Anda di halaman 1dari 17

PROPOSAL DOPS

“PEMERIKSAAN FISIK JANTUNG”

KELOMPOK :

ZULMAIDA

CAHYA DELFIA

SAKINAH HIJRIANI

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

STIKes MERCUBAKTIJAYA PADANG

2018/2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit jantung termasuk ke dalam kelompok penyakitkardiovaskuler, dimana
penyakit kardiovaskuler merupakan penyebabutama kematian di negara dengan
pendapatan rendah dan menengahseperti Indonesia (Delima, Mihardja dan Siswoyo,
2009). Menurut WorldHealth Organization (WHO) (2013) kematian akibat
penyakitkardiovaskuler mencapai 17,1 juta orang per tahun. Penyakitkardiovaskuar
diantaranya penyakit jantung koroner dan stoke menjadiurutan pertama dalam daftar
penyakit kronis di dunia.
Jantung sanggup berkontraksi tanpa henti berkat adanya suplai bahanbahan energi
secara terus menerus. Suplai bahan energi berupa oksigen dan nutrisi
ini mengalir melalui suatu pembuluh darah yang disebut pembuluh koroner.
Apabila pembuluh darah menyempit atau tersumbat proses transportasi bahanbahan
energi akan terganggu. Akibatnya sel-sel jantung melemah dan bahkan bisa
mati. Gangguan pada pembuluh koroner ini yang disebut penyakit jantung
koroner (Yahya, 2010).
Pengobatan penyakit jantung tidak sekedar menggurangi atau bahkan
menghilangkan keluhan. Yang paling penting adalah memelihara fungsi jantung
sehingga harapan hidup akan meningkat (Yahya, 2010). Sebagian besar bentuk
penyakit jantung adalah kronis, pemberian obat umumnya berjangka panjang,
meskipun obat-obat itu berguna tetapi juga memberikan efek samping (Soeharto,
2001). Hal yang perlu diperhatikan dalam pengobatan ada beberapa obat, meskipun
memulihkan keadaan, tidak selalu membuat lebih baik, penggunaan obat harus secara
teratur. Penghentian penggobatan tanpa konsultasi dengan dokter dapat menimbulkan
masalah baru (Soeharto, 2001).
Adanya keterkaitan penyakit jantung koroner dengan faktor resiko dan
penyakit penyerta lain seperti DM dan hipertensi, serta adanya kemungkinan
perkembangan iskemik menjadi infark menyebabkan kompleksnya terapi yang
diberikan. Oleh karena itu, pemilihan jenis obat akan sangat menentukan kualitas
pengguanan obat dalam pemilihan terapi. Obat berperan sangat penting dalam
pelayanan kesehatan. Berbagai pilihan obat saat ini tersedia, sehingga diperlukan
pertimbangan-pertimbangan yang cermat dalam memilih obat untuk suatu
penyakit. Terlalu banyaknya jenis obat yang tersedia dapat memberikan masalah
tersendiri dalam praktik, terutama menyangkut pemilihan dan penggunaan obat
secara benar dan aman (Anonim, 2000). Banyak penderita serangan jantung yang
kembali ke rumah setelah perawatan beberapa hari. Sebagian perlu perawatan
berminggu-minggu sebelum dipulangkan karena fungsi jantung sudah menurun.
Di antara penderita serangan jantung itu, ada pula yang tidak dapat diselamatkan
(Yahya, 2010).
Congestive Heart Failure adalah suatu kondisi dimana jantung mengalami
kegagalan memompa adarah guna mencukupi kebutuhan sel-sel tumbuh akan nutrein
dan oksigen secara adekuat (Udjianti,2010)
Di Indonesia menurut Kemenkes (2013) prevalensi jantung koroner berdasarkan
wawancara terdiagnosis dokter di Indonesia sebesar 0,5 %, dan berdasarkan
terdiagnosis dokter atau gejala sebesar 1,5 persen. Prevalensi jantung koroner
berdasarkan terdiagnosis dokter tertinggi Sulawesi Tengah (0,8%) diikuti Sulawesi
Utara, DKI Jakarta, Aceh masing-masing 0,7 persen. Sementara prevalensi jantung
koroner menurut diagnosis atau gejala tertinggi di Nusa Tenggara Timur (4,4%),
diikuti Sulawesi Tengah (3,8%), Sulawesi Selatan (2,9%), dan Sulawesi Barat (2,6%).
Prevalensi penyakit jantung koroner (PJK) berdasarkan wawancara yang didiagnosis
dokter atau gejala, meningkat seiring dengan bertambahnya umur, tertinggi pada
kelompok umur 65 -74 tahun yaitu 2,0 % dan 3,6 % menurun sedikit pada kelompok
umur ≥ 75 tahun. Prevalensi penyakit jantung koroner yang didiagnosis dokter
maupun berdasarkan diagnosis dokter atau gejala lebih tinggi pada perempuan (0,5%
dan 1,5%).
Distensibilitas vena-vena di leher dapat memperlihatkan adanya perubahan
volume dan tekanan di dalam atrium kanan. Terdapat 2 buah vena jugularis pada leher
yaitu vena jugularis interna dan vena jugularis eksterna. Pemeriksaan JVP
menunjukkan keadaan ‗input‘ jantung. Vena jugularis yang biasa digunakan yakni
vena jugluaris interna karena berhubungan langsung dengan vena cava superior dan
atrium kanan. (Waskito, 2008) Tekanan normal pada atrium kanan ekuivalen dengan
tekanan kolom darah setinggi 10-12 cm. Jadi, apabila pasien berdiri atau duduk tegak,
vena jugularis interna akan kolaps dan bila pasien pasien berbaring, vena terisi
penuh. Bila pasien berbaring sekitar 45°, maka pulsasi vena jugularis akan tampak
tepat di atas klavikula; maka posisi ini digunakan untuk pemeriksaan denyut
vena jugularis (JVP) (Gambar 1). Kepala pasien diletakkan pada bantal, dengan leher
fleksi dan pandangan lurus ke depan. Sebaiknya tidak menegangkan muskulus
sternomastoid, karena vena jugularis interna tepat berada di bawahnya. bawahnya.
( Waskito, 2008)
Dari hasil studi pendahuluan yang penulis lakukan di ruangan CVCU RSUP Dr.
M djamil Padang didapatkan bahwa dari 8 orang pasien yang ada di ruang CVCU 2
diantaranya mengalami penyakit gagal jantung.

