SEBELUM SESUDAH
KEMERDEKAAN KEMERDEKAAN
SEBELUM
KEMERDEKAAN
Terdapat aturan Raja / Kerajaan
Pencatatan atas pendapatan Kerajaan dari pajak
• Masa Kerajaan dan pungutan dari rakyat kerajaan
Tidak ditemukan proses pertanggungjawaban
Raja
SESUDAH
KEMERDEKAAN
• ICW masih berlaku
• Pasal 23 UUD 1945
• Masa Orde Lama
• UU Darurat No. 3 Thn 1954 tentang ICW
• Pencatatan Masih Berupa Administrasi Keuangan
Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan
Undang-undang.
Undang-undang Pajak
(UU Nomor 28 Tahun 2007 : KUP, UU Nomor 36 Tahun 2008 : PPh
UU Nomor 42 Tahun 2009 : PPN)
Undang-undang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)
(UU Nomor 20 Tahun1997 : PNBP)
DASAR HUKUM KEUANGAN NEGARA
MENTERI KEUANGAN SEBAGAI PEMBANTU PRESIDEN DALAM BIDANG KEUANGAN PADA HAKEKATNYA ADALAH CHIEF
FINANCIAL OFFICER (CFO) PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA, SEMENTARA SETIAP MENTERI / PIMPINAN LEMBAGA PADA
HAKEKATNYA ADALAH CHIEF OPERATIONAL OFFICER (COO) UNTUK SUATU BIDANG TERTENTU PEMERINTAHAN.
ARSITEKTUR PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA
KEKUASAAN ATAS
PENGELOLAAN KEUANGAN
AYAT (2) SETIAP TAHUN
NEGARA
DITUANGKAN DALAM APBN
DAN APBD
TUJUAN BERNEGARA
Pemerintah
Negara 2 Memajukan kesejahteraan umm,
Indonesia
yang :
3 Mencerdaskan kehidupan bangsa, dan
.
Sistem
Pengelolaan
Keuangan
Pemerintah
Pusat
Sistem
Pengelolaan
Keuangan
Pemerintah
Daerah
PENGERTIAN PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA / DAERAH
.
Sistem
Perencanaan
SISTEM
Sistem PENGELOLAAN
Pertanggung Sistem
KEUANGAN
PEMERINTAH Pelaksanaan
jawaban PUSAT
Sistem
Pengawasan
SISTEM PENGELOLAAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH
.
Sistem
Perencanaan
SISTEM
Sistem PENGELOLAAN
Pertanggung Sistem
KEUANGAN
PEMERINTAH Pelaksanaan
jawaban DAERAH
Sistem
Pengawasan
SISTEM PENGELOLAAN KEUANGAN PEMERINTAH PUSAT
SISTEM
SISTEM
SISTEM PERENCANAAN SISTEM PELAKSANAAN PERTANGGUNG
PENGAWASAN
JAWABAN
SISTEM
SISTEM SISTEM SISTEM SISTEM SISTEM
PERTANGGUNG
PERENCANAAN PENGANGGARAN PENGADAAN AKUNTANSI PENGAWASAN
JAWABAN
MANAJEMEN KINERJA
SISTEM PENGELOLAAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH
SISTEM
SISTEM
SISTEM PERENCANAAN SISTEM PELAKSANAAN PERTANGGUNG
PENGAWASAN
JAWABAN
SISTEM
SISTEM SISTEM SISTEM SISTEM SISTEM
PERTANGGUNG
PERENCANAAN PENGANGGARAN PENGADAAN AKUNTANSI PENGAWASAN
JAWABAN
MANAJEMEN KINERJA
SISTEM PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA
SISTEM
SISTEM
SISTEM PERENCANAAN SISTEM PELAKSANAAN PERTANGGUNG
PENGAWASAN
JAWABAN
SISTEM
SISTEM SISTEM SISTEM SISTEM SISTEM
PERTANGGUNG
PERENCANAAN PENGANGGARAN PENGADAAN AKUNTANSI PENGAWASAN
JAWABAN
MANAJEMEN KINERJA
PENGATURAN SISTEM DAN
STANDAR AKUNTANSI
PEMERINTAHAN
BASIS KAS
BASIS KAS BASIS AKRUAL
MENUJU AKRUAL
Pemerintah Pusat
Pemerintah Pusat
Pemerintah Daerah
Psl 10 ayat (2) Dalam rangka pengelolaan Keuangan Daerah, Pejabat Pengelola
huruf e Keuangan Daerah mempunyai tugas menyusun laporan keuangan
UU17/2003 yang merupakan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD.
Pemerintah Daerah
Akuntansi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) digunakan untuk
Psl 51 ayat (3)
menyusun laporan keuangan Pemerintah Pusat/Daerah sesuai dengan
UU 1/2004
standar akuntansi pemerintahan.
PENGATURAN MEKANISME PELAPORAN KEUANGAN
Pasal 55 UU Nomor 1 / 2004
1) Menteri Keuangan selaku pengelola fiskal menyusun Laporan Keuangan Pemerintah Pusat untuk
disampaikan kepada Presiden dalam rangka memenuhi pertanggungjawaban pelaksanaan APBN.
2) Dalam penyusunan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
a) Menteri/pimpinan lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang menyusun dan menyampaikan laporan
keuangan yang meliputi Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan Catatan atas Laporan Keuangan dilampiri
laporan keuangan Badan Layanan Umum pada kementerian negara/lembaga masing-masing.
b) Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada huruf a disampaikan kepada Menteri Keuangan selambat-
lambatnya 2 (dua) bulan setelah tahun anggaran berakhir.
c) Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara menyusun Laporan Arus Kas Pemerintah Pusat;
d) Menteri Keuangan selaku wakil Pemerintah Pusat dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan menyusun
ikhtisar laporan keuangan perusahaan negara.
3) Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan Presiden kepada Badan
Pemeriksa Keuangan paling lambat 3 (tiga) bulan setelah tahun anggaran berakhir.
4) Menteri/pimpinan lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang memberikan pernyataan
bahwa pengelolaan APBN telah diselenggarakan berdasarkan sistem pengendalian intern yang
memadai dan akuntansi keuangan telah diselenggarakan sesuai dengan standar akuntansi
pemerintahan.
5) Ketentuan lebih lanjut mengenai laporan keuangan dan kinerja instansi pemerintah diatur dengan
peraturan pemerintah.
PENGATURAN MEKANISME PELAPORAN KEUANGAN
Pasal 56 UU Nomor 1 / 2004
1) Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah selaku Pejabat Pengelola Keuangan Daerah
menyusun laporan keuangan pemerintah daerah untuk disampaikan kepada
gubernur/bupati/walikota dalam rangka memenuhi pertanggungjawaban pelaksanaan APBD.
