Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sistem kesehatan di Indonesia tidak terlepas dari pembangunan kesehatan. Intinya sistem
kesehatan merupakan seluruh aktifitas yang mempunyai tujuan utama untuk mempromosikan,
mengembalikan dan memelihara kesehatan. Sistem kesehatan memberi manfaat kepada mayarakat
dengan distribusi yang adil. Sistem kesehatan tidak hanya menilai dan berfokus pada “tingkat manfaat”
yang diberikan, tetapi juga bagaimana manfaat itu didistribusikan.

ektor kesehatan merupakan bagian penting perekonomian di berbagai negara. Sektor kesehatan
sama seperti spons – menyerap banyak sumber daya nasional untuk membiayai banyak tenaga
kesehatan. Sektor kesehatan seperti pembangkit perekonomian, melalui inovasi dan investasi dibidang
technologi bio‐medis atau produksi dan penjualan obat‐obatan, atau dengan menjamin adanya populasi
yang sehat yang produktif secara ekonomi. Sebagian warga masyarakat mengunjungi fasilitas kesehatan
sebagai pasien atau pelanggan, dengan memanfaatkan rumah sakit, klinik atau apotik; atau sebagai
profesi kesehatan – perawat, dokter, tenaga pendukung kesehatan, apoteker, atau manajer. Karena
pengambilan keputusan kesehatan berkaitan dengan hal kematian dan keselamatan, kesehatan
diletakkan dalam kedudukan yang lebih istimewa dibanding dengan masalah sosial yang lainnya.

Kesehatan juga dipengaruhi oleh sejumlah keputusan yang tidak ada kaitannya denganlayanan
kesehatan : kemiskinan mempengaruhi kesehatan masyarakat, sama halnya dengan polusi, air kotor
atau sanitasi yang buruk. Kebijakan ekonomi, seperti pajak merokok, atau alkohol dapat pula
mempengaruhi perilaku masyarakat.Memahami hubungan antara kebijakan kesehatan dan kesehatan
itu sendiri menjadi sedemikian pentingnya sehingga memungkinkan untuk menyelesaikan masalah
kesehatan utama yang terjadi saat ini meningkatnya obesitas, wabah HIV/AIDS, meningkatnya resistensi
obat, sekaligus memahami bagaimana perekonomian dan kebijakan lain berdampak pada kesehatan.
Kebijakan kesehatan memberi arahan dalam pemilihan teknologi kesehatan yang akan dikembangkan
dan digunakan, mengelola dan membiayai layanan kesehatan, atau jenis obat yang dapat dibeli bebas.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam makalah ini adalah:

Apa yang dimaksud kebijakan kesehatan?

Sebutkan jenis-jenis kebijakan kesehatan!

Bagaimana proses pembuatan kebijakan kesehatan?

1
1.3 Tujuan

Tujuan dari makalah ini adalah:

1. Untuk mengetahui konsep dasar kebijakan kesehatan

2. Untuk mengetahui jenis-jenis kebijakan kesehatan

3. Untuk mengetahui proses pembuatan kebijakan kesehatan

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Kebijakan Kesehatan

Kata “policy” ada yang menerjemahkan menjadi “kebijakan” (Samodra Wibawa, 1994; Muhadjir
Darwin, 1998). Kebijakan adalah aturan tertulis yang merupakan keputusan formal organisasi, yang
bersifat mengikat, yang mengatur perilaku dengan tujuan untuk menciptakan tata nilai baru dalam
masyarakat,. Kebijakan akan menjadi rujukan utama para anggota organisasi atau anggota masyarakat
dalam berperilaku. Kebijakan pada umumnya bersifat problem solving dan proaktif. Berbeda dengan
Hukum (Law) dan Peraturan (Regulation). Setiap kebijakan adalah bersifat mengikat dan wajib
dilaksanakan oleh obyek kebijakan. Contoh kebijakan adalah: Undang-Undang, Peraturan Pemerintah,
Keputusan Presiden, Keputusan Mentri, Peraturan Daerah, Keputusan Bupati, Keputusan Direktur.

Kebijakan adalah rangkaian dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam
pelaksanaan suatu pekerjaan kepemimpinan, dan cara bertindak (tentag organisasi, atau pemerintah);
pernyataan cita-cita, tujuan, prinsip, atau maksud sebagai garis pedoman untuk manajemen dalam usaha
mencapai sasaran tertentu negaranya (Balai Pustaka, 1991).