B. Rumusan Masalah

Dapat menyebutkan tindakan pemeriksaan fisik dan mampu melakukan cara


pemeriksaan fisik

C. Tujuan

Untuk menentukan :

1. Pemeriksaan iktus cordis, pemeriksaan getaran/thrill


2. Menentukan Batas-batas jantung
3. Menentukan Bunyi jantung I dan II serta bising jantung
4. Dapat menentukan Frekuensi, tegangan irama, macam denyut, isi perbedaan arteri kanan
dan kiri ,dan keadaan pembuluh arteri.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. PEMERIKSAAN FISIK JANTUNG

1. DEFINISI
Congestive Heart Failure (CHF) adalah suatu kondisi dimana jantung mengalami

kegagalan dalam memompa darah guna mencukupi kebutuhan sel-sel tubuh akan

nutrien dan oksigen secara adekuat. Hal ini mengakibatkan peregangan ruang jantung

(dilatasi) guna menampung darah lebih banyak untuk dipompakan ke seluruh tubuh

atau mengakibatkan otot jantung kaku dan menebal. Jantung hanya mampu memompa

darah untuk waktu yang singkat dan dinding otot jantung yang melemah tidak mampu

memompa dengan kuat. Sebagai akibatnya, ginjal sering merespons dengan menahan

air dan garam. Hal ini akan mengakibatkan bendungan cairan dalam beberapa organ

tubuh seperti tangan, kaki, paru, atau organ lainnya sehingga tubuh klien menjadi

bengkak (congestive) (Udjianti, 2010).

Gagal jantung kongestif (CHF) adalah suatu keadaan patofisiologis berupa kelainan

fungsi jantung sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi

kebutuhan metabolisme jaringan dan/ kemampuannya hanya ada kalau disertai

peninggian volume diastolik secara abnormal (Mansjoer dan Triyanti, 2007).