2) Dalam penyusunan laporan keuangan Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
a) Kepala satuan kerja perangkat daerah selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang menyusun dan menyampaikan
laporan keuangan yang meliputi laporan realisasi anggaran, neraca, dan catatan atas laporan keuangan.
b) Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada huruf a disampaikan kepada kepala satuan kerja pengelola
keuangan daerah selambat-lambatnya 2 (dua) bulan setelah tahun anggaran berakhir.
c) Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah selaku Bendahara Umum Daerah menyusun Laporan Arus Kas
Pemerintah Daerah;
d) Gubernur/bupati/walikota selaku wakil pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan
menyusun ikhtisar laporan keuangan perusahaan daerah.
3) Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan gubernur/bupati/walikota
kepada Badan Pemeriksa Keuangan paling lambat 3 (tiga) bulan setelah tahun anggaran berakhir.
4) Kepala satuan kerja perangkat daerah selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang memberikan
pernyataan bahwa pengelolaan APBD telah diselenggarakan berdasarkan sistem pengendalian intern
yang memadai dan akuntansi keuangan telah diselenggarakan sesuai dengan standar akuntansi
pemerintahan.
PENGATURAN MEKANISME PELAPORAN KEUANGAN
Psl 55 ayat (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai laporan keuangan dan kinerja
UU1/2004 instansi pemerintah diatur dengan peraturan pemerintah.
Ayat (13) dan ayat (15) : Pendapatan negara/daerah adalah hak pemerintah
Psl 1 pusat/daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih
UU17/2003 Ayat (14) dan ayat (16) : Belanja negara/daerah adalah kewajiban pemerintah
pusat/daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih
Ayat (9) dan ayat (11) : Penerimaan negara/daerah adalah uang yang masuk
Psl 1 ke kas negara / daerah.
UU17/2003 Ayat (10) dan ayat (12) : Pengeluaran negara/daerah adalah uang yang keluar
dari kas negara / daerah.
Basis Kas
Basis Akrual
Menuju Akrual
PAYUNG HUKUM SISTEM AKUNTANSI BERBASIS AKRUAL
• Oleh karena itu SAP Akrual dikembangkan dari SAP yang telah ditetapkan
sebelumnya dalam PP 24/2005 untuk kemudian disesuaikan secara bertahap dengan
International Public Sector Accounting Standards (IPSAS) dengan memperhatikan
kondisi lingkungan pemerintahan di negara Indonesia serta struktur dan sisi dari
peraturan perundangan-undangan yang berlaku.
• Pertimbangan:
Dalam SAP yang ditetapkan dengan PP 24/2005, yang dikatakan sebagai SAP dengan basis ”Cash
Towards Accrual” atau dapat dikatakan berbasis ”Kas Menuju Akrual”, telah terdapat bagian-bagian
yang menggunakan pengakuan dan pengukuran yang berbasis akrual.
Untuk menjaga kesinambungan dan menjaga peningkatan pemahaman para Pengguna yang sudah
terbiasa dengan SAP PP 24/2005.
KRONOLOGIS PENYUSUNAN SAP AKRUAL
1. Dengar Pendapat (hearing) telah dilaksanakan dari tahun 2007 sampai tahun 2008
2. September 2008, konsultasi ke DPR
3. Desember 2008, draft final telah disampaikan ke BPK untuk dimintakan
pertimbangan
4. Februari 2009, Surat Pertimbangan BPK
5. Agustus 2009, RPP SAP Akrual disampaikan ke Menkeu dan Menhukham
6. November 2009-Juni 2010, pembahasan dengan Menhukham
7. Juli 2010, RPP SAP Akrual disampaikan ke Mensesneg
8. Oktober 2010, terbit PP 71/2010 SAP Akrual
PP NO 71 TAHUN 2010 : LINGKUP PENGATURAN
PP Nomor 71 Tahun 2010 masih menyajikan SAP dalam dua macam basis akuntansi
yaitu :
SAP Berbasis Akrual yang ada di Lampiran I; dan
SAP Berbasis Kas Menuju Akrual yang ada di Lampiran II.
SAP Berbasis Akrual terdapat pada Lampiran I dan berlaku sejak tanggal ditetapkan
dan dapat segera diterapkan oleh setiap entitas
SAP Berbasis Kas Menuju Akrual pada Lampiran II berlaku selama masa transisi bagi
entitas yang belum siap untuk menerapkan SAP Berbasis Akrual
PP NO 71 TAHUN 2010 : PASAL 7 - PENERAPAN BASIS AKRUAL
Penerapan SAP Berbasis Akrual dapat dilaksanakan secara bertahap dari penerapan
SAP Berbasis Kas Menuju Akrual menjadi penerapan SAP Berbasis Akrual
Ketentuan lebih lanjut mengenai penerapan SAP Berbasis Akrual secara bertahap
pada pemerintah pusat diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan
Ketentuan lebih lanjut mengenai penerapan SAP Berbasis Akrual secara bertahap
pada pemerintah daerah diatur dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri
PP NO 71 TAHUN 2010 : PERUBAHAN PSAP
Rancangan perubahan PSAP tersebut disusun oleh KSAP sesuai dengan mekanisme
yang berlaku dalam penyusunan SAP
SAP BERBASIS AKRUAL DALAM LAMPIRAN I PP NO 71 TAHUN 2010
4. PSAP Nomor 04 tentang Catatan atas 4. PSAP Nomor 04 tentang Catatan atas
Laporan Keuangan Laporan Keuangan
5. PSAP Nomor 05 tentang Akuntansi 5. PSAP Nomor 05 tentang Akuntansi
Persediaan Persediaan
PERBANDINGAN KOMPONEN SAP DALAM PP NO 24 TAHUN 205
DENGAN SAP DALAM PP NO 71 TAHUN 2010
PP NO 24 TAHUN 2005 PP NO 71 TAHUN 2010
6. PSAP Nomor 06 tentang Akuntansi Investasi 6. PSAP Nomor 06 tentang Akuntansi Investasi
7. PSAP Nomor 07 tentang Akuntansi Aset 7. PSAP Nomor 07 tentang Akuntansi Aset
Tetap Tetap
8. PSAP Nomor 08 tentang Akuntansi 8. PSAP Nomor 08 tentang Akuntansi
