Anda di halaman 1dari 8

Asuhan Keperawatan Pada Pasien HIV AIDS

(By: Alfeus M.)

a. Pengertian
Acquired Immune Deficiency Syndrome (disingkat AIDS) adalah sekumpulan gejala dan
infeksi (atau: sindrom) yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia
akibat infeksi virus HIV; atau infeksi virus-virus lain yang mirip yang menyerang spesies
lainnya (SIV, FIV, dan lain-lain).
Virusnya sendiri bernama Human Immunodeficiency Virus (atau disingkat HIV) yaitu
virus yang memperlemah kekebalan pada tubuh manusia.

b. Etiologi
 AIDS disebabkan oleh virus yang mempunyai beberapa nama yaitu HTL II, LAV, RAV.
Yang nama ilmiahnya disebut Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang berupa agen
viral yang dikenal dengan retrovirus yang ditularkan oleh darah dan punya afinitas
(ikatan) yang kuat terhadap limfosit T.
 Virus ini ditransmisikan melalui kontak intim (seksual), darah atau produk darah yang
terinfeksi.

c. Gejala Klinis
Stadium Klinis I:
 Asimtomatik (tanpa gejala)
 Limfadenopati Generalisata (pembesaran kelenjar getah bening/limfe seluruh tubuh)
 Skala Penampilan: asimtomatik, aktivitas normal.

Stadium Klinis II:


 Berat badan berkurang >10%
 Diare berkepanjangan >1 bulan
 Jamur pada mulut
 TB Paru
 Infeksi bakterial berat
 Skala Penampilan 3: >1 bulan)
o Kanker kulit (Sarcoma Kaposi)
o Radang Otak (Toksoplasmosis, Ensefalopati HIV)
 Skala Penampilan 4: terbaring di tempat tidur >50% dalam masa 1 bulan terakhir.

d. Patofisiologi
o Patofisiologi AIDS adalah kompleks, seperti halnya dengan semua sindrom. Pada
akhirnya, HIV menyebabkan AIDS dengan berkurangnya CD4 + limfosit T pembantu.
Hal ini melemahkan sistem kekebalan tubuh dan memungkinkan infeksi oportunistik.
Limfosit T sangat penting untuk respons kekebalan tubuh dan tanpa mereka, tubuh
tidak dapat melawan infeksi atau membunuh sel kanker. Mekanisme penurunan CD4
T + berbeda di fase akut dan kronis.
o Selama fase akut, HIV diinduksi lisis sel dan membunuh sel yang terinfeksi oleh sel
sitotoksik akun T untuk CD4 + T deplesi sel, walaupun apoptosis juga dapat menjadi
faktor. Selama fase kronis, konsekuensi dari aktivasi kekebalan umum ditambah dengan
hilangnya bertahap kemampuan sistem kekebalan tubuh untuk menghasilkan sel baru T
muncul untuk menjelaskan penurunan lamban dalam jumlah CD4 + T sel.

1
o Meskipun gejala defisiensi imun karakteristik AIDS tidak muncul selama bertahun-
tahun setelah seseorang terinfeksi, sebagian besar CD4 + T hilangnya sel terjadi selama
minggu pertama infeksi, terutama di mukosa usus, pelabuhan yang mayoritas limfosit
ditemukan dalam tubuh. Alasan hilangnya preferensial CD4 + T sel mukosa adalah
bahwa mayoritas CD4 + T sel mukosa mengungkapkan coreceptor CCR5, sedangkan
sebagian kecil CD4 + sel T dalam aliran darah melakukannya.
o HIV mencari dan menghancurkan CD4 + sel CCR5 mengekspresikan selama infeksi
akut. Sebuah respons imun yang kuat akhirnya kontrol infeksi dan inisiat fase laten
klinis. Namun, CD4 + T sel dalam jaringan mukosa tetap habis seluruh infeksi,
meskipun cukup tetap awalnya menangkal infeksi yang mengancam jiwa.
o Replikasi HIV terus-menerus menghasilkan keadaan aktivasi kekebalan umum bertahan
selama fase kronis. Aktivasi kekebalan tubuh, yang tercermin oleh aktivasi peningkatan
sel kekebalan dan pelepasan sitokin pro inflamasi, hasil dari aktivitas beberapa produk
gen HIV dan respons kebal terhadap replikasi HIV terus-menerus. Penyebab lainnya
adalah kerusakan pada sistem surveilans kekebalan penghalang mukosa yang
disebabkan oleh penipisan mukosa CD4 + sel T selama fase akut dari penyakit.
o Hal ini mengakibatkan pemaparan sistemik dari sistem kekebalan tubuh untuk
komponen mikroba flora normal usus, yang pada orang sehat adalah disimpan dan
dicek oleh sistem imun mukosa. Aktivasi dan proliferasi sel T yang hasil dari aktivasi
kekebalan memberikan target segar untuk infeksi HIV. Namun, pembunuhan langsung
dengan HIV saja tidak dapat menjelaskan menipisnya diamati CD4 +sel T karena hanya
0,01-0,10% dari CD4 + T sel dalam darah yang terinfeksi.
o Penyebab utama hilangnya CD4 T + muncul hasil dari kerentanan mereka untuk
apoptosis meningkat ketika sistem kekebalan tubuh tetap diaktifkan. Meskipun baru sel
T terus diproduksi oleh timus untuk menggantikan yang hilang, kapasitas regeneratif
timus secara perlahan dihancurkan oleh infeksi langsung thymocytes dengan HIV.
Akhirnya, jumlah minimal CD4 + sel T yang diperlukan untuk menjaga respon imun
yang cukup hilang, yang mengarah ke AIDS.