2. Pemeriksaan fisik jantung meliputi :


Inspeksi :

 Ictus cordis terlihat


 Tampak denyut nadi didaerah apeks

Palpasi
 Ictus cordis teraba
 Apeks teraba pada interkosta v yaitu ics v
 Apeks segaris dengan midclavikula kiri

Perkusi

 Suara redup
 Batas atas = pada ics 3
 Batas bawah = pada ics v
 Batas kiri = pada midclavicularis atau 4 jari dari midsternum
 Batas kanan = sejajar sisi sternumdari midsternum

Auskultasi

 Suara jantung 1 terdebgar bunyi lub-lub pada ruang ics vsebelah kiri sternum diatas
apeks jantung
 Suara jantung dua terdengar bunyi dup padaics dua sebelah kanan sternum

Bunyi Jantung
Untuk mendengar bunyi jantung diperhatikan :
1. Lokalisasi dan asal bunyi jantung
2. Menentukan bunyi jantung I dan II
3. Intensitas bunyi dan kualitasnya
4. Ada tidaknya unyi jantung III dan bunyi jantung IV
5. Irama dan frekuensi bunyi jantung
6. Bunyi jantung lain yang menyertai bunyi jantung.
a) Lokalisasi dan asal bunyi jantung
Auskultasi bunyi jantung dilakukan pada tempat-tempat sebagai berikut :
o Ictus cordis untuk mendengar bunyi jantung yang berasal dari katup
mitral
o Sela iga II kiri untuk mendengar bunyi jantung yang berasal dari katup
pulmonal.
o Sela iga III kanan untuk mendengar bunyi jantung yang berasal dari
aorta
o Sela iga IV dan V di tepi kanan dan kiri sternum atau ujung sternum
untuk mendengar bunyi jantung yang berasal dari katup trikuspidal.
Tempat-tempat auskultasi di atas adalah tidak sesuai dengan tempat
dan letak anatomis dari katup-katup yang bersangkutan. Hal ini akibat
penghantaran bunyi jantung ke dinding dada.
b) Menentukan bunyi jantung I dan II
Pada orang sehat dapat didengar 2 macam bunyi jantung :
o Bunyi jantung I, ditimbulkan oleh penutupan katup-katup mitral dan
trikuspidal. Bunyi ini adalah tanda mulainya fase sistole ventrikel.
o Bunyi jantung II, ditimbulkan oleh penutupan katup-katup aorta dan
pulmonal dan tanda dimulainya fase diastole ventrikel.
Bunyi jantung I di dengar bertepatan dengan terabanya pulsasi nadi
pada arteri carotis.
Intesitas dan Kualitas Bunyi
Intensitas bunyi jantung sangat dipengaruhi oleh keadaan-keadaan sebagai
berikut :
- Tebalnya dinding dada
- Adanya cairan dalam rongga pericard
Intensitas dari bunyi jantung harus ditentukan menurut pelannya atau
kerasnya bunyi yang terdengar. Bunyi jantung I pada umumnya lebih keras
dari bunyi jantung II di daerah apeks jantung, sedangkan di bagian basal bunyi
jantung II lebih besar daripada bunyi jantung I. Jadi bunyi jantung I di ictus
(M I) lebih keras dari M 2, sedang didaerah basal P 2 lebih besar dari P 1, A 2
lebih besar dari A 1.
Hal ini karena :
M 1 : adalah merupakan bunyi jantung akibat penutupan mitral secara
langsung.
M 2 : adalah penutupan katup aorta dan pulmonal yang dirambatkan.
P 1 : adalah bunyi M 1 yang dirambatkan
P 2 : adalah bunyi jantung akibat penutupan katup pulmonal secara langsung
A 1 : adalah penutupan mitral yang dirambatkan
A 2 : adalah penutupan katub aorta secara langsung A 2 lebih besar dari A 1.
Kesimpulan : pada ictus cordis terdengar bunyi jantung I secara
langsung sedang bunyi jantung II hanya dirambatkan (tidka langsung)
Sebaliknya pada daerah basis jantung bunyi jantung ke 2 merupakan bunyi
jantung langsung sedang bunyi I hanya dirambatkan
Beberapa gangguan intensitas bunyi jantung.
- Intensitas bunyi jantung melemah pada :
 Orang gemuk
 Emfisema paru
 Efusi perikard
 Payah jantung akibat infark myocarditis
- Intensitas bunyi jantung I mengeras pada:
 Demam
 Morbus basedow (grave’s disease)
 Orang kurus (dada tipis)
- Intensitas bunyi jantung A 2 meningkat pada :
 Hipertensi sistemik
 Insufisiensi aorta
- Intensitas bunyi jantung A 2 melemah pada :
 Stenose aorta
 Emfisema paru
 Orang gemuk
- Intensitas P 2 mengeras pada :
 Atrial Septal Defect (ASD)
 Ventricular Septal Defect (VSD)
 Patent Ductus Arteriosus (PDA)
 Hipertensi Pulmonal
- Intensitas P 2 menurun pada :
 Stenose pulmonal
 Tetralogy Fallot, biasanya P 2 menghilang
Intensitas bunyi jantung satu dengan yang lainnya (yang berikutnya) harus
dibandingkan. Bila intensitas bunyi jantung tidak sama dan berubah ubah pada
siklus-siklus berikutnya, hal ini merupakan keadaan myocard yang memburuk.