Konstruksi Dalam Pengerjaan Konstruksi Dalam Pengerjaan
9. PSAP Nomor 09 tentang Akuntansi 9. PSAP Nomor 09 tentang Akuntansi
Kewajiban Kewajiban
10. PSAP Nomor 10 tentang Koreksi Kesalahan, 10. PSAP Nomor 10 tentang Koreksi Kesalahan,
Perubahan Kebijakan Akuntansi, dan Perubahan Kebijakan Akuntansi, Perubahan
Peristiwa Luar Biasa Estimasi dan Operasi Yang Tidak Dilanjutkan
11. PSAP Nomor 11 tentang Laporan Keuangan 11. PSAP Nomor 11 tentang Laporan Keuangan
Konsolidasian Konsolidasian
- 12. PSAP Nomor 12 tentang Laporan Operasional
PP NO 71 TAHUN 2010 : KOMPONEN LAPORAN KEUANGAN (LK)
Laporan Arus
Kas
LAPORAN FINANSIAL
BASIS
AKRUAL Surplus/ Laporan
LO Defisit-LO
Perubahan
Ekuitas
Ekuitas Neraca
PERBANDINGAN KOMPONEN LAPORAN KEUANGAN
DALAM PP NO 24 TAHUN 205 DENGAN PP NO 71 TAHUN 2010
Laporan Operasional
LRA
Pendapatan 500
Beban (200) Pendapatan 450
Surplus/Defisit Opr 300 Belanja (0)
Kegiatan non Surplus/(defisit) 450
operasional 60 Pembiayaan 1.000
Surplus/Defisit LO 360 SILPA 1.450
Neraca
Aset 2.000
Kewajiban 640
Ekuitas 1.360
PERAN DAN IMPLIKASI
BASIS AKRUAL
TERHADAP PENGEMBANGAN
MANAJEMEN PEMERINTAHAN
“Kesempatan Pengembangan Manajemen Pemerintahan
Dari Munculnya Laporan Operasi
Dalam Sistem Akuntansi Berbasis Akrual”
PERANAN LAPORAN OPERASIONAL DALAM PERHITUNGAN COST
• Laporan Operasional menyajikan informasi beban akrual yang dapat digunakan untuk
menghitung cost per program/kegiatan pelayanan
Laporan Perhitungan
Operasional Biaya (Cost)
Beban pegawai Biaya (Cost)
Beban belanja barang Labor cost untuk setiap
Beban bunga program/
Beban subsidi Kegiatan/
Beban hibah Material cost Pelayanan
Beban bantuan sosial
Beban penyusutan
Beban transfer Overhead cost
Beban lain-lain
BASIS AKRUAL, LAPORAN OPERASIONAL
DAN LAPORAN KINERJA
Evaluasi kinerja berdasarkan konsep Value for Money (ekonomi, efisien & efektif)
Basis Akrual merupakan
pondasi yang lebih kuat
untuk menerapkan konsep
Value for Money (VFM). Input (cost)
= Belanja
program/ Laporan
Konsep Value for Money kegiatan) Operasional
(VFM) digunakan untuk Ekonomis
menilai apakah suatu
organisasi telah mencapai
benefit maksimal, dengan
mengunakan sumber daya Output
yang ada. (keluaran)
Laporan
Kinerja
efisien Outcome
Konsep VFM memberikan (Hasil) efektivitas
pengertian akan cost dan kinerja
dalam mencapai efisiensi dan
efektivitas aktivitas organisasi
BASIS AKRUAL DAN PERANAN LAPORAN OPERASIONAL
DALAM MANAJEMEN KINERJA
UU 1/2004 & PP 8/2006 :
Dasar hukum penyajian laporan keuangan dan kinerja instansi pemerintah
Kinerja berupa keluaran/hasil dari kegiatan/program yang hendak atau telah dicapai
sehubungan dengan penggunaan anggaran (beban/cost), dengan kuantitas dan kualitas
terukur
Manajemen Manajemen
Transparansi Transparansi
1 menyediakan informasi tentang sumber, alokasi dan penggunaan sumber daya keuangan.
1 Aset
Komponen Utama
Neraca
2 Utang
3 Ekuitas
NERACA
1 Aset Lancar
2 Investasi Jk Panjang
5 Aset Lainnya
NERACA
Aset Lancar
Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh
pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat
ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik oleh
pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan uang,
termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk penyediaan jasa
bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang dipelihara karena
alasan sejarah dan budaya.
Aset diklasifikasikan ke dalam aset lancar dan nonlancar. Suatu aset
diklasifikasikan sebagai aset lancar jika diharapkan segera untuk dapat
direalisasikan atau dimiliki untuk dipakai atau dijual dalam waktu dua belas
bulan sejak tanggal pelaporan. Aset yang tidak dapat dimasukkan dalam kriteria
tersebut diklasifikasikan sebagai aset non lancar.
NERACA
2 Investasi Jk Pendek
Komponen Aset
Lancar
3 Piutang
4 Uang Muka
5 Persediaan
NERACA
Aset lancar meliputi kas dan setara kas, investasi jangka pendek, piutang, dan
persediaan. Aset nonlancar mencakup aset yang bersifat jangka panjang, dan
aset tak berwujud yang digunakan baik langsung maupun tidak langsung untuk
kegiatan pemerintah atau yang digunakan masyarakat umum. Aset nonlancar
diklasifikasikan menjadi investasi jangka panjang, aset tetap, dana
cadangan,dan aset lainnya.
NERACA
2 Aset Tetap
Komponen Aset
Non Lancar
3 Dana Cadangan
4 Aset Lainnya
NERACA
Investasi jangka panjang
Investasi jangka panjang adalah investasi yang dimaksudkan untuk dimilikii
selama lebih dari dua belas bulan. Investasi jangka panjang terdiri dari :
1. Investasi nonpermanen
Investasi nonpermanen adalah investasi jangka panjang yang dimaksudkan
untuk dimiliiki secara tidak berkelanjutan. Investasi nonpermanen terdiri dari
pembelian Surat Utang Negara, penanaman modal dalam proyek
pembangunan yang dapat dialihkan; kepada fihak ketiga; dan investasi
nonpermanen lainnya
2. Investasi permanen
Investasi permanen merupakan investasi jangka panjang yang dimaksudkan
untuk dimiliki secara berkelanjutan. Investasi permanent terdiri dari
penyertaan modal Pemerintah Daerah pada perusahaan
negara/perusahaan daerah, lembaga keuangan negara, badan hukum milik
negara, badan internasional dan badan hokum lainnya bukan milik Negara;
dan investasi permanen lainnya.
