Anda di halaman 1dari 21

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan ibu di Indonesia masih jauh dari yang diharapkan karena masih
besarnya angka kematian ibu. Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu
indikator kesehatan ibu, dewasa ini masih tinggi di Indonesia bila dibandingkan
dengan AKI di Negara ASEAN lainnya (Depkes, 2011) dalam Ika fauziah
(2012).
Angka kematian ibu merupakan target dalam tujuan pembangunan Millenium
(Millenium Development Goals/MDGs) dalam rangka mengurangi tiga per empat
jumlah perempuan yang meninggal selama hamil dan melahirkan pada 2015. Di
sisi lain penurunan AKI periode 1990-2015 ternyata hanya diperkirakan akan
mencapai 52-55% sehingga target MDG’s tentang AKI kemungkinan besar masih
sulit dicapai (Bapenas, 2007).
Menurut Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2010, angka
kematian ibu masih cukup tinggi, yaitu 228 per 100.000 kelahiran hidup, tidak
mengalami perubahan sejak dilakukan survei tahun 2007. Sedangkan cakupan
yang diharapkan dalam Millenium Development Goals (MDGs) ke-5 tahun 2015
yaitu 102 per 100.000 kelahiran hidup (BKKBN, 2012).
Yang menjadi sebab utama kematian ibu di Indonesia adalah perdarahan
(27%), pre-eklampsia atau eklampsia (23%) kemudian infeksi (11%), abortus
(5%), komplikasi puerperium (5%), trauma obstetrik (5%), emboli obtetrik (5%),
partus lama (5%) dan lain-lain (11%) (Profil Kesehatan Indonesia, 2010).
Perdarahan merupakan penyebab kematian ibu terbanyak. Perdarahan dapat
terjadi pada setiap usia kehamilan, dan pada kehamilan muda sering dikaitkan
dengan kejadian abortus (Sarwono, 2008).
Diwilayah Asia Tenggara, World Health Organization (WHO)
memperkirakan 4,2 juta abortus dilakukan setiap tahunnya diantaranya 750.000
sampai 1,5 juta terjadi di Indonesia. Risiko kematian akibat abortus tidak aman di
wilayah Asia Tenggara di perkirakan antara satu sampai 250, Negara maju hanya
2

satu dari 3700. Angka tersebut memberikan gambaran bahwa masalah abortus di
Indonesia masih cukup tinggi ( Lusa, 2012).
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi pada usia kehamilan
kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram, sebelum janin
mampu hidup diluar kandungan (Nugroho, 2010).
Macam abortus ada 4 yaitu abortus spontan, abortus infeksiosa, Missed
Abortion, dan abortus habitualis. Abortus spontan sendiri meliputi abortus
imminens, abortus insipiens, abortus inkomplit, dan abortus komplit
Abortus inkompletus ialah pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada
kehamilan sebelum 20 minggu dengan sisa tertinggal dalam uterus. Terjadi ketika
plasenta tidak dikeluarkan bersama janin pada saat terjadi aborsi (Varney, 2007).

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu mampu melaksanakan asuhan pada ibu hamil dengan
abortus inkompletus secara komprehensif.
2. Tujuan Khusus
a. Menjelaskan konsep dasar ibu hamil dengan abortus inkompletus
b. Menjelaskan konsep dasar manajemen asuhan kebidanan pada ibu hamil
dengan abortus inkompletus
c. Melaksanakan asuhan kebidanan pada ibu hamil dengan abortus
inkompletus dengan pendekatan Varney yang terdiri dari :
1) Pengkajian
2) Identifikasi diagnosa/masalah
3) Identifikasi masalah potensial
4) Identifikasi kebutuhan segera
5) Mengembangkan rencana/intervemsi
6) Implementasi
7) Evaluasi
d. Mendokumentasikan asuhan kebidanan pada ibu hamil dengan abortus
inkompletus dalam bentuk catatan SOAP.
3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Teori Abortus


