajarkan klien tentang penggunaan alat bantu mobilitas
R: memudahkan klien dalam penggunaan alat bantu dengan benar
3.3.4.9 Latihan fisik: ambulasi
R: meningkatkan dan membantu dalam berjalan untuk
mempertahankan fungsi tubuh autonom
3.3.4.10 Latihan fisik keseimbangan
R: menggunakan aktivitas, postur dan geraakan tertentu untuk
mempertahankan, meningkatkan, atau memulihkan keseimbangan
3.3.4.11 Latihan mobilisasi sendi
R: menggunakan gerakan tubuh aktif dan pasif untuk
mempertahankan atau meningkatkan fleksebilitas sendi
3.3.4.12 Bantuan perawatan diri: berpindah
R: membantu individu untuk mengubah posisinya
Diagnosa 4: Kerusakan integritas jaringan
3.3.7 Tujuan dan kriteria hasil
Menunjukkan integritas jaringan
Menunjukkan penyembuhan luka
Kriteria hasil :
3.3.7.1 Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas,
temperatur, hidrasi, pigmentasi)
3.3.7.2 Perfusi jaringan baik
3.3.7.3 Menunjukan proses perbaikan kulit
3.3.7.4 Mempertahankan kelembaban kulit
3.3.7.5 Menunjukkan terjadinya proses penyembuhan luka
3.3.8 Intervensi keperawatan
3.3.8.1 Perawatan area insisi
R: mmbersihkan, memantau dan meningkatkan penyembuhan luka
3.3.8.2 Perlindungan infeksi
R: mencegah dan mendeteksi dini infeksi pada pasien beresiko
3.3.8.3 Perawatan kulit: terapi topikal
R: mengoleskan zat topical atau manipulasi alat untuk
meningkatkan integritas kulit
3.3.4.15 Perawatan luka
R: mencegah komplikasi luka dan meningkatkan penyembuhan
luka
DAFTAR PUSTAKA
Bobak, Lowdermilk, & Jensen. (2011). Buku Ajar Keperawatan Maternitas, alih
bahasa Maria A. Wijayarini, Peter I. Anugrah (Edisi 4). Jakarta: EGC.
Dwi (2013). Mengenali Keadaan Patologis pada Organ Reproduksi Wanita. Jakarta:
Kapita Selecta
Hanifa (2011). Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: Widya medika.
Hummel (2014). Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta : EGC.
Manuaba (2010). Ilmu Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
Saifuddin (2013). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius.
Sanders (2007). At a Glance Sistem Reproduksi Edisi II. Jakarta : EMS, Erlangga
Medical Series.
Sarwono (2009). Ilmu Kesehatan dan Penyakit dalam. Jakarta: EGC