Anda di halaman 1dari 10

Jurnal Jelambar Volume 1 No 1 2017: 17-26

ISSN: 0854-2759 (print)


ISSN: 2502-2180 (online)

ANALISIS GARIS ALTERNATIF BATAS KEWENANGAN PENGELOLAAN


WILAYAH LAUT ANTARA PROVINSI PAPUA BARAT DENGAN
PROVINSI MALUKU UTARA SECARA KARTOMETRIK
(Analysis of Alternatives Marine Region Management Boundary Lines between the
Provinces of West Papua and North Maluku using Cartometric Method)
Fahrul Hidayat
Badan Informasi Geospasial
Bidang Penelitian, Badan Informasi Geospasial, Jl. Raya Jakarta-Bogor, Cibinong, Jawa Barat
E-mail: fahrul.hidayat@big.go.id

ABSTRAK

Ketidakjelasan status wilayah administrasi sebuah pulau sering berdampak pada sengketa batas wilayah
administrasi dan menghambat proses penegasan garis batas kewenangan pengelolaan wilayah laut (KPWL)
daerah provinsi. Pulau Sain, Pulau Kiyas, dan Pulau Piyai yang terletak di antara daratan utama Provinsi
Papua Barat dan daratan utama Provinsi Maluku Utara merupakan tiga pulau yang masih belum jelas status
administrasinya, sehingga batas kewenangan pengelolaan wilayah laut daerah provinsinya belum bisa
ditetapkan. Agar bisa ditetapkan, maka diperlukan informasi geospasial mengenai alternatif garis batas
kewenangan pengelolaan wilayah laut sebagai masukan bagi penyelesaian permasalahan tersebut. Untuk
batas di laut, penetapannya dapat dimulai dari delineasi secara kartometrik. Tujuan penelitian ini adalah
untuk menganalisis beberapa alternatif garis konsturkbatas kewenangan pengelolaan wilayah laut daerah
provinsi antara Papua Barat dengan Maluku Utara. Penelitian ini menggunakan metode kartometrik berbasis
sistem informasi geografis, antara lain: analisis buffer, penarikan garis sama jarak atau garis tengah murni
dan garis sama jarak atau garis tengah yang disederhanakan. Dengan menerapkan beberapa kriteria uji
geospasial, penelitian ini menghasilkan tiga alternatif konstruksi garis batas KPWL daerah antara Provinsi
Papua Barat dengan Provinsi Maluku Utara. Masing-masing konstruksi garis batas dapat dijadikan alternatif
dalam penetapan dan penegasan batas kewenangan pengelolaan wilayah laut.

Kata kunci: Garis batas KPWL provinsi, konstruksi garis batas laut secara kartometrik, Provinsi Papua Barat
dan Provinsi Maluku Utara

ABSTRACT

The ambiguous administration’s status of an island will lead to a dispute in the process of boundary
making to alocate marine region management (KPWL) rights at the provincial level. The isles of Sain, Kiyas,
and Piyai which are located in between the main island of West Papua Province and North Maluku Province
were realized as ambiguous in their administration status, so that it leads to marine region management
boundary dispute between those two provinces. In order to settle the dispute, one requires a relevan
geospatial information available for solving marine region management alocation’s boundary issues. Its
necessity is demanded for enabling technical suport to solve problem using cartometric method of marine
allocation delineation in effective and efficiently. The aim of this research was to study and explore some
alternative delinetation lines for KPWL between the provinces of West Papua Province and North Maluku.
This research uses cartometric method based on geographic information system software, in order to enable
buffer analysis, construction of strict and simplified equidinstance or median line in the process of boundary
delineation. The results concluded in three alternatives construction lines of KPWL between the provices of
West Papua and North Maluku. Every boundary line construction resulted in this research may be used as an
alternative from the point of view geospatial aspects in order to solve KPWL boundary dispute between
provinces of West Papua and North Maluku.

Keywords: Provinces KPWL boundaries, cartometric construction of marine allocation boundaries, the
Provinces of West Papua and North Maluku