1. Pengertian
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi pada usia
kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram,
sebelum janin mampu hidup diluar kandungan (Nugroho, 2010)
2. Macam-macam
a. Abortus Spontan
Adalah terminasi kehamilan sebelum periode viabilitas janin atau
sebelum gestasi minggu ke 20 atau berat badan 500 gram (Varney, 2007).
Abortus spontan dibagi menjadi:
1) Abortus Imminens
Abortus imminen adalah perdarahan bercak yang menunjukkan
ancaman terhadap kelangsungan sauatu kehamilan. Dalam kondisi
seperti ini kehamilan masih mungkin berlanjut atau dipertahankan.
(Syaifudin, 2006)
2) Abortus Insipiens
Ialah peristiwa perdarahan uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu
dengan adanya dilatasi servik uteri yang meningkat, tetapi hasil
konsepsi masih dalam uterus. (Varney, 2007)
3) Abortus Inkompletus
Ialah pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20
minggu dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus. Terjadi ketika
plasenta tidak dikeluarkan bersama janin pada saat terjadi aborsi
(Varney, 2007).
4) Abortus Kompletus
Perdarahan pada kehamilan muda dimana seluruh hasil konsepsi telah
dikeluarkan dari kavum uteri (Saifuddin, 2006).
4

b. Abortus Infeksiosa
Adalah abortus yang diserta komplikasi infeksi. Adanya penyebaran
kuman atau toksin kedalam sirkulasi dan kavum peritoneum dapat
menimbulkan septikemia, sepsis atau peritonitis. Atau disebut juga
abortus yang disertai infeksi pada genetalia sedang (Sarwono, 2008).
c. Missed Abortion (Retensi Janin Mati)
Perdarahan pada kehamilan muda disertai dengan retensi hasil
konsepsi yang telah mati hingga 8 minggu atau lebih. Kematian janin
berusia 20 minggu, tetapi janin mati itu tidak dikeluarkan selama 8
minggu atau lebih (Sarwono, 2008)
d. Abortus Habitualis
Ialah abortus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih berturut-turut
(Manuaba, 2001).

B. Abortus Inkompletus
1. Pengertian
Abortus inkompletus adalah dimana sebagian jaringan hasil konsepsi
masih tertinggal di dalam uterus dimana pada pemeriksaan vagina, kanalis
servikalis masih terbuka dan teraba jaringan dalam kavum uteri atau menonjol
pada ostium uteri eksternum, perdarahannya masih terjadi dan jumlahnya bisa
banyak atau sedikit bergantung pada jaringan yang tersisa, yang
menyebabkan sebagian placental site masih terbuka sehingga perdarahan
berjalan terus (Saifuddin, 2006).
2. Etiologi
Penyebab keguguran sebagian tidak diketahui secara pasti tetapi terdapat
beberapa faktor sebagai berikut :
a. Faktor pertumbuhan hasil konsepsi
Gangguan pertumbuhan dapat terjadi karena:
1) Kelainan kromosom
5

Kelainan yang sering terjadi pada abortus spontan ialah: trisomi


poliploidi dan kemungkinan pula kelainan kromosom seks (Sarwono,
2008).
2) Lingkungan kurang sempurna
Bila lingkungan di endometrium di sekitar tempat implantasi kurang
sempurna, sehingga pemberian zat-zat makanan pada hasil konsepsi
terganggu.
3) Pengaruh dari luar
Radiasi, virus, obat-obatan dan sebagainya dapat mempengaruhi baik
hasil konsepsi maupun lingkungan hidupnya dalam uterus. Pengaruh
ini umumnya dinamakan pengaruh teratogen (Sarwono, 2008).

b. Kelainan pada placenta

Endarteritis dapat terjadi dalam vili koriales dan menyebabkan oksigenasi


placenta terganggu, sehingga menyebabkan gangguan pertumbuhan dan
kematian janin.Keadaan ini bisa terjadi sejak kehamilan muda misalnya
karena hipertensi menahun. (Sarwono, 2008) Gangguan pembuluh darah
placenta, di antaranya pada DM (Manuaba, 2001).