d. Pemeriksaan Penunjang
o ELISA-Western Blot. ELISA (enzyme linked immunosorbent assay) adalah cara
untuk mengetahui apakah klien sudah pernah terjangkit HIV. Western Blot adalah cara
untuk mendeteksi adanya HIV pada darah, untuk mendeteksi antibodi terhadap HIV.
Pemeriksaan Western Blot dilakukan untuk mengonfirmasi apakah tes
ELISA benar/tidak.
o IFA (Indirect Fluorescent Antibody), merupakan pemeriksaan konfirmasi ELISA+,
mendeteksi antibodi terhadap HIV.
o Tes Viral Load (VL/muatan virus) mengukur jumlah HIV dalam darah. Tes ini pada
umumnya meramalkan seberapa cepat HIV akan merusak sitem kekebalan tubuh.
Secara langsung, tes ini memprediksi tingkat kerusakan CD4: semakin tinggi angka
Viral Load, semakin tinggi risiko kerusakan sistem imun. Dengan terapi yang
tepat dapat secara signifikan mengurangi level HIV dan memperlambat proses
pembiakannya.
o Tes hitungan CD4 cell mengukur level sel CD4, salah satu jenis sel darah putih. Tes ini
dapat mengukur tingkat penurunan sistem imun.

2
o Meski dengan terapi ARV (Anti Retro Virus) dapat memperlambat laju perlemahan
sistem imun. Namun, banyak orang yang memulai ARV mengalami peningkatan angka
CD4 yang sangat tajam.
o RIPA (Radio Immuno Precipitation Assay), mendeteksi kadar protein dalam darah.

o PCR (Polymerase Chain Reaction), memeriksa keberadaan HIV dalam darah.

e. Penatalaksanaan
Perawatan Paliatif
 Perawatan paliatif adalah perawatan yang meringankan penderitaan penyakit atau
pada tahap yang tidak dapat disembuhkan. Perawatan tersebut mungkin dibutuhkan
dari masa bayi dan untuk bertahun-tahun untuk beberapa anak, sementara yang lain
baru memerlukannya setelah mereka lebih tua, dan untuk jangka waktu yang singkat.
 Sebagian besar anak dengan penyakit berat dirawat di rumah. Orang tuanya adalah
bagian dari tim perawatan serta anggota keluarga yang membutuhkan dukungan.
Sebagai perawat primer anak, mereka harus terlibat dalam tim perawatan – diberi
informasi, kesempatan untuk membahas rencana pengobatan, keterampilan yang
dibutuhkan, dan diyakinkan bahwa nasihat dan dukungan tersedia 24 jam. Akhirnya,
mereka harus diberi kesempatan untuk berduka cita atas kehilangan anak yang
meninggal dunia.

