Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pemeriksaan fisik atau pemeriksaan klinis adalah sebuah proses dari seorang
ahli medis memeriksa tubuh pasien untuk menemukan tanda klinis penyakit. Hasil
pemeriksaan akan dicatat dalam rekam medis. Rekam medis dan pemeriksaan
fisik akan membantu dalam penegakkan diagnosis dan perencanaan perawatan
pasien. Biasanya, pemeriksaan fisik dilakukan secara sistematis, mulai dari bagian
kepala dan berakhir pada anggota gerak. Setelah pemeriksaan organ utama
diperiksa dengan inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi, beberapa tes khusus
mungkin diperlukan seperti test neurologi.
Dengan petunjuk yang didapat selama pemeriksaan riwayat dan fisik, ahli
medis dapat menyususn sebuah diagnosis diferensial, yakni sebuah daftar
penyebab yang mungkin menyebabkan gejala tersebut. Beberapa tes akan
dilakukan untuk meyakinkan penyebab tersebut. Sebuah pemeriksaan yang
lengkap akan terdiri diri penilaian kondisi pasien secara umum dan sistem organ
yang spesifik. Dalam prakteknya, tanda vital atau pemeriksaan suhu, denyut dan
tekanan darah selalu dilakukan pertama kali.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu tingkat kesadaran ?
2. Apa pengertian pemeriksaan fisik?
3. Apa tujuan dari pemeriksaan fisik?
4. Apa manfaat dari pemeriksaan fisik?
5. Bagaimana teknik pemeriksaan fisik?
6. Bagaimana pemeriksaan fisik head toe toe?

1|Metodologi Keperawatan Kelompok 3


C. Tujuan
Makalah ini di buat dengan tujuan agar mahasiswa, tenaga medis khususnya
kami dapat memahami dan mengaplikasikannya di dalam asuhan keperawatan
mengenai prosedur pemeriksaan fisik.

2|Metodologi Keperawatan Kelompok 3


BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Teori
Pemeriksaan fisik berasal dari kata “Physical Examination” yang artinya
memeriksa tubuh. Jadi pemeriksaan fisik adalah memeriksa tubuh dengan atau
tanpa alat untuk tujuan mendapatkan informasi atau data yang menggambarkan
kondisi klien yang sesungguhnya.
Pemeriksaan fisik merupakan peninjauan dari ujung rambut sampai ujung kaki
pada setiap system tubuh yang memberikan informasi objektif tentang klien dan
memungkinkan perawat untuk membuat penilaian klinis. Keakuratan pemeriksaan
fisik mempengaruhi pemilihan terapi yang diterima klien dan penentuan respon
terhadap terapi tersebut. (Potter dan Perry, 2005)
Pemeriksaan fisik dalah pemeriksaan tubuh klien secara keseluruhan atau
hanya bagian tertentu yang dianggap perlu, untuk memperoleh data yang
sistematif dan komprehensif, memastikan atau membuktikan hasil anamnesa,
menentukan masalah dan merencanakan tindakan keperawatan yang tepat bagi
klien. ( Dewi Sartika, 2010).

Adapun teknik-teknik pemeriksaan fisik yang digunakan adalah:


1. Inspeksi
Inspeksi adalah pemeriksaan dengan menggunakan indera penglihatan,
pendengaran dan penciuman. Inspeksi umum dilakukan saat pertama kali bertemu
pasien. Suatu gambaran atau kesan umum mengenai keadaan kesehatan yang di
bentuk. Pemeriksaan kemudian maju ke suatu inspeksi local yang berfokus pada
suatu system tunggal atau bagian dan biasanya menggunakan alat khusus seperti
optalomoskop, otoskop, speculum dan lain-lain. (Laura A.Talbot dan Mary
Meyers, 1997) Inspeksi adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan cara melihat
bagian tubuh yang diperiksa melalui pengamatan (mata atau kaca pembesar).
(Dewi Sartika, 2010)

3|Metodologi Keperawatan Kelompok 3


Fokus inspeksi pada setiap bagian tubuh meliputi: ukuran tubuh, warna,
bentuk, posisi, kesimetrisan, lesi, dan penonjolan/pembengkakan. setelah inspeksi
perlu dibandingkan hasil normal dan abnormal bagian tubuh satu dengan bagian
tubuh lainnya.
Cara pemeriksaan:
1) Posisi pasien dapat tidur, duduk atau berdiri
2) Bagian tubuh yang diperiksa harus terbuka (diupayakan pasien membuka
sendiri pakaiannya. Sebaiknya pakaian tidak dibuka sekaligus, namun dibuka
seperlunya untuk pemeriksaan sedangkan bagian lain ditutupi selimut).
3) Bandingkan bagian tubuh yang berlawanan (kesimetrisan) dan abnormalitas
Contoh: mata kuning (ikterus), terdapat struma di leher, kulit kebiruan
(sianosis), dan lain-lain.
4) Catat hasilnya.
2. Palpasi
Palpasi adalah pemeriksaan dengan menggunakan indera peraba dengan
meletakkan tangan pada bagian tubuh yang dapat di jangkau tangan. Laura
A.Talbot dan Mary Meyers, 1997)
Palpasi adalah teknik pemeriksaan yang menggunakan indera peraba: tangan
dan jari – jari, untuk mendeterminasi ciri – ciri jaringan atau organ seperti:
temperatur, keelastisan, bentuk, ukuran, kelembaban dan penonjolan. (Dewi
Sartika,2010)
Hal yang di deteksi adalah suhu, kelembaban, tekstur, gerakan, vibrasi,
pertumbuhan atau massa, edema, krepitasi dan sensasi.
Rasa nyeri tekan dan kelainan dari jaringan/organ tubuh. Teknik palpasi dibagi
menjadi dua:
a. Palpasi ringan
Caranya: ujung-ujung jari pada satu/dua tangan digunakan secara simultan.
Tangan diletakkan pada area yang dipalpasi, jari-jari ditekan kebawah
perlahan-lahan sampai ada hasil.
b. Palpasi dalam (bimanual)

4|Metodologi Keperawatan Kelompok 3


Caranya: untuk merasakan isi abdomen, dilakukan dua tangan. Satu tangan
untuk merasakan bagian yang dipalpasi, tangan lainnya untuk menekan ke
bawah. Dengan Posisi rileks, jari-jari tangan kedua diletakkan melekat pada
jari-jari pertama.
Cara pemeriksaan:
1) Posisi pasien bisa tidur, duduk atau berdiri.
2) Pastikan pasien dalam keadaan rilek dengan posisi yang nyaman.
3) Kuku jari-jari pemeriksa harus pendek, tangan hangat dan kering.
4) Minta pasien untuk menarik napas dalam agar meningkatkan relaksasi otot.
5) Lakukan Palpasi dengan sentuhan perlahan-lahan dengan tekanan ringan.
6) Palpasi daerah yang dicurigai, adanya nyeri tekan menandakan kelainan.
7) Lakukan Palpasi secara hati-hati apabila diduga adanya fraktur tulang.
8) Hindari tekanan yang berlebihan pada pembuluh darah.
9) Rasakan dengan seksama kelainan organ/jaringan, adanya nodul, tumor
bergerak/tidak dengan konsistensi padat/kenyal, bersifat kasar/lembut,
ukurannya dan ada/tidaknya getaran/ trill, serta rasa nyeri raba / tekan.
10) Catatlah hasil pemeriksaan yang didapat.
3. Perkusi
Perkusi adalah pemeriksaan yang meliputi pengetukan permukaan tubuh unutk
menghasilkan bunyi yang akan membantu dalam membantu penentuan densitas,
lokasi, dan posisi struktur di bawahnya. (Laura A.Talbot dan Mary Meyers, 1997)
Perkusi adalah pemeriksaan dengan jalan mengetuk bagian permukaan tubuh
tertentu untuk membandingkan dengan bagian tubuh lainnya (kiri/kanan) dengan
menghasilkan suara, yang bertujuan untuk mengidentifikasi batas/lokasi dan
konsistensi jaringan. Dewi Sartika, 2010)
Cara pemeriksaan:
1) Posisi pasien dapat tidur, duduk atau berdiri tergantung bagian yang akan
diperiksa.
2) Pastikan pasien dalam keadaan rilex.
3) Minta pasien untuk menarik napas dalam agar meningkatkan relaksasi otot.
4) Kuku jari-jari pemeriksa harus pendek, tangan hangat dan kering.