NERACA
Aset tetap
Aset tetap adalah aset berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari dua
belas bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintah atau dimanfaatkan
oleh masyarakat umum. Aset tetap terdiri dari tanah, peralatan dan mesin,
gedung dan bangunan, jalan, irigasi, dan jaringan, aset tetap lainnya, dan
konstruksi dalam pengerjaan.
Dana cadangan
Dana Cadangan adalah dana yang disisihkan untuk menampung kebutuhan
yang memerlukan dana relatif besar yang tidak dapat dipenuhi dalam satu
tahun anggaran. Dana cadangan dirinci menurut tujuan pembentukannya.
Aset lainnya
Aset-aset lain yang tidak bisa masuk dalam kategori aset di atas dimasukkan
sebagai aset lainnya. Termasuk dalam aset lainnya adalah aset tak berwujud,
tagihan, penjualan angsuran yang jatuh tempo lebih dari dua belas bulan, aset
kerjasama dengan fihak ketiga (kemitraan).
NERACA
Kewajiban Jangka Pendek
Kewajiban diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka pendek jika diharapkan
akan dibayar dalam waktu dua belas bulan sejak tanggal pelaporan. Termasuk
dalam kewajiban jangka pendek utang transfer pemerintah atau utang kepada
pegawai, bunga pinjaman, utang jangka pendek dari fihak ketiga, utang
perhitungan fihak ketiga (PFK), bagian lancar utang jangka panjang.
Kewajiban Jangka Panjang
Kewajiban diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka panjang jika memenuhi
ketentuan sebagai berikut:
1. jangka waktu jatuh tempo lebih dari dua belas bulan;
2. entitas bermaksud mendanai kembali (refinance) kewajiban tersebut atas
dasar jangka panjang;
3. maksud tersebut didukung dengan adanya suatu perjanjian pendanaan
kembali (refinancing), atau adanya penjadwalan kembali terhadap
pembayaran, yang diselesaikan sebelum laporan keuangan disetujui.
NERACA
Beberapa kewajiban yang jatuh tempo untuk dilunasi pada tahun berikutnya
mungkin diharapkan dapat didanai kembali (refinancing) atau digulirkan (roll
over) berdasarkan kebijakan entitas pelaporan dan diharapkan tidak akan
segera menyerap dana entitas. Kewajiban yang demikian dipertimbangkan
untuk menjadi suatu bagian dari pembiayaan jangka panjang dan
diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka panjang.
NERACA
Ekuitas
Ekuitas adalah kekayaan bersih pemerintah yang merupakan selisih antara
aset dan kewajiban pemerintah pada tanggal laporan.
CONTOH NERACA
NERACA
PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN
PER 31 DESEMBER 2011 DAN 2010
(dalam rupiah)
URAIAN CATATAN 2011 2010
ASET 5.2.1
ASET LANCAR 5.2.1.1
Kas 5.2.1.1.1 139.891.052.527,78 111.947.483.939,22
Piutang Pajak 5.2.1.1.2 5.077.124.558,46 1.759.611.790,16
Piutang Retribusi 5.2.1.1.3 3.315.000.440,00 4.974.217.895,67
Piutang Lainnya 5.2.1.1.4 4.139.252.258,00 1.668.129.024,00
Persediaan 5.2.1.1.5 17.968.908.392,17 19.130.114.970,02
Jumlah Aset Lancar 170.391.338.176,41 139.479.557.619,07
Unsur yang dicakup secara langsung oleh Laporan Realisasi Anggaran terdiri dari
pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan.
LAPORAN REALISASI ANGGARAN
1 Pendapatan
2 Belanja
Komponen
Laporan Realisasi 3 Transfer
Anggaran
4 Surplus (Defisit)
5 Pembiayaan
LAPORAN REALISASI ANGGARAN
Pendapatan
Pendapatan adalah penerimaan oleh Bendahara Umum Bendahara Umum
Daerah atau oleh entitas pemerintah lainnya yang menambah Saldo Anggaran
Lebih dalam perioda tahun anggaran yang bersangkutan yang menjadi hak
pemerintah, dan tidak perlu dibayar kembali oleh pemerintah.
4 Pendapatan BLU
LAPORAN REALISASI ANGGARAN
Pendapatan Pemerintah Pusat
1 Pajak Daerah
1 Hibah
Unsur 2 Donasi
Lain-lain
Pendapatan Yang
Sah 3 Dana Darurat
4 Pendapatan Lainnya
LAPORAN REALISASI ANGGARAN
Belanja
Belanja adalah semua pengeluaran oleh Bendahara Umum Negara/Bendahara
Umum Daerah yang mengurangi Saldo Anggaran Lebih dalam perioda tahun
anggaran bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali
oleh pemerintah.
3 Klasifikasi Fungsi
LAPORAN REALISASI ANGGARAN
Belanja
Belanja diklasifikasikan menurut :
klasifikasi ekonomi (jenis belanja),
klasifikasi organisasi, dan
klasifikasi fungsi.
1
Belanja Pemerintah
Pusat
Jenis
Belanja Negara
Belanja Transfer ke
2
Daerah
LAPORAN REALISASI ANGGARAN
Klasifikasi Ekonomis Belanja Pemerintah Pusat
Klasifikasi Ekonomis Belanja Pemerintah Pusat
I Belanja Pemerintah Pusat
1 Belanja Pegawai
2 Belanja Barang
3 Belanja Modal
4 Belanja Pembayaran Bunga Utang
5 Belanja Subsidi
6 Belanja Hibah
7 Belanja Bantuan Sosial
8 Balanja Lain-lain
LAPORAN REALISASI ANGGARAN
Klasifikasi Ekonomis Belanja Pemerintah Pusat
Klasifikasi Ekonomis Belanja Pemerintah Pusat
II Belanja Transfer ke Pemerintah Daerah
1 Dana Perimbangan
a Dana Bagi Hasil
B Dana Alokasi Umum
c Dana Alokasi Khusus
2 Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian
a Dana Otonomi Khusus
B Dana Penyesuaian
LAPORAN REALISASI ANGGARAN
Klasifikasi Ekonomis Belanja Pemerintah Daerah
1 Belanja Operasi
Jenis Belanja
2 Belanja Modal
Pemerintah
Daerah 3 Belanja Tidak Terduga
4 Belanja Transfer
LAPORAN REALISASI ANGGARAN
Klasifikasi Ekonomis Belanja Pemerintah Daerah
Klasifikasi Ekonomis Belanja Pemerintah Daerah
I Belanja Operasi
1 Belanja Pegawai
2 Belanja Barang dan Jasa
3 Belanja Bunga
4 Belanja Subsidi
5 Belanja Bantuan Sosial
LAPORAN REALISASI ANGGARAN
Klasifikasi Ekonomis Belanja Pemerintah Daerah
Klasifikasi Ekonomis Belanja Pemerintah Daerah
I Belanja Modal
1 Belanja Modal Tanah
2 Belanja Modal Peralatan dan Mesin
3 Belanja Modal Gedung dan Bangunan
4 Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan
5 Belanja Modal Aset Tetap Lainnya
LAPORAN REALISASI ANGGARAN
Klasifikasi Ekonomis Belanja Pemerintah Daerah
Klasifikasi Ekonomis Belanja Pemerintah Daerah
II Belanja Transfer
1 Transfer Bagi Hasil Pendapatan
a Transfer Bagi Hasil Pajak Daerah
b Transfer Bagi Hasil Pendapatan Lainnya
2 Transfer Bantuan Keuangan
a Transfer Bantuan Keuangan ke Pemda Lainnya
b Transfer Bantuan Keuangan ke Desa
c Transfer Bantuan Keuangan Lainnya
d Transfer Dana Otonomi Khusus
LAPORAN REALISASI ANGGARAN
Transfer
Transfer adalah penerimaan atau pengeluaran uang oleh suatu entitas
pelaporan dari/kepada entitas pelaporan lain, termasuk dana perimbangan dan
dana bagi hasil. Transfer keluar adalah pengeluaran uang dari entitas
pelaporan ke entitas pelaporan lain seperti pengeluaran dana perimbangan
oleh pemerintah pusat dan dana bagi hasil oleh pemerintah daerah.
