Anda di halaman 1dari 12

INVENTARISASI BALE BANJAR DAKDAKAN DI KECAMATAN DENPASAR

UTARA

MATA KULIAH ARSIETKTUR BUDAYA

OLEH :

STEPHANIE YOAN LUTSINA

1605521012

KELAS A

UNIVERSITAS UDAYANA

FAKULTAS TEKNIK

PROGRAM STUDI ARSITEKU


BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Bali merupakan sebuah pulau yang penuh dengan kebudayaan dan tradisi. Tidak
seperti pulau-pulau lainnya yang ada di Indonesia, Bali tetap menjunjung tinggi dan terus
melanjutkan warisan dari kebudayaan yang ada sebelumnya. Hal ini membuat Bali
menjadi unik dan terkenal akan kebudayaannya.
Kebudayaan yang ada di Bali tercipta dari kepercayaan dan pemikiran
masyarakat di Bali yang berkaitan dengan keagamaan sehingga menghasilkan adat
istiadat yang merupakan sebuah budaya. Adat istiadat yang ada di Bali ini juga sangat
mempengaruhi pola masyarakat, pemukiman, perilaku masyarakat yang ada di Bali.
Salah satu wujud nyatanya adalah terbentuknya sebuah Bale Banjar. Banjar
sendiri Banjar merupakan kelompok masyarakat yang lebih kecil dari desa adat serta
merupakan persektuuan hidup sosial, dalam keadaan senang maupun susah berdasarkan
persekutuan hidup setempat atau kesatuan (Agung, 19840) Sehingga banjar merupakan
salah satu sistem kekrabatan masyarakat di Bali yang merupakan sub bagian dari desa
adat. Sedangkan Bale Banjar merupakan wadah dari Banjar tersebut atau dengan kata lain
Bale Banjar adalah wadah untuk sekelompok masyarakat pada suatu wilayah Banjar
merupakan organisasi yang ada di bawah sebuah Desa Pakraman, Desa pakraman sendiri
dibentuk dengan tujuan untuk menjadi desa religius.
Menurut dosen, bale banjar merupakan sebuah wadah pusat kebudayaan yang
menjadi beenteng yang mempertahankan sosial budaya yang ada di Bali. Oleh karena itu,
sebagai mahasiswa arsitektur yang ada di Bali yang dituntut untuk memahami lebih
dalam mengenai kebudayaan yang ada di Bali dan melestarikannya, saya akan melakukan
inventrasisasi terhadap salah satu bale banjar yang ada di Bali untuk mengetahui dan
memahami lebih mendalam mengenai perananan bale banjar bagi kebudayaan yang ada
di Bali.

1
BAB II

EKSISTING BALE BANJAR DAKDAKAN

2.1. Sejarah Banjar Dakdakan

Berdasarkan hasil wawancara dengan Kelihan Banjar Dakdakan, awal mula


terbentuknya Banjar Dakdakan ini adalah dari warga Klungkung yang melakukan
imigrasi ke daerah yang sekarang dinamakan Denpasar Utara. Sehingga sebenarnya
warga yang ada di Banjar Dakdakan ini tidak asli berasal dari wilayah Denpasar. Dari
satu keluarga yang berimigrasi makin berkembang perlahan-lahan hingga sekarang ini.
Nama dari Banjar Dakdakan ini juga mempunyai arti tersendiri. Nama ini diambil dari
cerita sejarah tersebut, bahwa banjar ini terbentuk dari keturunan sebelumnya yang
berpindah secara ‘dadakan’ oleh karena itu dinamakanlah Banjar Dakdakan.

Menurut informasi dari Kelihan Banjar Dakdakan, menurut apa yang diajarkan
oleh leluhur sebuah banjar tidak boleh dikembangkan, tetapi harus diciptakan banjar-
banjar yang baru. Tetapi karena pertumbuhan penduduk yang sangat cepat dan
kekurangan sumber daya manusia dalam pengurusan banjar maka banjar boleh
dikembangkan. Sekarang sudah terdapat 89 KK yang menjadi anggota Banjar Dakdakan
ini. Oleh karena itu Banjar Dakdakan ini dapat dikatakan sebagai Banjar Med atau yang
sudah ada dari dulu (bukan banjar baru). Bale Banjar Dakdakan ini diresmikan pada
tahun 1993 dan kini Banjar Dakdakan sudah menjadi salah satu banjar yang cukup besar
dan pengurusannya sudah terstruktur dengan baik.