5|Metodologi Keperawatan Kelompok 3


5) Lakukan perkusi secara seksama dan sistimatis yaitu dengan:
a. Metode langsung yaitu mengentokan jari tangan langsung dengan
menggunakan 1 atau 2 ujung jari.
b. Metode tidak langsung dengan cara sebagai berikut: Jari tengah tangan
kiri di letakkan dengan lembut di atas permukaan tubuh, ujung jari tengah
dari tangan kanan, untuk mengetuk persendian, Pukulan harus cepat
dengan lengan tidak bergerak dan pergelangan tangan rilek, Berikan
tenaga pukulan yang sama pada setiap area tubuh.
6) Bandingkan atau perhatikan bunyi yang dihasilkan oleh perkusi.
a. Bunyi timpani mempunyai intensitas keras, nada tinggi, waktu agak lama
dan kualitas seperti drum (lambung).
b. Bunyi resonan mempunyai intensitas menengah, nada rendah, waktu lama,
kualitas bergema (paru normal).
c. Bunyi hipersonar mempunyai intensitas amat keras, waktu lebih lama,
kualitas ledakan (empisema paru).
d. Bunyi pekak mempunyai intensitas lembut sampai menengah, nada tinggi,
waktu agak lama kualitas seperti petir (hati).
4. Auskultasi
Auskultasi adalah tindakan mendengarkan bunyi yang ditimbulkan oleh
bermacam – macam organ dan jaringan tubuh. (Laura A.Talbot dan Mary Meyers,
1997)
Auskultasi Adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan cara
mendengarkan suara yang dihasilkan oleh tubuh. Biasanya menggunakan alat
yang disebut dengan stetoskop. Hal-hal yang didengarkan adalah: bunyi jantung,
suara nafas, dan bising usus. (Dewi Sartika, 2010)
Penilaian pemeriksaan auskultasi meliputi:
1) Frekuensi yaitu menghitung jumlah getaran permenit.
2) Durasi yaitu lama bunyi yang terdengar.
3) Intensitas bunyi yaitu ukuran kuat/ lemahnya suara.
4) Kualitas yaitu warna nada/ variasi suara.

6|Metodologi Keperawatan Kelompok 3


Suara tidak normal yang dapat diauskultasi pada nafas adalah:
a. Rales: suara yang dihasilkan dari eksudat lengket saat saluran-saluran halus
pernafasan mengembang pada inspirasi (rales halus, sedang, kasar). Misalnya
pada klien pneumonia, TBC.
b. Ronchi: nada rendah dan sangat kasar terdengar baik saat inspirasi maupun
saat ekspirasi. Ciri khas ronchi adalah akan hilang bila klien batuk. Misalnya
pada edema paru.
c. Wheezing: bunyi yang terdengar “ngiii….k”. bisa dijumpai pada fase
inspirasi maupun ekspirasi. Misalnya pada bronchitis akut, asma.
d. Pleura Friction Rub: bunyi yang terdengar “kering” seperti suara gosokan
amplas pada kayu. Misalnya pada klien dengan peradangan pleura.
Cara pemeriksaan:
1) Posisi pasien dapat tidur, duduk atau berdiri tergantung bagian yang diperiksa
2) Pastikan pasien dalam keadaan rilek dengan posisi yang nyaman.
3) Pastikan stetoskop sudah terpasang baik dan tidak bocor antara bagian kepala,
selang dan telinga.
4) Pasanglah ujung steoskop bagian telinga ke lubang telinga pemeriksa sesuai
arah.
5) Hangatkan dulu kepala stetoskop dengan cara menempelkan pada telapak
tangan pemeriksa.
6) Tempelkan kepala stetoskop pada bagian tubuh pasien yang akan diperiksa.

Dalam melakukan pemeriksaan fisik, ada prinsip-prinsip yang harus di perhatikan,


yaitu sebagai berikut:
1. Kontrol infeksi: Meliputi mencuci tangan, memasang sarung tangan steril,
memasang masker, dan membantu klien mengenakan baju periksa jika ada.
2. Kontrol lingkungan: Yaitu memastikan ruangan dalam keadaan nyaman,
hangat, dan cukup penerangan untuk melakukan pemeriksaan fisik baik bagi
klien maupun bagi pemeriksa itu sendiri. Misalnya menutup pintu/jendala atau
skerem untuk menjaga privacy klien
1) Komunikasi (penjelasan prosedur)

7|Metodologi Keperawatan Kelompok 3


2) Privacy dan kenyamanan klien
3) Sistematis dan konsisten (head to toe, dari eksternal ke internal, dari normal
ke abnormal)
4) Berada di sisi kanan klien
5) Efisiensi
6) Dokumentasi

B. Tujuan Pemeriksaan Fisik


Secara umum, pemeriksaan fisik yang dilakukan bertujuan:
1. Untuk mengumpulkan data dasar tentang kesehatan klien.
2. Untuk menambah, mengkonfirmasi, atau menyangkal data yang diperoleh
dalam riwayat keperawatan.
3. Untuk mengkonfirmasi dan mengidentifikasi diagnosa keperawatan.
4. Untuk membuat penilaian klinis tentang perubahan status kesehatan klien dan
penatalaksanaan.
5. Untuk mengevaluasi hasil fisiologis dari asuhan.
Namun demikian, masing-masing pemeriksaan juga memiliki tujuan tertentu
yang akan di jelaskan nanti di setiap bagian tubuh yang akan di lakukan
pemeriksaan fisik.

C. Manfaat Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan fisik memiliki banyak manfaat, baik bagi perawat sendiri,
maupun bagi profesi kesehatan lain, diantaranya:
1. Sebagai data untuk membantu perawat dalam menegakkan diagnose
keperawatan.
2. Mengetahui masalah kesehatan yang di alami klien.
3. Sebagai dasar untuk memilih intervensi keperawatan yang tepat
4. Sebagai data untuk mengevaluasi hasil dari asuhan keperawatan.