c. Penyakit ibu

Penyakit mendadak seperti tifus abdominalis, pielonefritis, malaria dan


lain-lain dapat menyebabkan abortus toxic, virus dan plasmodium dapat
melalui placenta masuk ke janin, sehingga menyebabkan kematian janin
kemudian terjadilah abortus. Anemia berat, keracunan, toksoplasmosis
juga dapat menyebabkan abortus walaupun lebih jarang (Sarwono, 2008).
d. Kelainan tractus genitalis
Retroversio uteri, mioma uteri atau kelainan bawaab uterus dapat
menyebabkan abortus.Tetapi harus diingat bahwa retroversio uteri gravidi
inkarserata atau mioma submukosa yang memegang peranan penting.
Sebab lain abortus ialah servik inkompeten yang dapat disebabkan oleh
kelemahan bawaan pada servik, dilatasi berlebihan, amputasi atau robekan
servik luas yang tidak dijahit.
6

3. Gambaran klinis
a. Terlambat haid atau amenorrhea kurang dari 20 minggu.
b. Pada pemeriksaan fisik keadaan umum tapak lemah, kesadaran menurun,
tekanan darah normal atau menurun, tekanan nadi cepat dan kecil, suhu
badan normal atau meningkat.
c. Perdarahan pervaginam mungkin disertai dengan keluarnya jaringan hasil
konsepsi.
d. Rasa mulas atau kram perut di daerah sympisis, sering nyeri pinggang
akibat kontraksi uterus.
e. Pemeriksaan dalam :
1) Servik masih membuka, mungkin teraba jaringan sisa
2) Perdarahan mungkin bertambah setelah pemeriksaan dalam
f. Pembesaran uterus sesuai usia kehamilan
g. Tes kehamilan mungkin masih positif akan tetapi kehamilan tidak dapat
dipertahankan (Manuaba, 2001)
4. Patofisiologi
Pada awal abortus terjadi perdarahan dalam desidua basalis kemudian
diikuti oleh nekrosis jaringan sekitarnya. Hal tersebut menyebabkan hasil
konsepsi terlepas sebagian atau seluruhnya, sehingga merupakan benda asing
dalam uterus. Keadaan ini menyebabkan uterus berkontraksi untuk
mengeluarkan isinya. Pada kehamilan kurang dari 8 minggu hasil konsepsi itu
biasanya dikeluarkan seluruhnya karena villi korialis belum menembus
desidua secara mendalam. Pada kehamilan antara 8 sampai 14 minggu villi
korialis menembus desidua lebih dalam, sehingga umumnya plasenta tidak
dilepaskan sempurna yang dapat menyebabkan banyak perdarahan. Pada
kehamilan 14 minggu keatas umumnya yang dikeluarkan setelah ketuban
pecah ialah janin, disusul beberapa waktu kemudian plasenta. Perdarahan
tidak banyak jika plasenta segera terlepas dengan lengkap. Peristiwa abortus
ini menyerupai persalinan dalam bentuk miniature.
Hasil konsepsi pada abortus dapat dikeluarkan dalam berbagai bentuk.
Ada kalanya kantong amnion kosong atau tampak di dalamnya benda kecil
7

tanpa bentuk yang jelas dan mungkin pula janin telah mati lama. Apabila
mudigah yang mati tidak dikeluarkan dalam waktu yang cepat maka ia dapat
diliputi oleh lapisan bekuan darah, isi uterus dinamakan mola kruenta. Bentuk
ini menjadi mola karnosa apaila pigmen darah telah diserap dan dalam
sisanya terjadi organisasi sehingga semuanya tampak seperti daging. Bentuk
lain adalah mola tuberose, dalam hal ini amnion tampak berbenjol – benjol
karena terjadi hematoma antara amnion dan korion.
Pada janin yang telah meninggal dan tidak dikeluarkan dapat terjadi
proses mumifikasi diamana janin mengering dan karena cairan amnion
berkurang maka ia jadi gepeng (fetus kompressus). Dalam tingkat lebih lanjut
ia menjadi tipis seperti kertas perkamen (fetus papiraseus).
Kemungkinan lain pada janin mati yang tidak segera dikeluarkan adalah
terjadinya maserasi, kulit terkupas, tengkorak menjadi lembek, perut
membesar karena terisi cairan dan seluruh janin berwarna kemerah – merahan
dan dapat menyebabkan infeksi pada ibu apabila perdarahan yang terjadi
sudah berlangsung lama. (Prawirohardjo,2005)
5. Komplikasi abortus
Komplikasi yang berbahaya pada abortus adalah perdarahan, perforasi,
infeksi dan syok.
a. Perdarahan
Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil
konsepsi dan jika perlu pemberian tranfusi darah. Kematian karena
perdarahan dapat terjadi apabila pertolongan tidak diberikan pada
waktunya.
b. Perforasi
Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam
posisi hiperrentrofleksi.
c. Infeksi
Pada abortus septic virulensi bakteri tinggi dan infeksi menyebar ke
miometrium, tuba, parametrium dan peritoneum. Apabila infeksi
8

