Anda di halaman 1dari 3

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bambu telah lama dikenal masyarakat Indonesia sebagai bahan konstruksi yang
dapat menggantikan kayu. Meskipun manfaat bambu cukup banyak, namun
pemanfaatan bambu masih belum begitu optimal. Banyak kendala yang sering dihadapi
terutama yang berkaitan dengan daya tahan atau keawetan pada bambu itu sendiri.
Bambu begitu rentan terhadap serangan kumbang bubuk, rayap, dan jamur, hal ini yang
menyebabkan penggunaan bambu tersebut tidak dapat bertahan lama dan mengurangi
kekuatan daripada bambu itu sendiri. Untuk mengatasi kendala itu diperlukan suatu
perlakuan terhadap bambu yang dikenal dengan istilah pengawetan.
Sudah banyak cara yang dilakukan dalam hal pengawetan bambu, baik proses
pengawetan yang dilakukan secara tradisional maupun secara modern. Pengawetan
dengan cara tradisional diantaranya adalah dengan menebang bambu pada waktu-waktu
tertentu dan dengan proses perendaman bambu di dalam air. Sedangkan pengawetan
dengan cara modern diantaranya dengan metode Boucherie yaitu memasukkan bahan
kimia dan diresapkan ke dalam bambu dengan tekanan hidrostatis. Metode Boucherie
kemudian dimodifikasi oleh Morisco dengan menggunakan pompa air dan tabung
bertekanan, cara ini dikenal dengan metode Boucherie-Morisco. Selain itu ada metode
lain yang dikenal dengan istilah metode gravitasi dan dikembangkan di Fakultas Teknik
Universitas Mataram, dimana tenaga listrik digantikan oleh gaya gravitasi untuk
memasukkan dan meresapkan bahan kimia ke dalam bambu (Morisco, 1999).
Pengawetan bambu saat ini masih banyak menggunakan bahan kimia seperti
boraks, senyawa boron, senyawa arsenat tembaga chromate. Pemanfaatan bahan kimia
tersebut cukup efektif untuk menambah daya tahan bambu dari serangan kumbang
bubuk, rayap dan jamur, namun penggunaan bahan kimia tersebut memiliki berbagai
kendala dalam pelaksanaannya, seperti harga bahan kimia yang mahal dan izin untuk
pembeliannya tergolong susah. Selain itu bahan kimia dianggap berbahaya bagi
kesehatan manusia dan lingkungan. Solusi yang dapat digunakan untuk menggantikan
peran bahan kimia berbahaya tersebut, yaitu dengan menggunakan bahan alami yang
berfungsi sebagai racun yang berasal dari alam.

1
Penggunaan insektisida alami relatif lebih ramah lingkungan karena bahan
aktifnya mudah terurai sehingga tidak membahayakan lingkungan. Selain ramah
lingkungan, pestisida nabati juga tergolong murah dan mudah dijumpai di daerah
sekitar. Pada bidang pertanian banyak tumbuhan yang dapat digunakan sebagai bahan
insektisida alami pengendali hama seperti cengkih, jambu mete, mimba, tembakau, dan
umbi gadung, yang dimana keberadaan tanaman tersebut hampir ada di seluruh
Indonesia.
Sebagai salah satu bahan alami yaitu umbi gadung (Discorea hispida)
merupakan bahan alami nabati yang mempunyai daya racun terhadap tikus dan
serangga. Aplikasi pestisida nabati umbi gadung di beberapa lahan persawahan milik
petani terhindar dari hama wereng dibandingkan sawah yang tidak mendapat perlakuan
(Fatmawati, 2013). Pada penelitian yang lain menyatakan bahwa umbi gadung tersebut
dapat berpengaruh sebagai racun terhadap serangga yang menyerang kayu. Penggunaan
bahan umbi gadung secara spesifik sebagai bahan pengawet khususnya bambu belum
memberikan informasi yang optimal.
Berdasarkan uraian yang dipaparkan di atas perlu dilakukan penelitian untuk
mengetahui efektifitas umbi gadung sebagai bahan pengawet bambu. Adapun judul dari
penelitian ini adalah“Pengaruh Filtrat Umbi Gadung Sebagai Bahan Pengawet Dalam
Menahan Serangan Rayap Kayu Kering Dan Sifat Mekanik Pada Bambu”.

1.2 Rumusan Masalah


Permasalahan yang diangkat pada penelitian ini adalah:
1) Sejauh mana tingkat penetrasi dan retensi bahan pengawet umbi gadung
terhadap bambu.
2) Seberapa besar kekuatan mekanik bambu sebelum dan setelah mengalami
pengawetan dengan metode perendaman yang memanfaatkan filtrat umbi
gadung.

1.3 Tujuan Penelitian


Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat penetrasi dan
retensi pengawetan dengan filtrat umbi gadung serta pengaruh pengawetan terhadap
sifat mekanik bambu petung.

2
1.4 Batasan Masalah
Untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam penelitian ini, maka
permasalahan dibatasi sebagai berikut :
1) Penelitian ini menggunakan bahan bambu petung yang berumur antara 3-5
tahun.
2) Variasi konsentrasi filtrat umbi gadung yang digunakan 0, 100, 150, 200, 250,
dan 300 gram/liter.
3) Menggunakan rayap kayu kering sebagai hama penyerang bambu.
4) Penelitian ini dilakukan dalam jangka waktu pendek ± 2 bulan.
5) Sifat mekanik yang diuji adalah kuat tarik dan kuat tekan bambu petung.

1.5 Manfaat Penelitian


Adapun manfaat yang dapat diambil dalam penelitian ini adalah:
1) Menambah ilmu pengetahuan tentang bahan alami yang dapat digunakan
sebagai bahan pengawet bambu.
2) Memberikan kontribusi positif dalam hal pengawetan bambu yang ramah
lingkungan.

Anda mungkin juga menyukai