D. Indikasi
Mutlak dilakukan pada setiap klien, terutama pada:

8|Metodologi Keperawatan Kelompok 3


1. Klien yang baru masuk ke tempat pelayanan kesehatan untuk di rawat.
2. Secara rutin pada klien yang sedang di rawat.
3. Sewaktu-waktu sesuai kebutuhan klien

E. Prosedur Pemeriksaan Fisik


Persiapan:

1. Alat
Meteran, Timbangan BB, Penlight, Steteskop, Tensimeter/spighnomanometer,
Thermometer, Arloji/stopwatch, Refleks Hammer, Otoskop, Handschoon
bersih (jika perlu), tissue, buku catatan perawat.
Alat diletakkan di dekat tempat tidur klien yang akan di periksa.
2. Lingkungan
Pastikan ruangan dalam keadaan nyaman, hangat, dan cukup penerangan.
Misalnya menutup pintu/jendala atau skerem untuk menjaga privacy klien.
3. Klien (fisik dan psikologis)
Bantu klien mengenakan baju periksa jika ada dan anjurkan klien untuk rileks.
Prosedur Pemeriksaan
1. Cuci tangan
2. Jelaskan prosedur
3. Lakukan pemeriksaan dengan berdiri di sebelah kanan klien dan pasang
handschoen bila di perlukan
4. Pemeriksaan umum meliputi : penampilan umum, status mental dan nutrisi.
Posisi klien: duduk/berbaring
Cara: inspeksi
1. Kesadaran, tingkah laku, ekspresi wajah, mood. (Normal : Kesadaran penuh,
Ekspresi sesuai, tidak ada menahan nyeri/ sulit bernafas)
2. Tanda-tanda stress/ kecemasan (Normal :)Relaks, tidak ada tanda-tanda
cemas/takut)
3. Jenis kelamin
4. Usia dan Gender
5. Tahapan perkembangan

9|Metodologi Keperawatan Kelompok 3


6. TB, BB ( Normal : BMI dalam batas normal)
7. Kebersihan Personal (Normal : Bersih dan tidak bau)
8. Cara berpakaian (Normal : Benar/ tidak terbalik)
9. Postur dan cara berjalan
10. Bentuk dan ukuran tubuh
11. Cara bicara. (Relaks, lancer, tidak gugup)
12. Evaluasi dengan membandingkan dengan keadaan normal.
13. Dokumentasikan hasil pemeriksaan

F. Pemeriksaan Kesadaran atau Mengukur GCS


Tingkat Kesadaran: Adalah ukuran dari kesadaran dan respon seseorang
terhadap rangsangan dari lingkungan, tingkat kesadarankesadaran dibedakan
menjadi:
1. Compos Mentis (conscious), adalah kesadaran normal, sadar sepenuhnya,
dapat menjawab seluruh pertanyaan mengenai kondisi sekelilingnya.
2. Apatis, adalah kondisi kesadaran yg segan buat berhubungan bersama
sekitarnya, sikapnya acuh tidak acuh.
3. Delirium, ialah gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak,
berhalusinasi, berteriak-teriak, kadang berhayal.
4. Somnolen (Obtundasi, Letargi), yakni kesadaran menurun, respon
psikomotor yg lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih apabila
dirangsang (mudah dibangunkan) namun jatuh tertidur lagi, dapat memberi
jawaban verbal.
5. Stupor (soporo koma), adalah kondisi seperti tertidur lelap, tetapi ada respon
terhadap nyeri.
6. Coma (comatose), ialah tidak dapat dibangunkan, tidak ada respon terhadap
rangsangan apapun (tak ada respon kornea ataupun reflek muntah, mungkin
saja serta tidak ada respon pupil pada cahaya).
Perubahan tingkat kesadaran dapat diakibatkan dari berbagai faktor, termasuk
perubahan dalam lingkungan kimia otak seperti keracunan, kekurangan oksigen

10 | M e t o d o l o g i K e p e r a w a t a n K e l o m p o k 3
karena berkurangnya aliran darah ke otak, dan tekanan berlebihan di dalam
rongga tulang kepala.
Adanya defisit tingkat kesadaran memberi kesan adanya hemiparese serebral
atau sistem aktivitas reticular mengalami injuri. Penurunan tingkat kesadaran
berhubungan dengan peningkatan angka morbiditas (kecacatan) dan mortalitas
(kematian).
Jadi sangat penting dalam mengukur status neurologikal dan medis pasien.
Tingkat kesadaran ini bisa dijadikan salah satu bagian dari vital sign.

a. Penyebab Terjadinya Penurunan Tingkat Kesadaran


Penurunan tingkat kesadaran mengindikasikan difisit fungsi otak. Tingkat
kesadaran dapat menurun ketika otak mengalami kekurangan oksigen (hipoksia);
kekurangan aliran darah (seperti pada keadaan syok); penyakit metabolic seperti
diabetes mellitus (koma ketoasidosis); pada keadaan hipo atau hipernatremia;
dehidrasi; asidosis, alkalosis; pengaruh obat-obatan, alkohol, keracunan:
hipertermia, hipotermia; peningkatan tekanan intrakranial (karena perdarahan,
stroke, tomor otak); infeksi (encephalitis); epilepsi.
b. Mengukur Tingkat Kesadaran
Salah satu cara untuk mengukur tingkat kesadaran dengan hasil seobjektif
mungkin adalah menggunakan GCS (Glasgow Coma Scale). GCS dipakai untuk
menentukan derajat cidera kepala. Reflek membuka mata, respon verbal, dan
motorik diukur dan hasil pengukuran dijumlahkan jika kurang dari 13, makan
dikatakan seseorang mengalami cidera kepala, yang menunjukan adanya
penurunan kesadaran.
Metoda lain adalah menggunakan sistem AVPU, dimana pasien diperiksa
apakah sadar baik (alert), berespon dengan kata-kata (verbal), hanya berespon jika
dirangsang nyeri (pain), atau pasien tidak sadar sehingga tidak berespon baik
verbal maupun diberi rangsang nyeri (unresponsive).
Ada metoda lain yang lebih sederhana dan lebih mudah dari GCS dengan hasil
yang kurang lebih sama akuratnya, yaitu skala ACDU, pasien diperiksa

11 | M e t o d o l o g i K e p e r a w a t a n K e l o m p o k 3
kesadarannya apakah baik (alertness), bingung / kacau (confusion), mudah tertidur
(drowsiness), dan tidak ada respon (unresponsiveness).
c. Pemeriksaan GCS
GCS (Glasgow Coma Scale) yaitu skala yang digunakan untuk menilai tingkat
kesadaran pasien, (apakah pasien dalam kondisi koma atau tidak) dengan menilai
respon pasien terhadap rangsangan yang diberikan.
Respon pasien yang perlu diperhatikan mencakup 3 hal yaitu reaksi membuka
mata , bicara dan motorik. Hasil pemeriksaan dinyatakan dalam derajat (score)
dengan rentang angka 1 – 6 tergantung responnya.
Eye (respon membuka mata):
(4): Spontan
(3): Dengan rangsang suara (suruh pasien membuka mata).
(2): Dengan rangsang nyeri (berikan rangsangan nyeri, misalnya menekan kuku
jari)
(1): Tidak ada respon

Verbal (respon verbal):


(5): Orientasi baik
(4): Bingung, berbicara mengacau (sering bertanya berulang-ulang) disorientasi
tempat dan waktu.
(3): Kata – kata saja (berbicara tidak jelas, tapi kata-kata masih jelas, namun tidak
dalam satu kalimat. Misalnya “aduh…, bapak…”)
(2): Suara tanpa arti (mengerang)
(1): Tidak ada respon

