Anda di halaman 1dari 14

HUKUM ISLAM DALAM TATA HUKUM DAN PEMBINAAN

HUKUM NASIONAL DI INDONESIA

BAB I
PENDAHULUAN
a.Latar Belakang
Indonesia adalah negara hukum. Sebagai negara hukum tentu harus memiliki hukum
nasional sendiri, dimaksudkan sebagai pedoman untuk melaksanakan roda pemerintahan. Dalam
membentuk hukum nasional bangsa Indonesia mengambil dari tiga sistem hukum. Tiga sistem
hukum dimaksud adalah hukum adat, hukum Islam dan hukum eks-Barat.
Tidak dapat dipungkiri bahwa umat Islam di Indonesia adalah unsur paling mayoritas.
Dalam tataran dunia Islam internasional, umat Islam Indonesia bahkan dapat disebut sebagai
komunitas muslim paling besar yang berkumpul dalam satu batas teritorial kenegaraan.
Masyarakat Indonesia yang mayoritas menganut ajaran agama Islam, tentu harus senantiasa
melaksanakan ajaran-ajaran itu. Namun sebagai bangsa yang berpalsafahkan Pancasila juga
harus dapat mengkoomodir seluruh kepentingan komponen bangsa.
Karena itu, menjadi sangat menarik untuk memahami hukum islam dalam tata hukum
dan pembinaan hukum nasional di tengah-tengah komunitas Islam terbesar di dunia ini.
Pertanyaan-pertanyaan seperti: bagaimana kedudukan hukum islam dalam pembinaan hukum
nasional-misalnya, dapat dijawab dengan pemaparan-pemaparan yang akan disampaikan dalam
makalah ini.

b.Identifikasi Masalah
1. Bagaimana pengukuhan keberadaan sistem hukum islam di Indonesia?
2. Bagaimana kedudukan hukum Islam dalam pembinaan hukum nasional?
3. Apakah dampak pengakuan terhadap sistem hukum islam sebagai bagian tak terpisahkan
dari sistem hukum nasional dalam upaya pembinaan hukum nasional?

d.Kerangka Pemikiran
Hukum islam mencerminkan seperangkat norma Ilahi yang mengatur tata hubungan
manusia dengan Allah,hubungan manusia dengan manusia lainnya dalam kehidupan sosial
hubungan manusia dengan benda dan alam lingkungan hidupnya.
Norma Illahi yang mengatur tata hubungan tersebut adalah 1) Kaidah-kaidah dalam arti
khusus atau kaidah ibadah murni,mengatur cara dan upacara
hubungan langsung antara manusia dan Tuhannya; 2)muamalah
yang mengatur hubungan manusia dengan sesamanya dan
makhluk lain di lingkungannya.
Ciri khas hukum Islam,yakni 1) berwatak universal,berlaku abadi untuk umat islam di
manapun mereka berada,tidak terbatas pada umat Islam di suatu tempat atau negara pada suatu
massa; 2) menghormati martabat manusia sebagai kesatuan jiwa dan raga,rohani dan
jasmani,serta memuliakan manusia dan kemanusian secara keseluruhan; 3) Pelaksanaan dalam
praktik digerakkan oleh iman dan akhlak umat Islam.
Hampir sembilan puluh persen penduduk Indonesia memeluk agama Islam namun tidak
serta merta negara Indonesia memberlakukan hukum Islam.Namun karena alasan
sejarah,penduduk,yuridis,konstitusional dan ilmiah hukum islam harus kita pelajari,terutama
dalam hal tata hukumnya.Penataan hukum Islam bagi pribadi muslim sangat dikaitkan dengan
kesadaran dan ketaatan agama pribadi Muslim tersebut.Dalam kaitannya dengan kehidupan
masyarakat,kalau pribadi-pribadi anggota masyarakat bersikap sadar dan taat,maka secara
otomatis keadaan sadar dan taat kepada Allah tercipta dalam masyarakat itu.Masyarakat
demikian adalah masyarakat islam (muslimin).Dari segi islam sendiri,penataan hukum adalah
karena Allah,dalam rangka taat kepada Allah dan Rasul,bukan karena pengaturan organisasi
bersama (masyarakat) .Dalam pemikiran hukum islam,ketaatan terhadap hukum islam bukan
karena organisasi negara atau kekuasaan organisasi bermasyarakat,melainkan karena kesadaran
moral,batin,dan lahir dalam beragama dan kehidupan beragamanya secara pribadi.Pribadi
muslim dipanggil untuk taat kepada Allah dan Rasul dalam kehidupannya di manapun dia berada
menurut kemampuannya.
Penataan hukum Islam bagi orang islam menurut Al-Quran :
1) Surah Al-Fatihah ayat 6 :
Artinya :
Tunjukilah kami jalan yang lurus

2) Surah An-Nisa ayat 59


Artinya :
Hai orang-orang yang beriman,taatilah Allah dan taatilah Rasul(-Nya) dan ulil-amri di antara
kamu.Kemudian,jika kamu berpendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah dan
Rasul jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian.Yang kemudian itu lebig
utama dan lebih baik akibatnya.