17
Jurnal Jelambar Volume 1 No 1 2017: 17-26

PENDAHULUAN Permasalahan status wilayah administrasi


pulau mulai muncul pada tahun 2008 ketika
Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki Pemerintah Kabupaten Halmahera Tengah di
zona perairan kepulauan yaitu semua perairan Provinsi Maluku Utara mengklaim bahwa pulau-
yang terletak pada sisi dalam garis pangkal lurus pulau Sain, Kiyas, dan Piyai merupakan bagian dari
kepulauan tanpa memperhatikan kedalaman atau wilayah Provinsi Maluku Utara. Klaim tersebut
jarak dari pantai (Undang-Undang No. 17 tahun dijadikan sebagai dasar ketika Tim Nasional
1985). Pembakuan Nama Rupabumi (TimNas PNR)
Provinsi Papua Barat dan Provinsi Maluku melakukan proses verifikasi terhadap pulau–pulau
Utara merupakan dua provinsi yang saling di Kabupaten Halmahera Tengah sehingga dalam
berbatasan laut yang ada dalam perairan basis data gasetir nama-nama pulau Sain, Kiyas,
kepulauan Indonesia. Di antara daratan/pulau dan Piyai termasuk dalam wilayah Kabupaten
utama Provinsi Papua Barat dan daratan/pulau Halmahera Tengah, Provinsi Maluku Utara. Hal
utama Provinsi Maluku Utara pada koordinat tersebut kemudian memicu konflik horizontal
sekitar 0° Lintang Utara (LU) sampai 1° LU, dan antara masyarakat Gebe dari Halmahera Tengah
antara 129° Bujur Timur (BT) sampai 130° BT, dengan masyarakat Suku Kawe dari Kabupaten
terdapat Pulau Gebe, Pulau Sain, Pulau Kiyas, Raja Ampat (Dedi, 2012), dan sampai saat ini
Pulau Piyai, dan lainnya seperti terlukis pada belum terselesaikan.
Gambar 1. Dari beberapa pulau tersebut, Pulau Tidak jelasnya status wilayah administrasi
Sain, Pulau Kiyas dan Pulau Piyai merupakan pulau-pulau Sain, Kiyas, dan Piay berpengaruh
pulau-pulau yang masih belum jelas status terhadap penetapan garis batas kewenangan
administrasinya. Pulau Kiyas merupakan pulau pengelolaan wilayah laut (KPWL) daerah provinsi,
kecil tak berpenghuni yang letaknya sekitar 0,4 mil yaitu antara Provinsi Papua Barat dengan Provinsi
laut di sebelah barat Pulau Sain. Nama-nama pulau Maluku Utara. Sebagaimana diketahui bahwa
tersebut tidak dicantumkan baik dalam batang menurut Pasal 27 UU No. 23 tahun 2014 tentang
tubuh maupun pada peta lampiran undang-undang Pemerintahan Daerah, penarikan garis batas KPWL
pembentukan daerah otonom (Undang-Undang daerah provinsi merujuk kepada garis pantai dari
No. 6 tahun 1990 tentang Pembentukan Daerah setiap pulau. Dengan demikian, garis batas KPWL
Tingkat II Kabupaten Halmahera Tengah, dan daerah Provinsi Papua Barat dengan Provinsi
Undang-Undang No. 26 tahun 2002 tentang Maluku Utara hingga saat ini belum bisa
Pembentukan Kabupaten Sarmi, Kabupaten ditetapkan. Tidak jelasnya status wilayah
Keerom, Kabupaten Sorong Selatan, Kabupaten administrasi pulau-pulau Sain, Kiyas dan Piyai
Raja Ampat, Kabupaten Pegunungan Bintang, merupakan salah satu contoh belum tuntasnya
Kabupaten Yahukimo, Kabupaten Tolikara, sengketa batas antar daerah otonom di Indonesia.
Kabupaten Waropen, Kabupaten Kaimana, Menurut Furlong (2005) dikatakan bahwa dalam
Kabupaten Boven Digoel, Kabupaten Mappi, manajemen dan penyelesaian konflik, sangat
Kabupaten Asmat, Kabupaten Teluk Bintuni, dan penting untuk terlebih dahulu dilakukan analisis
Kabupaten Teluk Wondama Di Provinsi Papua), untuk mencari sebab-sebab terjadinya konflik baru
dan undang-undang pembentukan daerah provinsi kemudian dicari upaya alternatif penyelesaiannya.
(Undang-Undang No. 45 tahun 1999 tentang Tujuan penelitian adalah untuk mencari dan
Pembentukan Propinsi Irian Jaya Tengah, Propinsi mengkaji alternatif delineasi garis batas KPWL
Irian Jaya Barat, Kabupaten Paniai, Kabupaten daerah provinsi antara Provinsi Papua Barat
Mimika, Kabupaten Puncak Jaya, dan Kota Sorong, dengan Provinsi Maluku Utara. Analisis/kajian
dan Undang-Undang No. 46 tahun 1999 tentang dilakukan dengan menggunakan beberapa kriteria
Pembentukan Propinsi Maluku Utara, Kabupaten uji geospasial terhadap Pulau Sain, Pulau Kiyas,
Buru, dan Kabupaten Maluku Tenggara Barat). dan Pulau Piyai.

METODE

Metode untuk memperjelas batas wilayah


administrasi daerah khususnya yang terletak di
darat dapat dilakukan dengan metode langsung di
lapangan atau secara kartometrik (Peraturan
Menteri Dalam Negeri No. 76 tahun 2012 tentang
Pedoman Penegasan Batas Daerah). Sedangkan
untuk batas wilayah administrasi daerah yang
terletak di laut dilakukan secara kartometrik
Gambar 1. Orientasi P. Sain, P. Kiyas dan P. Piyai. karena lebih efisien. Meskipun batas di laut masih
memungkinkan untuk disurvei, sangat jarang batas

