Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM

TEKNOLOGI PRODUKSI TANAMAN PERKEBUNAN DAN


INDUSTRI EKOSISTEM SUB OPTIMAL II

Oleh :

RIZKI AYU SAFARINA


1606115050

AGROTEKNOLOGI –A
KELOMPOK 5

JURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2019
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM

TEKNOLOGI PRODUKSI TANAMAN PERKEBUNAN DAN


INDUSTRI EKOSISTEM SUB OPTIMAL II

PEMBIBITAN KARET DAN KAKAO

PRAKTIKAN

RIZKI AYU SAFARINA


1606115050

ASISTEN

(ILHAM SATRIA) (REZAN FIKRIANSYAH)


KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, sujud sukur kehadirat Allah SWT, penulis akhirnya dapat


menyelesaikan Laporan Akhir Praktikum TEKNOLOGI PRODUKSI
TANAMAN PERKEBUNAN DAN INDUSTRI EKOSISTEM SUB
OPTIMAL II dengan baik.

Pada penulisan laporan ini, penulis menyadari masih banyak terdapatnya


kekurangan baik materi yang tercakup didalamnya maupun tata cara
penyajiannya. Untuk itu dengan kerendahan hati, penulis menerima kritik dan
saran demi perbaikan dan kesempurnaan penulisan laporan ini. Harapan penulis
semoga laporan ini dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak yang
memerlukannya.

Akhirnya, semoga laporan ini dapat menjadi masukan yang berharga bagi
kita semua dalam memperkaya wawasan dan pengetahuan bersama.
Kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT semata, namun manusia hanya
berusaha untuk mendekati keempurnaan, masukan dari pembaca sangat berarti
bagi penulis dalam upaya untuk mendekati kesempurnaan. Sekali lagi terimakasih.

Pekanbaru, 22 April 2019

Penulis,
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………..
DAFTAR ISI………………………………………………………………
DAFTAR GAMBAR………………………………………………………
DAFTAR TABEL…………………………………………………………
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang………………………………………………..
1.2 Tujuan……………………………………………….
1.3 Hipotesis…………………………………………………

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Karet……………………………………………………………..
2.2 Kakao…………………………………………………………..

BAB III METODOLOGI


3.1 Waktu dan Tempat……………………………………………………
3.2 Bahan dan Alat……………………………………………………..
3.3 Metode Praktikum………………………………………………….
3.4 Pelaksanaan Praktikum………………………………………………
3.5 Pengamatan………………………………………………………….

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Hasil……………………………………………………………….
4.2 Pembahasan………………………………………………………..

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN


5.1 Kesimpulan……………………………………………………….
5.2 Saran……………………………………………………………….

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………..
I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Karet merupakan komoditi ekspor yang mampu memberikan kontribusi di


dalam upaya peningkatan devisa Indonesia. Ekspor Karet Indonesia selama 20
tahun terakhir terus menunjukkan adanya peningkatan dari 1.0 juta ton pada tahun
1985 menjadi 1.3 juta ton pada tahun 1995 dan 1.9 juta ton pada tahun 2004.
Pendapatan devisa dari komoditi ini pada tahun 2004 mencapai US$ 2.25 milyar,
yang merupakan 5% dari pendapatan devisa non-migas.
Sejumlah lokasi di Indonesia memiliki keadaan lahan yang cocok untuk
pertanaman karet, sebagian besar berada di wilayah Sumatera dan Kalimantan.
Luas area perkebunan karet tahun 2005 tercatat mencapai lebih dari 3.2 juta ha
yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Diantaranya 85% merupakan
perkebunan karet milik rakyat, dan hanya 7% perkebunan besar negara serta 8%
perkebunan besar milik swasta. Produksi karet secara nasional pada tahun 2005
mencapai angka sekitar 2.2 juta ton. Jumlah ini masih akan bisa ditingkatkan lagi
dengan memberdayakan lahan-lahan pertanian milik petani dan lahan
kosong/tidak produktif yang sesuai untuk perkebunan karet.
Dengan memperhatikan adanya peningkatan permintaan dunia terhadap
komoditi karet ini dimasa yang akan datang, maka upaya untuk meningkatakan
pendapatan petani melalui perluasan tanaman karet dan peremajaaan kebun bisa
merupakan langkah yang efektif untuk dilaksanakan. Guna mendukung hal ini,
perlu diadakan bantuan yang bisa memberikan modal bagi petani atau perkebun
swasta untuk membiayai pembangunan kebun karet dan pemeliharaan tanaman
secara intensif.
Kakao merupakan salah satu komoditas andalan perkebunan yang peranannya
cukup penting bagi perekonomian nasional, khususnya sebagai penyedia lapangan
kerja, sumber pendapatan dan devisa negara. Di samping itu kakao juga berperan
dalam mendorong pengembangan wilayan dan pengembangan agroindustri. Pada
tahun 2002, perkebunan kakao telah menyediakan lapangan kerja dan sumber
pendapatan bagi sekitar 900 ribu kepala keluarga petani yang sebagian besar
berada di Kawasan Timur Indonesia (KTI) serta memberikan sumbangan devisa
terbesar ke tiga sub sektor perkebunan setelah karet dan minyak sawit dengan
nilai US $ 701 juta.
Perkebunan kakao di Indonesia mengalami perkembangan pesat dalam kurun
waktu 20 tahun terakhir dan pada tahun 2002 areal perkebunan kakao Indonesia
tercatat seluas 914.051 ha. Perkebunan kakao tersebut sebagianbesar (87,4%)
dikelola oleh rakyat dan selebihnya 6,0% perkebunan besar negara serta 6,7%
perkebunan besar swasta. Jenis tanaman kakao yang diusahakan sebagian besar
adalah jenis kakao lindak dengan sentra produksi utama adalah Sulawesi Selatan,
Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Tengah. Di samping itu juga diusahakan jenis
kakao mulia oleh perkebunan besar negara di Jawa Timur dan Jawa Tengah.
Dari segi kualitas, kakao Indonesia tidak kalah dengan kakao dunia dimana
bila dilakukan fermentasi dengan baik dapat mencapai cita rasa setara dengan
kakao berasal dari Ghana dan keunggulan kakao Indonesia tidak mudah meleleh
sehingga cocok bila dipakai untuk blending. Sejalan dengan keunggulan tersebut,
peluang pasar kakao Indonesia cukup terbuka baik ekspor maupun kebutuhan
dalam negeri. Dengan kata lain, potensi untuk menggunakan industri kakao
sebagai salah satu pendorong pertumbuhan dan distribusi pendapatan cukup
terbuka.
Meskipun demikian, agribisnis kakao Indonesia masih menghadapi berbagai
masalah kompleks antara lain produktivitas kebun masih rendah akibat serangan
hama Penggerek Buah Kakao (PBK), mutu produk masih rendah serta masih
belum optimalnya teknologi budidaya tanaman kakao. Hal ini menjadi suatu
tantangan sekaligus peluang bagi para investor untuk mengembangkan usaha dan
meraih nilai tambah yang lebih besar dari agribisnis kakao.

1.2 Tujuan

Tujuan praktikum Teknologi Produksi Tanaman Perkebunan dan Industri


Ekosistem Sub Optimal II yaitu untuk mengetahui cara dan teknik dalam
pembibitan tanaman kakao dan tanaman karet yang baik dan benar, serta untuk
melihat pengaruh pemberian mulsa terhadap pertumbuhan tanaman karet dan
kakao.
1.3 Hipotesis
Pemberian mulsa berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman karet dan
tanaman kakao.
II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karet
2.2.1 Tanaman Karet
Tanaman karet merupakan salah satu komoditi perkebunan yang
menduduki posisi cukup penting sebagai sumber devisa non migas bagi Indonesia,
sehingga memiliki prospek yang cerah. Oleh sebab itu upaya peningkatan
produktifitas usahatani karet terus dilakukan terutama dalam bidang teknologi
budidayanya (Anwar, 2001).

Karet adalah tanaman perkebunan tahunan berupa pohon batang lurus.