menyebar lebih jauh, terjadilah peritonitis umum atau sepsis dan


kemungkinan diikuti oleh syok.
d. Syok
Pada abortus biasanya terjadi karena perdarahan (syok hemoragik) dan
karena infeksi berat (Sarwono, 2008).
6. Penatalaksanaan Abortus inkompletus
a. Bila disertai syok karena perdarahan segera pasang infuse dengan cairan
NaCl fisiologis atau cairan Ringer Laktat, bila perlu disusul dengan
transfuse darah.
1) Setelah syok teratasi, lakukan kerokan.
2) Pasca tindakan berikan injeksi metil ergometrin maleat intra muscular
untuk mempertahankam kontraksi otot uterus.
3) Perhatikan adanya tanda – tanda infeksi.
4) Bila tak ada tanda – tanda infeksi berikan antibiotika prifilaksis
(ampisilin 500 mg oral atau doksisiklin 100 mg).
5) Bila terjadi infeksi beri ampisilin I g dan metronidazol 500 mg setiap
8 jam. Abortus komplit tidak memerlukan pengobatan khusus, cukup
uterotonika atau kalau perlu antibiotika.
6) Apabila kondisi pasien baik, cukup diberikan tablet ergometrin 3×1
tablet/hari untuk 3 hari (Nugroho, 2010).
b. Apabila pasien mengalami anemia sedang, berikan tablet sulfas Ferosus
600 mg/hari selama 2 minggu disertai anjuran mengkonsumsi makanan
bergizi (susu, sayuran segar, ikan, daging, telur). Untuk anemia berat
berikan transfusi darah
7. Peran Bidan pada kehamilan dengan abortus
Peran bidan pada ibu dengan abortus terdapat dalam Keputusan Menteri
Kesehatan nomor 369. Disini bidan perlu memiliki pengetahuan dasar
diantaranya :
a. Proses involusi dan penyembuhan sesudah persalinan/abortus.
b. Adaptasi psikologis ibu sesudah bersalin dan abortus.
9

c. Indikator subinvolusi: misalnya perdarahan yang terus-menerus,


infeksi.
d. Kebutuhan asuhan dan konseling selama dan sesudah abortus.
e. Tanda dan gejala komplikasi abortus.
Dan bidan perlu memiliki keterampilan dasar diantaranya :
a. Mengumpulkan data tentang riwayat kesehatan yang terfokus,
termasuk keterangan rinci tentang kehamilan, persalinan dan
kelahiran.
b. Melakukan pemeriksaan fisik yang terfokus pada ibu.
c. Pengkajian involusi uterus serta penyembuhan perlukaan/luka jahitan.
d. Menyusun perencanaan.
e. Mengidentifikasi infeksi pada ibu, mengobati sesuai kewenangan atau
merujuk untuk tindakan yang sesuai.
f. Melakukan kolaborasi atau rujukan pada komplikasi tertentu.
g. Memberikan antibiotika yang sesuai.
h. Mencatat dan mendokumentasikan temuan-temuan dan intervensi
yang dilakukan.
Pengeluaran sisa jaringan dengan kuretase (Saifuddin. A.B., 2001, Hal 441).
Prosedur kuretase adalah rangkaian proses pelepasan jaringan yang
melekat pada dinding cavum uteri dengan melakukan invasi dan
memanipulasi (sendok kuret). Sendok kuret akan melepas jaringan dengan
tehnik pengerokan sistematis.
1. Prosedur kerja kuretase terdiri atas :
a. Persetujuan tindakan medik (informat counsent)
b. Persiapan pasien :
1) Pasien dibaringkan dengan posisi litotomi
2) Cairan dan slang infus sudah terpasang, perut bagian bawah dan
lipatan paha sudah dibersihkan dengan air dan sabun.
3) Uji fungsi kelengkapan peralatan resusitasi kardiopulmoner
4) Siapkan kain alas bokong, sarung kaki dan penutup perut bawah
5) Medikamentosa
10