2.2. Pengertian Banjar dan Bale Banjar

Menurut Peraturan Daerah Propinsi Bali Tentang Desa Pakraman, Desa


pakraman adalah kesatuan masyarakat hukum adat di Propinsi Bali yang mempunyai
satu kesatuan tradisi dan tata krama pergaulan hidup masyarakat umat Hindu secara
turun temurun dalam ikatan kahyangan tiga atau kahyangan desa yang mempunyai
wilayah tertentu dan harta kekayaan sendiri serta berhak megurus rumah tangganya

2
sendiri. Sedangkan banjar pakraman adalah kelompok masyarakat yang merupakan
bagian desa pakraman. Krama desa/krama banjar adalah mereka yang menempati karang
desa pakraman/karang banjar pakraman dan atau bertempat tiggal di wilayah desa/banjar
pakraman atau di tempat lain menjadi warga desa pakraman/banjar pakraman.

Desa pakraman merupakan organisasi kemasyarakatn yang sudah dikenal sejak


jaman dulu yaitu sekitar abad ke 9. Sejak awal dibentuknya, desa pakraman bertujuan
untuk menjadi desa religius yang terikat oleh adat istiadat dan filosofi agaman Hindu.
Desa pakraman memilki dua fungsi yaitu mendukung jalannya sosial keagamaan dan
kemasyarakatan krama desa dan juga sekaligus membantu pemerintah. Oleh karena itu,
berdasarkan fungsinya banjar dibedakan menjadi dua yaitu banjar adat dan banjar dinas.
Banjar adat adalah banjar yang berkaitan dengan bidang adat dan keagamaan. Sedangkan
banjar dinas adalah banjar yang berkaitan dengan administrasi pemerintah.

Setiap banjar adat akan mengatur tata kehidupan dan sosial krama banjarnya
berdasarkan awig-awig yang berlaku pada desa pakramannya. Setiap banjar memiliki
bale banjar yang berfungsi sebagai untuk menjadi wadah bagi kegiatan-kegiatan yang
dilangsungkan di banjar. Menurut Putra (1988:8), bale banjar bagi masyarakat Bali
bermakna sebagai pusat aktifitas sekaligus simbol politis spiritual pemersatu, sebagai
simbol identitas pengenal dan semangat warga. Bale banjar pada mulanya hanya
berfungsi sebagai wadah kegiatan musyawarah maupun upacara keagamaan saja. Namun
seiring berjalannya waktu dan pengaruh globalisasi berkembangpula fungsi dari banjar-
banjar yang ada di Bali.

Berdasarkan pemaparan diatas, banjar merupakan organisasi kemasyarakatan


yang berarti banjar adalah masyarakat atau krama banjar itu sendiri. Sedangkan bale
banjar merupakan wadah atau bangunan yang mewadahi kegiatan-kegiatan dari banjar
itu sendiri. Dari dulu kala fungsi banjar ini adalah untuk terus menerus melakukan
kebudayaan dan adat istiadat yang ada serta sebagai tempat bersosialisasi. Sehingga bisa
dikatakan bahwa orang-orang pada jaman dulu kala sudah mengetahui betapa pentingnya

3
bersosialisasi dan meneruskan kebudayaan. Tidak heran bahwa sebagian orang
menganggap banjar merupakan sebuah pusat kebudayaan yang terus menerus
mempertahankan sosial budaya.

2.3. Lokasi Banjar Dakdakan

Gambar 2.3.1 Lokasi Banjar Dakdakan

4
Banjar Dakdakan berlokasi di Jl. Ken Arok No. 2, Kelurahan Peguyangan,
Kecamatan Denpasar Utara, Denpasar-Bali. Banjar Dakdakan ini termasuk ke dalam
Desa Pakraman Peguyangan wilayah Kelurahan Peguyangan.

Di sebelah utara Banjar Dakdakan berbatasan dengan Br. Tek-Tek, di sebelah


barat berbatasan dengan Br. Binoh Kaja, di sebelah selatan berbatasan dengan Br. Kerta
Sari, dan di sebelah timur berbatasan dengan Br. Tirta Bhuana.