Kebijakan kesehatan dapat meliputi kebijakan publik dan swasta tentang kesehatan.Kebijakan
kesehatan merangkum segala arah tindakan (dan dilaksanakan) yang mempengaruhi tatanan
kelembagaan, organisasi, layanan dan aturan pembiayaan dalam system kesehatan. Kebijakan ini
mencakup sektor publik (pemerintah) sekaligus sektor swasta. Tetapi karena kesehatan dipengaruhi oleh
banyak faktor penentu diluar system kesehatan, para pengkaji kebijakan kesehatan juga menaruh
perhatian pada segala tindakan dan rencana tindakan dari organisasi diluar system kesehatan yang
memiliki dampak pada kesehatan (misalnya : pangan, tembakau atau industri obat). Namun yang lebih
penting lagi adalah keputusan kebijakan kesehatan melibatkan persoalan hidup dan mati manusia (Buse,
Mays & Walt, 2005). Kebijakan kesehatan itu adalah tujuan dan sasaran, sebagai instrumen, proses dan
gaya dari suatu keputusan oleh pengambil keputusan, termasuk implementasi serta penilaian (Lee, Buse
& Fustukian, 2002). Kebijakan kesehatan adalah bagian dari institusi, kekuatan dari aspek politik yang
memengaruhi masyarakat pada tingkat lokal, nasional dan dunia (Leppo, 1997).

Sama halnya dengan beragam definisi kebijakan kesehatan, ada banyak gagasan mengenai
pengkajian kebijakan kesehatan beserta penekanannya: seorang ahli ekonomi mungkin berpendapat
bahwa kebijakan kesehatan adalah segala sesuatu tentang pengalokasian sumber daya yang langka bagi
kesehatan; seorang perencana melihatnya sebagai cara untuk mempengaruhi faktor‐faktor penentu di
sektor kesehatan agar dapat meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat; dan bagi seorang dokter,
kebijakan merupakan segala sesuatu yang berhubungan dengan layanan kesehatan (Walt 1994). Menurut
Walt, kebijakan kesehatan serupa dengan politik dan segala penawaran terbuka kepada orang yang
berpengaruh pada penyusunan kebijakan, bagaimana mereka mengolah pengaruh tersebut, dan dengan
persyaratan apa. Kebijakan kesehatan merupakan bagian dari sistem kesehatan (Bornemisza &
Sondorp,2002).

3
2.2 Jenis-jenis Kebijakan Kesehatan

Kebijakan-Kebijakan Kesehatan di Indonesia

Kebijakan pemerintah dalam hal kesehatan terdiri atas visi, misi, strategi dan program kesehatan. Masing-
masing memiliki peran untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang sehat.

Visi

1. Lingkungan yang diharapkan adalah lingkungan yang kondusif bagi terwujudnya keadaan sehat yaitu
lingkungan yang bebas dari polusi, tersedianya air bersih, sanitasi lingkungan yang memadai, perumahan
dan pemukiman yang sehat, perencanaan kawasan yang berwawasan kesehatan serta terwujudnya
kehidupan masyarakat yang saling tolong menolong dengan memelihara nilai-nilai budaya bangsa.

2. Perilaku masyarakat yang diharapkan adalah yang bersifat proaktif untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan, mencegah resiko terjadinya penyakit, melindungi diri dari ancaman penyakit,
serta berpartisipasi aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat.

3. Kemampuan masyarakat yang dihharapkan adalah yang mampu menjangkau pelayanan kesehatan
yang bermutu tanpa adanya hambatan baik yang bersifat ekonomi maupun non ekonomi. Pelayanan
kesehatan bermutu adalah pelayanan kesehatan yang memuaskan pemakai jasa pelayanan profesi.

Misi

1. Menggagas pembangunan nasional berwawasan kesehatan :

Maksudnya adalah disetiap pembangunan kota atau wilayah harus selalu memperhatikan aspek kesehatan.
Misalnya pembanguna perumahan maka yang harus diperhatikan adalah pentilasinya, lingkungan, dan
sumber air bersihnya, jangan sampai masing-masing rumah menjadi pencemar air minum tetangganya.
Misalnya lagi pembangunan gedung bioskop disekitar perumahan penduduk maka harus memperhatikan
limbah bioskop agar tidak mencemari sumber air warga.

2. Mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup sehat :

Maksudnya disini bahwa pelayanan kesehatan yang ada tidak hanya memberikan pengetahuan bagaimana
cara hidup sehat dan mencegah datangnya penyakit tetapi mampu menggerakkan masyarakat agar sadar
dan kemudian mampu menjaga serta memelihara kesehatannya sendiri ataupun menjadi kader kesehatan
bagi kelompok dan masyarakatnya.

3. Memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, merata dan terjangkau :

- Bermutu maksudnya pelayanan kesehatan terus meningkatkan diri agar sesuai dengan kwalitas dan
standar baku yang ada.

- Merata memiliki arti bahwa pelayanan kesehatan harus dapat dicapai atau dirasakan oleh semua
masyarakat.

- Terjangkau berarti pelayanan kesehatan harus dapat dijangkau oleh ekonomi masyarakat.

4
4. Memelihara dan meningkatkan kesehatan individu, keluarga dan masyarakat beserta lingkungannya.

Maksudya bahwa pemeliharaan kesehatan masyarakat ditekankan pada sikap proaktif yakni
meningkatkan usaha-usaha pencegahan sehingga pemeliharaan serta derajat kesehatan semua masyarakat
meningkat, sehingga mereka lebih mandiri, dan mampu menjaga lingkungan sekitar mereka dari semua
vector penyebab penyakit. Tidak seperti dahulu bahwa pelayanan kesehatan lebih diarahkan pada
pengobatan atau bersifat reaktif.

Strategi

1. Pembangunan nasional berwawasan kesehatan.

2. Profesionalisme. Ada beberapa persyaratan seseorang dapat dikatakan professional yaitu merupakan
tenaga kesehatn dengan pendidikan minimal D3, memiliki kelompok atau rumpun organisasi yang jelas,
dan melakukan pelayanan kesehatan tanpa pandang bulu.

3. Jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat. Hal ini berhubungan dengan pembiayaan kesehatan.

4. Desentralisasi merupakan permasalahan kesehatan yang ditangani secara otonom. Dalam beberapa
hal desentralisasi memiliki kelebihan dibanding Dekonsentrasi, yakni daerah dapat lebih mengetahui
pelayanan kesehatan apa yang cocok diberikan pada daerahnya sehingga menghemat biaya kesehatan dan
juga mengefisiensikan pelayana kesehatan pada masalah-masalah kesehatan yang dibutuhkan masyarakat
daerahnya. Namun, kelemahan desentralisasi adalah masalah kesehatan lintas sector maupun lintas daerah
sulit diberantas.

Program Kesehatan

1. Kebijakan program promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat

► Pengembangan media promosi kesehatan dan teknologi komunikasi, informasi dan edukasi (KIE)

► Pengembangan upaya kesehatan bersumber masyarakat dan generasi muda

► Peningkatan pendidikan kesehatan kepada masyarakat

2. Kebijakan program lingkungan sehat

► Penyediaan sarana air bersih dan sanitasi dasar

► Pemeliharaan dan pengawasan kualitas lingkungan

► Pengendalian dampak resiko pencemaran lingkungan

► Pengembangan wilayah sehat

3.Kebijakan program upaya kesehatan dan pelayanan kesehatan

► Pelayanan kesehatan penduduk miskin di puskesmas dan jaringannya

► Pengadaan, peningkatan dan perbaikan sarana dan prasarana puskesmas dan jaringannya

5
► Pengadaan peralatan dan perbekalan kesehatan termasuk obat generik esensial

► Peningkatan pelayanan kesehatan dasar yang mencakup sekurang-kurangnya promosi kesehatan,


kesehatan ibu dan anak, keluarga berencana

► Penyediaan biaya operasional dan pemeliharaan

4.Kebijakan program upaya kesehatan perorangan

► Pelayanan kesehatan bagi penduduk miskin kelas III RS

► Pembangunan sarana dan parasarana RS di daerah tertinggal secara selektif

► Perbaikan sarana dan prasarana rumah sakit

► Pengadaan obat dan perbekalan RS

► Peningkatan pelayanan kesehatan rujukan

► Pengembangan pelayanan kedokteran keluarga

► Penyediaan biaya operasional dan pemeliharaan

5. Kebijakan program pencegahan dan pemberantasan penyakit

► Pencegahan dan penanggulangan faktor resiko

► Peningkatan imunisasi

► Penemuan dan tatalaksana penderita

► Peningkatan surveilans epidemologi

► Peningkatan KIE pencegahan dan pemberantasan penyakit

6. Kebijakan program perbaikan gizi masyarakat

► Peningkatan pendidikan gizi

► Penangulangan KEP, anemia gizi besi, GAKI, kurang vitamin A, kekuarangan zat gizi mikro
lainnya

