Anda di halaman 1dari 10

BAB II

PEMBAHASAN

Menjelang ajal adalah bagian dari kehidupan, yang merupakan proses menuju akhir
kehidupan atau kematian. Kematian adalah apabila seseorang tidak lagi teraba denyut nadinya,
tidak bernafas selama beberapa menit, dan tidak menunjukkan beberapa reflek, serta tidak ada
kegiatan otak.

A. Pengertian Kematian
Kematian adalah penghentian permanen semua fungsi tubuh yang vital, akhir dari
kehidupan manusia(Buku Ajar Keperawatan Gerontik : 435).
Pengertian kematian / mati adalah apabila seseorang tidak teraba lagi denyut nadinya
tidak bernafas selama beberapa menit dan tidak menunjukan segala refleks, serta tidak
ada kegiatan otak.(Nugroho: 153).

B. Tahap Berduka Yang Dapat Terjadi Pada Pasien Menjelang Ajal


Tahap – tahap ini tidak selamanya bruntutan secara tetapi dapat saling tindih.
Kadang–kadang klien lanjut usia melalui suatu tahap tertentu untuk kemudian kembali
ketahap itu. Lama setiap tahap dapt bervariasi, mulai dari beberapa jam sampai beberapa
bulan. Apabila tahap tertentu berlangsung sangat singkat, bisa timbul kesan seolah – olah
klien lanjut usia melompati satu tahap, kecuali jika perawat memperhatikan seksama dan
cermat.(Nugroho:2008)
a. Tahap Penolakan (Denial)
Tahap ini adalah tahap kejutan dan penolakan. Biasany, sikap itu ditandai dengan
komentar “saya?tidak, itu tidak mungkin”. Selama tahap ini klien lanjut usia
sesungguhnya mengatakan bahwa maut menimpa semua orang, kecuali dirinya. Klien
lanjut usia biasanya terpengaruh oleh sikap penolakannya sehingga ia tidak
memerhatikan fakta yang mungkin sedang dijelaskan kepadanya oleh perawat. Ia
bahkan menekan apa yg telah ia dengar atau mungkin akan meminta pertolongan dari
berbagai macam sumber profesional dan nonprofesional dalam upaya melarikan diri
dari kenyataan bahwa mau sudah diambang pintu.
b. Tahap Marah (Anger)
Tahap ini ditandai oleh rasa marah dan emosi tidak terkendali. Klien lanjut usia itu
berkata “mengapa saya? ” sering kali klien lanjut usia akan selalu mencela setiap
orang dalam segala hal. Ia mudah marah terhadap perawat dan petugas kesehatan
lainya tentang apa yang mereka lakukan. Pada tahap ini, klien lanjut usia lebih
menganggap hal ini merupakan hikmah, daripada kutukan. Kemarahan disini
merupakan mekanisme perthanan diri klien lanjut usia. Akan tetapi, kemarahan yang
sesungguhnya tertuju kepada kesehatan dankehidupan. Pada saat ini, perawat
kesehatan harus berhati – hati dalam memberi penilaian sebagai reaksi yang normal
terhadap kemtian yang perlu diungkapkan.
c. Tahap Tawar – menawar (Bargening)
Pada tahap ini biasanya klien lanjut usia pada hakikatnya berkata , “ya, benar aku,
tapi...” kemarahan biasnya mereda dan klien lanjut usia biasanya dapat menimbulkan
kesan sudah dapat menerima apa yang sedang terjadi pada dirinya. Akan tetapi, pada
tahap tawar menawar ini banyak orang cenderung untuk menyelesaikan urusan rumah
tangga mereka sebelum mau tiba, dan akan menyiapkan beberpa hal, misalnya klien
lanjut usia mempunyai permintaan terkhir untuk melihat pertandingan olahraga,
mengunjungi kerabat, melihat cucu terkecil, atau makan direstoran. Perawat
dianjurkan memenuhi permohonan itu karena membantu klien lanjut usia memasuki
tahap berikutnya.
d. Tahap Sedih (Depresion)
Pada tahap ini biasanya klien lanjut usia pada hakikatnya berkata “ya, benar aku” hal
ini biasanya merupakan saat yang menyedihkan karena lanjut usia sedang dalam
suaana berkabung. Di masa lampau, ia sudah kehilangan orang yang dicintainya dan
sekarang ia akan kehilangan nyawanya sendiri. Bersamaan dengan itu, dia harus
meninggalkan semua hal menyenangkan yang telah dinikmatinya. Selam tahap ini,
klien lanjut usia cenderung tidak banyak bicara dan sering menangis. Saatnya perawat
duduk dengan tenang disamping klien lanjut usia yang melalui masa sedihnya sebelum
meninggal
e. Tahap Menerima (Acceptence)
Tahap ini ditandai oleh sikap menerima kematian.menjelang saat ini, klien telah
membereskan segala urusan yang belum selesesai dan mungkin tidak ingin berbicara
lagi karena sudah menyatakan segala sesuatunya. Tawar menawar sudah lewat dan
tibalah saat kedamaian dan ketenangan. Seseorang mungkin saja lama ada dalam tahap
menerima, tetapi bukan tahap pasrah yang berarti kekalahan . Dengan kata lain pasrah
terhadap maut tidak berarti menerima maut.