Perhatikan pula kualitas bunyi jantung


Pada keadaan splitting (bunyi jantung yang pecah), yaitu bunyi jantung I
pecah akibat penutupan katup mitral dan trikuspid tidak bersamaan. Hal ini
mungkin ditemukan pada keadaan normal.
Bunyi jantung ke 2 yang pecah, dalam keadaan normal ditemukan pada waktu
inspitasi di mana P 2 lebih lambat dari A 2. Pada keadaan dimana splitting bunyi
jantung tidak menghilang pada respirasi (fixed splitting), maka keadaan ini
biasanya patologis dan ditemukan pada ASD dan Right Bundle branch Block
(RBBB).

Ada tidaknya bunyi jantung III dan bunyi jantung IV


Bunyi jantung ke 3 dengan intensitas rendah kadang-kadang terdengar pada
akhir pengisian cepat ventrikel, bernada rendah, paling jelas pada daerah apeks
jantung. Dalam keadaan normal ditemukan pada anak-anak dan dewasa muda.
Dalam keadaan patologis ditemukan pada kelainan jantung yang berat misalnya
payah jantung dan myocarditis. Bunyi jantung 1, 2 dan 3 memberi bunyi seperti
derap kuda, disebut sebagai protodiastolik gallop.
Bunyi jantung ke 4 terjadi karena distensi ventrikel yang dipaksakan akibat
kontraksi atrium, paling jelas terdengar di apeks cordis, normal pada anak-anak
dan pada orang dewasa didapatkan dalam keadaan patologis yaitu pada A – V
block dan hipertensi sistemik. Irama yang terjadi oleh jantung ke 4 disebut
presistolik gallop.

Irama dan frekuensi bunyi jantung


Irama dan frekuensi bunyi jantung harus dibandingkan dengan frekuensi nadi.
Normal irama jantung adalah teratur dan bila tidak teratur disebut arrhytmia
cordis. Frekuensi bunyi jantung harus ditentukan dalam semenit, kemudian
dibandingkan dengan frekuensi nadi. Bila frekuensi nadi dan bunyi jantung
masing-masing lebih dari 100 kali per menit disebut tachycardi dan bila frekuensi
kurang dari 60 kali per menit disebut bradycardia.
Kadang-kadang irama jantung berubah menurut respirasi. Pada waktu
ekspirasi lebih lambat, keadaan ini disebut sinus arrhytmia. Hal ini disebabkan
perubahan rangsang susunan saraf otonom pada S – A node sebagai pacu jantung.
Jika irama jantung sama sekali tidak teratur disebut fibrilasi. Adakalanya irama
jantung normal sekali-kali diselingi oleh suatu denyut jantung yang timbul lebih
cepat disebut extrasystole, yang disusul oleh fase diastole yang lebih panjang
(compensatoir pause). Opening snap, disebabkan oleh pembukaan katup mitral
pada stenosa aorta, atau stenosa pulmonal kadang-kadang didapatkan sistolik ....
dalam fase sistole segera setelah bunyi jantung I dan lebih jelas pada hypertensi
sistemik.