► Penanggulangan gizi lebih

► Peningkatan surveilans gizi

► Pemberdayaan masyarakat untuk pencapaian keluarga sadar gizi

7. Kebijakan program sumber daya kesehatan

► Peningkatan mutu penggunaan obat dan perbekalan kesehatan

6
► Peningkatan keterjangkauan harga obat dan perbekalan kesehatan terutama untuk penduduk miskin

► Peningkatan mutu pelayanan farmasi komunitas dan rumah sakit

8. Kebijakan program kebijakan dan manajemen pembangunan kesehatan

► Pengkajian dan penyusunan kebijakan

► Pengembangan sistem perencanaan dan pengangaran, pelaksanaan dan pengendalian, pengawasan


dan penyempurnaan administrasi keuangan, serta hukum kesehatan

► Pengembangan sistem informasi kesehatan

► Pengembangan sistem kesehatan daerah

► Peningkatan jaminan pembiayaan kesehatan

9. Kebijakan program penelitian dan pengembagan kesehatan

► Penelitian dan pengembangan

► Pengembangan tenaga, sarana dan prasarana penelitian

► Penyebarluasan dan pemanfaatan hasil penelitian dan pengembangan kesehatan

2.3 Proses Pembuatan Kebijakan

Komponen Kebijakan

Para ahli kebijakan kesehatan membagi kebijakan ke dalam empat komponen yaitu konten, process,
konteks dan aktor (Frenk J. 1993; Buse, Walt and Gilson, 1994; May & Walt, 2005).

1. Konten

Konten kebijakan berhubungan dengan teknis dan institusi. Contoh aspek teknis adalah penyakit diare,
malaria, typus, promosi kesehatan. Aspek insitusi adalah organisasi publik dan swasta. Konten kebijakan
memiliki empat tingkat dalam pengoperasiannya yaitu:

a. Sistemik atau menyeluruh di mana dasar dari tujuan dan prinsip-prinsip diputuskan.

b. Programatik adalah prioritas-prioritas yang berupa perangkat untuk mengintervensi dan dapat
dijabarkan ke dalam petunjuk pelaksanaan untuk pelayanan kesehatan.

c. Organisasi di mana difokuskan kepada struktur dari institusi yang bertanggung jawab terhadap
implementasi kebijakan.

d. Instrumen yang menfokuskan untuk mendapatkan informasi demi meningkatkan fungsi dari system
kesehatan.

2. Proses

7
Proses kebijakan adalah suatu agenda yang teratur melalui suatu proses rancang dan implementasi. Ada
perbedaaan model yang digunakan oleh analisa kebijakan antara lain:

- Model perspektif (rational model) yaitu semua asumsi yang mengformulasikan kebijakan yang
masuk akal berdasarkan informasi yang benar.

- Model incrementalist (prioritas pilihan) yaitu membuat kebijakan secara pelan dan bernegosiasi
dengan kelompok-kelompok yang berminat untuk menyeleksi kebijakan yang diprioritaskan.

- Model rational (mixed scanning model) di mana penentu kebijakan mengambil langkah
mereview secara menyeluruh dan membuat suatu negosiasi dengan kelompok-kelompok yang
memprioritaskan model kebijakan.

- Model puncuated equilibria yaitu kebijakan difokuskan kepada isu yang menjadi pokok
perhatian utama dari penentu kebijakan.

Masing-masing model di atas memilah proses kebijakan ke dalam komponen untuk mengfasilitasi
analisis. Meskipun pada kenyataannya, proses kebijakan itu memiliki karakteristik tersendiri yang
merujuk kepada model-model tersebut.

3. Konteks

Konteks kebijakan adalah lingkungan atau setting di mana kebijakan itu dibuat dan diimplementasikan
(Kitson, Ahmed, Harvey, Seers, Thompson, 1996). Faktor-faktor yang berada di dalamnya antara lain
politik, ekonomi, sosial dan kultur di mana hal-hal tersebut sangat berpengaruh terhadap formulasi dari
proses kebijakan (Walt, 1994). Ada banyak lagi bentuk yang dikategorikan ke dalam konteks kebijakan
yaitu peran tingkat pusat yang dominan, dukungan birokrasi dan pengaruh aktor-aktor international juga
turut berperan.

