Anda di halaman 1dari 3

PENATALAKSANAAN

1. Umum
Walaupun Pitiriasis Rosea bersifat self limited disease ( dapat sembuh sendiri
), bukan tidak mungkin penderita merasa terganggu dengan lesi yang muncul.
Untuk itu diperlukan penjelasan kepada pasien tentang :
- Pitiriasis Rosea akan sembuh dalam waktu yang lama
- Lesi kedua rata-rata berlangsung selama 2 minggu, kemudian menetap
selama sekitar 2 minggu, selanjutnya berangsur hilang sekitar 2 minggu.
Pada beberapa kasus dilaporkan bahwa Pitiriasis Rosea berlangsung
hingga 3-4 bulan
- Penatalaksanaan yang penting pada Pitiriasis Rosea adalah dengan
mencegah bertambah hebatnya gatal yang ditimbulkan. Pakaian yang
mengandung wol, air, sabun, dan keringat dapat menyebabkan lesi
menjadi bertambah berat.

2. Khusus
- Topikal
Untuk mengurangi rasa gatal dapat menggunakan zink oksida, kalamin
losion atau 0,25% mentol. Pada kasus yang lebih berat dengan lesi yang
luas dan gatal yang hebat dapat diberikan glukokortikoid topikal kerja
menengah ( bethametasone dipropionate 0,025% ointment 2 kali sehari ).
- Sistemik
Untuk gejala yang berat dengan serangan akut dapat diberikan
kortikosteroid sistemik atau pemberian triamsinolon diasetat atau asetonid
20-40 mg yang diberikan secara intramuskuler.
Penggunaan eritromisin masih menjadi kontroversial. eritromisin oral
pernah dilaporkan cukup berhasil pada penderita Pitiriasis Rosea yang
diberikan selama 2 minggu3. Dari suatu penelitian menyebutkan bahwa
73% dari 90 penderita pitiriasis rosea yang mendapat eritromisin oral
mengalami kemajuan dalam perbaikan lesi. Eritomisin diduga mempunyai
efek sebagai anti inflamasi. Namun dari penelitian di Tehran, Iran yang
dilakukan oleh Abbas Rasi et al menunjukkan tidak ada perbedaan
perbaikan lesi pada pasien yang menggunakan eritromisin oral dengan
pemberian plasebo.
Asiklovir dapat diberikan untuk mempercepat penyembuhan. Dosis yang
dapat diberikan 5x800mg selama 1 minggu.2 Pemakaian sinar radiasi
ultraviolet B atau sinar matahari alami dapat mengurangi rasa gatal dan
menguranngu lesi.2 Penggunaan sinar B lebih ditujukan pada penderita
dengan lesi yang luas, karena radiasi sinar ultraviolet B ( UVB ) dapat
menimbulkan hiperpigmentasi post inflamasi.
1. Blauvelt, Andrew. Pityriasis Rosea In: Dermatology in General Medicine
Fitzpatrick’s. The McGraw-Hill Companies, Inc. 2008; 362-265.
2. Sterling, J.C. Viral Infections. In : Rook’s textbook of dermatology.—7th ed.
2004. 25.79-82.
3. Lichenstein, A. Pityriasis Rosea. Diunduh dari www. Emedicine.com pada
tanggal 15 Agustus 2010.
4. Broccolo F, Drago F, Careddu AM, et al. Additional evidence that pityriasis
rosea is associated with reactivation of human herpesvirus-6 and -7. J Invest
Dermatol. 2005; 124:1234-1240.
5. Stulberg, D. L., Jeff W. Pityriasis Rosea. Am Fam
Physician. 2004 Jan 1;69(1):87-91. Diunduh dari
www.aafp.org/20040101/p47.html pada tanggal 15 Agustus 2010.
6. Chuh, A et al. 2004. Pityriasis Rosea – evidence for and against at infectious
disease. Cambridge University Press :Cambridge Journal 132:3:381-390.

Anda mungkin juga menyukai