Pohon karet pertama kali hanya tumbuh di Brasil, Amerika Selatan, namun setelah
percobaan berkali-kali oleh Henry Wickham, pohon ini berhasil dikembangkan di
Asia Tenggara, di mana sekarang ini tanaman ini banyak dikembangkan sehingga
sampai sekarang Asia merupakan sumber karet alami. Di Indonesia, Malaysia dan
Singapura tanaman karet mulai dicoba dibudidayakan pada tahun 1876. Tanaman
karet pertama di Indonesia ditanam di Kebun Raya Bogor (Deptan, 2006).
Indonesia pernah menguasai produksi karet dunia, namun saat ini posisi Indonesia
didesak oleh dua negara tetangga Malaysia dan Thailand. Lebih dari setengah
karet yang digunakan sekarang ini adalah sintetik, tetapi beberapa juta ton karet
alami masih diproduksi setiap tahun, dan masih merupakan bahan penting bagi
beberapa industri termasuk otomotif dan militer (Maryadi, 2005).
Tanaman karet ( Hevea brasilliensis Muell Arg ) adalah tanaman getah-
getahan. Dinamakan demikian karena golongan ini mempunyai jaringan tanaman
yang banyak mengandung getah ( lateks ) dan getah tersebut mengalir keluar
apabila jaringan tanaman terlukai (Santosa, 2007). Tanaman karet berupa pohon
dengan ketinggian bisa mencapai 15 m sampai 25 m. Batang tumbuh lurus dan
memiliki percabangan yang tinggi keatas. Batang tersebut berbentuk silindris atau
bulat, kulit kayunya halus, rata-rata berwarna pucat hingga kecoklatan, sedikit
bergabus (Siregar,1995).

Morfologi Tanaman Karet


Tanaman karet memiliki sistem perakaran yang terdiri dari akar tunggang,
akar lateral, dan akar serabut. Pada tanaman yang berumur 3 tahun kedalaman
akar tunggang sudah mencapai 1,5 m. Apabila tanaman sudah berumur 7 tahun
maka akar tunggangnya sudah mencapai kedalaman lebih dari 2,5 m. Pada kondisi
tanah yang gembur, akar lateral dapat berkembang sampai kedalaman 40-80 cm.
Akar lateral berfungsi untuk menyerap air dan unsur hara dari tanah. Pada tanah
yang subur akar serabut masih dijumpai sampai kedalaman 45 cm. Akar serabut
akan mencapai jumlah yang maksimum pada musim semi dan pada musim gugur
mencapai jumlah minimum (Basuki dan Tjasadiharja, 1995).

Tanaman karet merupakan pohon yang tumbuh tinggi dan berbatang cukup
besar. Tinggi pohon dewasa mencapai 15-25 m. Batang tanaman biasanya tumbuh
lurus dan memiliki percabangan yang tinggi. Beberapa pohon karet ada
kecondongan arah tumbuh agak miring. Batang tanaman ini mengandung getah
yang dikenal dengan naman lateks (Setiawan dan Andoko, 2000).

Daun karet berselang-seling, tangkai daunnya panjang dan terdiri dari 3


anak daun yang licin berkilat. Petiola tipis, hijau, berpanjang 3,5-30 cm. Helaian
anak daun bertangkai pendek dan berbentuk lonjong-oblong atau oblong-obovate,
pangkal sempit dan tegang, ujung runcing, sisi atas daun hijau tua dan sisi bawah
agak cerah, panjangnya 5-35 cm dan lebar 2,5-12,5 cm (Sianturi, 2001).
Daun karet berwarna hijau. Apabila akan rontok berubah warna menjadi
kuning atau merah. Daun mulai rontok apabila memasuki musim kemarau. Daun
karet terdiri dari tangkai daun utama dan tangkai anak daun. Panjang tangkai daun
utama sekitar 3-20 cm. Panjang tangkai anak daun sekitar 3-10 cm. Biasanya
terdapat 3 anak daun pada setiap helai daun karet. Anak daun karet berbentuk
elips, memanjang dengan ujung yang meruncing, tepinya rata dan tidak tajam
(Marsono dan Sigit, 2005).
Bunga karet terdiri dari bunga jantan dan betina yang terdapat dalam malai
payung yang jarang. Pada ujungnya terdapat lima taju yang sempit. Panjang tenda
bunga 4-8 mm. Bunga betina berambut, ukurannya sedikit lebih besar dari bunga
jantan dan mengandung bakal buah yang beruang tiga. Kepala putik yang akan
dibuahi dalam posisi duduk juga berjumlah tiga buah. Bunga jantan mempunyai
sepuluh benang sari yang tersusun menjadi suatu tiang. Kepala sari terbagi dalam
2 karangan dan tersusun lebih tinggi dari yang lain (Marsono dan Sigit, 2005).
Bunga majemuk ini terdapat pada ujung ranting yang berdaun. Tiap-tiap
karangan bunga bercabang-cabang. Bunga betina tumbuh pada ujung cabang,
sedangkan bunga jantan terdapat pada seluruh bagian karangan bunga. Jumlah
bunga jantan jauh lebih banyak daripada bunga betina. Bunga berbentuk
“lonceng” berwarna kuning. Ukuran bunga betina lebih besar daripada bunga
jantan. Apabila bunga betina terbuka, putik dengan tiga tangkai putik akan
tampak. Bunga jantan bila telah matang akan mengeluarkan tepung sari yang
berwarna kuning. Bunga karet mempunyai bau dan warna yang menarik dengan
tepung sari dan putik yang agak lengket (Setyamidjaja, 1993).
Buah karet memiliki pembagian ruang yang jelas. Masing-masing ruang
berbentuk setengah bola. Jumlah ruang biasanya tiga, kadang-kadang sampai
enam ruang. Garis tengah buah sekitar 3-5 cm. Bila telah masak, maka buah akan
pecah dengan sendirinya. Pemecahan biji ini berhubungan dengan
pengembangbiakan tanaman karet secara alami yaitu biji terlontar sampai jauh
dan akan tumbuh dalam lingkungan yang mendukung (Marsono dan Sigit, 2005).

Klasifikasi Tanaman Karet

 Kingdom: Plantae (Tumbuhan)


 Subkingdom: Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
 Super Divisi: Spermatophyta (Menghasilkan biji)
 Divisi: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
 Kelas: Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
 Sub Kelas: Rosidae
 Ordo: Euphorbiales
 Famili: Euphorbiaceae
 Genus: Hevea
 Spesies: Hevea brasiliensis Muell. Arg

Syarat Tumbuh Tanaman Karet


1. Iklim
Daerah yang cocok untuk tanaman karet adalah pada zone antara 150 LS dan
150 LU. Diluar itu pertumbuhan tanaman karet agak terhambat sehingga memulai
produksinya juga terlambat (Suhendry, I. 2002). Suhu yang dibutuhkan untuk
tanaman karet 25° C sampai 35 ° C dengan suhu optimal rata-rata 28° C. Dalam
sehari tanaman karet membutuhkan intensitas matahari yang cukup antara 5
sampai 7 jam (Santosa. 2007.).

2. Curah Hujan
Tanaman karet memerlukan curah hujan optimal antara 2.500 mm sampai
4.000 mm/tahun,dengan hari hujan berkisar antara 100 sd. 150 HH/tahun. Namun
demikian, jika sering hujan pada pagi hari, produksi akan berkurang (Radjam,
Syam. 2009.).
3. Ketinggian Tempat
Pada dasarnya tanaman karet tumbuh optimal pada dataran rendah dengan
ketinggian 200 m dari permukaan laut. Ketinggian > 600 m dari permukaan laut
tidak cocok untuk tumbuh tanaman karet (Nazaruddin dan F.B. Paimin. 1998.).
4. Angin
Angin juga mempengaruhi pertumbuhan tanaman karet. Angin yang kencang
dapat mengakibatkan kerusakan tanaman karet yang berasal dari klon-klon
tertentu dalam berbagai jenis tanah, baik pada tanah latosol, podsolik merah
kuning, vulkanis bahkan pada tanah gambut sekalipun (Maryadi. 2005).
Kecepatan angin yang terlalu kencang pada umumnya kurang baik untuk
penanaman karet Untuk lahan kering/darat tidak susah dalam mensiasati
penanaman karet, akan tetapi untuk lahan lebak perlu adanya trik-trik khusus
untuk mensiasati hal tersebut. Trik-trik tersebut antara lain dengan pembuatan
petak-petak guludan tanam, jarak tanam dalam barisan agar lebih diperapat.
Metode ini dipakai berguna untuk memecah terpaan angin (Deptan. 2006.).