Motor (respon motorik):


(6): mengikuti perintah
(5): melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus saat diberi rangsang
nyeri)
(4): withdraws (menghindar / menarik extremitas atau tubuh menjauhi stimulus
saat diberi rangsang nyeri)

12 | M e t o d o l o g i K e p e r a w a t a n K e l o m p o k 3
(3): flexi abnormal (tangan satu atau keduanya posisi kaku diatas dada & kaki
extensi saat diberi rangsang nyeri).
(2): extensi abnormal (tangan satu atau keduanya extensi di sisi tubuh, dengan jari
mengepal & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri).
(1): tidak ada respon

Hasil pemeriksaan tingkat kesadaran berdasarkan GCS disajikan dalam


simbol E…V…M…
Selanutnya nilai-nilai dijumlahkan. Nilai GCS yang tertinggi adalah 15 yaitu
E4V5M6 dan terendah adalah 3 yaitu E1V1M1.
Jika dihubungkan dengan kasus trauma kapitis maka didapatkan hasil :
1. GCS: 14 – 15 = CKR (cidera kepala ringan)
2. GCS: 9 – 13 = CKS (cidera kepala sedang)
3. GCS: 3 – 8 = CKB (cidera kepala berat)

G. Pemeriksaan Kepala, Wajah, Mata, Telinga, Hidung, Mulut dan Leher


Posisi klien: duduk, untuk pemeriksaan wajah sampai dengan leher perawat
berhadapan dengan klien
1. Pemeriksaan Kepala
Tujuan:
a. Mengetahui bentuk dan fungsi kepala
b. Mengetahui kelainan yang terdapat di kepala
Persiapan Alat:
a. Lampu
b. Sarung tangan (jika di duga terdapat lesi atau luka)
Prosedur Kerja:
a. Inspeksi: ukuran lingkar kepala, bentuk, kesimetrisan, adanya lesi atau tidak,
kebersihan rambut dan kulit kepala, warna, rambut, jumlah dan distribusi
rambut.
Normal: simetris, bersih, tidak ada lesi, tidak menunjukkan tanda-tanda
kekurangan gizi (rambut jagung dan kering)

13 | M e t o d o l o g i K e p e r a w a t a n K e l o m p o k 3
b. Palpasi: adanya pembengkakan/penonjolan, dan tekstur rambut.
Normal: tidak ada penonjolan /pembengkakan, rambut lebat dan kuat/tidak
rapuh.
Setelah diadakan pemeriksaan kepala evaluasi hasil yang di dapat dengan
membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan
yang didapat.

2. Pemeriksaan Wajah
a. Inspeksi: warna kulit, pigmentasi, bentuk, dan kesimetrisan.
Normal: warna sama dengan bagian tubuh lain, tidak pucat/ikterik, simetris.
b. Palpasi: nyeri tekan dahi, dan edema, pipi, dan rahang
Normal: tidak ada nyeri tekan dan edema.
Setelah diadakan pemeriksaan wajah evaluasi hasil yang di dapat dengan
membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan
yang didapat tersebut.

3. Pemeriksaan Mata
Tujuan:
a. Mengetahui bentuk dan fungsi mata
b. Mengetahui adanya kelainan pada mata.
Persiapan Alat:
a. Senter kecil
b. Surat kabar atau majalah
c. Kartu Snellen
d. Penutup mata
e. Sarung tangan
Prosedur Pelaksanaan:
a. Inspeksi: Bentuk, kesimestrisan, alis mata, bulu mata, kelopak mata,
kesimestrisan, bola mata, warna konjunctiva dan sclera (anemis/ikterik),
penggunaan kacamata / lensa kontak, dan respon terhadap cahaya.

14 | M e t o d o l o g i K e p e r a w a t a n K e l o m p o k 3
Normal: simetris mata kika, simetris bola mata kika, warna konjungtiva pink,
dan sclera berwarna putih.

Tes Ketajaman Penglihatan


Ketajaman penglihatan seseorang mungkin berbeda dengan orang lain.
Tajam penglihatan tersebut merupakan derajad persepsi deteil dan kontour beda.
Visus tersebut dibagi dua yaitu:
a. Visus sentralis.
Visus sentralis ini dibagi dua yaitu visus sentralis jauh dan visus sentralis dekat.
1) Visus centralis jauh merupakan ketajaman penglihatan untuk melihat
benda benda yang letaknya jauh. Pada keadaan ini mata tidak melakukan
akomodasi. (EM. Sutrisna, dkk, hal 21).
2) Virus centralis dekat yang merupakan ketajaman penglihatan untuk
melihat benda benda dekat misalnya membaca, menulis dan lain-lain. Pada
keadaan ini mata harus akomodasi supaya bayangan benda tepat jatuh di
retina. (EM. Sutrisna, dkk, hal 21).
b. Visus perifer
Pada visus ini menggambarkan luasnya medan penglihatan dan diperiksa
dengan perimeter. Fungsi dari visus perifer adalah untuk mengenal tempat suatu
benda terhadap sekitarnya dan pertahanan tubuh dengan reaksi menghindar jika
ada bahaya dari samping. Dalam klinis visus sentralis jauh tersebut diukur
dengan menggunakan grafik huruf Snellen yang dilihat pada jarak 20 feet atau
sekitar 6 meter. Jika hasil pemeriksaan tersebut visusnya e”20/20 maka tajam
penglihatannya dikatakan normal dan jika Visus <20 adalah="" anomaly=""
bermacam="" dikatakan="" kelainan="" kurang="" macam="" maka=""
peglihatan="" pembiasan.="" penglihatanya="" penurunan="" penyebab=""
refraksi="" salah="" satunya="" seseorang="" span="" tajam="">

Prosedur pemeriksaan visus dengan menggunakan peta snellen yaitu:


1) Memperkenalkan diri dan menjelaskan maksud tujuan pemeriksaan.
2) Meminta pasien duduk menghadap kartu Snellen dengan jarak 6 meter.

15 | M e t o d o l o g i K e p e r a w a t a n K e l o m p o k 3
3) Memberikan penjelasan apa yang harus dilakukan (pasien diminta
mengucapkan apa yang akan ditunjuk di kartu Snellen) dengan menutup
salah satu mata dengan tangannya tanpa ditekan (mata kiri ditutup dulu).
4) Pemeriksaan dilakukan dengan meminta pasien menyebutkan simbol di
kartu Snellen dari kiri ke kanan, atas ke bawah.
5) Jika pasien tidak bisa melihat satu simbol maka diulangi lagi dari barisan
atas. Jika tetap maka nilai visus oculi dextra = barisan atas/6.
6) Jika pasien dari awal tidak dapat membaca simbol di Snellen chart maka
pasien diminta untuk membaca hitungan jari dimulai jarak 1 meter
kemudian mundur. Nilai visus oculi dextra = jarak pasien masih bisa
membaca hitungan/60.
7) Jika pasien juga tidak bisa membaca hitungan jari maka pasien diminta
untuk melihat adanya gerakan tangan pemeriksa pada jarak 1 meter (Nilai
visus oculi dextranya 1/300).
8) Jika pasien juga tetap tidak bisa melihat adanya gerakan tangan, maka
pasien diminta untuk menunjukkan ada atau tidaknya sinar dan arah sinar
(Nilai visus oculi dextra 1/tidak hingga). Pada keadaan tidak mengetahui
cahaya nilai visus oculi dextranya nol.
9) Pemeriksaan dilanjutkan dengan menilai visus oculi sinistra dengan cara
yang sama.
10) Melaporkan hasil visus oculi sinistra dan dextra. (Pada pasien vos/vodnya
“x/y” artinya mata kanan pasien dapat melihat sejauh x meter, sedangkan
orang normal dapat melihat sejauh y meter.