4. Aktor

Aktor adalah mereka yang berada pada pusat kerangka kebijakan kesehatan. Aktor-aktor ini biasanya
memengaruhi proses pada tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/kota. Mereka merupakan bagian dari
jaringan, kadang-kadang disebut juga mitra untuk mengkonsultasi dan memutuskan kebijakan pada setiap
tingkat tersebut (Walt, 1994). Hubungan dari aktor dan peranannya (kekuasaannya) sebagai pengambil
keputusan adalah sangat tergantung kepada kompromi politik, daripada dengan hal-hal dalam debat-debat
kebijakan yang masuk di akal (Buse, Walt and Gilson, 1994).

Kebijakan kesehatan adalah efektif apabila pada tingkatan maksimal dapat mencapai tujuan yang optimal
dan efisien apabila diimplementasikan dengan biaya yang rendah (Sutton& Gormley, 1999). Efisiensi
dalam hal ini karena pemerintah memiliki keterbatasan dalam investasi untuk memantapkan status
kesehatan. Jadi adalah sangat penting untuk untuk mengalokasikan sumber daya itu kepada masyarakat
yang membutuhkan dan tentu saja berdasarkan bukti-bukti (Peabody, 1999).

Proses Kebijakan

Proses kebijakan adalah cara dari kebijakan itu diinisiasi, dikembangkan atau
diformulasikan,dinegosiasikan, dikomunikasikan, diimplementasi dan dievaluasi (Sutcliffe & Court,

8
2006). Ada dua langkah dalam mengformulasikan proses kebijakan yaitu tentukan pilihan dari kebijakan
dan pilihlah yang diutamakan. Pada kedua tahapan ini pembuat kebijakan idealnya harus memahami
situasi yang spesifik dan membandingkan pilihan-pilihan secara rinci, sehingga dapat membuat keputusan
untuk dapat diimplementasi (Sutton, 1999).

Proses pengembangan kebijakan menurut Brehaut dan Juzwishin adalah mengumpulkan, memproses, dan
mendesiminasikan informasi yang berhubungan dengan kebijakan yang akan dikembangkan;
mempromosikan pilihan-pilihan untuk langkah yang akan diambil; mengimplementasi pada pengambil
keputusan; memberikan sanksi bagi yang tidak bisa mentaati; dan mengevaluasi hasil pencapaian
(Brehaut & Juzwishin, 2005).

Menurut Pollard & Court (2005) pendekatan yang paling sering digunakan untuk mengerti suatu proses
kebijakan adalah yang disebut“stages heuristic” yaitu memilah proses kebijakan tersebut ke dalam suatu
rangkaian tingkatan dengan menggunakan teori dan model serta tidak mewakili apa yang terjadi pada
keadaan sebenarnya. Langkah langkahnya:

1. Identifikasi masalah dan akan pengenalan akan hal-hal yang baru termasuk besar persoalan-
persoalannya. Pada langkah ini dieksplorasi bagaimana hal-hal yang menjadi perhatian masuk dalam
ke dalam agenda.
2. Formulasi kebijakan yang mengexplorasi siapa-siapa saja yang terlibat dalam perumusan kebijakan,
bagaimana kebijakan itu disepakati dan bagaimana akan dikomunikasikan.
3. Implementasi kebijakan. Tahap ini sering kali diabaikan namun demikian merupakan fase yang
sangat penting dalam membuat suatu kebijakan, karena apabila kebijakan tidak diimplementasikan
maka dapat dianggap keliru. Implementasi sering didefinisikan apa yang terjadi sesuai dengan
harapan dan akibat dari kebijakan yang dirasakan (DeLeon, 1999). Implementasi kebijakan
cenderung untuk memobilisasi keberadaan lembaga (Blakie & Soussan, 2001). Pada kebijakan dilihat
apakah ada kesenjangan antara yang direncanakan dan yang terjadi sebagai suatu akibat dari
kebijakan. Sebagai contohnya ada banyak studi kasus dari dampak kebijakan. Contohnya, studi
kebijakan upaya penanggulanggan kekurangan garam yodium di mana kesenjagaan antara aktor-
aktor yang berperan dan proses juga implementasi tidak terlibat. Pendekatan pengembangan
kebijakan oleh pembuat kebijakan biasanya berdasarkan hal-hal yang masuk akal dan
mempertimbangkan informasiinformasi yang relevan. Namun demikian apabila pada implementasi
tidak mencapai apa yang diharapkan, kesalahan sering kali bukan pada kebijakan itu, namun kepada
faktor politik atau managemen implementasi yang tidak mendukung (Juma & Clarke,1995). Sebagai
contoh, kegagalan dari implementasi kebijakan bisa disebabkan oleh karena tidak adanya dukungan
politik, managemen yang tidak sesuai atau sedikitnya sumber daya pendukung yang tersedia (Sutton,
1999). Suatu kebijakan kesehatan dapat berubah saat diimplementasikan, di mana bisa muncul output
dan dampak yang tidak diharapkan dan tidak bermanfaat untuk masyarakat (Baker, 1996).