Pengobatan Rasa Nyeri (Sakit)


 Strategi pengobatan bertahap untuk rasa nyeri yang berat, yang disebut
‘jenjang analgesik’. Langkah pertama pada jenjang tersebut meliputi pengobatan
dengan obat nonnarkotik, misalnya Aspirin atau Parasetamol. Langkah kedua
memberikan obat narkotik ringan, misalnya kodein. Jika pasien masih merasa nyeri,
langkah ketiga memberikan opioid sedang atau berat, biasanya morfin. Sayang,
sebagian besar dokter belum berpengalaman meresepkan morfin untuk anak, dan
sering terlalu berhati-hati. Dengan pengobatan yang sesuai, rasa nyeri yang berat
hampir selalu dapat ditangani, dan seharusnya tidak ada pasien yang terlalu menderita
akibat rasa nyeri.
 Anak kecil sering tidak dapat langsung menunjukkan tingkat rasa sakitnya. Ada
gambar yang dapat dipakai untuk menilai tingkat rasa nyeri pada anak; gambar ini
bisa diminta dari dokter anak.

Dukungan Untuk Keluarga


 Keluarga membutuhkan dukungan mulai saat anaknya didiagnosis dan selama
pengobatan, bukan hanya pada waktu penyakit sangat lanjut. Setiap keluarga adalah
berbeda, dengan kekuatan dan keterampilan untuk menangani yang berbeda.
Kebutuhan kakak-adik dan nenek-kakek juga harus diperhatikan. Mungkin harus
dipertimbangkan ketersediaan kelompok dukungan sebaya untuk keluarga yang
mengasuh anak dengan HIV.
 Umumnya, sedikitnya ibu dari anak terinfeksi HIV juga terinfeksi sendiri. Oleh
karena itu, orang tua sering membutuhkan dukungan dan bantuan tambahan, apalagi
bila mereka merasa salah karena anaknya harus menderita penyakit berat ini.

f. Prognosis
 Tanpa pengobatan, waktu kelangsungan hidup rata-rata bersih setelah terinfeksi HIV
diperkirakan 9 sampai 11 tahun, tergantung pada subtipe HIV.
3
 Pengembangan ARV sebagai terapi efektif untuk infeksi HIV dan AIDS mengurangi
kematian tingkat dari penyakit ini sebesar 80%, dan meningkatkan harapan
hidup untuk orang terinfeksi HIV yang baru didiagnosis sampai sekitar 20 tahun.

g. Komplikasi
 Oral Lesi karena kandidia, herpes simplek, Sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis,
peridonitis Human Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia oral, nutrisi, dehidrasi,
penurunan berat badan, keletihan dan cacat. Kandidiasis oral ditandai oleh bercak-
bercak putih seperti krim dalam rongga mulut. Jika tidak diobati, kandidiasis oral
akan berlanjut mengenai esophagus dan lambung. Tanda dan gejala yang menyertai
mencakup keluhan menelan yang sulit dan rasa sakit di balik sternum (nyeri
retrosternal).
 Neurologik ensefalopati HIV atau disebut pula sebagai kompleks dimensia AIDS
(ADC; AIDS Dementia Complex).
o Manifestasi dini mencakup gangguan daya ingat, sakit kepala, kesulitan
berkonsentrasi, konfusi progresif, perlambatan psikomotorik, apatis dan ataksia.
stadium lanjut mencakup gangguan kognitif global, kelambatan dalam respon
verbal, gangguan efektif seperti pandangan yang kosong, hiperefleksi paraparesis
spastic, psikosis, halusinasi, tremor, inkontinensia, dan kematian.
o Meningitis kriptokokus ditandai oleh gejala seperti demam, sakit kepala, malaise,
kaku kuduk, mual, muntah, perubahan status mental dan kejang-kejang. Diagnosis
ditegakkan dengan analisis cairan serebospinal.
 Gastrointestinal Wasting Syndrome kini diikutsertakan dalam definisi kasus yang
diperbarui untuk penyakit AIDS. Kriteria diagnostiknya mencakup penurunan BB
>10% dari BB awal, diare yang kronis selama lebih dari 30 hari atau kelemahan yang
kronis, dan demam yang kambuhan atau menetap tanpa adanya penyakit lain yang
dapat menjelaskan gejala ini.
o Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma, dan
sarcoma Kaposi. Dengan efek, penurunan berat badan, anoreksia, demam,
malabsorbsi, dan dehidrasi.
o Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma, sarcoma Kaposi, obat ilegal,
alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik, demam atritis.
o Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal yang
sebagai akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri rektal, gatal-
gatal dan diare.
 Respirasi Pneumocystic Carinii. Gejala napas yang pendek, sesak nafas (dispnea),
batuk-batuk, nyeri dada, hipoksia, keletihan dan demam akan menyertai akibat infeksi
oportunis, seperti yang disebabkan oleh Mycobacterium Intracellulare (MAI),
cytomegalovirus, virus influenza, pneumococcus, dan strongyloides.
 Dermatologik Lesi kulit stafilokokus: virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis
karena xerosis, reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekubitus dengan efek nyeri, gatal,
rasa terbakar, infeksi sekunder dan sepsis. Infeksi oportunis seperti herpes zoster dan
herpes simpleks disertai dengan pembentukan vesikel yang nyeri dan merusak
integritas kulit. Moluskum kontangiosum merupakan infeksi virus yang ditandai oleh
pembentukan plak yang disertai deformitas. Dermatitis soboreika disertai ruam yang
difus, bersisik dengan indurasi yang mengenai kulit kepala serta wajah. Penderita
AIDS juga dapat memperlihatkan folikulitis menyeluruh yang disertai dengan kulit
yang kering dan mengelupas atau dengan dermatitis atopik seperti ekzema dan
psoriasis.
4
 Sensorik
o Pandangan: Sarkoma Kaposi pada konjungtiva atau kelopak mata: retinitis
sitomegalovirus berefek kebutaan.
o Pendengaran: otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan pendengaran dengan
efek nyeri yang berhubungan dengan mielopati, meningitis, sitomegalovirus dan
reaksi-reaksi obat.