2.4. Fungsi Bale Banjar

a) Fungsi Banjar Dakdakan Dulu

Jl. Ken Arok

Gambar 2.4.1. Site Plan Banjar Dakdakan Sebelum di Renovasi

Bale Banjar Dakdakan dulunya hanya terdiri atas 5 bangunan yaitu wantilan,
bale kul-kul, paon, dan jineng. Dulunya wantilan pada banjar ini hanya terdiri atas 1
lantai saja, dan semua bangunannya masih merupakan bangunan lama (tradisional).
Penggambaran site plan diatas merupakan hasil interpretasi dari gambaran Bapak
Kelihan Banjar Dakdakan secara lisan, dikarenakan foto-foto lama dari Banjar
Dakdakan ini sudah terhapus. Fungsi Bale Banjar Dakdakan ini mewadahi kegiatan
sangkeb (pertemuan warga), upakara, pembuatan ogoh-ogoh, sekaa teruna-teruni,

5
maupun posyandu. Dulu dikarenakan tempat yang sempit dan kurang tinggi, krama
banjar sering mengalami kesusahan saat membuat ogoh-ogoh. Dan juga mengingat
bangunan bale banjar yang sudah lama, akhirnya bale banjar ini mulai direncanakan
direnovasi pada tahun 2016.

b) Fungsi Banjar Dakdakan Kini

Jl. Ken Arok

Gambar 2.4.2. Site Plan Banjar Dakdakan Sebtelah di Renovasi

Bale banjar dakdakan ini selesai di renovasi pada tahun 2017, bangunan-
bangunan yang direnovasi adalah bangunan wantilan dan penambahan bangunan baru
berupa gudang dan toilet umum, sedangkan bangunan lainnya tidak direnovasi karena
masih dianggap layak dan patut dijaga kelestariannya sebagai warisan arsitektur
tradisional.

Dari hasil renovasi terhadap wantilan ini, wantilan menjadi 2 lantai sehingga
area untuk menampung kegiatan yang ada di banjar ini menjadi lebih luas.Lantai 1
wantilan bersifat public sedangkan lantai 2 bersifat privat karena dikunci dan

6
digunakan sebagai tempat penyimpanan barang-barang banjar seperti gong, dan alat
musik lainnya.

Gambar 2.4.3. Tampak depan dan Perspektif Banjar Dakdakan

Hasil renovasi ini juga membuat krama banjar tidak kesempitan saat membuat
ogoh-ogoh ataupun khawatir ogoh-ogohnya akan rusak. Karena wantilan ini dapat
menampung ogoh-ogoh tersebut (lihat gambar 2.4.4)

Gambar 2.4.3. Tampak samping Gambar 2.4.4. Ogoh-ogoh yang


wantilan Banjar Dakdakan kini ditampung dalam wantilan

Bale Kul-kul yang sebelumnya berada di bawah setelah di renovasi diletakkan


atau dibangun kembali di lantai 2 (lihat gambar 2.4.5). Bale Kul-kul yang ada
sebelumnya mengalami pemugaran. Seiring perkembangan jaman berkembang pula
fungsi-fungsi yang ada pada bale Banjar Dakdakan ini. Salah satu perkembangannya
adalah kegiatan bazzar banjar yang diadakan setiap tahun. Dimana dalam kegiatan ini
mewadahi krama banjar yang memiliki usaha terutama dalam bidang makanan.

7
Berbagai macam makanan ada dalam bazzar ini, baik makanan tradisional Bali
maupun makanan lokal lainnya. Makanan-makanan ini nantinya akan dijual dalam
bentuk kupon yang disebar baik ke krama banjar dakdakan dan lingkungan
sekitarnya. Keuntungan dari kegiatan bazzar ini akan diperuntukkan sebagai kas
banjar dan untuk pembangunan dan penyelengaraan upakaran-upakara yang ada di
banjar dakdakan ini.

Gambar 2.4.5. Bale Kul-kul yang Gambar 2.4.6. Gudang dan toilet
berada di lanai 2 wantilan umum

Karena kerpeluan dari krama banjar maka dibangun sebuah gudang dan toilet
pada Bale Banjar Dakdakan ini (lihat gambar 2.4.6). Yang sebagian digunakan untuk
menyimpan peralatan memasak dan dapur. Gudang ini terkunci dan hanya bisa
dibuka apabila dibutuhkan saja, dan yang berwenang untuk memegang kuncinya
adalah Bapak Kelihan Banjar itu sendiri.

Disebelah gudang terdapat sebuah paon/pewaregan yang masih tetap dijaga


keasliannya. Paon ini adalah paon yang ada dari dulu namun perletakkan paon ini
dipindahkan dan sedikit diperbaiki apabila ada yang mengalami kerusakan. Paon ini
masih difungsikan seperti dulu, namun biasanya untuk kegiatan sebelum memasak
seperti memotong dan persiapan lainnya (lihat gambar 2.4.7). Selain itu terdapat bale
dangin yang juga tidak direnovasi yang berfungsi untuk mendukung kegiatan-
kegiatan yang ada pada banjar ini (lihat gambar 2.4.8).