C. Pengertian Paliatif Care


Perawatan paliatif berasal dari kata palliate (bahasa inggris) berarti meringankan, dan
“Palliare” (bahsa latin yang berarti “menyelubungi”-penj), merupakan jenis pelayanan
kesehatan yang berfokus untuk meringankan gejala klien, bukan berarti kesembuhan.
Perawatan paliatif care adalah penedekatan yang bertujuan memperbaiki kualitas hidup
pasien dan keluarga yang menghadapi masalah berhubungan dengan penyakit yang dapat
mengancam jiwa, mealaui pencegahan dan membantu meringankan penderitaan, identifikasi
dini dan penilaian yang tertib serta penanganan nyeri dan masalah lain baik fisik, psikososial
dan spiritual (WHO 2011).
Paliatif care (Perawatan paliatif) adalah pendekatan yang meningkatkan kualitas hidup
pasien dan keluarga mereka dalam menghadapi masalah yang terkait dengan penyakit yang
mengancam jiwa, melalui penceghan-pencegahan sempurna dan pengobatan rasa sakit
masalah lain, fisik, psikososial, spirirtual (kemenkes RI Nomor 812, 2007)
Perawatan akhir hidup adalah perawatan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas
hidup pasien dan keluarga dengan membantu mengatasi berbagai masalah penderitaan fisik,
psikologis, sosial dan spiritual pada pasien yang tidak lagi responsif terhadap tindakan
kuratif (WHO, 2000). Penelitian Schell dan Puntillo (2006) mengungkapkan bahwa
meskipun semua pasien kritis harus menerima perawatan yang agresif, tujuan dari perawatan
agresif pada akhir kehidupan harus menekankan bagaimana memfasilitasi kematian yang
damai.
Perawatan akhir hidup melibatkan tenaga kesehatan dari berbagai disiplin ilmu
termasuk di dalamnya perawat yang memiliki banyak waktu bersama pasien. Perawat yang
bekerja di unit perawatan intensif disebut perawat perawatan kritis. Perawat perawatan kritis
berperan penting dalam merawat pasien kritis dan mempunyai kemampuan serta pengalaman
dalam merawat pasien sekarat dan mengamati kematian orang yang dicintai (Ferell, Virani,
Paice, Malloy, & Dahlin, 2010). Schell dan Puntillo (2006) mengatakan bahwa perawat
perawatan kritis memegang peran penting dalam mengelola tujuan-tujuan untuk pasien yang
berhubungan dengan perawatan akhir hidup yang nyaman dan menghentikan pengobatan
untuk memperpanjang hidup. Mereka dapat menjadi advokat pasien ketika mereka yakin dan
kondisi pasien menunjukkan bahwa perawatan yang nyaman seharusnya menjadi tujuan
utama.
D. Tujuan Perawatan paliatif
Tujuan dari perawatan palliative adalah untuk mengurangi penderitaan pasien,
memperpanjang umurnya, meningkatkan kualitas hidupnya, juga memberikan support kepada
keluarganya. Meski pada akhirnya pasien meninggal, yang terpenting sebelum meninggal dia
sudah siap secara psikologis dan spiritual, tidak stres menghadapi penyakit yang dideritanya.
E. Prinsip Perawatan Paliatif Care
Menghormati atau menghargai martabat dan harga diri dari pasien dan keluarga pasien,
Dukungan untuk caregiver, Palliateve care merupakan accses yang competent dan compassionet,
Mengembangkan professional dan social support untuk pediatric palliative care, Melanjutkan
serta mengembangkan pediatrik palliative care melalui penelitian dan pendidikan (Ferrell, &
Coyle, 2007: 52) Perawatan paliatif berpijak pada pola dasar berikut ini :
1. Meningkatkan kualitas hidup dan menganggap kematian sebagai proses yang normal
2. Tidak mempercepat atau menunda kematian.
3. Menjaga keseimbangan psikologis, sosial dan spiritual.
4. Berusaha agar penderita tetap aktif sampai akhir hayatnya
5. Berusaha membantu mengatasi suasana dukacita pada keluarga.
6. Menggunakan pendekatan tim untuk mengatasi kebutuhan pasien dan keluarganya
7. Menghindari tindakan yang sia-sia
Dalam memberikan perawatan paliatif sangat penting memperhatikan prinsip-prinsipnya.
Becker (2009) menyatakan bahwa prinsip-prinsip dasar dalam memberikan perawatan paliatif
adalah :
a) Menghormati dan menghargai pasien serta keluarga.
Dalam memberikan perawatan paliatif, perawat harus menghormati dan menghargai
pasien dan keluarga, sesuai dengan prinsip menghormati maka segala informasi
perawatan harus dikonsultasikan dengan pasien dan keluarga dimulai sejak awal diagnosa
ditegakkan sampai tahap pengobatan.
b) Kesempatan atau hak untuk mendapatkan kepuasan dan perawatan paliatif yang pantas.
Pada kondisi untuk menghilangkan nyeri dan keluhan fisik lainnya maka petugas
kesehatan harus memberikan kesempatan pengobatan yang sesuai untuk meningkatkan
kualitas hidup. Terapi tersebut meliputi: dukungan teman sebaya, terapi musik, dukungan
spiritual kepada keluarga, perawatan menjelang ajal.
c) Mendukung pemberian perawatan (caregiver)
Yaitu pelayanan perawatan yang profesional harus didukung oleh tim perawatan paliatif,
rekan kerjanya, dan institusi untuk penanganan proses berduka dan kematian, seperti:
dukungan dari institusi yaitu penyuluhan secara rutin dari ahli psikologis.
d) Pengembangan profesi dan dukungan sosial untuk perawatan paliatif
Faktor-faktor yang mengahambat keluarga untuk mendapatkan kesempatan untuk layanan
perawat paliatif adalah; pengetahuan, ekonomi, dan peraturan, sehingga tenaga
profesional perlu melakukan penyuluhan kepada masyarakat untuk mendorong kesadaran
perlunya perawatan paliatif.