h. Epidemiologi
 AIDS pertama dikenal sebagai gejala entitas klinis yang aneh pada tahun 1981;
namun secara retrospektif dapat dilacak kembali bahwa kasus AIDS secara terbatas
telah muncul selama tahun 1970-an di AS dan di beberapa bagian di dunia (Haiti,
Afrika, Eropa). Akhir 1999, lebih dari 700.000 kasus AIDS dilaporkan di AS.
Walaupun AS tercatat mempunyai kasus AIDS terbesar, estimasi kumulatif dan angka
tahunan AIDS di negara-negara sub-Sahara Afrika ternyata jauh lebih tinggi. Di
seluruh dunia, WHO memperkirakan lebih dari 13 juta kasus (dan sekitar 2/3 nya di
negara-negara sub-Sahara Afrika) terjadi pada tahun 1999. Di AS, distribusi kasus
AIDS disebabkan oleh faktor “risk behavior” yang berubah pada dekade yang lalu.
Walaupun wabah AIDS di AS terutama terjadi pada pria yang berhubungan sex
dengan pria, angka pertambahan terbesar dilaporkan pada pertengahan tahun 1990-an
terjadi di antara wanita dan populasi minoritas. Pada tahun 1993 AIDS muncul
sebagai penyebab kematian terbesar pada penduduk berusia 25-44 tahun, tetapi turun
ke urutan kedua sesudah kematian yang disebabkan oleh kecelakaan pada tahun 1996.
Namun, infeksi HIV tetap merupakan kasus tertinggi penyebab kematian pada pria
dan wanita kulit hitam berusia 25-44 tahun. Penurunan insidens dan kematian karena
AIDS di Amerika Utara sejak pertengahan tahun 1990 antara lain karena efektifnya
pengobatan antiretroviral (ARV), di samping upaya pencegahan dan evolusi alamiah
dari wabah juga berperan. HIV/AIDS yang dihubungkan dengan penggunaan jarum
suntik terus berperan dalam wabah HIV terutama di kalangan kaum minoritas kulit
berwarna di AS. Penularan heteroseksual dari HIV di AS meningkat secara bermakna
dan menjadi pola predominan dalam penyebaran HIV di negara-negara berkembang.
Kesenjangan besar dalam mendapatkan terapi antiretroviral antara negera berkembang
dan negara maju diilustrasikan dengan menurunnya kematian karena AIDS per tahun
di semua negara maju sejak pertengahan tahun 1990-an dibandingkan dengan
meningkatnya kematian karena AIDS per tahun di sebagian besar negara berkembang
yang mempunyai prevalensi HIV yang tinggi.
 Di AS dan negara-negara Barat, insidens HIV per tahunnya menurun secara bermakna
sebelum pertengahan tahun 1980-an dan tetap relatif rendah sejak itu. Namun, di
beberapa negara sub-Sahara Afrika yang sangat berat terkena penyakit ini, insidens
HIV tahunan yang tetap tinggi hampir tidak teratasi sepanjang tahun 1980 dan 1990-
an. Negara-negara di luar Sub-Sahara Afrika, tingginya prevalensi HIV (lebih dari
1%) pada populasi usia 15-49 tahun, ditemukan di negara-negara Karibia, Asia
Selatan dan Asia Tenggara. Dari sekitar 33.4 juta orang yang hidup dengan HIV/AIDS
pada tahun 1999 di seluruh dunia, 22.5 juta di antaranya ada di negara-negara sub-
Sahara Afrika dan 6,7 juta ada di Asia Selatan dan Asia Tenggara, 1,4 juta ada di
Amerika Latin dan 665.000 di AS. Di seluruh dunia AIDS menyebabkan 14 juta
kematian, termasuk 2,5 juta di tahun 1998. HIV-1 adalah yang paling tinggi; HIV-2
hanya ditemukan paling banyak di Afrika Barat dan di negara lain yang secara
epidemiologis berhubungan dengan Afrika Barat.