18
Jurnal Jelambar Volume 1 No 1 2017: 17-26

di laut diberikan penanda fisik atau monumen tergantung pada baseline yang digunakan masing-
(Nichols, 1983). Metode kartometrik adalah masing wilayah yang akan dipisahkan oleh batas
pengukuran dan penghitungan nilai numerik dari (United Nations, 2007).
peta (Maling, 1989). Dalam penggunaan metode Buffer adalah analisis spasial untuk
kartometrik diperlukan suatu data berupa peta menghasilkan unsur spasial yang bertipe poligon
dengan ketelitian tertentu karena hasil metode sesuai jarak yang ditentukan dari unsur spasial
kartometrik tergantung pada kualitas data yang yang menjadi masukan (Prahasta, 2009). Pada
digunakan. pasal 27 ayat (3) Undang-Undang No. 23 tahun
Penggunaan metode kartometrik untuk 2014 tentang Pemerintah Daerah tertulis bahwa
penarikan garis batas KPWL untuk pulau yang kewenangan daerah otonom provinsi untuk
belum jelas status wilayah administrasinya pernah mengelola sumber daya alam di laut sebagaimana
diterapkan pada penetapan garis batas laut antara dimaksud pada ayat (1) paling jauh 12 mil laut
Kota Surabaya dengan Kabupaten Gresik dimana diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan/atau
keberadaan Pulau Galang awalnya tidak memiliki ke arah perairan kepulauan. Selanjutnya, pada
kejelasan status administrasinya. Konstruksi garis pasal 27 ayat (4) disebutkan bahwa apabila
alternatif delineasi batas di laut antara Kota wilayah laut antardua Daerah provinsi kurang dari
Surabaya dengan Kabupaten Gresik telah 24 mil laut, kewenangan untuk mengelola sumber
dilakukan dimana keberadaan Pulau Galang daya alam di laut dibagi sama jarak atau diukur
menjadi faktor penting dan memengaruhi sesuai dengan prinsip sama jarak/garis tengah dari
konstruksi garis batas kedua daerah otonom wilayah antar dua daerah provinsi tersebut. Kedua
tersebut (Khomsin et al., 2015). Perkembangan daerah yang terlibat dituntut untuk melakukan
teknologi di bidang Sistem Informasi Geografis delineasi batas maritim pada segmen yang
(SIG), saat ini menjadikan metode kartometrik terdapat perpotongan (Arsana, 2007). Prinsip
paling efisien dan efektif untuk penarikan garis sama jarak atau garis tengah dalam delimitasi
batas di laut. Sebelumnya metode kartometrik batas di laut ada dua macam, yaitu median line
untuk delineasi batas zona maritim sering yang murni (MLM) dan yang disederhanakan
diterapkan masyarakat internasional untuk (MLD). MLM adalah semua garis didapatkan dari
delimitasi batas maritim berdasarkan the United proses otomatisasi program GIS untuk delimitasi
Nations Convention on The Law of The Sea batas maritim, seperti perangkat lunak (software)
(UNCLOS) atau Konvensi Perserikatan Bangsa CARIS LOTS yang biasanya menghasilkan MLM
Bangsa tentang Hukum Laut, yang mana yang sangat detail. MLD adalah garis ekuidistan
Indonesia menjadi salah satu negara yang atau median line murni yang disederhanakan
meratifikasinya melalui Undang-undang No. 17 jumlah titiknya agar supaya dapat lebih
Tahun 1985 tentang : Pengesahan United Nations memudahkan pengelola wilayah laut. MLD
Convention On The Law Of The Sea (Konvensi dilakukan untuk menghindari segmen garis yang
Perserikatan Bangsa Bangsa Tentang Hukum sangat detail yang dapat menimbulkan kesulitan
Laut). Penentuan batas zona maritim bagi para pengelola dan pengguna sumberdaya
menggunakan metode yang diatur dalam UNCLOS laut (Arsana, 2007).
1982 yang saat ini lebih dikenal dengan The Boggs Tahapan penelitian diawali dengan pemilihan
Envelope of the Arcs and Circle Method yang data garis pantai sesuai dengan batasan lokasi
dikembangkan oleh Boggs untuk rasionalisasi penelitian. Selanjutnya dilakukan proses
teknik penggambaran garis batas maritim transformasi koordinat terhadap garis pantai.
(Reisman, dan Westerman, 1992). Zona maritim Kemudian dilakukan analisis buffer dengan
dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu berdasarkan 3 kriteria uji. Setelah dihasilkan
yang dihasilkan sepenuhnya oleh jarak yang diukur konfigurasi batas setiap pengujian, kemudian
dari garis dasar yang relevan, dan yang dihasilkan dilakukan penerapan prinsip sama jarak atau garis
dari data geofisika, hidrografi dan geomorfologi, tengah. Prinsip sama jarak atau garis tengah dapat
dalam beberapa kasus menggunakan jarak offset dilakukan pada beberapa kondisi dengan catatan
dalam hubungannya dengan data tersebut (Collier terdapat perpotongan (intersection) batas setelah
et al., 2002). proses buffer yaitu daerah provinsi yang saling
Dalam penerapan metode kartometrik berdampingan (adjacent) dengan daerah provinsi
berbasis SIG, digunakan analisis buffer dan/atau lain; antar dua daerah provinsi yang berhadapan
penerapan prinsip sama jarak/garis tengah (opposite); dan daerah yang terdiri dari pulau-
(equidistance/median line) secara otomatis pulau yang tersebar di lepas pantai sehingga
menggunakan perangkat lunak SIG. Menurut kondisinya campuran antara daerah yang saling
hukum nasional Indonesia, penggunaan metode berdampingan sekaligus berhadapan (Percy, 1959
equidistance atau median line harus dipakai dalam Cole, 1997). Hasil analisis kemudian
manakala belum ada kesepakatan dengan negara disajikan dalam sebuah peta alternatif garis KPWL
tetangga, atau tidak ada catatan sejarah, atau daerah provinsi. Tahapan penelitian dapat dilihat
terdapat keadaan khusus. Metode equidistance pada Gambar 2.

19
Jurnal Jelambar Volume 1 No 1 2017: 17-26

Mulai Pemilihan Data Garis Pantai Sesuai dengan


Area of Interest (AOI)
AOI pada koordinat 7o1’23,593” Sebelum pemilihan data garis pantai sesuai
LS – 4o0’43,226” LU dan 123o38’
1,386”BT – 135o43’57,296” LS
AOI dilakukan evaluasi kesesuaian garis pantai
terhadap data nama pulau, (DEM), citra satelit
yang merupakan basemap pada http://portal.ina-
sdi.or.id yang bersumber dari Badan Informasi
Evaluasi kesesuaian garis
pantai terhadap data nama
Geospasial (BIG), dan data nama-nama pulau di
pulau, (DEM), citra satelit Indonesia. Data nama-nama pulau yang digunakan
bersumber dari TimNas PNR, Kementerian
Kelautan dan Perikanan (KKP).
Eliminasi
garis pantai
Tidak Sesuai Hasil identifikasi menunjukkan bahwa garis
pantai, sesuai dengan data nama pulau, DEM, dan
Ya citra satelit sehingga garis pantai selanjutnya
Pemotongan Garis dilakukan proses pemotongan. Sebagai batasan
Pantai sesuai AOI lokasi penelitian, AOI yang dipilih adalah suatu
area dengan batas-batas koordinat 7° 01’ 23,593”
Garis Pantai sesuai AOI LS sampai 4° 0’ 43,226” LU dan 123° 38’ 1,386”
(P. Sain, P. Kiyas, dan BT sampai 135° 43’ 57,296” LS. Dasar
P. Piyai dan sekitarnya)
pendefinisian batasan tersebut adalah cakupan
wilayah sekitar pulau-pulau Sain, Kiyas, dan Piyai.
Transofrmasi Koordinat Data garis pantai yang digunakan adalah data
dari Geografis menjadi
terproyeksi
garis pantai pada skala 1:250.000 yang merupakan
salah satu layer pada “seamless” Peta NKRI edisi
2014. Cakupan garis pantai yang digunakan
Garis Pantai dengan
sistem proyeksi berdasarkan unit administratif provinsi yakni
WGS_1984_UTM_ Provinsi Papua Barat dan Provinsi Maluku Utara.
Zone_52N Seleksi tersebut menggunakan cara pemotongan
atau clip sesuai dengan AOI.
*Uji I Analisis buffer
*Uji II sejauh 12 mil Transformasi Koordinat Garis Pantai
*Uji III laut