LAPORAN REALISASI ANGGARAN
Pembiayaan
Pembiayaan (financing) adalah setiap penerimaan/pengeluaran yang tidak
berpengaruh pada kekayaan bersih entitas yang perlu dibayar kembali dan/atau
akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran bersangkutan maupun tahun-
tahun anggaran berikutnya, yang dalam penganggaran pemerintah terutama
dimaksudkan untuk menutup defisit atau memanfaatkan surplus anggaran.
Jenis
1 Penerimaan Pembiayaan
Pembiayaan
2 Pengeluaran Pembiayaan
LAPORAN REALISASI ANGGARAN
Pembiayaan
Penerimaan pembiayaan adalah semua penerimaan Rekening Kas Umum
Negara/Daerah antara lain berasal dari penerimaan pinjaman, pnejualan
obligasi pemerintah, hasil privatisasi perusahaan negara / daerah, penerimaan
kembali pinjaman yang diberikan kepada fihak ketiga, penjualan investasi
permanen lainnya dan pencairan dana cadangan.
PEMBIAYAAN 5.1.3
1 Aktivitas Operasi
• Aktivitas operasi
• adalah aktivitas penerimaan dan pengeluaran kas yang ditujukan untuk kegiatan operasional
pemerintah selama satu perioda akuntansi. Arus kas bersih aktivitas operasi merupakan
indikator yang menunjukkan kemampuan operasi pemerintah dalam menghasilkan kas yang
cukup untuk membiayai aktivitas operasionalnya di masa yang akan datang tanpa
mengandalkan sumber pendanaan dari luar.
• Aktivitas investasi
• adalah aktivitas penerimaan dan pengeluaran kas yang ditujukan untuk perolehan dan
pelepasan aset tetap serta investasi lainnya yang tidak termasuk dalam setara kas. Arus kas
dari aktivitas investasi mencerminkan penerimaan dan pengeluaran kas bruto dalam rangka
perolehan dan pelepasan sumber daya ekonomi yang bertujuan untuk meningkatkan dan
mendukung pelayanan pemerintah kepada masyarakat di masa yang akan datang.
LAPORAN ARUS KAS
Aktivitas Pendanaan
adalah aktivitas penerimaan dan pengeluaran kas yang yang berhubungan dengan
pemberian piutang jangka panjang dan/atau pelunasan utang jangka panjang yang
mengakibatkan perubahan dalam jumlah dan komposisi piutang jangka panjang dan utang
jangka panjang. Arus kas dari aktivitas pendanaan mencerminkan penerimaan dan
pengeluaran kas yang berhubungan dengan perolehan atau pemberian pinjaman jangka
panjang.
Aktivitas Transitoris
mencerminkan penerimaan dan pengeluaran kas bruto yang tidak mempengaruhi
pendapatan, beban, dan pendanaan pemerintah. Arus kas dari aktivitas transitoris antara lain
transaksi Perhitungan Fihak Ketiga (PFK), pemberian/penerimaan kembali uang persediaan
kepada/dari bendahara pengeluaran, serta kiriman uang. PFK menggambarkan kas yang
berasal dari jumlah dana yang dipotong dari Surat Perintah Membayar atau diterima secara
tunai untuk pihak ketiga misalnya potongan Taspen dan Askes. Kiriman uang
menggambarkan mutasi kas antar rekening kas umum negara/daerah.
CONTOH LAPORAN ARUS KAS PEMDA
LAPORAN ARUS KAS
PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN
UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 2011 DAN 2010
(dalam rupiah)
URAIAN Catatan 2.011,00 2.010,00
PENDAPATAN TRANSFER
PENDAPATAN TRANSFER PEMERINTAH PUSAT 5.3.2
Dana Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak 5.3.2.1 79.317.976.957,00 107.029.836.398,00
Dana Alokasi Umum 5.3.2.2 631.920.733.000,00 563.320.892.000,00
Dana Alokasi Khusus 5.3.2.3 42.650.300.000,00 69.847.300.000,00
Dana Tunjangan Pendidikan 5.3.2.4 148.082.286.360,00 84.453.294.000,00
Jumlah Pendapatan Dana Perimbangan dr Pem. Pusat 901.971.296.317,00 824.651.322.398,00
Analisa laporan keuangan adalah suatu cara untuk mengetahui dan memahami
kondisi keuangan suatu entitas dalam rangka mengambil suatu keputusan,
dengan cara melakukan analisa terhadap pos-pos yang terdapat dalam laporan
keuangan.
.
MEKANISME
Laporan Keuangan
Metode/teknik Analisis
Kondisi keuangan
Dituangkan Dlm
LAPORAN KEUANGAN
Dianalisis Untuk
• Understanding
• Diagnosis
• Forecasting
• Evaluation
METODE ANALISA
Vertikal
Analisa laporan keuangan dengan cara menghubungkan atau membandingkan pos-
pos laporan keuangan suatu entitas dengan pos-pos lainnya dalam satu laporan
keuangan untuk satu periode pelaporan, sehingga nampak besarnya persentase
suatu pos terhadap pos lain yang dijadikan dasar.