h. Pencegahan
5
Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mencegah penularan HIV antara lain:
 Dianjurkan untuk selalu mengganti jarum suntik setiap hendak melakukan injeksi obat.
 Melakukan hubungan seksual yang aman dengan tidak bergonta ganti pasangan.
 Menggunakan kondom bagi mereka yang suka berhubungan seksual yang berisiko.

 Menaati tata cara perlindungan diri bagi mereka yang bekerja di bidang kesehatan.
 Hindari kontak langsung dengan darah penderita HIV AIDS.

g. Asuhan Keperawatan pada AIDS


Pengkajian
 Riwayat: tes HIV positif, riwayat perilaku berisiko tinggi, menggunakan obat-obat.
 Penampilan umum: pucat, kelaparan.
 Gejala subyektif: demam kronik, dengan atau tanpa menggigil, keringat malam hari
berulang kali, lemah, lelah, anoreksia, BB menurun, nyeri, sulit tidur.
 Psikososial: kehilangan pekerjaan dan penghasilan, perubahan pola hidup, ungkapkan
perasaan takut, cemas, meringis.
 Status mental: marah atau pasrah, depresi, ide bunuh diri, apatis, withdrawl, hilang
interest pada lingkungan sekitar, gangguan proses pikir, hilang memori, gangguan
atensi dan konsentrasi, halusinasi dan delusi.
 Nyeri periorbital, fotophobia, sakit kepala, edem muka, tinitus, ulser pada bibir atau
mulut, mulut kering, suara berubah, disfagia, epistaksis.
 Neurologis: gangguan refleks pupil, nystagmus, vertigo, ketidakseimbangan, kaku
kuduk, kejang, paraplegia.
 Muskuloskeletal: focal motor defisit, lemah, tidak mampu melakukan ADL.
 Kardiovaskuler; takikardi, sianosis, hipotensi, edem perifer, pusing.
 Pernapasan: dyspnea, takipnea, sianosis, menggunakan otot bantu pernapasan, batuk
produktif atau non produktif.
 Gastrointestinal: intake makan dan minum menurun, mual, muntah, BB menurun, diare,
inkontinensia, perut kram, hepatosplenomegali, kuning.
 Genitouretra: lesi atau eksudat pada genital,
 Integumen: kering, gatal, rash atau lesi, turgor jelek, petekie positif.

Diagnosa Keperawatan
1. Risiko infeksi berhubungan dengan imunosupresi, malnutrisi dan pola hidup yang
berisiko
2. Risiko infeksi (kontak pasien) berhubungan dengan infeksi HIV, adanya infeksi
nonopportunisitik yang dapat ditransmisikan
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan, pertukaran oksigen, malnutrisi,
kelelahan
4. Defisit nutrisi berhubungan dengan intake yang kurang, meningkatnya kebutuhan
metabolik, dan menurunnya absorbsi zat gizi
5. Diare berhubungan dengan infeksi GI
6. Koping keluarga tidak efektif berhubungan dengan cemas tentang keadaan yang orang
dicintai