3) Surah Al-Ahzab Ayat 36 :


Artinya :
Dan tidaklah patut bagi laki-laki dan perempuan
yang mukmin,apabila Allah dan Rasul-Nya telah
menetapkan suatu ketetapan,ada pilihan yang lain
tentang urusan mereka.Dan barang siapa yang
mendurhakai Allah dan Rasul-Nya,maka
sungguh dia telah sesat yang nyata.

e.Metode Penulisan
Makalah ini ditulis dengan
menggunakan metode deskriftif yang
menjelaskan dan menggambarkan
setiap bab dan sub bab nya.

f.Sistematika
Makalah yang berjudulul “HUKUM ISLAM DALAM TATA HUKUM DAN
PEMBINAAN HUKUM NASIONAL DI INDONESIA” ini dalam penulisannya tersusun atas
tiga bab,yaitu:
BAB I : Pendahuluan
Bab II : Isi
Bab III : Penutup

BAB II
HUKUM ISLAM DALAM TATA HUKUM DAN PEMBINAAN
HUKUM NASIONAL DI INDONESIA

a.Hukum Islam dalam Tata Hukum di Indonesia


Sebelum uraian ini dilanjutkan ada beberapa kata yang perlu dijelaskan lebih
dahulu,yaitu kedudukan dan tata hukum.Yang dimaksud dengan kedudukan adalah tempat dan
keadaan,tata hukum adalh susunan atau sistem hukum yang berlaku disuatu daerah atau negara
tertentu.Dengan demikian yang akan dilukiskan dalam bagian ini adalah tempat dan keadaan
hukum islam dalam susunan atau sistem hukum yang berlaku di Indonesia.
Membicarakan kedudukan hukum islam dalam tata hukum di Indonesia,tidak ada
salahnya membicarakan lebih dahulu umat islam.Umat islam dimaksud,merupakan salah satu
kelompok masyarakat yang mendapat legalitas pengayoman secara hukum ketatanegaraan di
Indonesia.Oleh karena itu,umat islam tidak dapat diceraipisahkan dengan hukum islam yang
sesuai keyakinannya.Mayoritas bangsa Indonesia beragama Islam.Keadaan itu mendorong
kepada cita-cita pembentukan hukum nasional yang sesuai dengan cita-cita moral yang terbentuk
oleh cita-cita batin dan kesadaran hukum rakyat Indonesia.Islam banyak mempengaruhi
pemikiran dan semangat kemerdekaan bangsa Indonesia dan terbentuknya negara republik
Indonesia.
Sistem hukum Indonesia,sebagai akibat dari perkembangan sejarahnya bersifat
majemuk.Disebut demikian karena sampai sekarang di dalam Negara Republik Indonesia
berlaku beberapa sistem hukum yang mempunyai corak dan susunan sendiri.Yang dimaksud
adalah sistem hukum adat,sistem hukum islam dan sistem hukum barat.Ketiga sistem hukum itu
berlaku di Indonesia pada waktu yang berlainan.Hukum adat telah lama ada dan berlaku di
Indonesia,walaupun sebagai suatu sistem hukum baru dikenal pada permulaan abad ke-
20.Hukum islam telah ada di kepulauan Indonesia sejak orang islam datang dan bermukim di
Nusantara ini.
Sebelum Belanda mengukuhkan kekuasaannya di Indonesia,hukum islam sebagai
hukum yang berdiri sendiri telah ada dalam masyarakat, tumbuh dan berkembang disamping
kebiasaan atau adat penduduk yang mendiami kepulauan Nusantara ini.Menurut
Soebardi,terdapat bukti-bukti yang menunjukkan bahwa Islam berakar dalam kesadaran
penduduk kepulauan Nusantara dan mempunyai pengaruh yang bersifat normative dalam
kebudayaan Indonesia(S.Soebardi,1978:66).Pengaruh itu merupakan penetration pasifique,
tolerante et constructive (penetrasi secara damai, toleran dan membangun).
Hukum islam sebagai tatanan hukum yang dipegangi(ditaati)oleh mayoritas penduduk
dan rakyat Indonesia adalah hukum yang telah hidup dalam masyarakat,merupakan sebagian dari
ajaran dan keyakinan Islam dan ada dalam kehidupan hukum nasional serta merupakan bahan
dalam pembinaan dan pengembangannya.Namun demikian hukum islam di Indonesia bisa dilihat
dari aspek perumusan dasar negara yang dilakukan oleh BPUPKI(Badan Penyelidikan Usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia),yaitu para pemimpin islam berusaha memulihkan dan
mendudukkan hukum islam dalam negara Indonesia merdeka itu.Dalam tahap awal,usaha para
pemimpin dimaksud tidak sia-sia,yaitu lahirnya piagam Jakarta pada tanggal 22 Juni 1945 yang
telah disepakati oleh para pendiri negara bahwa negara berdasar kepada Ketuhanan dengan
kewajiban menjalankan syariat islam bagi pemeluknya.Namun,adanya desakan dari kalangan
pihak Kristen,tujuh kata tersebut dikeluarkan dari pembukaan UUD 1945,kemudian diganti
dengan kata “Yang Maha Esa”.Kemudian dijabarkan dalam pasal 29 batang tubuh UUD
1945,yang berbunyi:
1. Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-
masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu
Penggantian kata dimaksud,menurut Hazairin seperti yang dikutip oleh
muridnya(H.Mohammad Daud Ali) mengandung norma dan garis hukum yang diatur dalam
pasal 29 ayat(1) UUD 1945 bahwa negara Republik Indonesia berdasarkan atas Ketuhanan Yang
Maha Esa.Hal itu hanya dapat ditafsirkan antara lain sebagai berikut:
1. Dalam negara Republik Indonesia tidak boleh terjadi atau berlaku sesuatu yang bertentangan
dengan kaidah hukum islam bagi umat Islam,kaidah agama Nasrani,atau agama Hindu-Bali
bagi orang-orang Hindu-Bali,atau yang bertentangan dengan kesusilaan agama Buddha bagi
orang Buddha.Hal ini berarti di dalam wilayah negara Republik Indonesia ini tidak boleh
berlaku atau diberlakukan hukum yang bertentangan dengan norma-norma(hukum)agama
dan kesusilaan bangsa Indonesia.
2. Negara Republik Indonesia wajib menjalankan syariat islam bagi orang islam,syariat Nasrani
bagi orang Nasrani,dan syariat Hindu-Bali bagi orang Hindu-Bali.Sekadar menjalankan
syariat tersebut memerlukan perantaraan kekuasaan negara.Makna dari penafsiran kedua
adalah Negara Republik Indonesia wajib menjalankan dalam pengertian menyediakan
fasilitas agar hukum yang bersal dari agama yang dianut oleh bangsa Indonesia dapat
terlaksana sepanjang palaksanaan hukum agama itu memerlukan bantuan alat kekuasaan atau
penyelenggara negara.Artinya penyelenggara negara berkewajiban menjalankan syariat yang
dipeluk oleh bangsa Indonesia untuk kepentingan pemeluk agama bersangkutan. Syariat yang
berasal dari agama islam misalnya,yang disebut syariat islam,tidak hanya memuat hukum
salat,zakat,puasa dan haji,melainkan juga mengandung hukum dunia baik keperdataan
maupun kepidanaan yang memerlukan kekuasaan negara untuk menjalankannya secara
sempurna.Misalnya hukum harta kekayaan,hukum wakaf,penyelenggaraan ibadah
haji,penyelenggaraan hukum perkawinan dan kewarisan,penyelenggaraan hukum
pidana(islam)seperti zina,pencurian,dan pembunuhan.Hali ini memerlukan kekuasaan
kehakiman atau peradilan khusus (peradilan agama) untuk menjalankannya,yang hanya dapat
diadakan oleh negara dalam pelaksanaan kewajibannya menjalankan syariat yang berasal dari
agama Islam untuk kepentingan umat Islam yang menjadi warga negara Republik Indonesia.
3. Syariat yang tidak memerlukan bantuan kekuasaan negara untuk menjalankannya.Oleh
Karena itu dapat dijalankan sendiri oleh setiap pemeluk agama yang bersangkutan,menjadi
kewajiban pribadi terhadap Allah bagi setiap orang itu menjalankannya sendiri menurut
agamanya masing-masing.Ini berarti hukum yang berasal dari suatu agama yang diakui di
negara Republik Indoneia yang dapat dijalankan sendiri oleh masing-masing pemeluk agama
bersangkutan (misalnya hukum yang berkenaan dengan ibadah,yaitu hukum yang pada
umumnya mengatur hubungan manusia,dengan Tuhan) biarkan pemeluk agama itu sendiri
melaksanakannya menurut kepercayaan agamanya masing-masing(H.Mohammad Daud
Ali,1991:8)

