Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN PENDAHULUAN

A. DEFINISI

Celah bibir dan langit-langit (Cleft lip and palate) adalah suatu cacat/kelainan bawaan berupa
celah pada bibir, gusi, dan langit-langit.Labio / Palato skisis merupakan kongenital yang berupa
adanya kelainan bentuk pada struktur wajah (Ngastiah, 2005).

Bibir sumbing adalah malformasi yang disebabkan oleh gagalnya propsuesus nasal median
dan maksilaris untuk menyatu selama perkembangan embriotik. (Wong, Donna L. 2003).

Palatoskisis adalah fissura garis tengah pada palatum yang terjadi karena kegagalan 2 sisi
untuk menyatu karena perkembangan embriotik (Wong, Donna L. 2003).

Labio Palato skisis merupakan suatu kelainan yang dapat terjadi pada daerah mulut, palato skisis
(sumbing palatum) dan labio skisis (sumbing tulang) untuk menyatu selama perkembangan
embrio(Hidayat, Aziz, 2005:21)

B. Etiologi
1. Faktor genetik atau keturunan
2. Kegagalan fase embrio yang penyebabnya belum diketahui
3. Kekurangan nutrisi contohnya defisiensi zn dan b6, vitamin C pada waktu hamil,
kekurangan asam folat
4. Akibat gagalnya prosesus maksilaris dan prosesus medialis menyatu
5. Bebrapa obat (korison, anti konsulfan, klorsklizin)
6. Mutasi genetik atau teratogen
7. Infeksi pada ibu yang dapat mempengaruhi janin
8. Radiasi
9. Stress emosional

C. Manifestasi Klinis
1. Tampak ada celah pada tekak (unla), palato lunak, keras dan faramen incisive.
2. Ada rongga pada hidung.
3. Distorsi hidung
4. Teraba ada celah atau terbukanya langit-langit saat diperiksa dengan jari.
5. Kesukaran dalam menghisap/makan

D. Patway
E. Patofisologi

Biasanya sumbing bibir dan palatum disertai kelainan bawaan lain, misal hidrosefalus
(peningkatan tekanan intrakranial), sindaktilia (jari-jari saling melekat), atau polidaktilia (jari-jari
berlebih). Sumbing bibir dapat terjadi bilateral pada regio insisif lateral dan kaninus. Lebih
sering terjadi unilateral, sisi kiri lebih sering dari sisi kanan. Bila terjadi bilateral, mirip dengan
bibir kelinci. Sumbing dapat sempurna meluas ke dasar hidung atau tidak sempurna sempurna
sebagai lekukan pada bibir atas.

Labioskizis terjadi karena kegagalan pada penyatuan kedua prosesus nasalis maksilaris dan
mediana, palatoskizis merupakan fisura pada garis tengah palatum akibat kegagalan penyatuan
kedua sisinya. Labiopalatoskizis terjadi karena kegagalan penyatuan prosesus maksilaris dan
remaksilaris selama awal usia embrio. Labiskizis dan palatoskiziz merupakan malformasi yang
berbeda secara embrional dan terjadi pada waktu yang berbeda selam proses perkembangan
embrio. Penyatuan bibir atas pada garis tengah selesai dilakukan pada kehailan antara minggu ke
tujuh dan kedelapan. Fusi palatum sekunder (palatum durum dan mole) terjadi kemudian dalam
proses perkembangan, yaitu pada kehamian antara minggu ke tujuh dan kedua belas. Dalam
proses migrasi ke posisi horizontal, palatum tersebut dipisahkan oleh lidah untuk waktu yang
singkat. Jika terjadi kelambatan dalam migrasi atau pemindahan ini, atau bila lidah tidak berhasil
turun dalam waktu yang cukup singkat, bagian lain proses perkembangan tersebut akan terus
berlanjut namun palatum tidak menyatu.