6
Perencanaan Keperawatan
Diagnosa Perencanaan Keperawatan
Keperawatan Tujuan dan kriteria Intervensi Rasional
hasil
Risiko infeksi Pasien akan bebas • Monitor tanda- • Untuk pengobatan
berhubungan dengan infeksi oportunistik tanda infeksi baru. dini
imunosupresi, dan komplikasinya • Gunakan teknik • Mencegah pasien
malnutrisi dan pola dengan kriteria: aseptik pada setiap terpapar oleh kuman
hidup yang berisiko • tak ada tanda-tanda tindakan invasif. patogen yang
infeksi baru, Cuci tangan diperoleh di rumah
• lab tidak ada infeksi sebelum sakit.
oportunis, memberikan
• tanda vital dalam tindakan.
batas normal, • Anjurkan pasien • Mencegah
• tidak ada luka atau metode mencegah bertambahnya infeksi
eksudat. terpapar terhadap
lingkungan yang
patogen.
• Kumpulkan • Meyakinkan
spesimen untuk tes diagnosis akurat dan
lab sesuai order. pengobatan
• Atur pemberian • Mempertahankan
antiinfeksi sesuai kadar darah yang
order terapeutik
Risiko infeksi (kontak Infeksi HIV tidak • Anjurkan pasien • Pasien dan keluarga
pasien) berhubungan ditransmisikan, tim atau orang penting mau dan memerlukan
dengan infeksi HIV, kesehatan lainnya metode informasikan ini
adanya infeksi memperhatikan mencegah
nonopportunisitik universal precautions transmisi HIV dan
yang dapat (pencegahan) dengan kuman patogen
ditransmisikan kriteria: lainnya.
• kontak pasien dan • Gunakan • Mencegah transmisi
tim kesehatan tidak precaution pada infeksi HIV ke orang
terpapar HIV, darah dan cairan lain
• tidak terinfeksi tubuh bila
patogen lain seperti merawat pasien.
TBC. Gunakan masker
bila perlu.
Intoleransi aktivitas Pasien berpartisipasi • Monitor respons • Respons bervariasi
berhubungan dengan dalam kegiatan, fisiologis terhadap dari hari ke hari
kelemahan, pertukaran dengan kriteria: aktivitas
oksigen, malnutrisi, • bebas dyspnea dan • Berikan bantuan • Mengurangi
kelelahan takikardi selama perawatan yang kebutuhan energi
aktivitas pasien sendiri
tidak mampu
• Jadwalkan • Ekstra istirahat
perawatan pasien perlu karena
7
sehingga tidak meningkatkan
mengganggu kebutuhan metabolik
isitirahat
Defisit nutrisi Pasien mempunyai • Monitor • Menurun
berhubungan dengan intake kalori dan kemampuan dihubungkan dengan
intake yang kurang, protein yang adekuat mengunyah dan nyeri tenggorokan
meningkatnya untuk memenuhi menelan dan mulut
kebutuhan metabolik, kebutuhan • Monitor BB, • Intake menentukan
dan menurunnya metaboliknya dengan intake dan ouput data dasar
absorbsi zat gizi kriteria; • Atur antiemetik • Mengurangi muntah
• mual dan muntah sesuai order
dikontrol, • Rencanakan diet • Meyakinkan bahwa
• pasien makan TKTP, dengan pasien dan makanan sesuai
• serum albumin dan orang penting dengan keinginan
protein dalam batas lainnya pasien
normal,
• BB mendekati seperti
sebelum sakit
Diare berhubungan Pasien merasa nyaman • Kaji konsistensi • Mendeteksi adanya
dengan infeksi GI dan mengontrol diare, dan frekuensi feses darah dalam feses
komplikasi minimal dan adanya darah.
dengan kriteria; • Auskultasi bunyi • Hipermotiliti
• perut lunak, tidak usus umumnya
tegang, berhubungan dengan
• feses lunak dan diare
warna normal, • Atur agen • Mengurangi
• kram perut hilang, antimotilitas dan motilitas usus, yang
psilium pelan, memperburuk
(Metamucil) sesuai perforasi pada
order intestinal
• Berikan • Untuk
ointment/salep A menghilangkan
dan D, vaselin atau distensi
zinc oside
Koping keluarga tidak Keluarga atau orang • Kaji koping • Memulai suatu
efektif berhubungan penting lain keluarga terhadap hubungan dalam
dengan cemas tentang mempertahankan sakit pasien dan bekerja secara
keadaan yang orang support system dan perawatannya konstruktif dengan
dicintai adaptasi terhadap keluarga
perubahan akan • Biarkan keluarga • Mereka tak
kebutuhannya dengan mengungkapkan menyadari bahwa
kriteria; perasaan secara mereka berbicara
• pasien dan keluarga verbal secara bebas
berinteraksi dengan • Ajarkan kepada • Menghilangkan
cara yang konstruktif keluarga tentang kecemasan tentang
penyakit dan transmisi melalui
transmisinya kontak sederhana

Anda mungkin juga menyukai