5. Tanah
Lahan kering untuk pertumbuhan tanaman karet pada umumnya lebih
mempersyaratkan sifat fisik tanah dibandingkan dengan sifat kimianya. Hal ini
disebabkan perlakuan kimia tanah agar sesuai dengan syarat tumbuh tanaman
karet dapat dilaksanakan dengan lebih mudah dibandingkan dengan perbaikan
sifat fisiknya (Aidi dan Daslin, 1995). Berbagai jenis tanah dapat sesuai dengan
syarat tumbuh tanaman karet baik tanah vulkanis muda dan tua, bahkan pada
tanah gambut < 2 m. Tanah vulkanis mempunyai sifat fisika yang cukup baik
terutama struktur,btekstur, sulum, kedalaman air tanah, aerasi dan drainasenya,
tetapi sifat kimianya secara umum kurang baik karena kandungan haranya rendah.
Tanah alluvial biasanya cukup subur, tetapi sifat fisikanya terutama drainase dan
aerasenya kurang baik. Reaksi tanah berkisar antara pH 3, 0 – pH 8,0 tetapi tidak
sesuai pada pH < 3,0 dan > pH 8,0. Sifat-sifat tanah yang cocok untuk tanaman
karet pada umumnya antara lain :
 Sulum tanah sampai 100 cm, tidak terdapat batu-batuan dan lapisan cadas
 Tekstur tanah remah, poreus dan dapat menahan air
 Struktur terdiri dari 35% liat dan 30% pasir
 Kandungan hara NPK cukup dan tidak kekurangan unsur hara mikro
 Reaksi tanah dengan pH 4,5 – pH 6,5
 Kemiringan tanah < 16% dan
 Permukaan air tanah < 100 cm
2.1.2 Pembibitan Karet
1. Persiapan lahan pembibitan
Lahan harus sudah bersih, dan lengkap dengan instalasi air dan jalan
sebelum penanaman kecambah di lakukan. Supaya mudah dalam perawatan dan
transportasi. Lahan yang di siapkan untuk pembibitan yaitu 5x15 meter
2. Pembuatan bedengan dan naungan
Dalam pembuatan bedengan untuk pembibitan di buat dengan arah
memanjang dari barat ke timur, panjang bedengan di sesuaikan dengan lahan
sedangkan lebar bedengan 1,2 meter. Jarak antara bedengan 0,6 – 1,0 meter yang
bertujuan untuk mempermudah perawatan kelapa sawit. Tiap bedengan di buat
palang kayu pada tepi bedengan yang berfungsi untuk menahan polybag supaya
tidak roboh. Naungan di buat untuk melindungi bibit dari factor seperti hujan,
Pembuatan naungan dalam pembibitan pre nursery tidak mutlak dan dapat di
tiadakan apabila penyiraman terjain baik dan teratur, Itu berarti naungan hanya di
rekomendasikan apabila penyiraman tidak terjamin dan kurang baik
pelaksanaanya. Bahan yang di gunakan untuk atap naungan dapat menggunakan
daun kelapa sawit atau paranet, tinggi atap 2 meter.

3. Menyiapkan media tanam


Untuk melakukan pembibitan kita perlu menyiapkan media tanam sebagai
media tumbuh dari tanaman yang kita budidayakan, untuk media tanam yang kita
gunakan adalah top soil ( tanah lapisan atas ) Media tanam di ayak dengan
saringan 1 x 1 cm untuk mencegah masuknya gumpalan-gumpalan tanah serta
bersih dari sampah serta kotoran lainya berupa kerkil dan sisa-sisa akar.

4. Pengisian Polibag
Polibag diisi dengan top soil yang telah di siapkan, Plibag yang digunakan
yaitu plibag yang berukuran 15 x 23 cm dengan ketebalan 0,1 mmberwarna hitam
dan memiliki lubang draenase, Polybag diisi dengan tanah sampai ¾ bagian dari
polibag tersebut, kemudian polibag di susun pada bedengan yang telah di siapkan.

5. Pembuatan Papan informasi


Pembuatan papan informasi bertujuan untuk mengidentifikasi jenis dan
sumber bibit kelapa sawit, serta untuk mengetahui keseragaman usia bibit di
pembibitan untuk keperluan penanaman di lapangan. Dengan menggunakan papan
triplek yang berukuran 20 x 30 cm dengan warna dasar putih dan tulisan warna
hitam.

6. Penanaman Kecambah
Sebelum bibit di tanam di polybag perlu dilakukan sortasi bibit dengan
cara di rendam pada air dengan kreteria ¾ bagian benih yang tenggelam dalam air,
selain itu juga dapat di lakukan dengan cara memantulkan biji karet pada lantai,
biji yang terpantul itu adalah biji yang kita pilih untuk di tanam.
Cara penanaman benih karet :
a. Buat lubang pada polibag dengan menggunakan jari/ dapat langsung menekan
biji karet di permukaan tanah.
b. Tanah tidak boleh di padatkan.

7. Penyiraman
Penyiraman adalah salah satu perlakuan pemeliharaan yang terpenting dan
harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya terutama dalam pembibitan.
Penyiraman bibit dilakukan 2 kali sehari (pagi dan sore). Bila pada malam hari
turun hujan > 8 mm, maka besok paginya tidak perlu disiram. Kebutuhan air
adalah 0,2 - 0,3 liter per poly bag per hari. Penyiraman dilakukan dengan
menggunakan selang air yang dilengkapi dengan kepala gembor di ujungnya,
sehingga tidak terjadi erosi pada permukaan tanah babybag, Penyiraman dapat
juga dilakukan dengan gembor dan persediaan air diambil dari drum yang
ditempatkan pada pembibitan.

8. Pemupukan
Pemupukan dalam pembibitan perlu dilakukan untuk memenuhi
kebutuhan unsure hara pada tanah di dalam polybag. Pupuk yang di gunakan yaitu
NPK dengan dosis 5 gram / polybag.

2.1.3 Okulasi
Okulasi adalah salah satu teknik perbanyakan tanaman secara vegetatif
dengan menempelkan mata tunas dari suatu tanaman kepada tanaman lain yang
dapat bergabung( Kompatibel) yang bertujuan menggabungkan sifat-sifat yang
baik dari setiap komponen sehingga di peroleh perumbuhan dan produksi yang
baik.Prinsip okulasi sama yaitu penggabungan batang bawah dengan batang atas,
yang berbeda adalah umur batang bawah dan batang atas yang digunakan
sehingga perlu teknik tersendiri untuk mencapai keberhasilan okulasi. Kebaikan
yang diharapkan dari batang bawah secara umum adalah sifat perakarannya yang
baik, sedang dari batang atas adalah produksi Latex yang baik. Bila bibit yang di
okulasi ini di tumbuhkan dilapangan dikatakan tanaman okulasi sedangkan
tanaman asal biji yang di tumbuhkan dilapangan disebut tanaman semai.

1. Membuat Jendela Okulasi


· Bersihkan batang bawah dengan kain lap
· Buat jendela okulasi dengan menorehkan pisau okulasi setinggi 4-5cm dari
pangkal batang
· Ukuran jendela 2×4 cm atau 1/3lilit batang
· Untuk okulasi bertangkai, jendela dibuat 2 buah, 3 torehan
· Sebelum bibir jendela dibuka, latek yang keluar dilap dengan kain yang bersih.
· Agar okulasi berjalan cepat, torehan dibuat sebanyak mungkin sebelum jendela
okulasi dibuka.

2. Mengambil Mata Okulasi/ Mengiris Perisai

· Mata okulasi di ambil dari kayu yang sehat, segar dan kulitnya mudah
terkulupas, berupa mata sisik dan mata daun
· Mata di ambil bersama dengan kulit batang, lapisan kayu dibawah mat
diikutkan sedikit.
· Ukuran sayatan sedikit lebih kecil dari ukuran jendela
· Cara melepaskan perisai, kayu di tarik pelan – pelan hingga mata tetap
menempel pada kulit.
· Perisai okulasi harus bersih
· Lapisan kambium tidak boleh kena tangan atau kotoran
· Harus cepat di tempelkan pada jendela
· Tanda mata daun dan mata sisik terletak jauh dari bekas kaki daun yang telah
gugur.

3. Menempel Mata Okulasi (Perisai) Dan Membalut


· Buka jendela dengan pisau okulasi dari atas ke bawah
· Tempelkan perisai di belakang jendela, jepit dengan ujung ibu jari agar tidak
bergeser-geser
· Bila perisai terlau kecil, usahakan agar tepi perisai bagian atas dan dalam satu
sisinya berhimpit dengan tepi jendela.
· Balut dengan tali plastik selebar 1,5-2 cm, tebal 0,05-0,06 cm dan panjangnya
tergantung besar batang bibit / batang bawah.
· Penbalutan dimulai dari atas kebawah.