a) Analgetika (pethidin 1-2 mg/kg BB, ketamin HCL 0,5 mg/kg


BB, tramadol 1-2 mg/kg BB).
b) Sedativa (diazepam 10 mg)
c) Atropiny sulfas 0,25 – 0,50 mg/ml
d) Oksitoksin 1 amp dan ergometrin 1 amp
6) Larutan bethadine
7) Oksigen dengan regulator
8) Instrument :
a) Speculum sims 2 buah
b) Cunam tampong 1 buah
c) Cunam peluru atau tenakulum 1 buah
d) Sonde uterus 1 buah
e) Dilatator 1 set
f) Kuret tajam 1 buah dan kuret tumpul 1 buah
g) Klem ovum (penster) 1 buah lurus dan lengkung 1 buah
h) Sendok kuret 1 set
i) Kateter karet 1 buah
j) Spoit 3 cc sekali pakai 2 buah
k) Kain kasa dan kapas steril
l) Doek steril 2 buah
m) Kom 2 buah
n) Ember penampung darah dan jaringan 1 buah
o) Ember yang berisikan larutan klorin 0,5 %
p) Lampu sorot 1 buah
c. Penolong (operator dan asisten)
1) Baju kamar tindakan, apron, masker dan kacamata pelindung
2) Sarung tangan DTT/steril 2 pasang
3) Alas kaki (sepatu/bot karet) 2 pasang
2. Tindakan :
a. Instruksikan asisten untuk memberikan sedatif dan analgetik
b. Lakukan kateterisasi kandung kemih
11

c. Lakukan pemeriksaan bimanual ulangan untuk menentukan serviks,


besar, arah dan konsistensi uterus.
d. Lakukan dekontaminasi sarung tangan dengan larutan klorin 0,5 %
e. Pakai sarung tagan DTT / steril yang baru
f. Satu tangan masukkan speculum sim’s / L secara vertikal kedalam
vagina setelah itu putar kebawah sehingga posisi bilah menjadi
transversal.
g. Minta asisten untuk menahan spekulum bawah pada posisinya.
h. Dengan sedikit menarik spekulum bawah hingga (lumen vagina
tampak jelas) masukkan bilah speculum secara vertikal kemudian
putar dan tarik keatas hingga jelas terlihat serviks.
i. Minta asisten untuk memegang spekulum atas pada posisinya.
j. Bersihkan jaringan dan darah dalam vagina (dengan kapas antiseptik
yang dijepit dengan cunam tampon). Tentukan bagian serviks yang
akan dijepit (jam 11.00 dan 13.00).
k. Jepit serviks dengan tenakulum pada tempat yang telah ditentukan.
l. Setelah penjepitan terpasang dengan baik, keluarkan spekulum atas.
m. Lakukan pemeriksaan kedalaman dan lengkung uterus dengan sonde
uterus. Pegang gagang tenakulum, masukkan klem ovum yang sesuai
dengan pembukaan serviks hingga mengentuh fundus.
n. Pegang gagang sendok kuret dengan ibu jari dan telunjuk, masukkan
ujung sendok kuret melalui kanalis servikalis kedalam uterus hingga
menyentuh fundus uteri.
o. Lakukan kerokan dinding uterus secara sistematis dan searah jarum
jam hingga bersih.
p. Keluarkan semua jaringan dan bersihkan darah yang menggenangi
lumen vagina bagian belakang.
q. Lepaskan jepitan tenakulum pada serviks.
r. Lepaskan spekulum bagian bawah.
s. Kumpulkan jaringan untuk dikirim ke laboratorium patologi
12