Transformasi koordinat dilakukan terhadap


Klaim masing –
masing Provinsi data Garis Pantai dalam format Shapefile untuk
pada seluruh pulau mengubah sistem koordinat geodetik menjadi
sesuai kriteria sistem koordinat yang terproyeksi yakni dari
sistem koordinat geodetik WGS 1984 ke sistem
*Daerah Penerapan prinsip
berhadapan sama jarak/garis tengah
koordinat UTM Zone 52N dengan tetap berada
(opposite) pada setiap pada sistem datum geodesi WGS 1984. Proyeksi
perpotongan/ peta adalah prosedur matematis yang
*Daerah
berdampingan
pertampalan klaim
menggunakan CARIS
memungkinkan hasil pengukuran yang dilakukan
(adjacent) LOTS di permukaan bumi fisis bisa digambarkan di atas
bidang datar, diperlukan pendekatan secara
Garis KPWL sesuai matematis (model) dari bumi fisis ke bidang
hasil uji menggunakan proyeksi (Mutiara, 2004). Penggunaan proyeksi
masing-masing kriteria adalah untuk meminimalkan distorsi karena
proses transformasi dari bidang lengkung ke
Konversi Garis KPWL dari bidang datar.
CARIS to SHAPEFILE dan
penyajian hasil
Analisis Buffer
Peta batas KPWL Pada tahap ini, sudah dimasukkan tiga
sesuai hasil uji
menggunakan masing- kriteria uji untuk mengetahui bagaimana hasil
masing kriteria sebagai garis batas KPWL sesuai masing-masing
alternatif garis batas pengujian. Uji tersebut adalah sebagai berikut :
KPWL daerah provinsi
1. Uji I : Pulau-pulau Sain, Kiyas dan Piyai
termasuk dalam wilayah administrasi Provinsi
Selesai
Papua Barat.
Gambar 2. Tahapan Penelitian.

20
Jurnal Jelambar Volume 1 No 1 2017: 17-26

2. Uji II : Pulau-pulau Sain, Kiyas dan Piyai bahwa terdapat perpotongan garis proyeksi antara
termasuk dalam wilayah administrasi Provinsi kedua provinsi tersebut di beberapa bagian, lihat
Maluku Utara. Gambar 3.
3. Uji III : Pulau-pulau Sain, Kiyas dan Piyai Dari proses Uji I dihasilkan garis median
dibagi menjadi 2 dengan luas kurang lebih murni dengan garis-garis bantu yang sangat detail
sama. Penghitungan luas tersebut dilakukan dan dihasilkan 44 titik seperti pada Gambar 4.
secara otomatis menggunakan perangkat Semakin banyak titik di garis pantai yang
lunak komputer pengolah data geospasial. digunakan maka titik belok pada garis median
Sistem proyeksi yang didefinisikan untuk yang dihasilkan akan semakin banyak. Dari 44 titik
menghitung luasan adalah Cylindrical Equal belok kemudian direduksi menjadi 7 titik belok
Area yang merupakan jenis sitem proyeksi seperti dibuat pada Tabel 1. Penyederhanaan
peta yang dikenalkan oleh Johann Heinrich garis median seperti dilukiskan pada Gambar 4
Lambert pada 1772. Tidak ada distorsi luas dilakukan sedemikian rupa sehingga tetap
pada Sistem proyeksi Cylindrical Equal memperhatikan keseimbangan perolehan hak
Areatersebut (Snyder, 1993). Oleh karena itu pengelolaan laut secara saling kompensasi wilayah
dilakukan suatu manipulasi titik belok untuk (Arsana, 2007). Hasil delineasi batas KPWL
mendapatkan luasan yang paling mendekati Provinsi Papua Barat dan Provinsi Maluku Utara
sama luas agar memenuhi asas keadilan. berdasarkan Uji I disajikan pada Gambar 5.
Analisis buffer dilakukan untuk mengetahui
masing-masing klaim dengan batas maksimal 12
mil laut dengan menggunakan tiga kriteria
tersebut. Buffer adalah sebuah zona dengan
jarak tertentu yang mengililingi suatu fitur data
spasial tertentu. Jenis data spasial dapat
dibedakan menjadi titik (point), garis (polyline),
dan area (polygon). Buffer dapat diperoleh dari
ketiga jenis data spasial tersebut (Bhatia et al.,
2013). Dengan demikian dapat diketahui apakah
terdapat overlap antar proyeksi garis batas 12
mil laut atau tidak. Dalam analisis buffer, garis
pantai yang digunakan adalah bagian garis
pantai pada peta dasar yang dipakai dan yang
sesuai dengan AOI. Ada atau tidaknya overlap
akan menentukan perlu atau tidaknya penerapan
prinsip sama jarak atau garis tengah dalam
proses delineasi batas.

Penerapan prinsip sama jarak atau garis


tengah Gambar 3. Hasil Buffer 12 mil laut sesuai Kriteria Uji
I.
Setiap perpotongan garis batas pada kriteria
I, II, dan III dilakukan konstruksi garis dengan
prinsip sama jarak atau garis tengah (median
line). Konstruksi garis diawali dengan identifikasi
apakah delineasi tersebut merupakan delineasi
antar daerah yang berhadapan atau
berdampingan. Proses konstruksi garis dilakukan
secara digital dan otomatis dengan
menggunakan perangkat lunak CARIS LOTS yang
dilengkapi dengan median line tools.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Uji I – Jika pulau-pulau Sain, Kiyas, dan


Piyai termasuk dalam wilayah administrasi
Provinsi Papua Barat.