Periode perkembangan struktur anatomi bersifat spesifik sehingga sumbing bibir dapat terjadi
terpisah dari sumbing palatum, meskipun keduanya dapat terjai bersama-sama dan bervariasi
dalam berajat keparahannya bergantung pada luas sumbing yang dapat bervariasi mulai dari
lingir alveolar sampai ke bagian akhir dari palatum lunak. Variasi dapat pula dimulai dari tarik
ringan pada sudut mulut atau bifid uvula sampai deformitas berat berupa sumbing bibir yang
meluas ke tulang alveolar dan seluruh palatum secara bilateral. Variasi yang terjadi merupakan
refleksi dari deviasi rangkaian perkembangan palatum yang dimulai pada minggu ke-8 pada
regio premaksila dan berakhir pada minggu ke 12 ada uvula di palatum lunak. Jadi, jika faktor
penyebab bekerja pada minggu ke 8, sumbing akan terjadi lebih posterior dan juga anterior
termasuk alveolus, palatum kerad dan palatum lunak, serta vulva, membentuk cacat yang serius.
Sebaliknya, jika penyebab bekerja dekat akhir periode perkembangan (minggu ke 11), sumbing
yang terlihat hanya pada palatum lunak bagian posterior, menyebabkan terjadinya sumbing
sebagian atau hanya pada uvula sebagai cacat ringan yang tidak membutuhkan terapi. Sumbing
yang hanya mengenai bibir dinamakan cheilochisis. Sumbing bibir umumnya terjadi pada
minggu ke 6-7 intrauteri, sesuai dengan waktu perkembangan bibir normal dengan terjadinya
kegagalan penetrasi dari sel mesodemal pada grove epitel dianntara prosecus nasalis medialis
dan lateralis. Lebih sering terjadi pada bayi laki-laki dan lebih sering pada bagian kiri dari pada
kanan.

F. Komplikasi
1. Gangguan bicara
2. Terjadinya atitis media
3. Aspirasi
4. Distress pernafasan
5. Resiko infeksi saluran nafas
6. Pertumbuhan dan perkembangan terhambat
7. Gangguan pendengaran yang disebabkan oleh otitis media rekureris sekunder akibat
disfungsi tuba eustachius.
8. Masalah gigi
9. Perubahan harga diri dan citra tubuh yang dipengaruhi derajat kecacatan dan jaringan
parut.

G. Pemerikasaan penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
2. Foto Rontgen
3. Pemeriksaan fisik
4. MRI untuk evaluasi abnormal

H. Penatalaksanaan
1. Dilakukan bedah efektif yang melibatkan beberapa disiplin ilmu untuk penanganan
selanjutnya
2. Tindakan pertama untuk menutup celah bibir berdasarkan kriteria rule of ten yaitu umur
>10 minggu, BB >10 PON 15KG,Hb >10gr/dl, leukosit >10.000/ui
3. Tindakan oprasi selanjutnya adalah menutup langitan palatoplasty dikerjakan sedini
mungkin sebelum anak mampu berbicara
4. Oprasi terakhir pada usia 15-17 tahun dikerjakan setelah pertumbuhan tulang tulang
muka mendeteksi selesai
RENCANA KEPERAWATAN

No Diagnose kep. Tujuan&kriteria hasil Intervensi


1. Nyeri b.d luka post Setelah dilakukan asuhan 1. ukur skala nyeri dengan
op keperawatan diharapkan menggunakan skala
anak akan merasa nyaman wong baker, catet lokasi
yang ditandai dengan anak nyeri lamanya dan
tidak mengeluh nyeri serangannya
2. berikan sentuhan
terapeutik dan relaksasi
3. ciptakan lingkungan
yang nyaman termasuk
tempat tidur
4. atur posisi yang nyaman
bagi pasien
5. berikan obat analgetik
sesuai indikasi
2. Hipertermi b.d Setelah dilakukan asuhan 1. kaji penyebab hipertermi
proses penyakit keperawatan diharapkan 2. observasi suhu badan
suhu tubuh ana tidak tinggi 3. beri kompres hangat
ditandai dengan suhu tubuh 4. anjurkan ibu untuk
normal 36-37C memakaikan pakaian
tipis dan yang dapat
menyerap keringat
5. kolaborasi dalam
pemberian antipiretik
3. Ketidakseimbangan Setelah dilakukan asuhan 1. kaji pemenuhan
nutrisi kurang dari keperawatan diharapkan kebutuhan nutrisi klien
kebutuhan tubuh ketidakseimbangan nutrisi 2. kaji penurunan nafsu
b.d gangguan kurang dari kebutuhan makan
menelan tubuh teratasi ditandai 3. jelaskan pentingnya
dengan anak bisa menelan makan bagi proses
penyembuhan
4. ukur tinggi dan berat
badan
5. kolaborasi dengan ahli
gizi
DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, Aziz Alimul. 2005. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta : Salemba Medika
Nelson. 1993. Ilmu Kesehatan Anak bagian 2. Jakarta: Fajar Interpratama
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC
Wong, Dona L. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pedriatik. Jakarta : EEC

Anda mungkin juga menyukai