Pemeriksaan Pergerakan Bola Mata


Pemeriksaan pergeraka bola mata dilakukan dengan cara Cover-Uncover
Test / Tes Tutup-Buka Mata
Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi adanya Heterophoria.
Heterophoria berhubungan dengan kelainan posisi bola mata, dimana terdapat
penyimpangan posisi bolamata yang disebabkan adanya gangguan keseimbangan

16 | M e t o d o l o g i K e p e r a w a t a n K e l o m p o k 3
otot-otot bolamata yang sifatnya tersembunyi atau latent. Ini berarti mata itu
cenderung untuk menyimpang atau juling, namun tidak nyata terlihat.
Pada phoria, otot-otot ekstrinsik atau otot luar bola mata berusaha lebih tegang
atau kuat untuk menjaga posisi kedua mata tetap sejajar. Sehingga rangsangan
untuk berfusi atau menyatu inilah menjadi faktor utama yang membuat otot -otot
tersebut berusaha extra atau lebih, yang pada akhirnya menjadi beban bagi otot-
otot tersebut, wal hasil akan timbul rasa kurang nyaman atau Asthenopia.

Dasar pemeriksaan Cover-Uncover Test / Tes Tutup-Buka Mata:


a. Pada orang yang Heterophoria maka apabila fusi kedua mata diganggu
(menutup salah satu matanya dengan penutup/occluder, atau dipasangkan
suatu filter), maka deviasi atau peyimpangan laten atau tersembunyi akan
terlihat.
b. Pemeriksa memberi perhatian kepada mata yang berada dibelakang penutup.
c. Sewaktu tutup di buka, bila terlihat adanya gerakan dari luar (temporal)
kearah dalam (nasal) pada mata yang baru saja di tutup, berarti terdapat
kelainan EXOPHORIA.
d. Sewaktu tutup di buka, bila terlihat adanya gerakan dari dalam (nasal) luar
kearah (temporal)pada mata yang baru saja di tutup, berarti terdapat
kelainan ESOPHORIA.
e. Sewaktu tutup di buka, bila terlihat adanya gerakan dari atas (superior)
kearah bawah (inferior) pada mata yang baru saja di tutup, berarti terdapat
kelainan HYPERPHORIA.
f. Sewaktu tutup di buka, bila terlihat adanya gerakan dari bawah (inferior)
kearah atas (superior) pada mata yang baru saja di tutup, berarti terdapat
kelainan HYPORPHORIA.
Alat/sarana yang dipakai:
1) Titik/lampu untuk fiksasi
2) Jarak pemeriksaan :
3) Jauh : 20 feet (6 Meter)
4) Dekat : 14 Inch (35 Cm)

17 | M e t o d o l o g i K e p e r a w a t a n K e l o m p o k 3
5) Penutup/Occluder

Prosedur Pemeriksaan:
1) Minta pasien untuk selalu melihat dan memperhatikan titik fiksasi, jika objek
jauh kurang jelas, maka gunakan kacamata koreksinya.
2) Pemeriksa menempatkan dirinya di depan pasien sedemikian rupa, sehingga
apabila terjadi gerakan dari mata yang barusa saja ditutup dapat di lihat
dengan jelas atau di deteksi dengan jelas.
3) Perhatian dan konsentrasi pemeriksa selalu pada mata yang ditutup.
4) Sewaktu tutup di buka, bila terlihat adanya gerakan dari luar (temporal)
kearah dalam (nasal) pada mata yang baru saja di tutup, berarti terdapat
kelainan EXOPHORIA. Exophoria dinyatakan dengan inisial = X (gambar
D)
5) Sewaktu tutup di buka, bila terlihat adanya gerakan dari dalam (nasal) luar
kearah (temporal) pada mata yang baru saja di tutup, berarti terdapat kelainan
ESOPHORIA. Esophoria dinyatakan dengan inisial = E (gambar C)
6) Sewaktu tutup di buka, bila terlihat adanya gerakan dari atas (superior) kearah
bawah (inferior) pada mata yang baru saja di tutup, berarti terdapat kelainan
HYPERPHORIA. Hyperphoria dinyatakan dengan inisial = X (gambar E)
7) Sewaktu tutup di buka, bila terlihat adanya gerakan dari bawah (inferior)
kearah atas (superior) pada mata yang baru saja di tutup, berarti terdapat
kelainan HYPOPHORIA. Hypophoria dinyatakan dengan inisial = X
(gambar F)
8) Untuk mendeteksi Heterophoria yang kecil, seringkali kita tidak dapat
mengenali adanya suatu gerakan, seolah kondisi mata tetap di tempat. Untuk
itu metode ini sering kita ikuti dengan metode tutup mata bergantian
(Alternating Cover Test).
Setelah diadakan pemeriksaan mata evaluasi hasil yang di dapat dengan
membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan
yang didapat tersebut.

18 | M e t o d o l o g i K e p e r a w a t a n K e l o m p o k 3
4. Pemeriksaan Telinga
Tujuan:
Mengetahui keadaan telinga luar, saluran telinga, gendang telinga, dan fungsi
pendengaran.
Persiapan Alat:
a. Arloji berjarum detik
b. Garpu tala
c. Speculum telinga
d. Lampu kepala
Prosedur Pelaksana:
a. Inspeksi: bentuk dan ukuran telinga, kesimetrisan, integritas, posisi telinga,
warna, liang telinga (cerumen/tanda-tanda infeksi), alat bantu dengar.
Normal: bentuk dan posisi simetris kika, integritas kulit bagus, warna sama
dengan kulit lain, tidak ada tanda-tanda infeksi, dan alat bantu dengar.
b. Palpasi: nyeri tekan aurikuler, mastoid, dan tragus
Normal: tidak ada nyeri tekan.
Setelah diadakan pemeriksaan telinga evaluasi hasil yang di dapat dengan
membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan
yang didapat tersebut.
Pemeriksaaan Telinga Dengan Menggunakan Garpu Tala
1) Pemeriksaan Rinne
a. Pegang agrpu tala pada tangkainya dan pukulkan ke telapak atau buku jari
tangan yang berlawanan.
b. Letakkan tangkai garpu tala pada prosesus mastoideus klien.
c. Anjurkan klien untuk memberi tahu pemeriksa jika ia tidak merasakan
getaran lagi.
d. Angkat garpu tala dan dengan cepat tempatkan di depan lubang telinga klien
1-2 cm dengan posisi garpu tala parallel terhadap lubang telinga luar klien.
e. Instruksikan klien untuk member tahu apakah ia masih mendengarkan suara
atau tidak.
f. Catat hasil pemeriksaan pendengaran tersebut.