Pada asumsi ini, garis pantai Pulau Sain dan


Gambar 4. Konstruksi Garis Median Murni (Kiri), dan
Piyai dijadikan sebagai dasar konstruksi proyeksi Garis Median Disederhanakan (Kanan)
garis median dari Provinsi Papua Barat. Hasil Sesuai Kriteria Uji I.
konstruksi buffer sejauh 12 mil laut menunjukkan Tabel 1. Koordinat Garis Median Disederhanakan.
21
Jurnal Jelambar Volume 1 No 1 2017: 17-26

Titik Lintang Bujur

I.1 0° 24' 39.4" LS 129° 38' 14.9" BT


I.2 0° 13' 56.9" LS 129° 46' 19.7" BT
I.3 0° 11' 19.0" LS 129° 50' 02.4" BT
I.4 0° 01' 33.5" LU 129° 50' 20.9" BT
I.5 0° 02' 30.2" LU 129° 50' 29.6" BT
I.6 0° 05' 15.7" LU 129° 49' 14.2" BT
I.7 0° 13' 41.3" LU 129° 40' 00.7" BT

Gambar 6. Hasil Konstruksi Garis Buffer 12 mil laut


sesuai Kriteria Uji Ii.

Gambar 5. Peta Ilustrasi Hasil Delineasi Garis Batas


KPWL antara Provinsi Papua Barat dengan
Provinsi Maluku Utara sesuai Kriteria Uji I.

Uji II – Jika pulau-pulau Sain, Kiyas dan


Piyai termasuk dalam wilayah administrasi Gambar 7. Garis Median Murni (Kiri) dan Garis
Provinsi Maluku Utara Median Disederhanakan (Kanan) sesuai
Kriteria Uji II.
Berlawanan dengan Uji kriteria I, garis pantai
dari pulau-pulau Sain dan Piyai pada Uji kriteria II Tabel 2. Koordinat Garis Median yang Disederhanakan.
ini dijadikan sebagai dasar konstruksi proyeksi Titik Lintang Bujur
garis batas dari pihak Provinsi Maluku Utara. Hasil
II.1 0° 24' 39.4" LS 129° 38' 14.9" BT
proyeksi garis buffer sejauh 12 mil laut
II.2 0° 13' 56.9" LS 129° 46' 19.7" BT
menunjukkan adanya overlap di beberapa bagian
wilayah, lihat Gambar 6. II.3 0° 11' 19.0" LS 129° 50' 02.4" BT
Dari proses pada Uji II dihasilkan garis II.4 0° 01' 33.5" LS 129° 50' 20.9" BT
median murni dengan garis-garis bantu yang II.5 0° 02' 30.2" LU 129° 50' 29.6" BT
sangat detail yang kemudian disederhanakan II.6 0° 05' 15.7" LU 129° 49' 14.2" BT
menjadi 9 titik belok seperti diilustrasikan pada II.7 0° 12' 46.3" LU 129° 56' 09.4" BT
Gambar 7 dan Tabel 2. Hasil delineasi batas
II.8 0° 22' 29.2" LU 130° 06' 02.9" BT
KPWL antara Provinsi Papua Barat dan Provinsi
Maluku Utara berdasarkan Uji II disajikan pada II.9 0° 29' 26.2" LU 130° 12' 42.5" BT
Gambar 8.

22
Jurnal Jelambar Volume 1 No 1 2017: 17-26

Gambar 9. Pembagian Pulau Sain, Pulau Kiyas dan


Pulau Piyai Menurut Kriteria Uji III.

Gambar 8. Peta Ilustrasi Hasil Delineasi Garis Batas


KPWL antara Provinsi Papua Barat dengan
Provinsi Maluku Utara Berdasarkan Kriteria
Uji II.
Gambar 10. Peta Ilustrasi Proyeksi Buffer 12 mil laut
Uji III – Jika pulau-pulau Sain, Kiyas, dan sesuai Kriteria Uji III.
Piyai dibagi dua secara sama luas
Pertampalan (overlapping) luas wilayah yang
Pada Uji III ini diasumsikan bahwa pulau- merujuk kepada konstruksi garis batas dari dua
pulau Sain dan Piyai dibagi dua secara sama luas. pihak yang berbeda hasilnya sangat signifikan, dan
Pembagian tersebut dimungkinkan terjadi apabila bahkan mencapai hingga hampir 100% dari hasil
keputusan politik menghendakinya, walaupun konstruksi garis buffer dari Pulau Sain dan Pulau
secara teknis mungkin tidak fisibel karena pulau- Piyai. Dengan kondisi ini, konstruksi delineasi garis
pulau tersebut ukurannya sangat kecil. Hasil ekuidistan dan garis median menjadi semakin
pembagian Pulau Sain dan Pulau Piyai secara sama kompleks disebabkan oleh karena situasi daratan
luas dilakukan dengan menggunakan metode garis yang menjadi garis pangkal adalah berdampingan
ekuidistan dan garis median seperti pada Gambar dan sekaligus berhadapan. Seperti halnya pada Uji
9. Luasan kedua pulau tersebut setelah dibagi dua I dan II, pada uji III dihasilkan konstruksi garis
disajikan pada Tabel 3. median murni seperti terlihat pada Gambar 11.
Karena luas yang kecil dan letaknya sangat Berikut adalah keterangan yang dibedakan
dekat dengan sisi barat Pulau Sain maka pada uji berdasarkan segmentasi dari proses pada Gambar
III, Pulau Kiyas dimasukkan dalam wilayah 11:
administrasi Provinsi Maluku Utara. Konsekuensi A. konstruksi garis ekuidistan murni antara P.
dari pembagian pulau adalah perubahan hasil Piyai (Maluku Utara) dengan P. Piyai (Papua
konstruksi garis buffer disajikan pada Gambar 10. Barat) yang mengarah ke laut teritorial;
B. konstruksi garis ekuidistan murni antara P.
Tabel 3. Pembagian Luas Pulau dengan Piyai (Maluku Utara) dengan P. Piyai (Papua
Menggunakan Prinsip Sama Jarak atau Barat) yang berhadapan dengan P. Sain;
Garis Tengah. C. konstruksi garis ekuidistan dan garis median
ID Nama Pulau Luas murni antara P. Sain (Maluku Utara) dan P.
A P. Sain (Papua Barat) (km 2)
13,103 Sain (Papua Barat) yang berhadapan dengan
B P. Sain (Maluku Utara) 13,044 pulau-pulau di Kepulauan Waigeo (Papua
C P. Kiyas (Maluku Utara) 0,009 Barat) di sisi tenggara sekaligus dengan P.
D P. Piyai (Papua Barat) 0,651 Piyai di sisi Utara;
D. garis-garis ekuidistan dan garis median antara
E P. Piyai (Maluku Utara) 0,658
P. Piyai dan P. Sain hasil konstruksi; dan