Bunyi jantung lain yang menyertai bunyi jantung.


Bising Jantung (cardiac murmur) Disebabkan :
- Aliran darah bertambah cepat
- Penyempitan di daerah katup atau pembuluh darah
- Getaran dalam aliran darah oleh pembuluh yang tidak rata
- Aliran darah dari ruangan yang sempit ke ruangan yang besar - aliran
darah dari ruangan yang besar ke ruangan yang sempit.
Hal-hal yang harus diperhatikan bila terdengar bising
1. Lokalisasi Bising
Tiap-tiap bising mempunyai lokalisasi tertentu, dimana bising itu
terdengar paling keras (punctum maximum). Dengan menetukan punctum
maximum dan penyebaran bising, maka dapat diduga asal bising itu :
- Punctum maximum di apeks cordis, berasal dari katup mitral
- Punctum maximum di sela iga 2 kiri, berasal dari katup pulmonal
- Punctum maximum di sela iga 2 kanan, berasal dari katup aorta
- Punctum maximum pada batas sternum kiri, berasal dari ASD atau VSD.

2. Penjalaran Bising
Bising jantung masih terdengar di daerah yang berdekatan dengan lokasi
dimana bising itu terdengar maksimal, ke suatu arah tertentu, misalnya :
- Bising dari stenosa aorta menjalar ke daerah carotis
- Bising insufiensi aorta menjalar ke daerah batas sternum kiri.
- Bising dari insufisiensi mitral menjalar ke aksilia, punggung dan ke
seluruh precordium.
- Bising dari stenosis mitral tidak menjalar atau hanya terbatas kesekitarnya.

3. Intensitas Bising
Levine membagi intensitas bising jantung dalam 6 tingkatan :
- Tingkat I : Bising yang sangat lemah, hanya terdengar dengan konsentrasi.
- Tingkat II : bising lemah, namun dapat terdengar segera waktu auskultasi.
- Tingkat III : sedang, intensitasnya antara tingkat II dan tingkat IV.
- Tingkat IV : bising sangat keras, sehingga terdengar meskipun stetoskp
belum menempel di dinding dada.

4. Jenis dari Bising


Jenis bising tergantung pada dase bising timbul :
 Bising Sistole, terdengar dalam fase sistole (antara bunyi jantung 1 dan
bunyi jantung 2) Dikenal 2 macam bising sistole :
- Bising sistole tipe ejection, timbul akibat aliran darah yang
dipompakan melalui bagian yang menyempit dan mengisi sebagian
fase sistole. Didapatkanpada stenosis aorta, punctum maximum di
daerah aorta.
- Bising sistole tipe pansistole, timbul sebagai akibat aliran balik yang
melalui bagian jantung yang masih terbuka dan mengisi seluruh fase
systole. Misalnya pada insufisiensi mitral.
 Bising Diastole, terdengar dalam fase diastole (antara bunyi jantung 2 dan
bunyi jantung 1), dikenal antara lain :
- Mid-diastole, terdengar pada pertengahan fase diastole misalnya pada
stenosis mitral.
- Early diastole, terdengar segara setelah bunyi jantung ke 2. misalnya
pada insufisiensi sorta.
- Pre-sistole, yang terdengar pada akhir fase diastole, tepat sebelum
bunyi jantung 1, misalnya pada stenosis mitral. Bising sistole dan
diastole, terdengar secara kontinyu baik waktu sistole maupun diastole.
Misalnya pda PDA

5. Apakah Bising Fisiologis atau Patologis


Bising fisiologis (fungsionil), perlu dibedakan dengan bising patalogis.
Beberapa sifat bising fungsionil :
- Jenis bising selalu sistole
- Intensitas bising lemah, tingkat I-II dan pendek,
- Pada umumnya terdengar paling keras pada daerah pulmonal, terutama
pada psisi telungkup dan ekspirasi penuh.
- Dipengaruhi oleh perubahan posisi.
Dengan demikian bising diastole, selalu merupakan bising patalogis, sedang
bising sistole, dapat merupakan merupakan bising patalogis atau hanya
fungsionil. Bising fungsionil dijumpai pada beberapa keadaan :
- Demam
- Anemia
- Kehamilan
- Kecemasan
- Hipertiroidi
- Beri-beri
- Atherosclerosis.