Mengenai perkataan kepercayaan dan Ketuhanan Yang Maha Esa yang tercantum dalam
pasal 29 UUD 1945 yang terletak dalam bab agama itu perlu dikemukakan hal-hal berikut ini:
(a)Dr.Muhammad Hatta (almarhum) ketika menjelaskan arti kata “Kepercayaan”yang termuat
dalam ayat (2) pasal 29 UUD1945,menyatakan pada tahun 1974 bahwa arti peekataan
kepercayaan dalam pasal tersebut adalah kepercayaan agama.Kuncinya adalah perkataan itu
yang terdapat diujung ayat (2) pasal 29 dimaksud. Kata “itu” menunjuk pada kata agama yang
terletak didepan kata kepercayaan tersebut.Penjelasan ini sangat logis karena kata agama-agama
dan kepercayaan ini digandengkan dalam satu kalimat dan diletakkan di bawah bab agama
(H.Mohammad Daud Ali,1991:9)
Berdasarkan uraian dan penjelasan di atas dapat diasumsikan bahwa hukum islam dan
kekuatan hukumnya secara ketatanegaraan di Negara Republik Indonesia adalah pancasila dan
UUD 1945,yang kemudian dijabarkan melalui unsang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang
perkawinan,undang-undang nomor 7 tahun 1989 tentang perdilan agama,undang-undang
republik Indonesia nomor 38 tahun 19999 tentang pengelolaan zakat dan beberapa instruksi
pemerintah yang berkaitan dengan hukum islam .Demikian juga munculnya kompilasi hukum
islam yang menjadi pedoman bagi para hakim di peradilan khusus (Peradilan agama) di
Indonesia.Hal dimaksud merupakan pancaran dari norma hukum yang tertuang dalam pasal 29
UUD 1945.Oleh karena itu,keberlakuan dan kekuatan hukum islam secara ketatanegaraan di
negara republik Indonesia adalah pancasila dan pasal 29 UUD 1945.
Hukum Islam (fiqih) sebagai salah satu sistem hukum yang berlaku di Indonesia telah
mendapatkan tempatnya dengan jelas ketika mantan Menteri Kehakiman Ali Said berpidato di
depan simposium pembaharuan hukum perdata nasional yang diadakan pads tanggal 21
Desember 1981 di Yogyakarta.
Keberadaan sistem Hukum Islam di Indonesia sejak lama telah dikukuhkan dengan
berdirinya sistem peradilan agama yang diakui dalam sistem peradilan nasional di Indonesia.
Bahkan dengan diundangkannya UU tentang Peradilan Agama tahun 1998, kedudukan
Pengadilan Agama Islam itu makin kokoh. Akan tetapi, sejak era reformasi, dengan
ditetapkannya Ketetapan MPR tentang Pokok-Pokok Reformasi yang mengamanatkan bahwa
keseluruhan sistem pembinaan peradilan diorganisasikan dalam satu atap di bawah Mahkamah
Agung, timbul keragu-raguan di beberapa kalangan mengenai eksistensi pengadilan agama itu,
terutama dari kalangan pejabat di lingkungan Departemen Agama yang menghawatirkan
kehilangan kendali administratif atas lembaga pengadilan agama. Pembinaan kemandirian
lembaga peradilan ke bawah Mahkamah Agung itu memang dilakukan bertahap, yaitu dengan
jadwal waktu lima tahun. Tetapi, dalam masa lima tahun itu, berbagai kemungkinan mengenai
keberadaan pengadilan agama masih mungkin terjadi, dan karena itu penelitian mengenai baik
buruknya pembinaan administratif pengadilan agama di bawah Departemen Agama atau di
bawah Mahkamah Agung perlu mendapat perhatian yang seksama.
Secara instrumental. banyak ketentuan perundang-undangan Indonesia yang telah
mengadopsi berbagai materi Hukum Islam ke dalam pengertian Hukum Nasional. Secara
institusional. eksistensi Pengadilan Agama sebagai warisan penerapan sistem Hukum Islam sejak
zaman pra penjajahan Belanda juga terus dimantapkan keberadaannya. Dan secara sosiologis-
empirik praktek- praktek penerapan Hukum Islam itu di tengah-tengah masyarakat juga terus
berkembang dan bahkan makin lama makin meningkat dan meluas ke sektor-sektor kehidupan
hukum yang sebelumnya belum diterapkan menurut ketentuan Hukum Islam. Perkembangan ini,
bahkan berpengaruh pula terhadap kegiatan pendidikan hukum di tanah air, sehingga kepakaran
dan penyebaran kesadaran mengenai eksistensi Hukum Islam itu di Indonesia makin meningkat
pula dari waktu kewaktu
Pengakuan terhadap sistem Hukum Islam sebagai bagian tak terpisahkan dari sistem
hukum nasional, akan berdampak sangat positif terhadap upaya pembinaan hukum nasional.
Setidak-tidaknya, kita dapat memastikan bahwa di kalangan sebagian terbesar masyarakat
Indonesia yang akrab dengan nilai - nilai Islam, kesadaran kognitif dan pola perilaku mereka
dapat dengan memberikan dukungan terhadap norma-norma yang sesuai kesadaran dalam
menjalankan syari'at agama. Dengan demikian. pembinaan kesadaran hukum masyarakat dapat
lebih mudah dilakukan dalam upaya membangun sistem supremasi hukum di masa yang akan
datang. Hal itu akan sangat berbeda jika norma-norma hukum yang diberlakukan justru
bersumber dan berasal dari luar kesadaran hukum masyarakat.
Dari uraian tersebut diatas dapatlah disimpulkan,bahwa kini,di Indonesia (1) hukum
islam yang disebut dan ditentukan oleh peraturan perundang-undangan dapat berlaku langsung
tanpa harus melaui huku adapt, (2) Republik Indonesia dapat mengatur sesuatu masalah sesuai
dengan hukum islam,sepanjang pengaturan itu hanya berlaku bagi pemeluk agama islam, (3)
kedudukan hukum islam dalam sistem hukum Indonesia adalah sama dan sederajat dengan
hukum adapt dan hukum barat,karena itu (4) hukum islam juga menjadi sumber pembentukan
hukum nasional yang akan datang Di samping hukum adapt,hukum barat dan hukum lainnya dan
tumbuh dan berkembang dalam Negara Republik Indonesia.