23
Jurnal Jelambar Volume 1 No 1 2017: 17-26

E. keseluruhan garis ekuidistan dan garis median Tabel 4. Daftar Koordinat Garis Median Disederhanakan
pada uji III yang ditandai dengan warna Berdasarkan Kriteria Uji III.
merah. Titik Lintang Bujur
III.1 0° 24' 39.4" LS 129° 38' 14.9" BT
III.2 0° 13' 56.9" LS 129° 46' 19.7" BT
III.3 0° 11' 19.0" LS 129° 50' 02.4" BT
III.4 0° 01' 33.5" LS 129° 50' 20.9" BT
III.5 0° 02' 30.2" LU 129° 50' 29.6" BT
III.6 0° 05' 15.7" LU 129° 49' 14.2" BT
III.7 0° 12' 24.4" LU 129° 55' 49.2" BT
III.8 0° 15' 50.9" LU 129° 54' 26.0" BT
III.9 0° 16' 35.5" LU 129° 54' 20.4" BT
III.10 0° 18' 44.5" LU 129° 52' 46.5" BT
III.11 0° 19' 25.0" LU 129° 52' 21.6" BT
III.12 0° 20' 26.7" LU 129° 52' 07.8" BT
III.13 0° 20' 51.0" LU 129° 51' 53.8" BT
III.14 0° 23' 28.7" LU 129° 51' 47.0" BT
III.15 0° 27' 27.4" LU 129° 51' 22.5" BT
III.16 0° 35' 51.8" LU 129° 50' 29.8" BT

Gambar 11. Garis Median Murni (Kiri), dan Garis


Median Disederhanakan (Kanan) sesuai
Kriteria Uji III.

Setelah proses di atas, kemudian dilakukan


penyederhanaan terhadap garis median murni
menjadi garis median dengan 16 titik belok, seperti
pada Tabel 4 dan pada Gambar 11. Hasil
delineasi batas KPWL antara Provinsi Papua Barat
dan Provinsi Maluku Utara berdasarkan Kriteria Uji
III disajikan pada Gambar 12.
Hasil analisis ini dimaksudkan untuk
mengeksplorasi beberapa alternatif bagi penetapan
batas KPWL antara Provinsi Papua Barat dan
Provinsi Maluku Utara yang merupakan
kemungkinan-kemungkinan delineasi yang bisa
dijadikan pertimbangan dalam pengambilan
keputusan dan kebijakan dalam rangka
penyelesaian batas-batas alokasi wilayah laut Gambar 12. Peta Ilustrasi Hasil Delineasi Garis Batas
daerah otonom berdasarkan UU No. 23 tahun 2014 KPWL antara Provinsi Papua Barat Dengan
tentang Pemerintahan Daerah. Provinsi Maluku Utara sesuai Kriteria Uji
III.
Mengingat garis delineasi merupakan langkah
antara dalam proses penggambaran suatu garis
Delineasi pada penelitian ini bersifat teknis
batas dengan menghormati norma-norma tertentu
sebagai referensi, maka hasil yang disajikan dalam dari aspek geospasial semata. Delineasi menjadi
bagian dalam proses delimitasi dimana menjadi
bentuk kata, tabel dan gambar dari suatu batas
penjembatan antara proses legal politik dan legal
secara grafis maupun secara visual lainnya adalah
teknis (Nichols, 1983). Hasilnya dapat digunakan
sebagai fasilitasi untuk mempermudah
sebagai salah satu masukan legal-teknikal dari
pengambilan suatu keputusan dan/atau kebijakan
(Nichols, 1983). sudut pandang geospasial untuk membantu proses