4. Evaluasi kebijakan dimana diidentifikasi apa saja yang terjadi termasuk hal-hal yang muncul dan
tidak diharapkan dari suatu kebijakan.

Menurut Springate, Baginski & Soussan, 2007, ada beberapa tujuan untuk melaksanakan suatu
analisis dari kebijakan yaitu:
- Untuk dapat memahami proses kebijakan yang dikembangkan dan diimplementasi.

9
- Untuk mengetahui tujuan dan motivasi di balik kebijakan yang diimplementasi termasuk fokus
pada pendekatan pendapatan keluarga dan kemiskinan.
- Untuk memahami cara kebijakan tersebut berpengaruh terhadap area keberadaan pendapatan
keluarga.
- Untuk memahami area-area yang potensial untuk diintervensi dalam proses kebijakan. Dalam
hal ini untuk mendapatkan efek pemantapan dalam pengembangan kebijakan dan proses
implementasi.
Analisis dari kebijakan umumnya bersifat retrospektif yaitu dengan mengexplorasi
determinandeterminan kebijakan (bagaimana memasukkan dalam agenda yang diawali dari
perumusan) dan apa kontennya. Di sini termasuk hasil monitoring dan evaluasi, apakah kebijakan itu
mencapai sasaran atau tidak. Demikian juga, analisis dari kebijakan bersifat prospektif dengan
melihat ke depan hal-hal yang berhubungan. Contohnya kemungkinan apa yang akan terjadi apabila
suatu kebijakan dikembangkan. Pemikiran-pemikiran strategi ke depan, yang terkadan menggunakan
advokasi dan lobi (Buse,Mays & Walt, 2005).

Agenda-agenda dari kebijakan kesehatan didominasi oleh hal-hal yang spesifik yang berhubungan
dengan kebutuhan yang dirasakan dalam konteks sistem kesehatan untuk menjawab persoalan kesehatan
masyarakat, penyebab penyakit penyakit atau hal-hal yang behubungan dengan organisasi dan
manajemen kesehatan. Contohnya: obat-obatan, peralatan, akses terhadap fasilitas kesehatan dan lain
sebagainya (Leppo, 2001).

Inti daripada proses pengembangan kebijakan adalah menganalisis proses pengembangan kebijakan
tersebut. Untuk memahami proses ini identifikasi dan pengertian termasuk interaksi dan respons dari
aktor sangatlah penting dalam hal mengformulasikan kebijakan, di mana hasil daripada proses ini dapat
berbentuk suatu formulasi kebijakan makro. Pada proses ini dibutuhkan suatu pengertian dari struktur
formal organisasi yang berhubungan dengan pengembangan dan implementasi kebijakan. Demikian juga
identifikasi dari aktor-aktor utama di setiap tingkatan pada proses pengembangan kebijakan, yang
meliputi peran dan kekuatan, dan bagaimana kebijakan tersebut dilakukan pengujian.

Hal-hal yang berpengaruh dalam pada point ini antara lain strategi yang digunakan oleh aktoraktor yang
terlibat dalam proses kebijakan untuk memenuhi atau mengalihkan tujuan-tujuan daripada implementasi
kebijakan; aktor-aktor utama yang sangat memengaruhi proses formal di tingkat implementasi; aksi dari
kelompok masyarakat local serta ketergantungan pada hubungan antar pusat dan daerah.