19 | M e t o d o l o g i K e p e r a w a t a n K e l o m p o k 3
2) Pemeriksaan Webber
a. Pegang garpu tala pada tangkainya dan pukulkan ke telapak atau buku jari
yang berlawanan.
b. Letakkan tangkai garpu tala di tengah puncak kepala klien.
c. Tanyakan pada klien apakah bunyi terdengar sama jelas pada kedua telinga
atau lebih jelas pada salah satu telinga.
d. Catat hasil pemeriksaan dengan pendengaran tersebut

5. Pemeriksan Hidung dan Sinus


Tujuan:
a. Mengetahui bentuk dan fungsi hidung.
b. Menentukan kesimetrisan struktur dan adanya inflamasi atau infeksi.
Persiapan Alat:
a. Spekulum hidung
b. Senter kecil
c. Lampu penerang
d. Sarung tangan (jika perlu)
Prosedur Pelaksanaan
a. Inspeksi: hidung eksternal (bentuk, ukuran, warna, kesimetrisan), rongga,
hidung (lesi, sekret, sumbatan, pendarahan), hidung internal (kemerahan, lesi,
tanda2 infeksi)
Normal: simetris kika, warna sama dengan warna kulit lain, tidak ada lesi,
tidak ada sumbatan, perdarahan dan tanda-tanda infeksi.
b. Palpasi dan Perkusi frontalis dan, maksilaris (bengkak, nyeri, dan septum
deviasi)
Normal: tidak ada bengkak dan nyeri tekan.
Setelah diadakan pemeriksaan hidung dan sinus evaluasi hasil yang di dapat
dengan membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil
pemeriksaan yang didapat tersebut.

20 | M e t o d o l o g i K e p e r a w a t a n K e l o m p o k 3
6. Pemeriksaan Mulut dan Bibir
Tujuan:
Mengetahui bentuk kelainan mulut
Persiapan Alat:
a. Senter kecil
b. Sudip lidah
c. Sarung tangan bersih
d. Kasa
Prosedur Pelaksanaan
a. Inspeksi dan palpasi struktur luar: warna mukosa mulut dan bibir, tekstur ,
lesi, dan stomatitis.
Normal: warna mukosa mulut dan bibir pink, lembab, tidak ada lesi dan
stomatitis
b. Inspeksi dan palpasi strukur dalam: gigi lengkap/penggunaan gigi palsu,
perdarahan/ radang gusi, kesimetrisan, warna, posisi lidah, dan keadaan langit
– langit.
Normal: gigi lengkap, tidak ada tanda-tanda gigi berlobang atau kerusakan
gigi, tidak ada perdarahan atau radang gusi, lidah simetris, warna pink,
langit2 utuh dan tidak ada tanda infeksi.
Gigi lengkap pada orang dewasa berjumlah 36 buah, yang terdiri dari 16 buah
di rahang atas dan 16 buah di rahang bawah. Pada anak-anak gigi sudah mulai
tumbuh pada usia enam bulan. Gigi pertama tumbuh dinamakan gigi susu di ikuti
tumbuhnya gigi lain yang disebut gigi sulung. Akhirnya pada usia enam tahun
hingga empat belas tahun, gigi tersebut mulai tanggal dan dig anti gigi tetap.
Pada usia 6 bulan gigi berjumlah 2 buah (dirahang bawah), usia 7-8 bulan
berjumlah 7 buah(2 dirahang atas dan 4 dirahang bawah) , usia 9-11 bulan
berjumlah 8 buah(4 dirahang atas dan 4 dirahang bawah), usia 12-15 bulan gigi
berjumlah 12 buah (6 dirahang atas dan 6 dirahang bawah), usia 16-19 bulan
berjumlah 16 buah (8 dirahang atas dan 8 dirahang bawah), dan pada usia 20-30
bulan berjumlah 20 buah (10 dirahang atas dan 10 dirahang bawah).

21 | M e t o d o l o g i K e p e r a w a t a n K e l o m p o k 3
setelah diadakan pemeriksaan mulut dan bibir evaluasi hasil yang di dapat
dengan membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil
pemeriksaan yang didapat tersebut.

7. Pemeriksaan Leher
Tujuan:
a. Menentukan struktur integritas leher
b. Mengetahui bentuk leher serta organ yang berkaitan
c. Memeriksa system limfatik
Persiapan Alat:
Stetoskop
Prosedur Pelaksanaan
a. Inspeksi leher: warna integritas, bentuk simetris.
Normal: warna sama dengan kulit lain, integritas kulit baik, bentuk simetris,
tidak ada pembesaran kelenjer gondok.
b. Inspeksi dan auskultasi arteri karotis: lokasi pulsasi
Normal: arteri karotis terdengar.
c. Inspeksi dan palpasi kelenjer tiroid (nodus/difus, pembesaran,batas,
konsistensi, nyeri, gerakan/perlengketan pada kulit), kelenjer limfe (letak,
konsistensi, nyeri, pembesaran), kelenjer parotis (letak, terlihat/ teraba)
Normal: tidak teraba pembesaran kel.gondok, tidak ada nyeri, tidak ada
pembesaran kel.limfe, tidak ada nyeri.
d. Auskultasi: bising pembuluh darah.
Setelah diadakan pemeriksaan leher evaluasi hasil yang di dapat dengan
membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan
yang didapat tersebut.

H. Pemeriksaan Dada ( Dada dan Punggung)


Posisi klien: berdiri, duduk dan berbaring
1. Sistem pernafasan
Tujuan:

22 | M e t o d o l o g i K e p e r a w a t a n K e l o m p o k 3
a. Mengetahui bentuk, kesimetrisas, ekspansi, keadaan kulit, dan dinding dada
b. Mengetahui frekuensi, sifat, irama pernafasan,
c. Mengetahui adanya nyeri tekan, masa, peradangan, traktil premitus
Persiapan alat
a. Stetoskop
b. Penggaris centimeter
c. Pensil penada
Prosedur pelaksanaan
a. Inspeksi: kesimetrisan, bentuk/postur dada, gerakan nafas (frekuensi, irama,
kedalaman, dan upaya pernafasan/penggunaan otot-otot bantu pernafasan),
warna kulit, lesi, edema, pembengkakan/ penonjolan.
Normal: simetris, bentuk dan postur normal, tidak ada tanda-tanda distress
pernapasan, warna kulit sama dengan warna kulit lain, tidak ikterik/sianosis,
tidak ada pembengkakan/penonjolan/edema.
b. Palpasi: Simetris, pergerakan dada, massa dan lesi, nyeri, tractile fremitus.
(Perawat berdiri dibelakang pasien, instruksikan pasien untuk mengucapkan
angka “tujuh – tujuh” atau “enam – enam” sambil melakukan perabaan
dengan kedua telapak tangan pada punggung pasien).
Normal: integritas kulit baik, tidak ada nyeri tekan/massa/tanda-tanda
peradangan, ekspansi simetris, taktil vremitus cendrung sebelah kanan lebih
teraba jelas.
c. Perkusi: paru, eksrusi diafragma (konsistensi dan bandingkan satu sisi dengan
satu sisi lain pada tinggi yang sama dengan pola berjenjang sisi ke sisi)
Normal: resonan (“dug dug dug”), jika bagian padat lebih daripada bagian
udara=pekak (“bleg bleg bleg”), jika bagian udara lebih besar dari bagian
padat=hiperesonan (“deng deng deng”), batas jantung=bunyi rensonan----
hilang>>redup.
d. Auskultasi: suara nafas, trachea, bronchus, paru. (dengarkan dengan
menggunakan stetoskop di lapang paru kika, di RIC 1 dan 2, di atas
manubrium dan di atas trachea)
Normal: bunyi napas vesikuler, bronchovesikuler, brochial, tracheal.