b.Hukum Islam dalam Pembinaan Hukum Nasional di Indonesia


Hukum islam adalah hukum yang bersifat universal,karena ia merupakan bagian dari
agama islam yang universal sifatnya.Sebagaimana halnya dengan agama islam yang universal
sifatnya itu,hukum islam berlaku bagi orang islam simanapun ia berada,apa pun
nasionalitasnya.Hukum nasional adalah hukum yang berlaku bagi bangsa tertentu di suatu negara
nasional tertentu.Dalam kasus Indonesia,hukum nasional juga berarti hukum yang dibangun oleh
bangsa Indonesia setelah Indonesia merdeka dan berlaku bagi penduduk Indonesia,terutama
warga Negara Republik Indonesia,sebagai pengganti hukum colonial dahulu.
Untuk membangun dan membina hukum nasional diperlukan politik hukum
tertentu.Politik hukum nasional Indonesia pokok-pokoknya ditetapkan dalam Garis-Garis besar
Haluan Negara,dirinci lebih lanjut oleh Menteri Kehakiman Republik Indonesia.Untuk
melaksanakannya,telah didirikan satu lembaga yang (kini)bernama Badan Pembinaan Hukum
Nasional,disingkat BPHN atau Babinkumnas.Melalui koordinasi yang dilakukan oleh badan ini
diharapkan,di masa yang akan datang,akan terwujud satu hukum nasional di tanah air kita.
Untuk mewujudkan satu hukum nasional bagi bangsa Indonesia yang terdiri dari
berbagai suku bangsa dengan kebudayaan dan agama yang berbeda ditambah lagi dengan
keanekaragaman hukum yang ditinggalkan oleh penguasa colonial dahulu,bukanlah pekerjaan
yang mudah.Pembangunan hukum nasional yang akan berlaku bagi semua warga negara tanpa
memandang agama yang dipeluknya,haruslah dilakukan dengan hati-hati,karena diantara agama
yang dipeluk oleh warga negara Republik Indonesia ada agama yang tidak dapat dicerai pisahkan
dari hukum.Agama islam,misalnya,adalah agama yang mengandung hukum yang mengatur
hubungan manusia dengan manusia lain dan benda dalam masyarakat.Oleh karena eratnya
hubungan antara agama (dalam arti sempit) dengan hukum dalam islam,ada sarjana yang
mengatakan,seperti telah disebut di muka,bahwa Islam adalah agama hukum dalam arti kata
yang sesungguhnya.Oleh karena itui,dalam pembangunan hukum nasional di negara yang
mayoritas penduduknya beragama islam,unsur hukum agama harus benar-benar
diperhatikan.Untuk itu perlu wawasan dan kebijaksanaan yang jelas.
Peranan hukum Islam dalam pembinaan hukum nasional. Diketahui bahwa untuk
membina hukum nasional diperlukan politik hukum tertentu. Politik hukum Indonesia telah
ditetapkan dalam UUD 1945, pokoknya dirumuskan dalam GBHN yang kemudian dirinci oleh :
Menteri Kehakinan dan dilaksanakan oleh Departemen terkait dengan koordinasi dengan Badan
Pembinsan Hukum Nasional (BPHN).
Mengenai kedudukan hukum Islam dalam pembinaan hukum nasional, bahwa hukum
Islam yang merupakan salah satu komponen tata hukum Indonesia menjadi salah satu sumber
bahan baku bagi pembentukan hukum nasional. Dengan demikian jelas hukum Islam tidak dapat
dipisahkan dari kehidupan mayoritas masyarakat Indonesia. Oleh karenanya untuk menunjang
hal tersehut, birokrasi sebagai pemegang political will harus senantiasa dapat memperjuangkan
akan peranan hukum Islam dalam pembinaan hokum nasional. Sehingga dengan demikian
hukum Islam dapat mewarnai sekaligus menjiwai setiap perundang-undangan nasional
Indonesia.
Keberadaan sistem Hukum Islam di Indonesia sejak lama telah dikukuhkan dengan
berdirinya sistem peradilan agama yang diakui dalam sistem peradilan nasional di Indonesia.
Bahkan dengan diundangkannya UU tentang Peradilan Agama tahun 1998, kedudukan
Pengadilan Agama Islam itu makin kokoh. Akan tetapi, sejak era reformasi, dengan
ditetapkannya Ketetapan MPR tentang Pokok-Pokok Reformasi yang mengamanatkan bahwa
keseluruhan sistem pembinaan peradilan diorganisasikan dalam satu atap di bawah Mahkamah
Agung, timbul keragu-raguan di beberapa kalangan mengenai eksistensi pengadilan agama itu,
terutama dari kalangan pejabat di lingkungan Departemen Agama yang menghawatirkan
kehilangan kendali administratif atas lembaga pengadilan agama. Pembinaan kemandirian
lembaga peradilan ke bawah Mahkamah Agung itu memang dilakukan bertahap, yaitu dengan
jadwal waktu lima tahun. Tetapi, dalam masa lima tahun itu, berbagai kemungkinan mengenai
keberadaan pengadilan agama masih mungkin terjadi, dan karena itu penelitian mengenai baik
buruknya pembinaan administratif pengadilan agama di bawah Departemen Agama atau di
bawah Mahkamah Agung perlu mendapat perhatian yang seksama.
Berdasarkan ciri-ciri khas hukum islam dalam kesejarahannya,Pembinaan hukum islam
di Indonesia harus diarahkan kepada hal-hal berikut:Pertama,para jurist Muslim harus bersedia
membatasi lingkup daerah kehidupan yang dijangkau oleh hukum Islam yang diikuti oleh
perumusan prinsip-prinsip pengambilan keputusan hukum agama yang lebih mencerminkan
kebutuhan masa.Untuk merealisasikan hal itu diperlukan fungsionalisasi efektif lembaga-