Jelasnya kebijakan kesehatan adalah kebijakan publik yang merupakan tanggung jawab pemerintah dan
swasta. Sedangkan tugas untuk menformulasi dan implementasi kebijakan kesehatan dalam satu negara
merupakan tanggung jawab Departemen Kesehatan (WHO, 2000)

Ada 3 Model Proses Kebijakan

1. model rasional. Model rasional menekankan bahwa proses kebijakan merupakan proses yang
rasional dan dilakukan oleh aktor-aktor yang memiliki cara berpikir yang rasional. Menurut model
ini, proses kebijakan meliputi tahap-tahapan tertentu dan berjalan seperti sebuah siklus. Para
aktornya dapat secara jelas melihat tujuan dari kebijakan dan cara mencapai tujuan tersebut. Sejak
tahun 1950an, konsep ini telah berkembang dan menghasilkan berbagai variasi, namun memiliki
esensi yang sama (Laswell, 1956).

10
Apabila dielaborasi, maka proses kebijakan akan dimulai dari adanya masalah yang teridentifikasi masuk
ke dalam agenda kebijakan (atau, agenda setting). Kemudian setelah informasi yang diperlukan
terkumpul, ditemulan berbagai pilihan dan alternative kebijakan, sehingga dapat disusun sebuah
kebijakan (policy formulation). Kemudian diambil keputusan mengenai rancangan kebijakan yang paling
efisien dan efektif dan diputuskan sebagai suatu kebijakan yang memiliki kekuatan hukum (decision
making). Hasilnya adalah sebuah kebijakan yang hampir ideal dan optimal. Setelah ini kebijakan
dijalankan (policy implementation) dan dievaluasi (monitoring & evaluation), apabila ditemukan
masalah-masalah baru, masalah tersebut akan masuk menjadi agenda kebijakan dan memulai siklus ini
kembali.

2. Incremental Model. Menurut model ini, proses pencarian informasi yang diperlukan berlangsung
terbatas, tidak seluruhnya sistematis, dan dikendalikan oleh terlalu banyak pemain. Kadang cara
mencapai tujuan tidak dapat terlihat nyata. Terkadang pilihan dan alternatif kebijakan yang tersedia
hanya bisa dinilai dengan cara melihat sejauh mana manfaat kebijakan terdistribusi. Lebih lagi,
kebijakan yang dipilih seringkali adalah kebijakan yang mendukung kelompok peserta dari proses
ini, dan kurang mempertimbangkan pihak lain yang kebetulan tidak terlibat dalam proses ini.
Hasilnya, kebijakan seringkali tidak optimal dan harus diperbaiki terus menerus, sedikit demi sedikit.
3. Konsep ini semakin berkembang dalam model ketiga, yaitu model "tong sampah" (Garbage Can).
Model ini melihat bahwa suatu kebijakan dapat dipicu dari tiga arah, yaitu dari masalah (problem
stream), kebijakan sebelumnya atau kebijakan terkait (policy stream) atau dari kepentingan politis
(political stream). Ketiga aliran ini dapat saja tercampur dan seringkali tidak terduga arahnya.
Akibatnya, baik masalah, para aktornya mau pun solusi yang diperkirakan dapat berubah-ubah
dengan cepat. (Cohen,March, Olsen1983). Akhirnya, sebuah kebijakan bisa saja diambil karena
dimotivasi oleh hal-hal lain, yaitu:
1.Decision by Oversight: kebijakan dibuat for the sake of making deci¬sion tanpa peduli apakah
menyelesaikan masalah atau tidak.
2.Decision by Flight: keputusan tidak dibuat sampai masalahnya pergi meninggalkan pilihan yang
ada.
3.Decision by Resolution: masalah akan diselesaikan secara ad-hoc.
Jadi, menurut model ini, kebijakan seringkali tidak menyentuh esensi permasalahan. Para pengambil
keputusan harus segera pindah ke 'penyelesaian' masalah berikutnya

11
BAB III

PENUTUP

Mengapa kebijakan kesehatan itu sangat penting? Hal itu disebabkan antara lain sektor kesehatan
merupakan bagian dari ekonomi. Jelasnya sector kesehatan ibarat suatu sponge yang mengabsorpsi
banyak anggaran belanja negara untuk membayar sumber daya kesehatan. Konsep dari kebijakan publik
dapat diartikan sebagai adanya suatu negara yang kokoh dan memiliki kewenangan serta legitimasi, di
mana mewakili suatu masyarakat dengan menggunakan administrasi dan teknik yang berkompeten
terhadap keuangan dan implementasi dalam mengatur kebijakan. Kebijakan adalah suatu konsensus atau
kesepakatan terhadap suatu persoalan, di mana sasaran dan tujuannya diarahkan pada suatu prioritas yang
bertujuan, dan memiliki petunjuk utama untuk mencapainya.