F. Paliatif Care Plan


Melibatkan seorang partnerhip antara pasien, keluarga, orang tua, teman sebaya dan petugas
kesehatan yang profesional. Support fisik, emosional, psikososial dan spiritual khususnya,
melibatkan pasien pada self care, pasien memerlukan atau membutuhkan gambaran dan kondisi
(kondisi penyakit terminalnya) secara bertahap, tepat dan sesuai, Menyediakan diagnostic atau
kebutuhan intervensi terapeutik guna memperhatikan/memikirkan konteks tujuan dan
pengaharapan dari pasien dan keluarga (Doyle, Hanks and Macdonald, 2003: 42)
Pemberian perawatan paliatif sangat dianjurkan untuk pasien dengan penyakit terminal salah
satunya adalah kanker. Perawatan ini memungkinkan tidak hanya mendapatkan perawatan secara
fisik saja namun juga perawatan secara psikologis dan sosial dalam menghadapi penyakit fisik
yang berpengaruh terhadap masalah psikologis dan sosial yang dihadapi pasien dan keluarga
pasien. Hal ini sesuai definisi perawatan paliatif menurut WHO yaitu perawatan yang aktif dan
menyeluruh terhadap pasien yang penyakitnya tidak lagi memberikan tanggapan kepada
pengobatan yang menyembuhkan. Kontrol dari rasa sakit, gejala-gejala lain, masalah psikologis,
sosial dan spiritual merupakan hal yang terpenting.
Pelayanan perawatan paliatif yang diberikan memiliki beberapa aspek yaitu fisik, psikologis,
sosial, dan spiritual.
1) Aspek fisik
Aspek fisik dalam perawatan meliputi pemberian asuhan terhadap reaksi patofisiologis
seperti nyeri, gejala lain dan efek samping yang dialami pasien.
2) Aspek psikologis
Pasien dengan penyakit terminal biasanya semakin tidak bisa menunjukan dirinya
secara ekspresif. Pasien menjadi sulit untuk mempertahankan kontrol biologis dan
fungsi sosialnya, seperti menjadi sering mengeluarkan air liur, perubahan ekspresi
bentuk muka, gemetaran, dan lain sebagainya. Pasien juga sering mengalami kesakitan,
muntah-muntah, keterkejutan karena perubahan penampilan yang drastis disebabkan
kerontokan rambut atau penurunan berat badan, dan stres karena pengobatan sehingga
pasien mengalami ketidak mampuan untuk berkonsentrasi. Masalah psikologis tersebut
disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam konsep diri pasien. Sebagai pemberi
perawatan paliatif harus bisa melakukan tugas dengan menyesuaikan terhadap masalah
pasien. Tugas yang berkaitan dengan fungsi psikologis meliputi upaya untuk :
a) Megendalikan perasaan negatif dan memelihara pandangan positif mengenai diri
sendiri dan masa depan.
b) Mengidentifikasi dan mempertahankan kepuasan akan diri sendiri dan
kemampuan diri.
c) Mendorong keluarga untuk memelihara pandangan positif kepada pasien.
3) Aspek sosial
Ancaman terhadap konsep diri yang terjadi karena menurunnya fungsi mental dan fisik
pasien dapat juga mengancam interaksi sosial pasien. Meskipun pasien penyakit
terminal sering menginginkan daan membutuhkan untuk dijenguk, namun pasien
mungkin juga mengalami ketakutn bahwa kemunduran mental dan fisiknya akan
membuat orang-orang yaang menjenguknya menjadi kaget dan merasa tidak enak.
Konsekuensi mengenai interaksi sosial yang tidak menyenangkan ini dapat membuat
pasien mulai menarik diri dari kehidupan sosialnya dengan cara membatasi orang-orang
yang mengunjunginya hanya kepada beberapa orang anggota keluarga saja.
Pemberian perawatan paliatif harus dapat memberikan perawatan sesuai dengan
masalah yang ada pada pasien. Tugas yang berkaitan dengan aspek sosial meliputi :
a) Memelihara hubungan baik dengan keluarga dan teman-teman.
b) Membantu pasien mempersiapkan diri bagi masa depan yang tidak tentu.
4) Aspek spiritual
Perawatan paliatif dapat menyentuh aspek spiritual denan cara membantu pasien untuk
mengidentifikasi kepercayaan spiritualitas positif yang dimilikinya, sehingga pasien
dapat menggunakan kepercayaan tersebut untuk menghadapi situasi kesehatannya.
Pemahaman akan kebutuhan spiritualitas akan mempengaruhi kualitas hidup individu