23 | M e t o d o l o g i K e p e r a w a t a n K e l o m p o k 3
Setelah diadakan pemeriksaan dada evaluasi hasil yang di dapat dengan
membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan
yang didapat tersebut.

2. Sistem Kardiovaskuler
Tujuan:
a. Mengetahui ketifdak normalan denyut jantung
b. Mengetahui ukuran dan bentuk jantug secara kasar
c. Mengetahui bunyi jantung normal dan abnormal
d. Mendeteksi gangguan kardiovaskuler
Persiapan alat:
a. Stetoskop
b. Senter kecil
Prosedur pelaksanaan
a. Inspeksi: Muka bibir, konjungtiva, vena jugularis, arteri karotis
b. Palpasi: denyutan
Normal untuk inspeksi dan palpasi: denyutan aorta teraba.
c. Perkusi: ukuran, bentuk, dan batas jantung (lakukan dari arah samping ke
tengah dada, dan dari atas ke bawah sampai bunyi redup)
Normal: batas jantung: tidak lebih dari 4,7,10 cm ke arah kiri dari garis mid
sterna, pada RIC 4, 5, dan 8.
d. Auskultasi: bunyi jantung, arteri karotis. (Gunakan bagian diafragma dan bell
dari stetoskop untuk mendengarkan bunyi jantung.
Normal: terdengar bunyi jantung I/S1 (lub) dan bunyi jantung II/S2 (dub),
tidak ada bunyi jantung tambahan (S3 atau S4).
Setelah diadakan pemeriksaan system kardiovaskuler evaluasi hasil yang di dapat
dengan membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil
pemeriksaan yang didapat tersebut.

3. Pemeriksaan Dada dan Aksila


Tujuan
a. Mengetahui adanya masa atau ketidak teraturan dalam jaringan payudara

24 | M e t o d o l o g i K e p e r a w a t a n K e l o m p o k 3
b. Mendeteksi awal adanya kanker payudara
Persiapan alat:
Sarung tangan sekali pakai (jika diperlukan)
Prosedur pelaksanaan
a. Inspeksi payudara: Integritas kulit
b. Palpasi payudara: Bentuk, simetris, ukuran, aerola, putting, dan penyebaran
vena
c. Inspeksi dan palpasi aksila: nyeri, perbesaran nodus limfe, konsistensi.
Setelah diadakan pemeriksaan dadadan aksila evaluasi hasil yang di dapat dengan
membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan
yang didapat tersebut.

I. Pemeriksaan Abdomen (Perut)


Posisi klien: Berbaring
Tujuan
a. Mengetahui betuk dan gerakan-gerakan perut
b. Mendengarkan suara peristaltic usus
c. Meneliti tempat nyeri tekan, organ-organ dalam rongga perut benjolan dalam
perut.
Persiapan:
a. Posisi klien: Berbaring
b. Stetoskop
c. Penggaris kecil
d. Pensil gambar
e. Bntal kecil
f. Pita pengukur
Prosedur pelaksanaan
a. Inspeksi: kuadran dan simetris, contour, warna kulit, lesi, scar, ostomy,
distensi, tonjolan, pelebaran vena, kelainan umbilicus, dan gerakan dinding
perut.

25 | M e t o d o l o g i K e p e r a w a t a n K e l o m p o k 3
Normal: simetris kika, warna dengan warna kulit lain, tidak ikterik tidak
terdapat ostomy, distensi, tonjolan, pelebaran vena, kelainan umbilicus.
b. Auskultasi: suara peristaltik (bising usus) di semua kuadran (bagian
diafragma dari stetoskop) dan suara pembuluh darah dan friction rub :aorta,
a.renalis, a. illiaka (bagian bell).
Normal: suara peristaltic terdengar setiap 5-20x/dtk, terdengar denyutan
arteri renalis, arteri iliaka dan aorta.
c. Perkusi semua kuadran: mulai dari kuadran kanan atas bergerak searah jarum
jam, perhatikan jika klien merasa nyeri dan bagaiman kualitas bunyinya.
d. Perkusi hepar: Batas
e. Perkusi Limfa: ukuran dan batas
f. Perkusi ginjal: nyeri
Normal: timpani, bila hepar dan limfa membesar = redup dan apabila
banyak cairan = hipertimpani
g. Palpasi semua kuadran (hepar, limfa, ginjal kiri dan kanan): massa,
karakteristik organ, adanya asistes, nyeri irregular, lokasi, dan nyeri.dengan
cara perawat menghangatkan tangan terlebih dahulu
Normal: tidak teraba penonjolan tidak ada nyeri tekan, tidak ada massa dan
penumpukan cairan.
Setelah diadakan pemeriksaan abdomen evaluasi hasil yang di dapat dengan
membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan
yang didapat tersebut.

J. Pemeriksaan Ekstermitas Atas (Bahu, Siku, Tangan)


Tujuan:
a. Memperoleh data dasar tetang otot, tulang dan persendian
b. Mengetahui adanya mobilitas, kekuatan atau adanya gangguan pada bagian-
bagian tertentu.
Alat:
Meteran

26 | M e t o d o l o g i K e p e r a w a t a n K e l o m p o k 3
Posisi klien: Berdiri. duduk
a. Inspeksi struktur muskuloskletal: simetris dan pergerakan, Integritas ROM,
kekuatan dan tonus otot.
Normal: simetris kika, integritas kulit baik, ROM aktif, kekuatan otot penuh.
b. Palapasi: denyutan a.brachialis dan a. radialis .
Normal: teraba jelas
c. Tes reflex: tendon trisep, bisep, dan brachioradialis.
Normal: reflek bisep dan trisep positif
Setelah diadakan pemeriksaan ekstermitas atas evaluasi hasil yang di dapat
dengan membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil
pemeriksaan yang didapat tersebut.

K. Pemeriksaan Ekstermitas Bawah (Panggul, Lutut, Pergelangan Kaki Dan


Telapak Kaki)
a. Inspeksi struktur muskuloskletal : simetris dan pergerakan, integritas kulit,
posisi dan letak, ROM, kekuatan dan tonus otot
Normal: simetris kika, integritas kulit baik, ROM aktif, kekuatan otot penuh
b. Palpasi : arteri femoralis, arteri poplitea, arteri dorsalis pedis: denyutan
Normal: teraba jelas
c. Tes reflex: tendon patella dan archilles.
Normal: reflex patella dan archiles positif
Setelah diadakan pemeriksaan ekstermitas bawah evaluasi hasil yang di dapat
dengan membandingkan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil
pemeriksaan yang didapat tersebut.

L. Pemeriksaan Genitalia (Alat Genital, Anus, Rectum)


Posisi Klien: Pria berdiri dan wanita litotomy
Tujuan:
a. Melihat dan mengetahui organ-organ yang termasuk dalam genetalia.
b. Mengetahui adanya abnormalitas pada genetalia, misalnya varises, edema,
tumor/ benjolan, infeksi, luka atau iritasi, pengeluaran cairan atau darah.