8
Gambar 2.4.7. Paon yang tidak Gambar 2.4.8. Bale Dangin yang tidak
direnovasi direnovasi

Bapak Kelihan Banjar Dakdakan sendiri tidak ingin mengfungsikan Bale


Banjar Dakdakan ini sebagai tempat persewaan ataupun lahan parkir, karena Bapak
Klian menganggap Bale Banjar ini adalah untuk melayani warga dan menampung
kegiatan warga dan bukan mencari keuntungan. Banjar Dakdakan ini juga berperan
sebagai wadah untuk mengikuti kegiatan lomba-lomba, seperti lomba ogoh-ogoh
maupun lomba sekaa teruna-teruni. Salah satu pencapaian dari Banjar Dakdakan ini
adalah menjadi Duta Teruna-Teruni Denpasar Utara dengan Sekaa Teruna-Teruninya
yaitu Sekaa Taruna (ST) Swastika, yang memiliki jumlah anggota 83 orang, yaitu 49
orang laki-laki dan 34 perempuan.

Berdasarkan informasi yang didapatkan dari Bapak Kelihan Banjar Dakdakan,


salah satu rencana ke depan untuk Bale Banjar ini adalah menjadi wadah untuk
tempat resepsi pernikahan. Menurut Kelihan Banjar Dakdakan, rencana ini muncul
karena tidak semua warga memiliki rumah yang luas sebagai wadah resepsi
pernikahan. Jika seorang warga tidak memilik rumah yang luas sebagai tempat
resepsi pernikahan, maka harus menyewa tempat lain ataupun hotel yang harganya
relatif mahal. Oleh karena itu, karena memiliki Bale Banjar yang cukup besar
sekarang dan dapat mewadahi kegiatan tersebut, mengapa tidak dimanfaatkan. Hal ini
akan sangat membantu warga dan sekaligus memberikan manfaat yang baru bagi
Banjar tersebut. Namun, rencana ini masih dicanangkan dan belum terealisasi tapi
akan di realisasikan

9
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Dari penulisan ini dapar sisimpulkan bahwa banjar merupakan sebuah organisasi
masyarakat di Bali, sedangkan bale banjar merupakan wadah dari organisasi masyarakat
tersebut. Fungsi terbentuknya banjar dari awalnya adalah untuk meneruskan adat-istiadat
dan kebudayaan yang berlaku dari sejak dulu kala. Sehingga dapat dikatakan bahwa bale
banjar berperan penting dala kebudayaan dan adat istiadat yang ada di Bali. Dimana
lewat banjar ini, kebudayaan dan isti adat tersebut terus dilakukan dan apabila ada krama
banjar yang melanggar pasti akan diberi sanksi. Oleh karena itu, banjar dapat dikatakan
sebagai benteng yang kuat dalam menjaga kebudayaan dan adat istiadat yang ada di Bali.

3.2. Saran

Saya berharap Banjar Dakdakan dapat terus berkembang, dan dapat


merealisasikan cita-cita nya untuk dapat menjadikan wadah Bale Banjar sebagai tempat
resepsi pernikahan. Saya juga berharap Banjar Dakdakan dapat terus meneruskan adat
istiadat dan kebudayaan yang ada di Bali. Saya juga berharap Banjar Dakdakan ini dapat
mencapai pencapaian-pencapaian yang luar biasa sebagai salah satu banjar yang ada di
Bali.

10
DAFTAR PUSTAKA

Gantini, Christin, dkk. 2012. Guna dan Fungsi pada Arsitektur Bale Banjar Adat di Denpasar
Bali. Universitas Katholik Parahyangan. Bandug

Ariawan, Putu Rusdi. 2010. Sistem Informasi Geografis Inventarisasi Data Banjar dan Desa
Se-Kecamatan Denpasar Utara. Fakultas Teknik Universitas Udayana.

Noviasi, Ni Kadek Putri, dkk. 2015. Fungsi Banjar Adat dalam Kehidupan Masyarakat Etnid
Bali di Desa Werdhi Agung Kecamatan Dumoga Tengah Kabupaten Bolaang Mongondow
Provinsi Sulawesi Utara. E-journal Acta Diurna

Peraturan Daerah Propinsi Bali No. 3 Tahun 2001

Gelebet, I Nyoman. 1986. Arsitektur Tradisional Daerah Bali. Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah

11

Anda mungkin juga menyukai