secara psikologis, dengan kata lain spiritualitas adalah sesuatu yang menghidupkan
semangat bagi penderita penyakit terminal untuk mencapai kesehatan yang lebih baik.
Pemahaman yang baik juga akan membantu pasien dalam menerima kondisi yang
terjadi pada dirinya.
G. Peran Perawat dalam Mempersiapkan Pasien Menjelag Ajal
Salah satu peran perawat menurut Potter dan Perry (2010) adalah peran pemberi
perawatan dimana perawat memfokuskan asuhan pada kebutuhan kesehatan pasien secara
holistik, meliputi upaya mengembalikan kesehatan emosi, spiritual dan sosial. Sejalan
dengan tujuan dari perawatan paliatif, peran perawat dalam mempersiapkan pasien
menjelang ajal adalah pembimbing spiritual pasien, komunikator, fasilitator, dan pemberi
dukungan emosional keluarga.
1) Pembimbing spiritual
Bimbingan spiritual yang dimaksud adalah bimbingan rohani dengan membacakan
doa-doa sesuai dengan agama perawat dan pasien. Sejalan dengan pendapat Kozier,
dkk. (2010), bahwa perawat memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa
kebutuhan spiritual pasien diberikan baik melalui intervensi langsung ataupun
dengan mengatur akses terhadap individu yang dapat memberikan perawatan
spiritual. Milligan (2011) mengungkapkan pengkajian dan perawatan spiritual adalah
merupakan bagian integral dari peran perawat, namun dalam suatu penelitian
menyatakan bahwa perawat masih kurang yakin dengan peran sebagai pembimbing
spiritual yang mereka jalankan selama ini. Hasil penelitian tersebut menjadi salah
satu dasar dibutuhkan SOP untuk bimbingan spiritual pada pasien menjelang akhir
hidup yang dirawat di ruang perawatan kritis
2) Komunikator
Dalam perawatan pasien menjelang ajal, perawat berperan sebagai komunikator.
Peran sebagai komunikator dilakukan baik terhadap pasien, keluarga maupun
terhadap dokter. Perawat berkomunikasi dengan keluarga pasien untuk menjelaskan
kondisi pasien dan memberikan dukungan emosional. Penelitian Kozier, dkk. (2010)
mengungkapkan bahwa salah satu aspek terpenting dalam menyediakan dukungan
untuk anggota keluarga dari pasien yang menjelang ajal adalah melibatkan
penggunaan komunikasi terapeutik yang dapat dilakukan dalam memfasilitasi
ekspresi perasaan mereka.
3) Fasilitator
Peran perawat yang lain adalah sebagai fasilitator. Salah satu bentuk peran sebagai
fasilitator adalah perawat memberikan waktu kunjungan yang lebih lama bagi
keluarga pasien menjelang ajal sehingga pasien dan keluarganya memiliki lebih
banyak kebersamaan. Ruangan NCCU menetapkan waktu kunjungan keluarga pada
jam-jam tertentu sehingga keluarga tidak bisa setiap saat berada disamping pasien
namun perawat dapat memfasilitasi untuk kebersamaan keluarga dan pasien
menjelang ajal. Didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Calvin, Lindy, dan
Clingon (2009), yang menyatakan bahwa perawat berusaha menghadirkan keluarga
untuk mempersiapkan keluarga menerima kematian pasien karena sulit bagi keluarga
untuk menerima kondisi pasien. Penelitian lain menyebutkan bahwa menyedihkan
apabila membiarkan pasien meninggal dalam keadaan tanpa didampingi oleh
keluarga. Peran perawat apabila pasien tidak mempunyai keluarga adalah perawat
harus berperan untuk mendampingi pasien (Fridh, Forsberg, & Bergbom, 2009).
4) Pemberi dukungan emosional keluarga
Perawat juga berperan dalam memberikan dukungan kepada keluarga pasien yang
menjelang ajal. Sejalan dengan penelitian Wright, Bourbonnais, Brajtman, Gagnon
(2011), menggambarkan bahwa kepuasan yang didapatkan perawat perawatan kritis
pada saat merawat pasien dan keluarga dalam perawatan akhir hidup adalah dengan
hadir mendampingi keluarga dan memberikan dukungan melewati fase tersebut. Hal-
hal yang perlu diperbaiki dalam perawatan menjelang ajal berdasarkan analisis data
didapatkan empat subtema, yaitu diperlukan pelatihan perawatan paliatif pada pasien
kritis, diperlukan ruangan khusus pasien menjelang ajal, diperlukan pembimbing
rohani khusus, dan diperlukan SOP perawatan pasien menjelang ajal.