4. Pemeriksaan Hasil Okulasi


· Dilakukan setelah 2-3 minggu setelah okulasi dilaksanakan.
· Pembalut dibuka, gores sedikit tempelan okulasi
· Bila masih hijau berarti okulasi masih hidup, tetapi bila warna coklat maka
okulasi gagal.
· Bila okulasi gagal maka tali plastik pembalut diikt pada batang sebagai tanda.

5. Memotong / Menyerong

· Tujuan agar mata okulasi tumbuh


· Penyerongan dilakukan 15 hari sebelum pendongkelan dan penanaman ke
polibag atau lapangan.
· Pennyerongan pada bibit umur 6-8 bulan dilakukan 10-15 cm diatas jendela
okulasi sedangkan pada bibit 1-2 tahun.

6. Pembongkaran (Dengan 3 Cara)


a. Penggalian Lobang
· 10 cm pada sisi pohon digali lobang sedalam 50-60 cm.
· Untuk stum pendek aka tunggang di potong dengan sabit yang tajam pada
kedalaman 60-70 cm,untuk stum tinggi pada kedalaman 80 cm.
· Kemudian bibit ditarik pelan-pelan kearah lobang dan dicabut, akar literal yang
masih terikat tanah dipotong
b. Pembuatan parit
· Sepanjang barisan dibuat parit
· Akar tunggal dipotong dan ditarik pelan-pelan ke arah lobang dan terus dicabut.
c. Untuk stum tinggi
· Disamping pohon (20 cm) lobang digali.
· Akar tunggal dipotong dengan pahat yang tajam pada kedalaman 80 cm, luka
diolesi dengan rootone-F, lobang ditutup kembali.
· Satu minggu setelah pemotongan akar tunggal batang bagian atas setinggi 2,75-
3 meter di potong , di usahakan 5 cm diatas karangan mata
· Setelah karangan mata teratas bengkak, bibit di bongkar untuk si tanam

2.1.4 Penyadapan
Penyadapan merupakan suatu tinndakan pembukaan pembuluh lateks, agar
lateks yang terdapat didalam tanaman karet luar. Cara penyadapan yang telah
dikenal luas adalah dengan mengiris sebagian dari kulit batang. Sistem
penyadapan diharahpkan mampu menghasilkan lateks yang banyak, biayanya
rendah, dan tidak mengganggu kesinambungan produksi tanaman. Oleh karena itu
pelaksanaan penyadapan harus mengikuti aturan atau norma yang benar.
adalah sistem eksploitasi konvensional.

A. Penentuan Matang Sadap


Matang sadap tanaman karet akan siap apabila sudah matang sadap pohon,
artinya tanaman karet telah sanggup disadap untuk dapat diambil lateksnya tanpa
menyebabkan gangguan yang berarti terhadap pertumbuhan dan kesehatannya.

1.Umur Tanaman.
Dalam keadaan pertumbuhan normal, tanaman karet akan siap disadap
pada umur 5 – 6 tahun. Namun demikian seringkali dijumpai tanaman belum siap
disadap walau umurnya sudah lebih dari 6 tahun. Hal ini terjadi akibat kondisi
lingkungan dan pemeliharaan yang kurang mendukung pertumbuhan tanaman.
Sebenarnya Penyadapan karet dapat dilakukan pada usia kurang dari 5 tahun
dengan syarat kondisi lingkungan dan pemeliharaan dilakukan dengan sangat baik
sehingga pertumbuhan tanaman akan lebih cepat. Artinya umur tanaman karet
tidak dapat digunakan sebagai pedoman untuk menetapkan matang sadap dan
hanya dapat digunakan sebagai pedoman untuk pengukuran lilit batang .

2. Pengukuran lilit batang


Lilit batang telah disepakati sebagai pedoman untuk mengetahui
pertumbuhan tanaman karet, karena hasil tanaman karet berupa lateks diperoleh
dari batangnya(kulit batang). Tanaman karet dikatakan matang sadap apabila lilit
batang sudah mencapai 45 cm atau lebih. Pengukuran lilit batang untuk
menentukan matang sadap mulai dilakukan pada waktu tanaman berumur 4 tahun.
Lilit batang diukur pada ketinggian batang 100 cm dari pertautan mata okulasi.

3. Matang Sadap Kebun


Penyadapan dapat dimulai setelah kebun karet memenuhi kriteria matang
sadap kebun. Kebun dikatakan matang sadap kebun apabila jumlah tanaman yang
sudah matang sadap pohon sudah mencapi 60% atau lebih. Pada kebun yang
terpelihara dengan baik, jumlah tanaman yang matang sadap pohon biasanya telah
mencapai 60-70% pada umur 4-5 tahun.
2.1.5 Perlakuan Mulsa Organik
Mulsa diartikan sebagai bahan atau material yang sengaja dihamparkan di
permukaan tanah atau lahan pertanian. Mulsa berdasarkan bahan dan cara
pembuatannya dibedakan menjadi mulsa organik, mulsa anorganik, dan mulsa
kimia sintesis. Mulsa oragnik meliputi sisa-sisa hasil pertanian, mulsa anorganik
meliputi bahan batuan dengan berbagai ukuran dan bentuk, dan mulsa kimia
sintesis meliputi bahan plastik dan bahan kimia lainnya (Umboh, 2000).
Pemberian mulsa dapat meningkatkan hasil tanaman budidaya. Pemberian mulsa
alang-alang sebanyak 6 ton/ha meningkatkan jumlah polong per tanaman, jumlah
polong isi, dan berat kering biji per petak tanaman kacang kedelai (Fahrurrozi et
al., 2005). Pada tanaman kentang pemberian mulsa dapat meningkatkan laju
pertumbuhan relatif dan produksi umbi. Hal ini dikarenakan pemberian mulsa
dapat menekan pertumbuhan gulma sehingga tanaman tidak berkompetisi untuk
memanfaatkan sinar matahari dan menyerap unsur hara (Umboh, 2000).
Pemberian mulsa juga dapat menyuburkan tanah. Mulsa dapat menjaga kestabilan
agregat dan kimia tanah, menjaga ketersediaan air tanah dan menjaga suhu tanah,
meningkatkan ketersediaan unsur K dalam tanah, dan mencegah pencucian
nitrogen (Fahrurrozi et al., 2005; Umboh, 2000 dan Sudadi et. al., 2007).
Masalah yang timbul akibat sistem pengolahan tanah yang kurang tepat
dapat dihindari dengan kultur teknis berupa penggunaan mulsa. Pemulsaan adalah
penutupan tanah dengan sisa-sisa tanaman, jerami, sekam, potongan rumput dan
bahan sisa lainnya. Penggunaan mulsa plastik hitam menjadi kurang efektif di
dataran rendah tropika karena menyebabkan suhu tanah menjadi sangat panas.
Pengaruh utama mulsa adalah melindungi permukaan tanah terhadap erosi dan
kehilangan struktur yang disebabkan oleh curah hujan yang lebat, menghambat
munculnya benih gulma, menambah kandungan bahan organik tanah setelah
mengalami dekomposisi/penguraian, dan dapat menambah atau menahan hara
tergantung dari nisbah C/N yang dikandung bahan mulsa tersebut (Williams et al.,
1993).
Pemilihan mulsa organik harus diperhatikan benar dari segi pemilihan
jenis penutup tanah, penentuan waktu tanam, serta penetapan pola, dan rotasi
tanaman yang tepat agar dapat terhindar dari pengaruh negatif alelopati yang
dihasilkan oleh tanaman, gulma, residu tumbuhan maupun mikroorganisme
(Junaedi, 2006). Sumarni (2009) menyatakan pemakaian pupuk kandang dan
kompos sebagai mulsa tidak dianjurkan karena banyak kandungan nitrogen yang
hilang bila pupuk kandang tidak dibenamkan.