6. Kualitas dari BIsing


Apakah bising yang terdengar itu bertambahkeras (crescendo) atau
bertambah lemah (descrescendo). Apakah bersifat meniup (blowing) atau
menggenderang (rumbling).
Gesekan pericard merupakan gesekan yang timbul akibat gesekan
antara pericard visceral dan parietal yang keduanya menebal atau
permukaannya kasar akibat proses peradangan (pericarditis fibrinosa).
Gesekan ini terdengar pada waktu sistole dan diastole dari jantung, namun
kadang-kadang hanya terdengar waktu sistole saja. Gesekan pericard kadang-
kadang hanya terdengar pada satu saat saja (beberapa jam) dan kemudian
menghllang. Gesekan pericard sering terdengar pada sela iga 4-5 kiri, di tepi
daerah sternum. Sering dikacaukan dengan bising jantung.
BAB III
PENGKAJIAN KEPERAWATAN

A. JenisTindakan

Pemeriksaan fisik pada jantung

B. Pasien yang menjadi target

Nama : Tn. m

Umur : 55 tahun

Jeniskelamin : Laki-laki

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Pensiunan

Alamat : jln komp puri asri blok e no 13

Diagnosa :chf

C. TindakanProsedur

a. Mengucapkan salam

b. Memperkenalkan diri

c. Menjelaskan tujuan dan manfaat

d. Hand higine

e. Jaga privasi klien

f. Lanjut pemeriksaan fisik pada klien

a. Inspeksi

Voussure Cardiaque Merupakan penonjolan setempat yang lebar di daerah

precordium, di antara sternum dan apeks codis. Kadang-kadang memperlihatkan

pulsasi jantung . Adanya voussure Cardiaque, menunjukkan adanya :


- Kelainan jantung organis

- Kelainan jantung yang berlangsung sudah lama/terjadi sebelum penulangan

sempurna

- Hipertrofi atau dilatasi ventrikel

Pada orang dewasa normal yang agak kurus, sering kali tampak dengan mudah

pulsasi yang disebut ictus cordis pada sel iga V, linea medioclavicularis kiri.

Pulsasi ini letaknya sesuai dengan apeks jantung. Diameter pulsasi kira-kira 2 cm,

dengan punctum maksimum di tengah-tengah daerah tersebut. Pulsasi timbul pada

waktu sistolis ventrikel. Bila ictus kordis bergeser ke kiri dan melebar,

kemungkinan adanya pembesaran ventrikel kiri. Pada pericarditis adhesive, ictus

keluar terjadi pada waktu diastolis, dan pada waktu sistolis terjadi retraksi ke

dalam. Keadaan ini disebut ictus kordis negatif.

Pulpasi yang kuat pada sela iga III kiri disebabkan oleh dilatasi arteri

pulmonalis. Pulsasi pada supra sternal mungkin akibat kuatnya denyutan aorta.

Pada hipertrofi ventrikel kanan, pulsasi tampak pada sela iga IV di linea sternalis

atau daerah epigastrium. Perhatikan apakah ada pulsasi arteri intercostalis yang

dapat dilihat pada punggung. Keadaan ini didapatkan pada stenosis mitralis.

Pulsasi pada leher bagian bawah dekat scapula ditemukan pada coarctatio aorta.

b. Palpasi

Palpasi Hal-hal yang ditemukan pada inspeksi harus dipalpasi untuk lebih

memperjelas mengenai lokalisasi punctum maksimum, apakah kuat angkat,

frekuensi, kualitas dari pulsasi yang teraba. Pada mitral insufisiensi teraba pulsasi

bersifat menggelombang disebut ”vantricular heaving”. Sedang pada stenosis

mitralis terdapat pulsasi yang bersifat pukulanpukulan serentak diseubt

”ventricular lift”.
Disamping adanya pulsasi perhatikan adanya getaran ”thrill” yang terasa pada

telapak tangan, akibat kelainan katup-katup jantung. Getaran ini sesuai dengan

bising jantung yang kuat pada waktu auskultasi. Tentukan pada fase apa getaran

itu terasa, demikian pula lokasinya.