t. Beritahukan kepada pasien dan keluarganya bahwa tindakan telah


selesai dilakukan.
3. Pasca tindakan
a. Periksa kembali tanda vital pasien, segera lakukan tindakan apabila
terjadi kelainan/komplikasi.
b. Catat kondisi pasien dan buat laporan tindakan (dokter) didalam
kolom yang tersedia.
c. Lanjutkan pengobatan dan pemantapan kondisi pasien.
13

C. Manajemen Dasar Asuhan Kebidanan pada Ibu dengan Abortus Incomplete


I. PENGKAJIAN
DATA SUBYEKTIF
1. Identitas
Nama :
Umur : usia ibu hamil < 20 th dan > 40 th meningkatkan resiko
abortus.(Cunningham,2005)
Agama :
Suku/bangsa :
Pendidikan :
Pekerjaan : ibu hamil yang bekerja di lahan pertanian dan sering
terpapar pestisida berisiko lebih tinggi mengalami
abortus. (Sindo,2008)
Alamat :
No Register :
2. Alasan kunjungan / Keluhan Utama
a. Alasan kunjungan
Berisi alasan klien masuk ke RS apakah karena rujukan atau keinginan
sendiri.
b. Keluhan utama
Untuk mengetahui masalah yang dihadapi berkaitan dengan abortus
inkomplet, misalnya pasien merasa adanya perdarahan pervaginam
yang banyak, adanya sisa jaringan yang keluar bersamaan pendarahan
pervaginam.
3. Riwayat Kesehatan Klien
a. Riwayat Kesehatan Sekarang:
Data-data ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya
penyakit yang diderita pada saat ini yang ada hubungannya dengan
masa kahamilannya hingga terjadi abortus. Waktu terjadinya sakit,
proses terjadinya sakit, upaya yang telah dilakukan (Ambarwati, 2009)
14

b. Riwayat Kesehatan yang Lalu


1) Penyakit Kardiovaskuler : Hipertensi esensial pada
kehamilan dapat menyebabkan
abortus (Wiknjosastro, 2005)
2) Penyakit Darah : Anemia berat
Anemia pada kehamilan dapat
menyebabkan hipoksia janin dan
kurangnya asupan nutrisi
sehingga terjadi abortus
3) Penyakit Paru-paru : Asma dapat menyebabkan
hipoksia janin sehingga akan
terjadi abortus (Wiknjosastro,
2005)
4) Penyakit Hati :
5) Penyakit Endokrin : Diabetes Melitus, Hipotiroidism
Abortus spontan dan malformasi
congenital meningkat pada
wanita dengan diabetes dependen
insulin. Resiko ini berkaitan
dengan derajat control metabolic
pada trimester I (Cunningham,
2005)
6) Penyakit Infeksi :Infeksi TORCH,malaria, tifoid
Infeksi TORCH pada kehamilan
dapat menyebabkan abortus
(Haksohudusodo, 2002)
Insiden abortus karena
meningkat pada wanita yang
terkena malaria (Cunningham,
2005)
15