2.2 Kakao
2.2.1 Tanaman Kakao
Tanaman kakao berasal dari Amerika Selatan. Dengan tempat tumbuhnya
di hutan hujan tropis, tanaman kakao telah menjadi bagian dari kebudayaan
masyarakat selama 2000 tahun. Nama latin tanaman kakao adalah Theobroma
Cacao yang berarti makanan untuk Tuhan.
Masyarakat Aztec dan Mayans di Amerika Tengah telah membudidayakan
tanaman kakao sejak lama, yaitu sebelum kedatangan orang-orang Eropa. Orang-
orang Indian Mesoamerikalah yang pertama kali menciptakan minuman dari
serbuk coklat yang dicampur dengan air dan kemudian diberi perasa seperti:
merica, vanili, dan rempah-rempah lainnya. Minuman ini merupakan minuman
spesial yang biasanya dipersembahkan untuk pemerintahan Mayan dan untuk
upacara-upacara spesial.
Masyarakat Mayan menggunakan biji kakao sebagai mata uang (sebagai alat
pembayaran).
Pada abad ke-16 sesuai riwayat orang Spanyol seekor kelinci seharga 10
buah kakao dan seekor anak keledai seharga 50 buah kakao.
Masyarakat Spanyol belajar tentang kakao dari masyarakat Indian Aztec pada
tahun 1500-an dan mereka kembali ke Eropa dengan membawa makanan baru
yang menggoda ini. Di Spanyo, kakao adalah minuman yang dipersembahkan
hanya untuk raja. Mereka meminumnya selagi masih panas dengan diberi rasa
gula dan madu. Secara perlahan tetapi pasti kakao berkembang ke kerajaan-
kerajaan di Eropa dan pada abad ke-17 kakao menjadi persembahan khusus untuk
masyarakat kelas atas.
Morfologi Tanaman Kakao
Tanaman kakao termasuk golongan tanaman tahunan yang tergolong
dalam kelompok tanaman caulofloris, yaitu tanaman yang berbunga dan berbuah
pada batang dan cabang. Tanaman ini pada garis besarnya dapat dibagi atas dua
bagian, yaitu bagian vegetatif yang meliputi akar, batang serta daun dan bagian
generatif yang meliputi bunga dan buah (Siregar at al., 1989).

1. Akar.
Akar tanaman kakao mempunyai akar tunggang (Radik primaria).
Pertumbuhannya dapat mencapai 8 meter kearah samping dan 15 meter kearah
bawah. Kakao yang diperbanyak secara vegetatif pada awal pertumbuhannya
tidak membentuk akar tunggang, melainkan akar-akar serabut yang banyak
jumlahnya. Setelah dewasa tanaman tersebut akan membentuk dua akar
jumlahnya. Setelah dewasa tanaman tersebut akan membentuk dua akar yang
menyerupai akar tunggang. Pada kecambah yang telah berumur 1 – 2 minggu
terdapat akar-akar cabang (Radik lateralis) yang merupakan tempat tumbuhnya
akar-akar rambut (Fibrilla) dengan jumlah yang cukup banyak. Pada bagian ujung
akar ini terdapat bulu akar yang dilindungi oleh tudung akar (Calyptra). Bulu akar
inilah yang berfungsi menyerap larutan dan garam-garam tanah. Diameter bulu
akar hanya 10 mikro dan panjang maksimum hanya 1 milimeter.

2. Batang
Diawal pertumbuhannya tanaman kakao yang diperbanyak dengan biji
akan membentuk batang utama sebelum tumbuh cabang-cabang primer. Letak
pertumbuhan cabang-cabang primer disebut jorquette, dengan ketinggian yang
ideal 1,2 – 1,5 meter dari permukaan tanah dan jorquette ini tidak terdapat pada
kakao yang diperbanyak secara vegetatif. Ditinjau dari segi pertumbuhannya,
cabang-cabang pada tanaman kakao tumbuh kearah atas dan samping. Cabang
yang tumbuh kearah atas disebut cabang Orthotrop dan cabang yang tumbuh
kearah samping disebut dengan Plagiotrop. Dari batang dan kedua jenis cabang
tersebut sering ditumbuhi tunas-tunas air (Chupon) yang banyak menyerap energi,
sehingga bila dibiarkan tumbuh akan mengurangi pembungaan dan pembuahan
(Siregar et al., 1989).

3. Bunga
Bunga kakao tergolong bunga sempurna, terdiri atas daun kelopak (Calyx)
sebanyak 5 helai dan benang sari ( Androecium) berjumlah 10 helai. Diameter
bunga 1,5 centimeter. Bunga disangga oleh tangkai bunga yang panjangnya 2 – 4
centimeter (Siregar et al., 1989). Pembungaan kakao bersifat cauliflora dan
ramiflora, artinya bunga-bunga dan buah tumbuh melekat pada batang atau
cabang, dimana bunganya terdapat hanya sampai cabang sekunder (Ginting,
1975). Tanaman kakao dalam keadaan normal dapat menghasilkan bunga
sebanyak 6000 – 10.000 pertahun tetapi hanya sekitar lima persen yang dapat
menjadi buah (Siregar et al., 1989).

4. Buah
Buah kakao berupa buah buni yang daging bijinya sangat lunak. Kulit
buah mempunyai sepuluh alur dan tebalnya 1 – 2 cm (Siregar et al., 1989).
Bentuk, ukuran dan warna buah kakao bermacam-macam serta panjangnya sekitar
10–30 cm, umumnya ada tiga macam warna buah kakao, yaitu hijau muda sampai
hijau tua, waktu muda dan menjadi kuning setelah masak, warna merah serta
campuran antara merah dan hijau. Buah ini akan masak 5 – 6 bulan setelah
terjadinya penyerbukan. Buah muda yang ukurannya kurang dari 10 cm disebut
cherelle (pentil). Buah ini sering sekali mengalami pengeringan (cherellewilt)
sebagai gejala spesifik dari tanaman kakao.

Klasifikasi Tanaman Kakao


 Divisi : Spermatophyta
 Anak divisi : Angioospermae
 Kelas : Dicotyledobeae
 Anak kelas : Dialypetalae
 Bangsa : Malvales
 Suku : Sterculiaceae
 Marga : Theobroma
 Jenis : Theobroma cacao L.
Syarat Tumbuh Tanaman Kakao
1. Iklim
Berdasarkan data-data keadaan kondisi iklim dan tanah, tingkat kesesuaian
lahan untuk suatu tanaman dapat dievaluasi dan diklasifikasikan dalam katagori
sesuai (S) atau tidak sesuai (N). Lahan yang sesuai dapat dibedakan menjadi S1
(sesuai), S2 (cukup sesuai), dan S3 (kurang sesuai).Sejumlah faktor iklim dan
tanah menjadi kendala bagi pertumbuhan. Lingkungan alami tanaman kakao
adalah hutan tropis. Dengan demikian curah hujan, suhu udara dan sinar matahari
menjadi bagian dari faktor iklim yang menentukan. Demikian juga dengan faktor
fisik dan kimia tanah yang erat kaitannya dengan daya tembus (penetrasi) dan
kemampuan akar menyerap hara (Asia, 2006).
Lingkungan hidup alami tanaman cokelat adalah hutan hujan tropis yang
didalam pertumbuhannya membutuhkan naungan untuk mengurangi pencahayaan
penuh. Areal penanaman cokelat yang ideal adalah daerah-daerah bercurah hujan
1.100 – 3.000 mm per tahun, serta Temperature ideal bagi tumbuhan cokelat
adalah 30o – 32oC (maksimum) dan 18o – 21o (minimum). (Asia, 2006).