24
Jurnal Jelambar Volume 1 No 1 2017: 17-26

penetapan dan penegasan batas wilayah dalam hal titik kartometrik I.1 (0° 24' 39.4" LS; 129° 38'
ini. 14.9" BT) hingga berakhir pada titik kartometrik
Hasil penelitian ini tidak berpretensi untuk I.7 (0° 13' 41.3" LU; 129° 40' 00.7" BT). Pada Uji
dijadikan acuan legal karena baru menyajikan II, terdapat perpotongan di beberapa bagian
aspek teknis penarikan garis batas KPWL antar wilayah sehingga dilakukan penarikan garis
provinsi secara kartometrik saja. Namun demikian dengan prinsip sama jarak atau garis tengah
peta batas hasil penelitian secara kartometrik ini dengan hasil berupa konstruksi garis sama jarak
kiranya dapat dipergunakan sebagai peta kerja atau garis tengah yang disederhanakan yaitu dari
survei dan dan ajudikasi bagi penetapan dan titik kartometrik II.1 atau I.1 (0° 24' 39.4" LS;
penegasan batas (Rais, 2003). 129° 38' 14.9" BT) hingga berakhir pada titik
Secara geospasial, alternatif hasil delineasi kartometrik II.9 (0° 29' 26.2" LU; 130° 12' 42.5"
pada dasarnya dapat mempengaruhi angka luasan BT). Sedangkan pada Uji III, terdapat perpotongan
bagi pengelolaan wilayah laut bagi masing-masing di beberapa bagian wilayah batas sehingga
daerah yang berbatasan. Perbandingan selisih luas dilakukan penarikan garis dengan prinsip sama
pengelolaan laut daerah menunjukkan bahwa jarak atau garis tengah dengan hasil berupa
begitu besarnya pengaruh data/informasi konstruksi garis sama jarak dan/atau garis tengah
geospasial dasar (IGD) dalam penetapan dan yang disederhanakan, yaitu dari titik kartometrik
penegasan batas pengelolaan laut daerah bagi III.1 atau II.1 atau I.1 (0° 24' 39.4" LS; 129° 38'
pihak-pihak terkait dengan pengelolaan laut dan 14.9" BT) hingga berakhir pada titik kartometrik
segala sumber daya yang terdapat dibawahnya III.16 (0° 35' 51.75" LU; 129° 50' 29.77" BT).
(Khomsinet al., 2015). Dengan menggunakan IGD Penelitian ini juga menyimpulkan bahwa
yang andal, maka prinsip kecepatan, transparansi, masing-masing delineasi secara kartometrik
akurasi dan kenetralan hasil konstruksi garis dengan perangkat lunak GIS dari CARIS LOTS
menjadi salah satu keunggulan daripada telah menghasilkan konstruksi garis batas yang
pengeksplorasian garis-garis alternatif delineasi berbeda-beda. Perbedaan tersebut dapat dijadikan
batas KPWL secara kartometrik. sebagai alternatif dan bahan pertimbangan teknis
Terkait dengan pelaksanaan pembangunan geospasial dalam penetapan dan penegasan batas
pada era otonomi daerah, pengelolaan laut dapat KPWL. Hasil penelitian ini dapat juga
mempengaruhi pendapatan asli daerah misalnya dipertimbangkan sebagai masukan bagi
terkait pajak/retribusi dalam eksplorasi, pengambilan keputusan dalam rangka
eksprloitasi, konservasi sumber daya alam dan penyelesaian permasalahan batas KPWL dimana
lainnya. Selain itu, kemungkinan luas laut sebagai tidak jelasnya status wilayah administrasi dari
bagian dari luas wilayah dalam perhitungan DAU beberapa pulau kecil mempengaruhi proses
adalah suatu konsekwensi logis yang harus penyelesaian batas KPWL.
diperhitungkan secara fungsional dalam rangka
keadilan (Sutisna, 2006). Dengan demikian, UCAPAN TERIMA KASIH
kejelasan administrasi wilayah dari sebuah pulau
akan mempengaruhi hasil delineasi garis batas Ucapan terima kasih disampaikan kepada staf
KPWL, dan selanjutnya garis batas tersebut akan Pusat Pemetaan Batas Wilayah yang telah
mempengaruhi besar-kecilnya luas pengelolaan mengajarkan tahapan dalam proses analisis
laut dan pembangunan dari sebuah daerah menggunakan median line tools pada perangkat
otonom. lunak CARIS LOTS. Ucapan terima kasih juga
disampaikan kepada kepada Pengelola Jurnal
KESIMPULAN Geomatika yang telah menerima dan melakuan
tinjauan naskah dan mempublikasikan tulisan ini.
Penelitian ini telah menghasilkan tiga
kemungkinan garis batas KPWL antara Provinsi DAFTAR PUSTAKA
Papua Barat dengan Provinsi Maluku Utara yaitu:
Arsana, I M. A., (2007). Batas Maritim Antarnegara.
(1) Jika pulau-pulau Sain dan Piyai sepenuhnya
Gadjah Mada University Press. Yogyakarta
jadi bagian dari wilayah administrasi Provinsi Arsana, I M. A. (2010). Penyelesaian Sengketa Ambalat
Papua Barat (Uji I); (2) Jika pulau-pulau Sain dan Dengan Delineasi Maritim: Kajian Geospasial Dan
Piyai sepenuhnya jadi bagian dari wilayah Yuridis. Jurnal Ilmiah Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
administrasi Provinsi Maluku Utara (Uji II); dan (3) Politik. pp. 46-58. Cited in
Jika pulau-pulau Sain dan Piyai dibagi dua sama http://ojs.unud.ac.id/index.php/
luas (Uji III). widya/article/view/3673/2701 [10 Mei 2016]
Pada Uji I, terdapat perpotongan di beberapa Bhatia, S., V. Vira, D. Choksi, and P. Venkatachalam.
sub segmen batas sehingga dilakukan penarikan (2013). An algorithm for generating geometric
buffers for vector feature layers. Geo-spatial
garis dengan prinsip sama jarak atau garis tengah
Information Science. Taylor & Francis: pp 130-138.
dengan hasil berupa konstruksi garis sama jarak Cited
atau garis tengah yang disederhanakan yaitu dari inwww.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/10095020.

25
Jurnal Jelambar Volume 1 No 1 2017: 17-26

2012.747643?ai=1596k&mi=47tg1r&af=R[10 Mei RI (1985). Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985