Tifoid dapat menyebabkan


abortus pada hampir 80 % kasus
(Cunningham, 2005)
7) Penyakit Ginjal dan Saluran Kencing :
8) Penyakit/Kelainan sistem Reproduksi : Retroversio uteri,
mioma uteri, serviks inkompeten
dapat menyebabkan abortus
(Wiknjosastro, 2005)
9) Riwayat Alergi
10) Riwayat Pembedahan
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Data ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya pengaruh
penyakit keluarga terhadap gagguan kesehatan pasien dan janinnya, yaitu
apabila ada penyakit keluarga yang menyertainya (Ambarwati, 2009)
5. Riwayat Menstruasi
Mempunyai gambaran tentang keadaan dasar dari organ reproduksinya.
(Sulistyawati,2010). Adanya perdarahan yang banyak setelah amenore
merupakan tanda abortus
HPHT : Bila hari pertama haid terakhir diketahui maka
dapat memperhitungkan usia kehamilan dan perkiraan persalinan.
Ditanyakan untuk mengetahui umur kehamilan dan menentukan TP dan
rumus Neagel (hari+7, bulan-3, tahun +1).
Riwayat siklus : 23 – 32 hari (Sulistyawati,2010)
Lama haid : Lama menstruasi ideal terjadi 4-7 hari, darah yang
keluar encer karena tidak mengandung fibrin, puncak derasnya terjadi
pada hari ke-3 sampai ke-4, dan pembalut yang digunakan 2-3 penuh
setiap hari (Manuaba, 2007).
Jumlah menstruasi : Menjelaskan seberapa banyak darah menstruasi
yang di keluarkan. (Sulistyawati,2010)
16

6. Riwayat Obstetri:
No Kehamilan Persalinan Anak Nifas

Sua Ank U Pny Jns Pnlg Tmpt Peny JK BB/P H M Abnr Lak Pen
mi K B mlts tasi y

- Apakah ada masalah selama persalinan atau kelahiran sebelumnya.


- Berapa berat badan bayi yang paling besar pernah ibu lahirkan
- Apakah ibu mempunyai bayi bermasalah pada kehamilan/persalinan
sebelumnya.
7. Riwayat Kehamilan Sekarang
 Berapa sering ibu melakukan kunjungan antenatal
 Keluhan ibu selama hamil
 Imunisasi
 KIE yang didapat
8. Riwayat Kontrasepsi
Untuk mengetahui apakah pasien pernah ikut KB dengan kontrasepsi jenis
apa, berapa lama, adakah keluhan selama menggunakan kontrasepsi serta
rencana KB setelah masa nifas ini dan beralih ke kontrasepsi apa.
(Ambarwati, dkk. 2009)
9. Pola Fungsional Kesehatan
Pola Keterangan
Nutrisi Kapan terakhir makan dan minum pasien. Untuk
mengetahui nutrisi yang ada di dalam tubuh ibu apakah
sudah mencukupi untuk tenaga dalam melahirkan/perlu
tambahan nutrisi per IV jika diperlukan (Sarwono, 2005).
Nutrisi ibu yang mengalami abortus dapat mengurangi
nafsu makan.

Eliminasi Kapan terakhir BAB dan BAK. Kandung kemih yang


17

penuh dapat menyebabkan atonia uteri (Sarwono, 2005)

Istirahat Jika istirahat kurang dapat menimbulkan kelelahan dan


stres sehingga dapat mengganggu kondisi kesehatan ibu.

Aktivitas Apakah aktivitas terakhir yang dilakukan klien. Untuk


mengetahui apakah penyebab abortus inkomplit yang
terjadi saat ini berhubungan dengan aktivitas tersebut
(Sarwono 2005)

Personal
Hygiene

Seksualitas Kapan terakhir melakukan hubungan seksual. Hubungan


seksual yang dilakukan dapat memicu kontraksi
persalinan (Sarwono 2005)

10. Riwayat Psikososiokultural Spiritual


a) Psikologis : Bagaimana psikis ibu setelah abortus
b) Sosial : Pernikahan keberapa, lama menikah, status pernikahan
sah/tidak. Respon klien dan keluarga bayi yang dilahirkan,
diterima/tidak
Kalau orang hamil sudah lama kawin,nilai anak tentu besar sekali dan
ini harus diperhitungkan dalam pimpinan persalinan.(Sulaiman,1983 :
155)
c) Kultural : Adat istiadat yang dapat merugikan kesehatan
d) Spiritual : Tradisi keagamaan yang dapat merugikan kesehatan

DATA OBYEKTIF
1. Pemeriksaan Umum
Kesadaran : Kesadaran menurun
Tanda Vital :
Tekanan Darah :
Suhu badan :
18