Horizontal
Analisa laporan keuangan dengan cara membandingkan data keuangan
satu entitas selama lebih dari satu periode pelaporan, sehingga nampak
pos-pos yang berubah selama periode analisa tersebut.
Korelasi
Analisa laporan keuangan dengan cara menghubungkan atau
membandingkan pos-pos laporan keuangan dalam suatu laporan keuangan
dengan pos-pos laporan keuangan dalam laporan keuangan lainnya dalam
suatu entitas untuk satu periode pelaporan, sehingga nampak besarnya
persentase suatu pos terhadap pos lain yang dijadikan dasar (rasio) atau
nampak pengaruh dari suatu pos terhadap suatu pos lainnya.
TEKHNIK ANALISA
Comparative
Analisa yang dilakukan dengan cara melakukan perbandingan antar rencana
(anggaran) dan realisasi, antar periode untuk suatu laporan keuangan entitas atau
perbandingan suatu laporan keuangan antar entitas.
Common Size
Analisa yang dilakukan dengan melihat ukur-ukuran umum dari suatu laporan.
Trend
Analisa yang dilakukan dengan cara melihat perkembangan suatu pos laporan
keuangan dalam periode lebih dari 2 (dua) tahun (time serie analisys).
Rasio
Analisa yang dilakukan dengan melakukan perbandingan antar pos laporan
keuangan baik dalam satu laporan keuangan maupun antar laporan keuangan
sehingga diperoleh nilai dalam bentuk prosentase atau rasio.
Analisa Khusus
Analisa yang dilakukan dengan menggunakan data-data lain di luar data dalam
laporan keuangan seperti : ramalan pendapatan, analisa piutang tidak tertagih dan
lain sebagainya.
TEKHNIK
Horizontal
Comparative
Trend
Vertikal
Common Size
Rasio
Korelasi
Rasio
Analisa Khusus : Regresi
IKHTISAR
Understanding
Diagnostic
Tujuan
Forecasting
Evaluation
LRA
Arus Kas
Vertikal
Korelasi
Perbandingan
Common Size
Tekhnik
Trend
Rasio
COMPARATIVE – ANGGARAN V.S. REALISASI
Laporan Realisasi Anggaran
Pemerintah Daerah
Anggaran Realisasi
Prosentase
TA 2010 TA 2010
PENDAPATAN
Pendapatan Asli Daerah
Pendapatan Pajak Daerah 973,400 785,000 81%
Pendapatan Retribusi Daerah 304,048 245,200 81%
Pendapatan Bagian Laba BUMD dan Investasi Lain 147,000 150,000 102%
Lain-lain Pendapatan Asli Daerah 349,076 356,200 102%
Jumlah Pendapatan Asli Daerah 1,773,524 1,536,400 87%
Pendapatan Transfer
Pendapatan Bagian Daerah PBB & BPHTB 429,514 452,120 105%
Pendapatan Bagian Daerah PPh 731,472 653,100 89%
Pendapatan Bagian Daerah SDA 425,400 354,500 83%
Dana Alokasi Umum 522,432 453,500 87%
Dana Alokasi Khusus 296,571 245,100 83%
Pendapatan Bagi Hasil Lainnya 2,034 2,450 120%
Jumlah Pendapatan Transfer 2,407,423 2,160,770 90%
Lain-Lain Pendapatan Yang Sah
Pendapatan Hibah 7,252 7,400 102%
Pendapatan Dana Darurat 54,516 35,400 65%
Lain-lain Pendapatan 50,292 45,720 91%
Jumlah Lain-lain Pendapatan yang Sah 112,060 88,520 79%
PENDAPATAN
Pendapatan Asli Daerah
Pendapatan Pajak Daerah 973,400 785,000 81%
Pendapatan Retribusi Daerah 304,048 245,200 81%
Pendapatan Bagian Laba BUMD dan Investasi Lain 147,000 150,000 102%
Lain-lain Pendapatan Asli Daerah 349,076 356,200 102%
Jumlah Pendapatan Asli Daerah 1,773,524 1,536,400 87%
Pendapatan Transfer
Pendapatan Bagian Daerah PBB & BPHTB 429,514 452,120 105%
Pendapatan Bagian Daerah PPh 731,472 653,100 89%
Pendapatan Bagian Daerah SDA 425,400 354,500 83%
Dana Alokasi Umum 522,432 453,500 87%
Dana Alokasi Khusus 296,571 245,100 83%
Pendapatan Bagi Hasil Lainnya 2,034 2,450 120%
Jumlah Pendapatan Transfer 2,407,423 2,160,770 90%
Lain-Lain Pendapatan Yang Sah
Pendapatan Hibah 7,252 7,400 102%
Pendapatan Dana Darurat 54,516 35,400 65%
Lain-lain Pendapatan 50,292 45,720 91%
Jumlah Lain-lain Pendapatan yang Sah 112,060 88,520 79%
PENDAPATAN
Pendapatan Asli Daerah
Pendapatan Pajak Daerah 973,400 785,000 81%
Pendapatan Retribusi Daerah 304,048 245,200 81%
Pendapatan Bagian Laba BUMD dan Investasi Lain 147,000 150,000 102%
Lain-lain Pendapatan Asli Daerah 349,076 356,200 102%
Jumlah Pendapatan Asli Daerah 1,773,524 1,536,400 87%
Pendapatan Transfer
Pendapatan Bagian Daerah PBB & BPHTB 429,514 452,120 105%
Pendapatan Bagian Daerah PPh 731,472 653,100 89%
Pendapatan Bagian Daerah SDA 425,400 354,500 83%
Dana Alokasi Umum 522,432 453,500 87%
Dana Alokasi Khusus 296,571 245,100 83%
Pendapatan Bagi Hasil Lainnya 2,034 2,450 120%
Jumlah Pendapatan Transfer 2,407,423 2,160,770 90%
Lain-Lain Pendapatan Yang Sah
Pendapatan Hibah 7,252 7,400 102%
Pendapatan Dana Darurat 54,516 35,400 65%
Lain-lain Pendapatan 50,292 45,720 91%
Jumlah Lain-lain Pendapatan yang Sah 112,060 88,520 79%
PENDAPATAN
Pendapatan Asli Daerah
Pendapatan Pajak Daerah 973,400 23%
Pendapatan Retribusi Daerah 304,048 7%
Pendapatan Bagian Laba BUMD dan Investasi Lain 147,000 3%
Lain-lain Pendapatan Asli Daerah 349,076 8%
Jumlah Pendapatan Asli Daerah 1,773,524 41%