Kebijakan pemerintah dalam hal kesehatan terdiri atas visi, misi, strategi dan program kesehatan.
Masing-masing memiliki peran untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang sehat. Proses kebijakan
adalah cara dari kebijakan itu diinisiasi, dikembangkan atau diformulasikan,dinegosiasikan,
dikomunikasikan, diimplementasi dan dievaluasi (Sutcliffe & Court, 2006). Ada dua langkah dalam
mengformulasikan proses kebijakan yaitu tentukan pilihan dari kebijakan dan pilihlah yang diutamakan.
Pada kedua tahapan ini pembuat kebijakan idealnya harus memahami situasi yang spesifik dan
membandingkan pilihan-pilihan secara rinci, sehingga dapat membuat keputusan untuk dapat
diimplementasi (Sutton, 1999).

Pendekatan yang paling sering digunakan untuk mengerti suatu proses kebijakan adalah yang
disebut “stages heuristic” yaitu memilah proses kebijakan tersebut ke dalam suatu rangkaian tingkatan
dengan menggunakan teori dan model serta tidak mewakili apa yang terjadi pada keadaan sebenarnya.
Langkah pertama identifikasi masalah dan akan pengenalan akan hal-hal yang baru termasuk besar
persoalan-persoalannya. Pada langkah ini dieksplorasi bagaimana hal-hal yang menjadi perhatian masuk
dalam ke dalam agenda. Kedua, formulasi kebijakan yang mengexplorasi siapa-siapa saja yang terlibat
dalam perumusan kebijakan, bagaimana kebijakan itu disepakati dan bagaimana akan dikomunikasikan.
Ketiga, implementasi kebijakan. Tahap ini sering kali diabaikan namun demikian merupakan fase yang
sangat penting dalam membuat suatu kebijakan, karena apabila kebijakan tidak diimplementasikan maka
dapat dianggap keliru. Keempat, evaluasi termasuk hal-hal yang muncul dan tidak diharapkan dari suatu
kebijakan.

12
DAFTAR PUSTAKA

Buse K, May N, Walt G, 2005. Making Health Policy.Understanding Public Health. Open University
Press McGraw – Hill House. Berkshire England. UK.

Blaikie P and JG Soussan, 2001. Understanding Policy Processes. University of Leeds. UK

Bornemisza O and Sondorp E, 2002. Health Policy Formulation In Complex Political Emergencies and
Post conflict countries A literature Review .LondonSchool of Hygiene & Tropical Medicine Universityof
London. Department of Public Health and Policy.Health Policy Unit London UK.

Brehaut JD and Juzwishin D, 2005. Bridging the Gap:The Use of Research Evidence in Policy
Development.Alberta Heritage Foundation for Medical Research, Canada.

DeLeon P, 1999. The missing ling reviseted: contemporary implementation research. Policy Studies
Review 16: 311–38

Evans G, Manning N, 2003. Helping Governments Keep Their Promises Making Ministers and
Governments More Reliable Through Improved Policy Management Report No. IDP-187 South Asia
Region- Internal Discussion Paper

Frenk J, 1993. The health transition and the dimensions of health system reform. Paper presented at the
Conference on Health Sector Reform in Developing.. Harvard School of Public Health, New Hampshire.
In Macrae,Zwi and Gilson, 1996 Ibid.

Kitson A, Ahmed LB, Harvey G, Seers K, Thompson DR, 1996. From research to practice: one
organitational model for promoting research-based practice. J AdvNurs 23: 430–40

Leppo K, 2001. Strengthening capacities for policy development and strategic management in national
health systems. A background paper prepared for the Forum of senior policy maker and manager of health
systems WHO. Geneva, 16–18 July

Lee K, Buse K and Fustukian S, 2002. Health Policy in aGlobalising World. Cambridge University Press.
UK

Pollard A and Court J, 2005. Evidence to Influence Policy Processes: A literature review. ODI Working
Paper 249.

Springate O, Baginski and John Soussan,2007.A metdodologi for policy proses analisi livelihood Policy
Relationships in South Asia. Working Paper 9.DFID London UK.Sut

13

Anda mungkin juga menyukai