Nadi :
Pernafasan :
Antropometri :
Tinggi Badan :
BB sebelum hamil :
BB sekarang :
LILA :

2. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
Kepala :
Wajah : Tidak tampak kloasma gravidarum, tidak tampak
odem, dan tampak pucat (Tambunan dkk,2011)
Mata : Kelopak mata tidak tampak odem, konjungtiva pucat,
dan sklera warna putih
Hidung :
Mulut :
Telinga :
Leher :
Dada :
Payudara :
Abdomen : Uterus tampak besar (Tambunan dkk,2011)

Genetalia : Tampak perdarahan pervaginam disertai dengan


keluarnya jaringan hasil konsepsi (Tambunan dkk,2011)
Anus :
Ekstremitas :Tampak simetris,tidak tampak oedem, dan tidak
tampak varices,cavilari refile kembali dalam waktu < 2
detik (Ambarwati dkk, 2009)

Palpasi
19

Kepala :
Mata :
Hidung :
Leher :
Payudara :
Abdomen : Uterus teraba lembek, nyeri tekan dan rasa mulas atau
kram perut di daerah sympisis (Tambunan dkk, 2011)
Genetalia :
Ekstremitas :

Auskultasi
Abdomen :
Dada :
Perkusi
Ekstremitas :

3. Pemeriksaan Khusus
Pemeriksaan Vaginal Touche : kanalis servikalis terbuka,teraba
jaringan sisa konsepsi dan pendarahan bertambah banyak setelah
dilakukan VT (Varney 2008)

4. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium : hasil pemeriksaan Test pack
kehamilan masih menyatakan positif walaupun kehamilan tidak
dapat dipertahannkan (Varney 2008)
b. Pemeriksaan USG : untuk memeriksa apakah janin sudah
meninggal
c. Pemeriksaan darah lengkap ( HB, HT, leukosit Dll)
d. Pemeriksaan Diagnostik lainnya
20

II. INTERPRETASI DATA DASAR


Diagnosis : G…P…… Usia Kehamilan……mggu dengan abortus
inkomplit
Masalah : Tidak ada

III. IDENTIFIKASI DIAGNOSIS/ MASALAH POTENSIAL


1. Syok
2. Perforasi uterus
3. Sepsis
4. Kematian ibu

IV. IDENTIFIKASI KEBUTUHAN TINDAKAN SEGERA


Kebutuhan tindakan segera : pemberian cairan IV NaCL atau RL.
pemberian antibiotic, pemberian oksigen, pemberian tranfusi jika perdarahan
banyak

V. INTERVENSI
1. Jelaskan hasil pemeriksaan pada klien
R/ penjelasan mengenai pemeriksaan fisik merupakan hak klien
2. Observasi Keadaan umum dan tanda-tanda vital serta perdarahan
R/ Dengan observasi untuk mengidentifikasi indikasi kemajuan kearah
atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan serta mengetahui
jumlah perdarahan agar memudahkan dalam penanganan selanjutnya.
3. Informed Consent
R/ Sebagai pernyataan persetujuan dari klien/keluarga untuk tindakan
yang akan dilakukan dan sebagai perlindungan hukum bagi dokter dan
bidan dalam melaksanakan tindakan.
4. Siapkan rujukan untuk melakukan kuret
R/ Tindakan segera yang dilakukan untuk mengeluarkan sisa jaringan
dan mengurangi perdarahan.
5. Kolaborasikan dokter tentang pemberian obat-obatan
21

R/ obat-obatan digunakan untuk memenuhi kebutuhan klien dalam masa


penyembuhan.

VI. IMPLEMENTASI
Pelaksanaan dilakukan dengan efisien sesuai dengan rencana
asuhan yang telah disusun. Pelaksanaan ini bisa dilakukan seluruhnya
oleh bidan atau sebagian dikerjakan oleh klien atau anggota tim
kesehatan lainnya.

VII. EVALUASI
Evaluasi merupakan penilaian tentang keberhasilan dan
keefektifan asuhan kebidanan yang telah dilakukan. Evaluasi
didokumentasikan dalam bentuk bentuk.

Anda mungkin juga menyukai