lembaga yang ada serta upaya penyusunan metodologi hukum yangs esuai dengan
perkembangan hukum islam di Indonesia dalam rangka pembentukan dan unifikasi hukum islam
ala Indonesia.Dalam rangka pelaksanaan syariat islam salam arti al-quran dan sunnah tidaklah
perlu diperintahkan secara formal oleh undang-undang karena bagi setiap orang yang telah
berikarar sebagai seorang muslim maka berlakulah kewajiban mwnjalankan syariat yang
diyakininya itu.Memang dalam bagian-bagian tertentu seperti ibadah murni hal itu
benar.Namun,dalam bidang-bidang kehidupan muamalah diperlukan pranata yang dapat
memelihara ketertiban dan ketenteraman serta kepastian hukum.Di sinilah letak peran penting
lembaga-lembaga hukum islam,baik yang telah diakui sebagai pranata hukum menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku maupun yang diakui berdasarkan adapt dan etika masyarakat
muslim.
Pengembangan lembaga-lembaga yang dapat berfungsi sebagaimana diharapkan di atas
mempunyai landasan pemikiran politik hukum yang kuat,terutama lembaga peradilan agama dan
yang berkaitan dengannya.
Sesuai dengan kedudukannya sebagai salah-satu sumber bahan baku dalam
pembentukan hukum nasional,hukum islam sesuai dengan kemauan dan kemampuan yang ada
padanya,dapat berperan aktif dalam proses pembinaan hukum nasional.Kemauan dan
kemampuan hukum islam itu harus ditunjukkan oleh setiap orang islam,baik pribadi maupun
kelompok,yang mempunyai komitmen terhadap islam dan ingin hukum islam berlaku bagi umat
islam dalam negara Republik Indonesia ini.Dalam tahap perkembangan pembinaan hukum
nasional sekarang (tahun sembilan puluhan), yang diperlukan oleh Badan Pembinaan hukum
Nasional yakni badan yang berwenang merancang dan menyusun hukum nasional yang akan
datang adalah asa-asas dan kaidah-kaidah hukum islam dalam segala bidang, baik yang bersifat
umum maupun yang bersifat khusus.Yang bersifat umum adalah misalnya ketentuan-ketentuan
umum mengenai peraturan perundang-undangan yang akan berlaku di tanah air kita ,sedang yang
bersifat khusus,misalnya untuk menyebut sekedar contoh ,adalah asas-asas hukum perdata islam
terutama mengenai hukum kewarisan,asas-asa hukum ekonomi terutama mengenai hak
milik,perjanjian dan utang-piutang,asas-asas hukum pidana islam,asas-asas hukum tata negara
dan administrasi pemerintahan,asas-asas hukum acara dalam islam,asas-asas hukum
internasional dan hubungan antar bangsa dalam islam.Yang dimaksud dengan asas dalam
pembicaraan ini adalah kebenaran yang menjadi dasar atau tumpuan berpikir.
Kita yakin bahwa asas yang diperlukan itu ada dalam hukum syariat dan fiqih
islam.Namun yang menjadi masalah utama adalah merumuskan asas-asas tersebut dalam kata-
kata yang jelas yang dapat diterima,baik oleh golongan yang bukan islam maupun oleh golongan
yang beragama islam sendiri.Merumuskan asas-asas tersebut kedalam bahasa atau kata-kata
yang dapat dipahami,memang merupakan suatu masalah.
Tim Pengkajian Hukum Islam Badan Pembinaan Hukum Nasional Babinkumnas atau
BPHN telah berusaha menemukan asas-asas dimaksud dan merumuskannya kedalam kaidah-
kaidah untuk dijadikan bahan pembinaan hukum nasional.Caranya adalah dengan mengundang
tokoh-tokoh yang ahli dalam hukum islam semua aliran,baik dari kalangan ulama maupun dari
kalangan sarjana untuk mengemukakan pendapatnya mengenai suatu masalah tertentu dalam
suatu forum ilmiah yang sengaja diadakan untuk itu.Di samping pertemuan-pertemuan ilmiah
ini,diadakan juga penelitian serta penulisan makalah yang dilakukan oleh sarjana atau ulama
yang dianggap dapat menyumbangkan sesuatu mengenai hukum islam yang menjadi bidang
keahliannya.Berbagai asas dan kaidah humum islam dapat juga dikembangkan melalui
jurisprudensi peradilan agama.Asas-asas dan kaidah hukum islam yang dikembangkan melalui
jurisprudensi ini lebih mudah diterima,karena ia dirumuskan dari keadaan konkret di tanah air
kita.
Dalam hubungan ini tidak ada salahnya kalau dikemukakan bahwa karena bangsa
Indonesia mayoritas beragama islam,ada pendapat yang mengatakan seyogianya kaidah-kaidah
hukum islamlah yang menjadi norma-norma hukum islam.Dilihat dari segi normative,sebagai
konsekuensi pengucapan dua kalimat syahadat,demikianlah hendaknya.Namun dipandang dari
sudut kenyataan dan politik hukum tersebut,tidaklah begitu.Menurut politik hukum yang
dilaksanakan oleh pemerintah di Indonesia tidaklah karena mayoritas rakyat Indonesia beragama
islam,norma-norma hukum islam secara ‘otomatis’ menjadi norma-norma hukum
nasional.Norma-norma hukum islam baru dapat dijadikan norma hukum nasional
(ditransformasikan menjadi hukum nasional),menurut politik hukum itu,apabila norma-norma
hukum islam sesuai dan dapat menampung kebutuhan seluruh lapisan rakyat
Indonesia.Ketentuan tersebut dalam kaliamat terakhir ini berlaku juga bagi hukum adapt dan