Pendapatan Transfer
Pendapatan Bagian Daerah PBB & BPHTB 429,514 10%
Pendapatan Bagian Daerah PPh 731,472 17%
Pendapatan Bagian Daerah SDA 425,400 10%
Dana Alokasi Umum 522,432 12%
Dana Alokasi Khusus 296,571 7%
Pendapatan Bagi Hasil Lainnya 2,034 0%
Jumlah Pendapatan Transfer 2,407,423 56%
Lain-Lain Pendapatan Yang Sah
Pendapatan Hibah 7,252 0%
Pendapatan Dana Darurat 54,516 1%
Lain-lain Pendapatan 50,292 1%
Jumlah Lain-lain Pendapatan yang Sah 112,060 3%
PENDAPATAN
Pendapatan Asli Daerah
Pendapatan Pajak Daerah 973,400 23%
Pendapatan Retribusi Daerah 304,048 7%
Pendapatan Bagian Laba BUMD dan Investasi Lain 147,000 3%
Lain-lain Pendapatan Asli Daerah 349,076 8%
Jumlah Pendapatan Asli Daerah 1,773,524 41%
Pendapatan Transfer
Pendapatan Bagian Daerah PBB & BPHTB 429,514 10%
Pendapatan Bagian Daerah PPh 731,472 17%
Pendapatan Bagian Daerah SDA 425,400 10%
Dana Alokasi Umum 522,432 12%
Dana Alokasi Khusus 296,571 7%
Pendapatan Bagi Hasil Lainnya 2,034 0%
Jumlah Pendapatan Transfer 2,407,423 56%
Lain-Lain Pendapatan Yang Sah
Pendapatan Hibah 7,252 0%
Pendapatan Dana Darurat 54,516 1%
Lain-lain Pendapatan 50,292 1%
Jumlah Lain-lain Pendapatan yang Sah 112,060 3%
Belanja 100%
Belanja Operasi
Belanja Pegawai 12%
Belanja Barang dan Jasa 23%
Belanja Perjalanan Dinas 10%
Belanja Pinjaman 7%
Belanja Subsidi 8%
Belanja Hibah 4%
Belanja Bantuan Sosial 1%
Belanja Operasi Lainnya 3%
Total Belanja Operasi 68%
Belanja Modal
Belanja Modal Aset Tetap 20%
Belanja Modal Aset Lainnya 12%
Total Belanja Modal 32%
dst ….
COMMON SIZE
Laporan Realisasi Anggaran
dalam Persentase terhadap Total Pendapatan
Pemerintah Daerah SAMPUNG BARU
TA 2000
Pendapatan
Pendapatan Asli Daerah ….. dst 47%
Pendapatan Dana Perimbangan dst …. 24%
Pendapatan Bagi Hasil dari Pemerintah Propinsi 23%
Lain-lain Pendapatan yang Sah 6%
Total Pendapatan 100%
Belanja 100%
Belanja Operasi
Belanja Pegawai 12%
Belanja Barang dan Jasa 23%
Belanja Perjalanan Dinas 10%
Belanja Pinjaman 7%
Belanja Subsidi 8%
Belanja Hibah 4%
Belanja Bantuan Sosial 1%
Belanja Operasi Lainnya 3%
Total Belanja Operasi 68%
Belanja Modal
Belanja Modal Aset Tetap 20%
Belanja Modal Aset Lainnya 12%
Total Belanja Modal 32%
dst ….
TREND ANALISYS
Proporsi Nilai Aset Tetap Terhadap Total Nilai Aset, 432 Pemda Tahun 2008
120%
100%
80%
60%
40%
20%
0%
0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500
Proporsi Nilai Aset Tetap Terhadap Total Nilai Aset, 429 Pemda Tahun 2009
120%
100%
80%
60%
40%
20%
0%
0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500
Proporsi Nilai Aset Tetap Terhadap Total Nilai Aset, 462 Pemda Tahun 2010
120%
100%
80%
60%
40%
20%
0%
0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500
Solvabilitas Kas
adalah kemampuan pemerintah untuk menghasilkan kas yang cukup untuk memenuhi
kewajiban dalam waktu satu bulan sampai tiga bulan.
Solvabilitas Anggaran
mengacu pada kemampuan pemerintah daerah untuk meningkatkan pendapatan yang
memadai untuk membiayai layanan standar atau layanan yang diinginkan.
Solvabilitas Layanan
adalah kemampuan pemerintah daerah untuk memberikan berbagai layanan dalam kuantitas
dan kualitas yang dibutuhkan dan diminta oleh rakyatnya.
DEFINISI KONDISI KEUANGAN PEMERINTAH
Fleksibilitas keuangan
adalah suatu kondisi di mana pemerintah dapat meningkatkan sumber daya keuangan untuk
merespon peningkatan komitmen, baik melalui peningkatan pendapatan atau meningkatkan
kapasitas utang.
Kerentanan finansial
adalah suatu kondisi di mana pemerintah menjadi tergantung, sehingga menjadi rentan,
terhadap sumber pendanaan di luar kendali atau pengaruhnya, baik dari sumber-sumber
domestik dan internasional.
KONSEPTUALISASI DEFINISI KONDISI KEUANGAN PEMERINTAH
STAKEHOLDERS
Kewajiban
Hak
Mengeksekusi hak keuangan PANJANG
Secara efisien dan efektif
KEMANDIRIAN KEUANGAN
Apakah Pemerintah mampu
memberikan layanan dengan
standar dan kualitas yang
sesuai dengan keinginan
PEMERINTAH Program dan Kegiatan TUJUAN NEGARA masyarakat
SOLVABILITAS LAYANAN
Apakah Pemerintah mampu
Mengantisipasi kejadian tak Apakah Pemerintah mampu menutupi
terduga di masa datang ? Biaya operasionalnya ?
SOLVABILITAS ANGGARAN
LINGKUNGAN
KONSEPTUALISASI DEFINISI KONDISI KEUANGAN PEMERINTAH
Tahap 1
Menentukan Kelompok Acuan (Benchmark) Pemerintah Daerah Yang
Setara
• Sebelum menghitung indeks indikator masing-masing dimensi, langkah
pertama adalah menentukan kelompok Pemerintah Daerah (Pemda) yang
memiliki karakteristik yang mirip dalam rangka tercapainya homogenitas antar
Pemda. Pengelompokan ini dimaksudkan untuk meningkatkan fairness dan
daya banding antar pemerintah daerah karena besaran indeks akan
menunjukkan kondisi keuangan realatif antar pemerintah daerah yang setara.