c. Perkusi

Perkusi Kegunaan perkusi adalah menentukan batas-batas jantung. Pada

penderita emfisema paru terdapat kesukaran perkusi batas-batas jantung. Selain

perkusi batas-batas jantung, juga harus diperkusi pembuluh darah besar di bagian

basal jantung. Pada keadaan normal antara linea sternalis kiri dan kanan pada

daerah manubrium sterni terdapat pekak yang merupakan daerah aorta. Bila

daerah ini melebar, kemungkinan akibat aneurisma aorta.

d. Auskultasi

Auskultasi Jantung Pemeriksaan auskultasi jantung meliputi pemeriksaan :

- Bunyi jantung

- Bising jantung

- Gesekan pericard

Bunyi Jantung

Untuk mendengar bunyi jantung diperhatikan :

7. Lokalisasi dan asal bunyi jantung

8. Menentukan bunyi jantung I dan II

9. Intensitas bunyi dan kualitasnya

10. Ada tidaknya bunyi jantung III dan bunyi jantung IV

11. Irama dan frekuensi bunyi jantung

12. Bunyi jantung lain yang menyertai bunyi jantung.

c) Lokalisasi dan asal bunyi jantung


Auskultasi bunyi jantung dilakukan pada tempat-tempat sebagai berikut :

o Ictus cordis untuk mendengar bunyi jantung yang berasal dari katup

mitral

o Sela iga II kiri untuk mendengar bunyi jantung yang berasal dari katup

pulmonal.

o Sela iga III kanan untuk mendengar bunyi jantung yang berasal dari

aorta

o Sela iga IV dan V di tepi kanan dan kiri sternum atau ujung sternum

untuk mendengar bunyi jantung yang berasal dari katup trikuspidal.

Tempat-tempat auskultasi di atas adalah tidak sesuai dengan tempat

dan letak anatomis dari katup-katup yang bersangkutan. Hal ini akibat

penghantaran bunyi jantung ke dinding dada.

d) Menentukan bunyi jantung I dan II

Pada orang sehat dapat didengar 2 macam bunyi jantung :

o Bunyi jantung I, ditimbulkan oleh penutupan katup-katup mitral dan

trikuspidal. Bunyi ini adalah tanda mulainya fase sistole ventrikel.

o Bunyi jantung II, ditimbulkan oleh penutupan katup-katup aorta dan

pulmonal dan tanda dimulainya fase diastole ventrikel.

Bunyi jantung I di dengar bertepatan dengan terabanya pulsasi nadi pada arteri

carotis.
DAFTAR PUSTAKA

De Laune, S.C., Ladner, P. K. (2002). Fundamentals of nursing: standards and practice

(2ndEd.). New York: Delmar

Gray, H.H., et al. (2002). Lecture notes on cardiology. Diterjemahkan oleh Prof. Dr. H.

Anwar Agoes, DAFK, Sp. FK dan dr. Asri Dwi Rachmawati. Erlangga: Jakarta

Potter, P.A., Perry, A.G. (2005). Buku ajar fundamental keperawatan: konsep, proses, dan

praktik. (Ed 4). (Vol. 1). Jakarta: EGC

Smeltzer, Suzzane C., Bare, Brenda G. (2002). Buku ajar keperawatan medikal bedah

Brunner & Suddarth. (Ed 8). (Vol. 2). Jakarta: EGC

Berman, A., Snyder, S. J., Kozier, B., & Glenora, E. (2009). Buku Ajar Praktik
Keperawatan Klinis. Jakarta: EGC.

Hudak, C., & Gallo, B. (2010). Keperawatan Krirtis, Pendekatan Holistik. Jakarta: EGC.

Jacob, d. (2014). Buku Ajar Clinical Nursing Procedures. Tangerang: Binarupa Aksara.

Potter dan Perry. (2006). Buku ajar fundamental keperawatan volume 2.Edisi 4.Jakarta:
EGC.

Anda mungkin juga menyukai