hukum eks-barat yang juga menjadi bahan baku dalam proses pembinaan hukum nasional.
Disamping apa yang telah dikemukakan di atas,ada baiknya dikemukakan bahwa dalam
mengolah asas-asas dan kaidah-kaidah hukum islam menjadi asas-asas dan norma-norma hukum
nasional,ada masalah lain yakni masalah yang melekat pada “hukum islam” itu sendiri dan pada
sikap umat Islam terhadap hukum fiqih islam yang ada sekarang.Ada yang berpendapat bahwa
kaidah-kaidah hukum islam harus diikuti semua dari A sampai Z,ada pula yang beranggapan
bahwa dalam mengkji dan mengolah asas-asas serta kaidah-kaidah hukum islam,harus dibedakan
antara asas-asas dan kaidah-kaidah hukum islam yang abadi sifatnya yakni asas-asas dan kaidah-
kaidah yang terdapat dalam hukum syariat islam dan asas-asas serta kaidah-kaidah hukum islam
yang tidak abadi sifatnya,yang terdapat dalam hukum fiqih islam.Yang pertama harus diikuti dari
A sampai Z,sedang yang kedua,menurut A.Zaki Yamani (1978) tidak wajib diikuti dari A sampai
Z,karena mungkin ada di antara asas-asas dan kaidah itu sangat sesuai untuk keadaan masa
lampau,tetapi tidak cocok lagi untuk masa sekarang atau khusus misalnya untuk keadaan dan
tempat tertentu seperti Indonesia ini.
Sementara itu patut juga dicatat bahwa transformasi hukum agama menjadi hukum
nasioanal terjadi juga di beberapa negara Muslim seperti Mesir, Syria, Irak, Jordania dan
Lybia.Yang berbeda adalah kadar unsur-unsur hukum islam dalam hukum nasional negara-
negara yang bersangkutan.Di negara-negara tersebut, menurut Majid Khadduri (1966), hukum
nasional mereka merupakan perpaduan antara asas-asas hukum Barat dengan asas-asas hukum
islam.Ditanah air kita, hukum nasional di masa yang akan datang akan merupakan perpaduan
antara hukum adapt, hukum Islam dan hukum eks-Barat.
Perkembangan hukum islam di negara-negara islam dan negara-negara yang
penduduknya mayoritas beragama islam di masa yang akan datang,menunjukkan
keanekaragaman dan kesatuan.Jika dilihat dari segi hukum islam sendiri,keanekaragaman itu
akan terlihat pada bidang-bidang hukum ekonomi,perdagangan
internasional,asuransi,perhubungan (laut,darat,dan udara),perburuhan,acara,susunan dan
kekuasaan peradilan,administrasi dan lain-lain bidang hukum yang bersifat netral.Namun
mengenai ‘hukum keluarga’ yakni hukum perkawinan dan hukum kewarisan,kendatipun di sana
sini akan terdapat atau kelihatan nuansa-nuansa,secara keseluruhan akan menunjukkan ciri-ciri
‘kesatuan’.Di bidang hukum ini bagaimanapun besarnya pengaruh sekularisasi akibat penetrasi
hukum Barat selama berabad-abad di negara-negara yang penduduknya beragama islam,hukum
islam mengenai keluarga akan tetap kelihatan in toto (dalam keseluruhan).
Jika kalimat-kaliamat di atas diterapkan ke dalam konteks hukum nasional
Indonesia,”keanekaragaman” hukum (fiqih) islam untuk negara-negara islam dan negara-negara
yang mayoritas penduduknya beragama islam akan menjadi satu dan merupakan kesatuan hukum
nasional yang dituangkan dalam kodifikasi-unifikasi yang berlaku bagi semua warga negara dan
penduduk(Indonesia),sedang yang merupakan “kesatuan” bagi umat islam di mana pun mereka
berada,jika diterapkan kedalam situasi dan kondisi Indonesia,akan merupakan keanekaragaman,
karena keanekaragaman hukum agama yang dipeluk oleh umat beragama dalam Negara
Republik Indonesia.Hukum keluarga,yang terdiri dari hukum perkawinan dan hukum
kewarisan,menurut almarhum Profesor supomo, karena berhubungan erat dengan agama, harus
berbeda, sesuai dengan perbedaan agama yang dipeluk oleh bangsa Indonesia.Perkawinan adalah
sah, sebagai contoh, apabila dilakukan menurut ‘hukum masing-masing agama’ yang dianut oleh
bangsa Indonesia,demikian bunyi pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945,menjamin
kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat
menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
Apabila membicarakan hukum islam dalam pembinaan hukum nasional,perlu
diungkapkan produk pemikiran hukum islam dalam sejarah perilaku umat Islam dalam
melaksanakan hukum islam di Indonesia,seiring pertumbuhan dan perkemangannya yaitu
• Syariah
• Fikih
• Fatwa ulama/hakim
Hukum islam yang berbentuk fatwa adalah hukum islam yang dijadikan jawaban oleh
seseorang dan/atau lembaga atas adanya pertanyaan yang diajukan kepadanya.Sebagai contoh
Fatwa Majelis Ulama Indonesia mengenai larangan Natal bersama antara orang Kristen dengan
orang Islam.Fatwa dimaksud, bersifat kasuistis dan tidak mempunyai daya ikat secara yuridis
formal terhadap peminta fatwa.Namun, fatwa mengenai larangan Natal bersama dimaksud secar
yuridis empiris pada umumnya dipatuhi oleh umat islam di Indonesia.Oleh karena itu, fatwa
pada umunya cenderung bersifat dinamis terhadap perkembangan baru yang dihadapi oleh umat
islam.