2016] Tentang Pengesahan United Nations Convention On
Caris. (2003). Advanced CARIS LOTS Limits and The Law Of The Sea (Konvensi Perserikatan Bangsa
Boundaries. Caris Training Manual. Canada. Bangsa Tentang Hukum Laut). Lembaran Negara RI
Cole, G. M. (1997). Water Boundaries. John Wiley & Tahun 1985, No. 76. Sekretariat Negara. Jakarta.
Sons, Inc. USA RI (1990). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6
Collier, P.A., B.A. Murphy, dan D.J. Mithell, dan F.J. Tahun 1990 Tentang Pembentukan Kabupaten
Leahy. (2002). The automated delimitation of Daerah Tingkat II Halmahera Tengah. Lembaran
maritime boundaries an Australian Perspective. Negara RI Tahun 1990, No. 51. Sekretariat Negara.
International Hydorgraphic Review. 3(1), pp. 68-80. Jakarta
Cited in RI (1999). Undang-Undang No. 45 tahun 1999 tentang
https://journals.lib.unb.ca/index.php/ihr/article/vie Pembentukan Propinsi Irian Jaya Tengah, Propinsi
wFile/20574/23736 [10 Mei 2016] Irian Jaya Barat, Kabupaten Paniai, Kabupaten
Dedi. (2012). Pulau Sayang dan Piay Milik Kabupaten Mimika, Kabupaten Puncak Jaya, dan Kota Sorong.
Raja Ampat. Cited in www.inforajaampat.com [20 Lembaran Negara RI Tahun 1999, No. 173.
Mei 2016] Sekretariat Negara. Jakarta
Furlong, Gary T. (2005). The Conflict Resolution RI (1999). Undang-Undang No. 46 tahun 1999 tentang
Toolbox: Models & Maps for Anayzing, Diagnosing Pembentukan Propinsi Maluku Utara, Kabupaten
and Resolving Conflict. Cited in Buru, dan Kabupaten Maluku Tenggara Barat.
https://books.google.co.id/books?id=zV8jSRkv86gC&prin Lembaran Negara RI Tahun 1999, No. 174.
tsec=frontcover&hl=id#v=onepage&q&f=false Sekretariat Negara. Jakarta
[5Juni 2016] RI (2002). Undang-Undang No. 26 tahun 2002 tentang
Khomsin, R. Widiastuty, T. F. Alif, and E. Artanto. Pembentukan Kabupaten Sarmi, Kabupaten
(2015). A Determination Analysis of Regional Keerom, Kabupaten Sorong Selatan, Kabupaten
Maritime Boundary Based on Regulation of Home Raja Ampat, Kabupaten Pegunungan Bintang,
Ministry Affair Number 76 in 2012 (Case Study: Kabupaten Yahukimo, Kabupaten Tolikara,
Dispute of Galang Island Border between Surabaya Kabupaten Waropen, Kabupaten Kaimana,
and Gresik). Procedia Earth and Planetary Science Kabupaten Boven Digoel, Kabupaten Mappi,
14. Elsevier B.V.: pp 83–93. Cited in Kabupaten Asmat, Kabupaten Teluk Bintuni, dan
http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S1 Kabupaten Teluk Wondama Di Provinsi Papua).
878522015002398 [15 Mei 2016] Lembaran Negara RI Tahun 2002, No. 129.
Maling, D.H. (1989), Measurements From Maps: Sekretariat Negara. Jakarta
Principles and methods of cartometry. Pergamon RI (2014). Undang-Undang No. 23 tahun 2014 tentang
Press. Oxford Pemerintah Daerah. Lembaran Negara RI Tahun
Mutiara, Ira. (2004). Materi: Bab IV. Proyeksi Peta: 2014, No. 244. Kementerian Hukum Dan Hak Asasi
Pendidikan dan Pelatihan (DIKLAT) Teknis Manusia Republik Indonesia. Jakarta
Pengukuran dan Pemetaan Kota. Surabaya. RI (2012). Pedoman Penegasan Batas Daerah. Peraturan
Program Studi Teknik Geomatika ITS Cited in Menteri Dalam Negeri No. 76 tahun 2012. Berita
https://www.slideshare.net/widiawidiarsih5/bab-4- Negara Republik Indonesia Tahun 2012 No. 1252
proyeksi-peta [15 Mei 2016] Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
Nichols, S. E. (1983). Tidal Boundary Delimitation. Republik Indonesia. Jakarta
Department of Geodesy and Geomatics Snyder, John P. (1993). Map Projections: A Working
Engineering, Fredericton, N.B., Canada, Tech. cited Manual. USGS Professional Paper 1395. Cited in
in http://www2.unb.ca/gge/Pubs/ TR103.pdf [10 https://pubs.usgs.gov/pp/1395/report.pdf [20 Mei
Mei 2016] 2016]
Prahasta, E. (2009). Sistem Informasi Geografis: Sutisna, S. (2006). Kemungkinan Luas Laut Sebagai
Konsep-konsep Dasar (Perspektif Geodesi & Bagian Dari Luas Wilayah Dalam Perhitungan DAU.
Geomatika). CV. Informatika. Bandung Makalah pada Workshop Nasional Penguatan
Rais, J. (2003). Studi Kasus Batas Wilayah Laut Provinsi Pelaksanaan Kebijakan Desentralisasi Fiskal, Tim
Sumatra Selatan dan Provinsi Bangka Belitung, Asistensi Menteri Keuangan Bidang Desentralisasi
(USAID–Indonesia Coastal Reseources Management Fiskal, Departemen Keuangan Republik Indonesia,
Project Koleksi Dokumen Proyek Pesisir 1997-2003). 5-6 April 2006, Jakarta.
Cited in United Nations – The Nippon Foundation Fellow. (2007).
http://www.crc.uri.edu/download/Case_Study_Bata Delimitation of maritime boundaries between
s-OK.pdf [10 Mei 2016] adjacent States. United Nations, the Nippon
Reisman, W. M. and G. S. Westerman. (1992). Straight Foundation of Japan, the Government of Georgia or
Baselines in International Maritime Boundary the University of Queensland 2006-2007. Cited
Delimitation. The Macmillan Pres LTD. England. inhttp://www.un.org/depts/ los/
Cited in https://books.google. nippon/unnff_programme_home/ fellows_
co.id/books?hl=id&lr=&id=L8-vCwAAQBAJ& pages/fellows_papers/dundua_0607_georgia.pdf
oi=fnd&pg=PR10&dq= [20 Mei 2016].
Reisman,+W.+Michael+and+Garyl+S.+Westerman.
+1992.+Straight+Baselines+in+International+Marit
ime+Boundary+Delimitation.+England:+The+Mac
millan+Pres+LTD.+&ots=2B283fP6g2&sig=xfIQzAy
n9hbPr-veOfY5icfToKQ&redir_esc=y#v=
onepage&q=Boggs%20&f=false [15 Mei 2016]
26

Anda mungkin juga menyukai