• Pemerintah Daerah dapat dikelompokkan berdasarkan jenis layanan yang
diberikannya, area, jumlah populasi; dan kepadatan penduduk dalam rangka
tercapainya homogenitas sehingga komparabilitasnya dapat dimaksimalkan
TAHAPAN MENGANALISIS KONDISI KEUANGAN PEMERINTAH
Tahap 2
Menghitung Indeks Indikator dan Indeks Dimensi
Formula untuk menghitung indeks indikator adalah sebagai berikut:
Nilai minimum adalah nilai terendah dari semua data yang di observasi selama
perioda pengamatan. Nilai maksimum adalah nilai aktual tertinggi dari semua
data yang di observasi selama perioda pengamatan. Akibatnya, indeks akan
memiliki nilai tertinggi 1 dan nilai terendah 0.
TAHAPAN MENGANALISIS KONDISI KEUANGAN PEMERINTAH
Dimana :
I adalah indeks indikator dan
n adalah jumlah indikator yang membentuk dimensi.
TAHAPAN MENGANALISIS KONDISI KEUANGAN PEMERINTAH
Tahap 3
Menghitung Indeks Komposit Kondisi Keuangan Pemerintah Daerah
Setelah menghitung indeks dimensi dan indeks indikator kondisi keuangan,
langkah berikutnya adalah menghitung indeks komposit kondisi keuangan
pemerintah daerah.
Indeks kondisi keuangan adalah rata-rata tertimbang dari indeks dimensi yang
membentuknya.
Formula menghitung indeks komposit adalah sebagai berikut :
Dimana :
FCI = Indeks kondisi keuangan,
w = bobot indeks dimensi;
DI = indeks dimensi,
n = jumlah dimens
ANALISA KEMANDIRIAN
KEUANGAN PEMERINTAH
DAERAH
PENGANTAR
Sumber: data diolah dari Laporan Hasil Pemeriksaan BPK RI tahun 2010 atas pemda pemda di Propinsi Bali
ILUSTRASI PENGHITUNGAN INDEKS KEMANDIRIAN KEUANGAN
Misalnya, untuk Rasio A, nilai maksimal adalah 0,69 dan nilai minimal adalah
0,03. Dengan demikian indeks Rasio A untuk Pemerintah Kabupaten Jembrana
adalah (0,09 – 0,03) / (0,69 – 0,03) = 0,08. Berikut ini disajikan indeks rasio
kemandirian keuangan tahun 2010 untuk semua pemerintah kabupaten di
Provinsi Bali.
ILUSTRASI PENGHITUNGAN INDEKS KEMANDIRIAN KEUANGAN
Sumber: data diolah dari Laporan Hasil Pemeriksaan BPK RI tahun 2010 atas pemda-pemda di Propinsi Bali
ANALISIS SOLVABILITAS ANGGARAN
Misalnya, untuk Rasio A, nilai maksimal adalah 1,24 dan nilai minimal adalah
0,995. Dengan demikian indeks Rasio A untuk Pemerintah Kabupaten
Jembrana adalah (1,04 – 0,995) / (1,24 – 0,995) = 0,17.
Berikut ini disajikan indeks rasio kemandirian keuangan tahun 2010 untuk
semua pemerintah kabupaten di Propinsi Bali.
ANALISIS SOLVABILITAS ANGGARAN
No Pemerintah Daerah Indeks Rasio A Indeks Rasio B Indeks Rasio C Indeks Rasio D
1 Kabupaten Jembrana 0.17 0.21 0.28 0
2 Kabupaten Tabanan 0.24 0.15 0.12 0.31
3 Kabupaten Badung 1 1 1 1
4 Kabupaten Gianyar 0.54 0.42 0.17 0.4
5 Kabupaten Klungkung 0.2 0.12 0.12 0.28
6 Kabupaten Bangli 0.46 0.49 0.22 0.26
7 Kabupaten Karangasem 0.27 0.31 0.09 0.41
8 Kabupaten Buleleng 0 0 0 0.34
ANALISIS SOLVABILITAS ANGGARAN
Sumber: Data diolah dari Laporan Hasil Pemeriksaan BPK RI tahun 2010 atas pemda di Propinsi Bali
ILUSTRASI PENGHITUNGAN INDEKS SOLVABILITAS KEUANGAN JANGKA
PENDEK
Tahap 2: Menghitung Indeks Rasio
Menghitung indeks masing-masing rasio dengan formula:
Misalnya, untuk Rasio A, nilai maksimal adalah 98,76 dan nilai minimal adalah
3,37. Dengan demikian indeks Rasio A untuk Pemerintah Kabupaten Jembrana
adalah (13,69 – 3,37) / (98,76 – 3,37) = 0,11. Berikut ini disajikan indeks rasio
solvabilitas keuangan jangka pendek tahun 2010 untuk semua pemerintah
kabupaten di Provinsi Bali
ILUSTRASI PENGHITUNGAN INDEKS SOLVABILITAS KEUANGAN JANGKA
PENDEK
Misalnya, untuk Rasio A, nilai maksimal adalah 7.397.225,15 dan nilai minimal
adalah 1.852.653,84. Dengan demikian indeks Rasio A untuk Pemerintah
Kabupaten Jembrana adalah (4.306.030,04 - 1.852.653,84) / (7.397.225,15 –
1.852.653,84) = 0,44
Berikut ini disajikan indeks rasio solvabilitas layanan tahun 2010 untuk semua
pemerintah kabupaten di Provinsi Bali.
ILUSTRASI PENGHITUNGAN INDEKS KEMANDIRIAN KEUANGAN
Dr. Mardiasmo, MBA, Ak., “Otonomi & Manajemen Keuangan Daerah”, Penerbit Andi,
Yogyakarta, 2002.
Prof. Dr. Mardiasmo, MBA, Ak., “Akuntansi Sektor Publik”, Penerbit Andi, Yogyakarta,
2009.
Freeman dan Shoulders, “Governmental And Nonprofit Accounting : Theory and
Practice”, Prentice Hall, 2003, 7th Ed.
Theodore H. Poister, “Measuring Performance in Public and Nonprofit Organizations”,
John Willey & Sons., Inc, 2003.
Michael H. Granof, “Government And Non For Profit Accounting”, John Wiley & Sons,
Inc., 2005, 3rd ed.
Lee, Johnson dan Joyce, “Public Budgeting systems”, Jones and Bartlett Publishers,
2008, 8th Ed.
DAFTAR PUSTAKA
Performance
Accountability
Transparency
Honesty