Penelitian Mc Ilfatrick, Mawhinney, dan Gilmour (2010) mengatakan pendidikan dan


pelatihan sangat penting untuk meningkatkan kualitas paliatif dan perawatan akhir hidup bagi
pasien. Pengembangan perawat profesional perawatan paliatif memiliki potensi untuk mengatasi
beberapa tantangan yang ada dalam pemberian perawatan paliatif dan membantu menjembatani
kesenjangan antara spesialis juga generalis penyedia perawatan paliatif, hal ini sangat penting
untuk memberikan perubahan yang nyata dan berkelanjutan dalam praktek. Sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Friedenberg, Levy, Ross, dan Evans (2011), yang menyatakan
bahwa perlunya pelatihan untuk penyediaan perawatan akhir hidup yang optimal di ICU.
DAPUS

Astaria. (2010). Skripsi: Pemenuhan Kebutuhan Spiritual pada Lanjut Usia di Kelurahan
Tanjung Gusta kecamatan Medan Helvetia.

Campbell, Margaret L. (2009). Nurse to Nurse Palliative Care. United States Amerika:
Mc Graw-Hill.

World Health Organization (WHO) 2011

Asnita Hulu. (2016). Skripsi : Perawatan Menjelang Ajal Pada Pasien Lansia Menurut
Perspektif Budaya Nias di Desa Ombolata Kecamatan Alasa Kabupaten Nias Utara.

Siti Djunah, 2018, Jurnal Keperawatan Menjelang Ajal Dan Paliatif Care

M Enggune, 2014, Persepsi perawat Neurosurgical Critical Care Unit Terhadap


Perawatan Pasien Menjelang Ajal

Anda mungkin juga menyukai