2. Curah Hujan
Curah hujan yang berhubungan dengan pertanaman dan produksi kakao
ialah distribusinya sepanjang tahun. Hal tersebut berkaitan dengan masa
pembentukan tunas muda dan produksi. Areal penanaman kakao yang ideal adalah
daerah-daerah dengan curah hujan 1.100-3.000 mm per tahun. Curah hujan yang
melebihi 4.500 mm per tahun tampakya berkaitan erat dengan serangan penyakit
busuk buah (blask pods). Daerah yang curah hujannya lebih rendah dari 1.200 mm
per tahun masih dapat ditanami kakao, tetapi dibutuhkan air irigasi (Rizaldi,
2003).
Hal ini disebabkan air yang hilang karena transpirasi akan lebih besar dari
pada air yang diterima tanaman dari curah hujan, sehingga tanaman harus dipasok
dengan air irigasi. Di tinjau dari tipe iklimnya, kakao sangat ideal ditanam pada
daerah-daerah yang tipenya iklim Am (menurut Koppen) atau B (menurut Scmidt
dan Fergusson). Di daerah-daerah yang tipe iklimnya C menurut (Scmidt dan
Fergusson) kurang baik untuk penanaman kakao karena bulan keringnya yang
panjang. Dengan membandingkan curah hujan diatas dengan curah hujan tipe
Asia, Ekuator dan Jawa maka secara umum areal penanaman kakao di Indonesia
masih potensial untuk dikembangkan. Adanya pola penyebab curah hujan yang
tetap akan mengakibatkan pola panen yang tetap pula (Anonimus, 2013).
3. Suhu
Temperatur Pengaruh temperatur terhadap kakao erat kaitannya dengan
ketersedian air, sinar matahari dan kelembaban. Faktor-faktor tersebut dapat
dikelola melalui pemangkasan, penataan tanaman pelindung dan irigasi.
Temperatur sangat berpengaruh terhadap pembentukan flush, pembungaan, serta
kerusakan daun. Menurut hasil penelitian, temperatur ideal bagi tanaman kakao
adalah 300C - 320C (maksimum) dan 180C-210C (minimum). Kakao juga dapat
tumbuh dengan baik pada temperatur minimum 15o C perbulan. Temperatur ideal
lainnya dengan distribusi tahunan 16,60C masih baik untuk pertumbuhan kakao
asalkan tidak didapati musim hujan yang panjang (Dermawan, 2013).
Berdasarkan keadaan iklim di Indonesia temperatur 250-260 C merupakan
temperatur rata-rata tahunan tanpa faktor terbatas. Karena itu daerah-daerah
tersebut sangat cocok jika ditanami kakao. Temperatur yang lebih rendah 100 C
dari yang dituntut tanaman kakao akan mengakibatkan gugur daun dan
mengeringnya bunga, sehingga laju pertumbuhannya berkurang Rizaldi, 2003).
4. Intensitas Cahaya Matahari
Cahaya matahari yang terlalu banyak menyoroti tanaman kakao akan
mengakibatkan lilit batang kecil, daun sempit, dan batang relatif pendek.
Pemanfaatan cahaya matahari semaksimal mungkin dimaksudkan untuk
mendapatkan intersepsi cahaya dan pencapain indeks luas daun optimum. Kakao
tergolong tanaman C3 yang mampu berfotosintesis pada suhu daun rendah
(Anonimus, 2013).
Fotosintesis maksimum diperoleh pada saat penerimaan cahaya pada tajuk
sebesar 20 persen dari pencahayaan penuh. Kejenuhan cahaya didalam
fotosintesis setiap daun yang telah membuka sempurna berada pada kisaran 3-30
persen cahaya matahari atau pada 15 persen cahaya matahari penuh. Hal ini
berkaitan pula dengan pembukaan stomata yang lebih besar bila cahaya matahari
yang diterima lebih banyak (Dermawan, 2013).
5. Tanah
Kakao dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah, asalkan persyaratan kimia dan
fisik yang berperan dalam pertumbuhan dan produksi tanaman kakao terpenuhi.
Kemasaman tanah, kadar zat organik, unsur hara, kapasitas adsorbsi, dan
kejenuhan basa merupakan sifat kimia yang perlu diperhatikan, sementara faktor
fisiknya adalah kedalaman efektif, tinggi permukan air tanah, drainse, struktur dan
konsesntensi tanah. Selain itu kemiringan lahan juga merupakan sifat fisik yang
mempengaruhi pertumbuhan dan produksi kakao.
Cokelat dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah, asalkan persyaratan fisik
dan kimia yang berperan terhadap pertumbuhan dan produksi cokelat terpenuhi.
Tanaman cokelat dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang memiliki
kemasaman (pH) 6 – 7,5, tidak lebih tinggi dari 8 serta tidak lebih rendah dari 4.
(Asia, 2006).
6. Ketinggian tempat
Ketinggian tempat Ketinggian tempat di Indonesia yang ideal untuk
penanaman kakao adalah tidak lebih tinggi dari 800 m dari permukaan
laut.Ditinjau dari wilayah penanamannya kakao ditanam pada daerah-daerah yang
berada pada 10o LU sampai dengan 10o LS. Walaupun demikian penyebaran
pertanaman kakao secara umum berada diantara 7oLU sampai 18oLS. Hal ini erat
kaitannya dengan distribusi curah hujan dan jumlah penyinaran matahari
sepanjang tahun. Kakao juga masih toleran pada daerah 20o LU sampai 20o LS.
Dengan demikian Indonesia yang berada pada 5o LU sampai dengan 10o
LS masih sesuai untuk pertanaman kakao (Franky, 2011). Ketinggian tempat pada
suatu daerah juga berpengaruh terhadap suhu dan tempuratur pada daerah
tersebut. Temperatur yang tinggi akan memacu pembungaan, tetapi kemudian
akan gugur. Pembungaan akan lebih baik jika berlangsung pada temperatur 230 C.
Demikian juga tempertur 26oC pada malam hari masih lebih baik pengaruhnya
terhadap pembungaan dari pada temperatur 23o-300 C (Franky, 2011).

2.2.2 Pembibitan Kakao


1. Pembibitan Kakao
· Biji kakao untuk benih diambil dari buah bagian tengah yang masak dan sehat
dari tanaman yang telah cukup umur Sebelum dikecambahkan benih harus
dibersihkan lebih dulu daging buahnya dengan abu gosok

· Karena biji kakao tidak punya masa istirahat (dormancy), maka harus segera
dikecambahkan

· Pengecambahan dengan karung goni dalam ruangan, dilakukan penyiraman 3


kali sehari

· Siapkan polibag ukuran 30 x 20 cm (tebal 0,8 cm) dan tempat pembibitan

· Campurkan tanah dengan pupuk kandang (1 : 1), masukkan dalam polibag

2. Penanaman Bibit Kakao

· Pada saat bibit kakao ditanam pohon naungan harus sudah tumbuh baik dan
naungan sementara sudah berumur 1 tahun

· Penanaman kakao dengan system tumpang sari tidak perlu naungan, misalnya
tumpang sari dengan pohon kelapa

· Bibit dipindahkan ke lapangan sesuai dengan jenisnya, untuk kakao Mulia


ditanam setelah bibit umur 6 bulan, Kakao Lindak umur 4-5 bulan

· Penanaman saat hujan sudah cukup dan persiapan naungan harus sempurna. Saat
pemindahan sebaiknya bibit kakao tidak tengah membentuk daun muda (flush).

2.2.3 Pemangkasan Kakao


Bagi tanaman kakao (coklat), pemangkasan berarti usaha meningkatkan
produksi dan mempertahankan umur ekonomis tanaman. Pemangkasan tanaman
kakao merupakan kegiatan pemotongan/pembuangan bagian tanaman yang berupa
cabang, ranting dan daun yang tidak diinginkan/ diperlukan bagi pertumbuhan
tanaman dan terbentuknya buah.

Secara umum pemangkasan tanaman kakao bertujuan untuk:


1. Membentuk kerangka dasar tanaman kakao yang seimbang.
2. Mengatur penyinaran matahari.
3. Mendorong pembentukan daun baru.
4. Merangsang pembungaan dan pembentukan buah kakao.
5. Membuang bagian tanaman yang tidak dikehendaki.
6. Mengurangi resiko serangan hama dan penyakit.
7. Mempermudah pemeliharaan tanaman

Pemangkasan pada tanaman kakao ada beberapa macam, yaitu: pemangkasan


bentuk, pemangkasan pemeliharaan, dan pemangkasan produksi. Pohon pelindung
juga dilakukan pemangkasan agar percabangan dan daunnya tumbuh tinggi dan
baik.