•Keputusan Pengadilan Agama


Hukum Islam yang berbentuk Keputusan Pengadilan Agama adalah keputusan yang
dikeluarkan oleh Pengadilan Agama atas adanya permohonan penetapan atau gugatan yang
diajukan oleh seseorang atau lebih dan/atau lembaga kepadanya.Keputusan dimaksud, bersifat
mengikat kepada pihak-pihak yang beperkara.Selain itu, keputusan pengadilan agama dapat
bernilai sebagai yurisprudensi (jurisprudence), yang dalam kasus tertentu dapat dijadikan oleh
hakim sebagai referensi hukum.

•Perundang-undangan Indonesia
Hukum Islam dalam bentuk perundang-undangan di Indonesia adalah yang bersifat
mengikat secara hukum ketatanegaraan, bahkan daya ikatnya lebih luas.Oleh karena itu, sebagai
peraturan organic, terkadang tidak elastis mengantisipasi tuntutan zaman dan perubahan.Sebagai
contoh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan.Undang-undang itu memuat
hukum Islam dan mengikat kepada setiap warga negara Republik Indonesia.
Dari uraian di atas dengan beberapa masalah yang dapat dipecahkan, jelas prospek
hukum islam dalam pembinaan hukum nasional.Dan karena ia telah diterima sebagai salah satu
sumber bahan baku dalam pembangunan hukum nasional, maka jelas pula kedudukan dan
peranannya dalam proses pembangunan hukum nasional tersebut.
BAB III
PEMBAHASAN
A. pengukuhan keberadaan sistem hukum islam di Indonesia
Keberadaan sistem Hukum Islam di Indonesia sejak lama telah dikukuhkan dengan
berdirinya sistem peradilan agama yang diakui dalam sistem peradilan nasional di Indonesia.
Bahkan dengan diundangkannya UU No.7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, kedudukan
Pengadilan Agama Islam itu semakin kokoh.
Hukum Islam (fiqih) sebagai salah satu sistem hukum yang berlaku di Indonesia telah
mendapatkan tempatnya dengan jelas ketika mantan Menteri Kehakiman Ali Said berpidato di
depan simposium pembaharuan hukum perdata nasional yang diadakan pads tanggal 21
Desember 1981 di Yogyakarta.
Keberadaan sistem Hukum Islam di Indonesia sejak lama telah dikukuhkan dengan
berdirinya sistem peradilan agama yang diakui dalam sistem peradilan nasional di Indonesia.
Bahkan dengan diundangkannya UU tentang Peradilan Agama tahun 1998, kedudukan
Pengadilan Agama Islam itu makin kokoh. Akan tetapi, sejak era reformasi, dengan
ditetapkannya Ketetapan MPR tentang Pokok-Pokok Reformasi yang mengamanatkan bahwa
keseluruhan sistem pembinaan peradilan diorganisasikan dalam satu atap di bawah Mahkamah
Agung, timbul keragu-raguan di beberapa kalangan mengenai eksistensi pengadilan agama itu,
terutama dari kalangan pejabat di lingkungan Departemen Agama yang menghawatirkan
kehilangan kendali administratif atas lembaga pengadilan agama. Pembinaan kemandirian
lembaga peradilan ke bawah Mahkamah Agung itu memang dilakukan bertahap, yaitu dengan
jadwal waktu lima tahun. Tetapi, dalam masa lima tahun itu, berbagai kemungkinan mengenai
keberadaan pengadilan agama masih mungkin terjadi, dan karena itu penelitian mengenai baik
buruknya pembinaan administratif pengadilan agama di bawah Departemen Agama atau di
bawah Mahkamah Agung perlu mendapat perhatian yang seksama.