27 | M e t o d o l o g i K e p e r a w a t a n K e l o m p o k 3
c. Melakukan perawatan genetalia
d. Mengetahui kemajuan proses persalinan pada ibu hamil atau persalinan.
Alat:
a. Lampu yang dapat diatur pencahayaannya
b. Sarung tangan

Pemeriksaan rectum
Tujuan:
a. Mengetahui kondisi anus dan rectum
b. Menentukan adanya masa atau bentuk tidak teratur dari dinding rektal
c. Mengetahui intregritas spingter anal eksternal
d. Memeriksa kangker rectal dll
Alat:
a. Sarung tangan sekali pakai
b. Zat pelumas
c. Penetangan untuk pemeriksaan
Prosedur Pelaksanaan
1. Wanita:
a. Inspeksi genitalia eksternal: mukosa kulit, integritas kulit, contour
simetris, edema, pengeluaran.
Normal: bersih, mukosa lembab, integritas kulit baik, semetris tidak ada
edema dan tanda-tanda infeksi (pengeluaran pus /bau)
b. Inspeksi vagina dan servik : integritas kulit, massa, pengeluaran
c. Palpasi vagina, uterus dan ovarium: letak ukuran, konsistensi dan, massa
d. Pemeriksaan anus dan rectum: feses, nyeri, massa edema, haemoroid,
fistula ani pengeluaran dan perdarahan.
Normal: tidak ada nyeri, tidak terdapat edema / hemoroid / polip / tanda-
tanda infeksi dan pendarahan.
Setelah diadakan pemeriksaan di adakan pemeriksaan genitalia evaluasi hasil yang
di dapat dengan membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil
pemeriksaan yang didapat tersebut.

28 | M e t o d o l o g i K e p e r a w a t a n K e l o m p o k 3
2. Pria:
a. Inspeksi dan palpasi penis: Integritas kulit, massa dan pengeluaran
Normal: integritas kulit baik, tidak ada masa atau pembengkakan, tidak
ada pengeluaran pus atau darah
b. Inspeksi dan palpassi skrotum: integritas kulit, ukuran dan bentuk, turunan
testes dan mobilitas, massa, nyeri dan tonjolan
c. Pemeriksaan anus dan rectum: feses, nyeri, massa, edema, hemoroid,
fistula ani, pengeluaran dan perdarahan.
Normal: tidak ada nyeri, tidak terdapat edema / hemoroid / polip / tanda
– tanda infeksi dan pendarahan.
Setelah diadakan pemeriksaan dadadan genitalia wanita evaluasi hasil yang di
dapat dengan membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil
pemeriksaan yang didapat tersebut.

M. Evaluasi
Perawat bertanggung jawab untuk asuhan keperawatan yang mereka berikan
dengan mengevaluasi hasil intervensi keperawatan. Keterampilan pengkajian fisik
meningkatkan evaluasi tindakan keperawatan melalui pemantauan hasil asuhan
fisiologis dan perilaku. Keterampilan pengkajian fisik yang sama di gunakan
untuk mengkaji kondisi dapat di gunakan sebagai tindakan evaluasi setelah asuhan
diberikan.
Perawat membuat pengukuran yang akurat, terperinci, dan objektif melalui
pengkajian fisik. Pengukuran tersebut menentukan tercapainya atau tidak hasil
asuhan yang di harapkan. Perawat tidak bergantung sepenuhnya pada intuisi
ketika pengkajian fisik dapat digunakan untuk mengevaluasi keefektifan asuhan.

N. Dokumentasi
Perawat dapat memilih untuk mencatat hasil dari pengkajian fisik pada
pemeriksaan atau pada akhir pemeriksaan. Sebagian besar institusi memiliki
format khusus yang mempermudah pencatatan data pemeriksaan. Perawat
meninjau semua hasil sebelum membantu klien berpakaian, untuk berjaga-jaga

29 | M e t o d o l o g i K e p e r a w a t a n K e l o m p o k 3
seandainya perlu memeriksa kembali informasi atau mendapatkan data tambahan.
Temuan dari pengkajian fisik dimasukkan ke dalam rencana asuhan.
Data di dokumentasikan berdasarkan format SOAPIE, yang hampir sama dengan
langkah-langkah proses keperawatan.
Format SOAPIE, terdiri dari:
1. Data (riwayat) Subjektif, yaitu apa yang dilaporkan klien
2. Data (fisik) Objektif, yaitu apa yang di observasi, inspeksi, palpasi, perkusi
dan auskultasi oleh perawat.
3. Assessment (pengkajian), yaitu diagnose keperawatan dan pernyataan tentang
kemajuan atau kemunduran klien
4. Plan (Perencanaan), yaitu rencana perawatan klien
5. Implementation (pelaksanaan), yaitu intervensi keperawatan dilakukan
berdasarkan rencana
6. Evaluation (evaluasi), yaitu tinjauan hasil rencana yang sudah di
implementasikan.

30 | M e t o d o l o g i K e p e r a w a t a n K e l o m p o k 3
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pemeriksaan fisik dalah pemeriksaan tubuh klien secara keseluruhan atau
hanya bagian tertentu yang dianggap perlu, untuk memperoleh data yang
sistematif dan komprehensif, memastikan/membuktikan hasil anamnesa,
menentukan masalah dan merencanakan tindakan keperawatan yang tepat bagi
klien.
Pemeriksaan fisik Mutlak dilakukan pada setiap klien, tertama pada klien yang
baru masuk ke tempat pelayanan kesehatan untuk di rawat, secara rutin pada klien
yang sedang di rawat, sewaktu-waktu sesuai kebutuhan klien. Jadi pemeriksaan
fisik ini sangat penting dan harus di lakukan pada kondisi tersebut, baik klien
dalam keadaan sadar maupun tidak sadar.
Pemeriksaan fisik menjadi sangat penting karena sangat bermanfaat, baik
untuk untuk menegakkan diagnosa keperawatan. memilih intervensi yang tepat
untuk proses keperawatan, maupun untuk mengevaluasi hasil dari asuhan
keperawatan.

B. Saran
Agar pemeriksaan fisik dapat dilakukan dengan baik, maka perawat harus
memahami ilmu pemeriksaan fisik dengan sempurna dan pemeriksaan fisik ini
harus dilakukan secara berurutan, sistematis, dan dilakukan dengan prosedur yang
benar.

31 | M e t o d o l o g i K e p e r a w a t a n K e l o m p o k 3
DAFTAR PUSTAKA

Admit. Pemeriksaan Fisik. http://nursingbegin.com/tag/pemeriksaan-fisik/(online)


diakses 17 September 2010.
Bates, Barbara. 1998. Pemeriksaan Fisik dan Riwayat Kesehatan. Jakarta. EGC
Bickley, Lynn S. 2008. Buku Saku Pemeriksaan Fisik dan Riwayat Kesehatan
Bates.Jakarta. EGC
Burnside, John W. 1995. Diagnosis Fisik. Jakarta. EGC
Candrawati. Susiana.Pemeriksaan Fisik system Kardiovaskuler.Diakases tanggal
18 September 2010
Dealey, Carol.2005. The Care Of Wound A Guides For Nurses.Navarra.Balckwell
Publishing.
Kusyanti, Eni,dkk. 2006. Keterampilan dan Prosedur Laboratorium. Jakarta: EGC.

32 | M e t o d o l o g i K e p e r a w a t a n K e l o m p o k 3

Anda mungkin juga menyukai