A. Pemangkasan bentuk
Pemangkasan bentuk mulai dilakukan pada saat tanaman muda berumur 8
– 12 bulan dan telah tumbuh jorket. Cabang yang lemah dibuang dan
mempertahankan 3 – 4 cabang yang simetris terhadap batang utama, kukuh, sehat
dan mengarah ke atas membentuk sudut 450. Cabang-cabang utama yang dipilih
hendaknya sudah mengayu dan daun flush sudah agak tua. Panjang cabang sekitar
30 - 40 cm. Cabang utama yang membentuk mendatar perlu dibantu agar
membentuk sudut 450 dengan cara diikat dengan tali. Lamanya pengikatan sekitar
3 - 4 minggu.
Ketinggian jorket yang ideal adalah 120 - 150 cm, apabila tumbuhnya
kurang dari 120 cm , maka batang utama dapat dipotong setinggi 80 cm agar
tumbuh tunas air (chupon) yang baru dan membentuk jorket yang lebih tinggi.
Demikian pula apabila jorket lebih dari 150 cm, batang utama dapat dipotong
setinggi 80 cm dan chupon yang tumbuh dipelihara sampai membentuk jorket
yang baik.
Untuk tanaman yang lemah dan bengkok, chupon yang tumbuh dipelihara
sampai terbentuk jorket yang memenuhi syarat. Kemudian batang yang lemah
atau bengkok tersebut dipotong. Cara memotongnya sekitar 5 cm dari chupon
yang terpilih dengan menggunakan pisau yang tajam. Sedangkan bekas luka dapat
ditutup dengan obat penutup luka misalnya TB 192, Ter, dan sebagainya. Ketika
tanaman kakao berumur 18 - 24 bulan cabang-cabang sekunder sejauh 30 - 60 cm
dari jourquette (percabangan) dibuang. Percabangan yang terbentuk 15 - 25 cm
dari pangkal cabang sekunder juga dibuang. Pemangkasan juga dilakukan untuk
mengatur cabang-cabang sekunder agar tidak terlalu rapat satu sama lain dan
memotong cabang-cabang yang tumbuh meninggi. Upayakan agar tanaman kakao
tingginya selalu terjaga yaitu 300 - 400 cm. Pemangkasan juga perlu dilakukan
terhadap cabang primer yang tumbuhnya lebih dari 150 cm. Pemangkasan bentuk
ini dilaksanakan dengan selang waktu dua bulan sekali selama masa tanaman
kakao belum menghasilkan.
B. Pemangkasan Pemeliharaan
Pemangkasan pemeliharan pada tanaman kakao bertujuan untuk
mempertahankan kerangka tanaman yang sudah terbentuk baik, mengatur
penyebaran daun produktif, merangsang pembentukan daun baru, bunga dan buah,
serta terhindar dari hama dan penyakit. Pemangkasan dilakukan dengan
mengurangi sebagian daun yang rimbun pada tajuk tanaman dengan cara
memotong ranting-ranting yang terlindung dan menaungi. Memotong cabang
yang ujungnya masuk ke dalam tajuk tanaman di dekatnya dan diameternya
kurang dari 2,5 cm. Mengurangi daun yang menggantung dan menghalangi aliran
udara di dalam kebun, sehingga cabang kembali terangkat. Pemangkasan ini
dilakukan secara ringan di sela-sela pemangkasan produksi dengan frekuensi 2-3
bulan. Juga dilakukan pemangkasan terhadap tunas air (chupon). Pemangkasan
tunas air atau juga disebut wiwilan bisa dilakukan secara manual menggunakan
tangan.

C. Pemangkasan Produksi
Pemangkasan produksi berkesinambungan dengan pemangkasan
pemeliharaan. Tujuannya adalah untuk memaksimalkan produktivitas tanaman.
Pemangkasan produksi dilakukan dengan memangkas daun-daun agar tidak
terlalu rimbun sehingga sinar matahari bisa tersebar merata ke seluruh organ daun.
Dengan demikian, proses fisiologis terpenting dari tanaman, yaitu fotosintesis bisa
berjalan lancar sehingga sirkulasi makanan dari daun keseluruh organ tanaman
juga lancar. Tanamanpun akhirnya dapat berproduksi secara optimal.
Sasaran pemangkasan produksi adalah ranting-ranting atau cabang tertier
yang mendukung daun-daun tidak produktif, ranting-ranting yang sakit atau rusak
dan cabang cacing. Tunas-tunas air yang tumbuh dari pangkal cabang tertier dan
cabang sekunder pada jarak 15 - 25 cm dari pangkal cabang sekunder dipotong.
Ranting-ranting dengan daun yang terlindung atau kurang mendapat sinar
matahari juga harus dipotong. Cabang-cabang tertier yang yang terlalu subur juga
dibuang karena sering mengganggu keseimbangan pertumbuhan, demikian pula
cabang-cabang kecil yang akan masuk ke dalam tajuk tanaman tetangga atau di
dekatnya. Cabang yang menggantung ke bawah dikurangi daunnya agar tidak
menghambat sirkulasi udara dalam kebun.

Ciri-ciri Pemangkasan Tanaman Kakao yang Tepat


Pemangkasan yang tepat akan diperoleh bentuk tanaman yang baik menjelang
tanaman berumur empat tahun dengan ciri-ciri sebagai berikut:
1. Memiliki tinggi jorket sekitar 120 - 150 cm, dengan cabang primer 3 - 4
cabang, letaknya simetris dan arahnya ke atas dengan sudut sekitar 450.
2. Tajuk tanaman berbentuk seperti payung denga jorket terlindung dari sinar
matahari langsung, sehingga tidak pecah.
3. Tidak terdapat percabangan dengan jarak 40 - 60 cm dari jorket dan 15 - 25
cm dari pangkal cabang sekunder. Sistem percabangan sekunder selang seling
mengarah ke atas, tidak ada yang menggantung.
4. Penyebaran daun merata, seluruh ruang tajuk terisi dengan daun dengan
kedudukan mendekati vertikal pada bagian atas dan semakin mendatar pada
bagian bawah.
5. Tidak terjadi tumpang tindih daun/cabang antara satu pohon dengan pohon
lain di sekitarnya, artinya lebar tajuk sesuai dengan jarak tanam dan
ketinggian pohon sekitar 3 - 3,5 m.
6. Daun-daun yang tidak produktif tidak ada atau sedikit sekali, demikian pula
ranting dan cabang yang rusak atau sakit.
7. Sinar matahari mampu menerobos tajuk tanaman sehingga nampak
penyebaran bercak-bercak sinar dengan luas sekitar 5% - 10% luas naungan,
dan penyebarannya merata.
Hal-hal Penting dalam Pelaksanaan Pemangkasan Tanaman Kakao
Dalam pemangkasan tanaman kakao hindari memotong cabang yang
terlalu besar dengan diameter lebih dari 2,5 cm, kecuali memang diperlukan
antara lain terhadap batang yang patah atau terserang hama dan penyakit (apabila
terpaksa harus memotong cabang besar, maka luka potong harus ditutup dengan
obat penutup luka. Pemotongan ranting atau cabang-cabang kecil (diameter
kurang dari 2,5 cm) dilakukan rapat dengan cabang induknya sedangkan
pemotongan cabang besar dilakukan dengan meninggalkan sisa kira-kira
sepanjang 5 cm. Jangan melakukan pemangkasan jika tanaman kakao sedang
berbunga lebat atau sebagian besar ukuran buahnya masih kecil. Peralatan yang
digunakan untuk pemangkasan tanaman kakao adalah pisau tajam, gunting
pangkas dan gergaji pangkas.

2.2.4 Perlakuan di Kupas / tidak di Kupas


III. METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum Teknologi Produksi Tanaman Perkebunan dan Industri
Ekosistem Sub Optimal II dilaksanakan pada tanggal 23 Februari – 13 April 2019,
pukul 16:00 WIB sampai selesai. Praktikum Teknologi Produksi Tanaman
Perkebunan dan Industri Ekosistem Sub Optimal II dilaksanakan di Lahan
Percobaan Fakultas Pertanian, Universitas Riau.

3.2 Bahan dan Alat


Bahan yang digunakan dalam praktikum Teknologi Produksi Tanaman
Perkebunan dan Industri Ekosistem Sub Optimal II yaitu biji karet, biji kakao, abu
gosok, air, pasir, pupuk kandang, papan, plastik es lilin, paranet, mulsa organik,
tisu, dan polybag. Sedangkan alat yang digunakan dalam praktikum Teknologi
Produksi Tanaman Perkebunan dan Industri Ekosistem Sub Optimal II
cangkul,parang, gembor, pisau cutter/pisau okulasi dan ember.

3.3 Metode Praktikum


Perlakuan yang digunakan dalam pembibitan karet yaitu pertama kontrol
atau tanpa perlakuan, kedua perlakuan mulsa legume, ketiga perlakuan mulsa
karet dan terakhir perlakuan mulsa ilalang. Sedangkan perlakuan yang digunakan
dalam pembibitan kakao yaitu pertama dikupas kulit ari nya dan kedua tidak
dikupas kulit ari nya.

3.4 Pelaksanaan Praktikum


3.4.1 Persiapan Tempat
Lahan yang digunakan untuk praktikum Teknologi Produksi Tanaman
Perkebunan dan Industri Ekosistem Sub Optimal II bertopograpi datar, dengan
luas lahan ……. Lahan dibersihkan dari vegetasi-vegetasi dan sampah atau
bebatuan yang ada, dengan menggunakan cangkul dan parang. Selanjutnya,
pembuatan bedengan dengan ukuran 1 x 1 m dan diberi papan disetiap sisi
bedengan menjaga bentuk bedengan. Diatas bedengan diberikan pasir sebanyak
20kg per bedengan. Selanjutnya pemupukan, pupuk yang diberi adalah pupuk
kandang. Kemudian pemasangan paranet sebagai naungan di atas lahan
praktikum.