B.kedudukan hukum Islam dalam pembinaan hukum nasional


kedudukan hukum Islam dalam pembinaan hukum nasional, adalah bahwa hukum Islam
yang merupakan salah satu komponen tata hukum Indonesia menjadi salah satu sumber bahan
baku bagi pembentukan hukum nasional. Dengan demikian jelas hukum Islam tidak dapat
dipisahkan dari kehidupan mayoritas masyarakat Indonesia. Oleh karenanya untuk menunjang
hal tersebut, birokrasi sebagai pemegang political will harus senantiasa dapat memperjuangkan
akan peranan hukum Islam dalam pembinaan hukum nasional. Sehingga dengan demikian
hukum Islam dapat mewarnai sekaligus menjiwai setiap perundang-undangan nasional
Indonesia.
Untuk membangun dan membina hukum nasional diperlukan politik hukum
tertentu.Politik hukum nasional Indonesia pokok-pokoknya ditetapkan dalam Garis-Garis besar
Haluan Negara,dirinci lebih lanjut oleh Menteri Kehakiman Republik Indonesia.Untuk
melaksanakannya,telah didirikan satu lembaga yang (kini)bernama Badan Pembinaan Hukum
Nasional,disingkat BPHN atau Babinkumnas.Melalui koordinasi yang dilakukan oleh badan ini
diharapkan,di masa yang akan datang,akan terwujud satu hukum nasional di tanah air kita.
C. dampak pengakuan terhadap sistem hukum islam sebagai bagian
tak terpisahkan dari sistem hukum nasional dalam upaya
pembinaan hukum nasional
Pengakuan terhadap sistem Hukum Islam sebagai bagian tak terpisahkan dari sistem
hukum nasional, akan berdampak sangat positif terhadap upaya pembinaan hukum nasional.
Setidak-tidaknya, kita dapat memastikan bahwa di kalangan sebagian terbesar masyarakat
Indonesia yang akrab dengan nilai - nilai Islam, kesadaran kognitif dan pola perilaku mereka
dapat dengan memberikan dukungan terhadap norma-norma yang sesuai kesadaran dalam
menjalankan syari'at agama. Dengan demikian. pembinaan kesadaran hukum supremasi hukum
di masa yang akan datang. Hal itu akan sangat berbeda jika norma-norma hukum yang
diberlakukan justru bersumber dan berasal dari luar kesadaran hukum masyarakat.

BAB III
PENUTUP
a.Kesimpulan
1. Keberadaan sistem Hukum Islam di Indonesia sejak lama telah dikukuhkan dengan
berdirinya sistem peradilan agama yang diakui dalam sistem peradilan nasional di
Indonesia. Bahkan dengan diundangkannya UU No.7 Tahun 1989 tentang Peradilan
Agama, kedudukan Pengadilan Agama Islam itu semakin kokoh

2. kedudukan hukum Islam dalam pembinaan hukum nasional, adalah bahwa


hukum Islam yang merupakan salah satu komponen tata hukum Indonesia menjadi salah
satu sumber bahan baku bagi pembentukan hukum nasional. Dengan demikian jelas
hukum Islam tidak dapat dipisahkan dari kehidupan mayoritas masyarakat Indonesia.
Oleh karenanya untuk menunjang hal tersebut, birokrasi sebagai pemegang political will
harus senantiasa dapat memperjuangkan akan peranan hukum Islam dalam pembinaan
hukum nasional. Sehingga dengan demikian hukum Islam dapat mewarnai sekaligus
menjiwai setiap perundang-undangan nasional Indonesia.
3. Pengakuan terhadap sistem Hukum Islam sebagai bagian tak terpisahkan dari sistem
hukum nasional, akan berdampak sangat positif terhadap upaya pembinaan hukum
nasional. Setidak-tidaknya, kita dapat memastikan bahwa di kalangan sebagian terbesar
masyarakat Indonesia yang akrab dengan nilai - nilai Islam, kesadaran kognitif dan pola
perilaku mereka dapat dengan memberikan dukungan terhadap norma-norma yang sesuai
kesadaran dalam menjalankan syari'at agama.

b.Saran
Agar makalah ini menjadi lebih baik di masa yang akan datang,kami mengharapkan
adanya saran dan kritik yang membangun dari para pembaca.
Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan menambah pengetahuan kita
terutama dalam bidang hukum pada umumnya,dan menambah pengetahuan di bidang
hukum islam pada khususnya.

DAFTAR PUSTAKA
Ali,Mohammad Daud.2006.Hukum Islam,Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum
Islam di Indonesia.Raja Grafindo Persada : Jakarta.

Ali,Zainuddin.2006.Hukum Islam,Pengantar Ilmu Hukum Islam di Indonesia.Sinar


Grafika : Jakarta.

Praja,Juhaya S.1991.Hukum Islam di Indonesia,Perkembangan dan


Pembentukan.Remaja Rosdakarya : Bandung.
Rofiq,Ahmad.1998.Hukum Islam di Indonesia.Raja Grafindo Persada : Jakarta

www.digilib.itb.ac.id

www.google.com

www.theceli.com

Anda mungkin juga menyukai