3.4.2 Persiapan Bahan


a. Karet
 Siapkan alat dan bahan yang diperlukan
 Pilihlah biji karet yang memenuhi kriteria benih yang baik
 Lubangi tempat keluarnya perakarannya nantinya menggunakan
pisau atau sejenis pinset.
 Benamkan biji tersebut dengan posisi perut biji keatas dan
kedalamannya 2/3 dari biji ke media tanam pasir yang telah
disiapkan
 Amati perkecambahan dan pertumbuhan bibit

b. Kakao
 Siapkan alat dan bahan yang diperlukan
 Pilih buah kakao yang telah memenuhi kriteria yang baik untuk
dijadikan sebagai benih
 Ambil biji buah pada bagian tengahnya agar biji yang dijadikan
sebagai benih telah matang fisiologis
 Kupas kulit biji menggunakan abu bakar sekam padi agar pulp
biji mudah terlepas
 Benamkan biji pada media pasir yang telah disiapkan. Posisi
biji tersebut dengan posisi mata radikal terbenam ke media
tanam dengan kedalaman 2/3 dari biji tersebut
 Amati perkecambahan dan pertumbuahan bibit

3.4.3 Penanaman
Penanaman karet dan kakao dilakukan pada sore hari. Pada
penanaman karet, dilakukan penanaman 100 biji per bedengan dengan
jarak tanam 15 x 15 cm. Penanaman dilakukan dengan pembuatan
lubang terlebih dahulu. Penanaman dilakukan dengan memasukkan bibit ke
tengah-tengah lubang tanam. Untuk bibit dalam polybag arah okulasi menghadap
Timur. Kemudian bibit ditimbun dengan tanah bagian bawah (sub-soil) dan
selanjutnya dengan tanah bagian atas (top-soil). Selanjutnya, tanah dipadatkan
secara bertahap sehingga timbunan menjadi padat dan kompak, tidak ada rongga
udara dalam lubang tanam. Lubang tanam ditimbun sampai penuh, hingga
permukaan rata dengan tanah di sekelilingnya.

Pada penanaman kakao, sama hal nya dengan karet. Hanya saja bibit kakao
ditanam 50 biji per bedengan. Dengan jarak tanam 9 x 9 cm. Penanaman benih
kakao dilakukan dengan jarak tanam sekitar 10 cm pada areal tanam, areal tanam
tersebut di lubangi lalu di beri pasir di dalamnya, sehingga penyemaian benih
kakao tersebut dengan mudah di lakukan dan dapat juga dengan muda
dipindahkan karena perakaran dari benih kakao tersebut mudah di caput dan tidak
menyebabkan akar terputus, penanaman benih ini harus dilakukan serentak agar
pertumbuhan tanaman kakao pada satu tempat akan sentak tingginya.

3.4.4 Pemberian Perlakuan

3.4.5 Perawatan

a. Karet

 Pengendalian gulma
Areal pertanaman karet, baik tanaman belum menghasilkan (TBM) maupun
tanaman sudah menghasilkan (TM) harus bebas dari gulma seperti alang‐alang,
Mekania, Eupatorium, dll sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik. Untuk
mencapai hal tersebut, penyiangan pada tahun pertama dilakukan berdasarkan
umur tanaman.
 Pemupukan
Lakukan pemupukan secara intensif pada tanaman baik pada kebun
persemaian, kebun okulasi maupun kebun produksi, dengan menggunakan pupuk
urea, TSP, dan KCL. Dosis pupuk disesuaikan dengan keadaan/jenis tanah.
 Pemberantasan gulma
Hama-hama penting yang sering menyerang karet yaitu:
a. Pseudococcuscitri
Pengendaliannnya dengan menggunakan insektisida jenis Metamidofos,
dilarutkan dalam air dengan konsentrasi 0,05 -0,1%.
b. Kutu Lak (Laeciper greeni) Dapat diberantas dengan insektisida
Albolinium (Konsentrasi2%) ditambah Surfactan citrowett 0,025%.

Penyakit-penyakit yang ditemui pada tanaman karet adalah:

a. Penyakit embun tepung, penyakit daun, penyakit jamur upas, penyakit


cendawan akar putih-dan penyakit gugur daun. Pencegahannya dengan
menanam Klon yang sesuai dengan lingkungan dan lakukan pengelolaan ,
tanaman secara tepat dan teratur.

b. Jamur akar putih

Jamur akar putih (JAP) disebabkan oleh Rigidiporus micropus yang


menyerang akar tunggang maupun akar laterar. Penyakit ini dapat mengakibatkan
kematian tanaman karet yang berumur 2-4 tahun. Cara pencegahannya adalah
dengan membuang sisa tunggul tanaman terdahulu dengan cara pembongkaran,
atau peracunan dengan arborisida berbahan aktif Triklopir. Sedangkan
pengendalian jamur akar putih dengan mengoles, menyiram atau menaburi
tanaman sakit dengan fungisida yang direkomendasikan. (-fz,sst)

3.4.6 Okulasi
1. Membuat sayatan melintang miring selebar kurang lebih 1 cm pada pohon
pokok.
2. Melepaskan kulit batang bagian runcing sedikit dan dijepit antara pisau
dengan ibu jari, lalu ditarik ke bawah sepanjang kurang lebih 3 cm.
3. Memotong lidah kulit batang yang terbentuk kira-kira 2/3 bagian, sisanya
digunakan untuk menutup entres.
4. Mengambil entres dengan jalan sebagai berikut : pada 2 cm diatas mata entres
dikerat ke bawah dengan kayunya, panjang entres kira-kira 3 cm.
5. Memeriksa ada tidaknya mata tunas, mata entres kemudian dipasang.
Diusahakan bagian kulit batang dengan kulit mata temple menyambung dengan
benar.
6. Mengikat tempelan entres yang telah dipasang, dan diusahakan mata temple
tidak terkena air dari luar.
3.4.7 Penyadapan
1. Tinggi bukaan sadap, tinggi bukaan sadap adalah 130 cm diukur dari pertautan
okulasi sampai titik terendah alur sadap.

2 . Sudut sadapan, sudut sadapan 40o terhadap horizontal kemiringan alur sadap
mulai titik tertinggi di sebelah kiri atas samapai pada bagian terendah kanan
bawah.
3. Panjang irisan dan kedalaman sadap, panajang irisan sadapan maksimal adalah
½ spiral dengan kedalaman irisan sadapan diupayakan 1 – 1,5 mm dari kambium.,
karena pada posisi tersebut terdapat susunan jaringan lateks terbanyak dengan
harapan dapat menghasilkan lateks yang maksimal.
4. Bentuk alur dan arah sadap, bentuk alur sadap adalah ke arah bawah dan arah
sadap untuk SKB adalah ke arah bawah.
5. Konsumsi kulit, standart pemakaian kulit untuk setiap sistem sadap berbeda,
semakin jarang frekuensi sadapan konsumsi kulit per sadapan cenderung lebih
tebal.

3.4.8 Pemangkasan

1. Pemangkasan Daun

Untuk dapat memangkas daun tanaman karet, potonglah tangkai daun yang
terletak pada bagian payung paling atas, lalu sisakan tangkai daun sebanyak 3-4
lembar di posisi paling ujungnya. Waktu yang paling tepat untuk memangkas
daun adalah saat payung daun teratas masih berwarna kuning kemerahan sampai
hijau muda. Penghitungannya dimulai dari ketinggian 2,8 m di atas pertautan
batang okulasi.

2. Penyanggulan Tanaman

Penyanggulan tanaman dilaksanakan dengan mengikat ke atas bagian daun


paling atas tanaman karet sehingga seolah-olah membentuk sanggul. Ini
merupakan salah satu teknik perlakuan untuk mengelola percabangan TBM karet.
Adapun fungsi utamanya ialah merangsang pertumbuhan cabang dan daun ,
menekan pertumbuhan cabang ke arah atas, serta meningkatkan pertumbuhan lilit
batang.

3. Pemenggalan Batang

Tahap ini dilakukan pada ketinggian tanaman karet sekitar 2,8-3 m dengan
posisi kurang lebih 5 cm di atas mahkota daun yang paling atas. Waktu yang
paling tepat untuk memenggal batang pohon karet yakni saat musim penghujan
dan menggunakan gunting pangkas yang tajam. Setelah cabang yang diharapkan
dari pemenggalan ini berhasil terbentuk, maka selanjutnya dilakukan penunasan
ringan pada cabang tersebut sehingga tajuk tanaman pun menjadi lebih seimbang.

Anda mungkin juga menyukai