Translate Case 3 PDF
Translate Case 3 PDF
CASE 3
Skizoafektif
(Sesi Pertama)
Judul kasus: Ny. Rini
Ny. Rini, wanita, 37 tahun, bercerai, pengangguran datang ke puskesmas ditemani keluarganya
dengan keluhan utama percaya bahwa ia mendapat pesan dari Tuhan bahwa ia akan menjadi
pemimpin seluruh negara dan pihak kepolisian bertugas untuk menemukannya. Ia juga percaya
bahwa mafia sedang mencoba untuk menghentikannya. Keluhan ini dirasakan 2 bulan yang
lalu.
RPS
Ny. Rini juga menggambarkan periode dimana ia merasa lebih berenergi, komunikatif,
kebutuhan tidur berkurang, lebih aktif, terkadang ia membersihkan rumahnya sepanjang
malam. Ia juga mendengar suara-suara tak bersumber yang membicarakan dirinya.
RPD
Onset penyakitnya dimulai 2 tahun yang lalu, ketika ia pertama kali mengalami beberapa
episode depresif yang pertama. Bersamaan dengan munculnya onset pertama, Ny. Rini juga
mendengar suara-suara yang menjadi makin keras ketika ia depresi, tapi tetap ada dan
mengganggunya bahkan ketika mood-nya eutimia. Tidak ada riwayat hipertensi, penyakit
jantung, DM, atau penyakit lainnya.
RK
Tidak ada anggota keluarganya yang memiliki keluhan yang sama.
R.Obat
Tidak ada riwayat terapi atau penggunaan obat.
R.Sosial dan Faktor Premorbid
Pasien adalah orang yang diam, tertutup, cuek, dan suka memendam masalahnya.
Hasil Lab
❖ Hb = 13 mg/dL, HCt (PCV) = 40%, Leukosit = 7500/µL, Trombosit = 295.000/µL
❖ Urine: pH = 6,8; warna = kuning; reduksi (-), protein (-)
❖ Sedimen: eritrosit (0 – 1), leukosit (2 – 3), kristal (-)
❖ SGOT, SGPT, dan Bilirubin dalam batas normal
Acetophenazine Amisulpride
Chlorpromazine Aripiprazole
Chlorprothixene Asenapine
Fluphenazine Clozapine
Haloperidol Iloperidone
Mesoridazine Loxapine
Perphenazine Olanzapine
Prochlorperazine Paliperidone
Thioridazine Quetiapine
Thiothixene Risperidone
Trifluoperazine Sertindole
Ziprasidone
Antipsikotik tipikal/khas
Antipsikotik tipikal menghambat dopamine, kolinergik muskarinik, α-adrenergik, dan
reseptor H1-histaminergik.
Antagonisme dopamine dipercaya menghasilkan efek antipsikotik. Antagonisme ini juga
menghasilkan beberapa efek endokrinologi. Ingat bahwa dopamine menghambat pelepasan
prolaktin. Jadi, suatu antagonis pada reseptor dopamine menghasilkan suatu peningkatan
pelepasan prolaktin. Hal ini lalu menyebabkan laktasi. Sebagian besar dari neuroleptik,
kecuali Thioridazine, memiliki efek antiemetik yang dimediasi melalui penghambatan
reseptor D2 dari area pencetus kemoreseptor dalam medulla.
Semua obat ini menyebabkan efek ekstrapiramidal, termasuk parkinsonisme, akathisia, dan
tardive dyskinesia. Efek ekstrapiramidal dari obat-obatan ini diduga disebabkan oleh
penghambatan reseptor dopamine dalam striatum (ganglia basalis). Efek ekstrapiramidal
meliputi distonia akut (spasme otot-otot wajah, lidah, leher, dan punggung), akathisia
(kegelisahan/keresahan motorik atau tidak bisa diam, gerak terus), dan parkinsonisme (kekakuan,
tremor, dan shuffling gait/cara berjalan dengan kaki melangkah sedikit-sedikit). Karena bersifat
irreversible, salah satu efek ekstrapiramidal yang paling dikhawatirkan adalah tardive
dyskinesia. Tardive dyskinesia dapat muncul selama atau setelah terapi berkepanjangan
dengan obat apapun dari golongan ini. Tardive dyskinesia meliputi gerakan involunter yang
berulang, seperti mengecap-ngecapkan bibir, pergerakan rahang, dan lidah yang bergerak-
gerak. Pergerakan cepat tanpa tujuan dari ekstremitas juga dapat terjadi.
Obat yang lebih poten menyebabkan lebih banyak efek ekstrapiramidal. Sebaliknya, obat-
obatan dengan potensi antikolinergik memiliki lebih sedikit efek ekstrapiramidal. Bandingkan
hal ini dengan apa yang kita ketahui mengenai penyakit Parkinson. Pada penyakit Parkinson,
hilangnya neuron dopamine mengakibatkan gangguan pergerakan yang dapat diterapi
dengan antikolinergik. Disini, kita menggunakan obat-obatan untuk menghambat reseptor
dopamine, yang dapat Anda prediksikan akan menyebabkan parkinsonisme (gejala yang
mirip dengan penyakit Parkinson, tapi tidak disebabkan oleh hilang/berkurangnya neuron).
Obat-obatan dengan aksi antikolinergik mengakibatkan lebih sedikit efek ekstrapiramidal
karena keseimbangan asetilkolin dalam sistem motorik lebih sedikit dipengaruhi.
Antipsikotik atipikal
Antipsikotik generasi kedua juga menghambat reseptor muskarinik, α1-adrenergik, serotonin,
dan histamin selain menghambat reseptor dopamine dan serotonin.
Walaupun disebut sebagai antagonis serotonin-dopamine, tiap agen dalam kelas ini memiliki
kombinasi afinitas reseptor yang unik. Setidaknya Anda harus tahu bahwa obat-obat ini
adalah antagonis terhadap reseptor dopamine dan 5-HT2A. Afinitas untuk reseptor lainnya
menentukan profil efek sampingnya. Informasi seperti inilah yang dapat Anda tambahkan
nanti. Kemampuan obat-obat ini untuk mengurangi ciri-ciri negatif dari psikosis (withdrawal,
afek datar, anhedonia, catatonia) dan gejala positif (halusinasi, waham, pikiran yang
berantakan, agitasi) telah berakhir pada penggunaan obat-obat ini pada banyak pasien.
Clozapine telah menyebabkan agranulositosis yang fatal. Pada pasien yang menerima
Clozapine, pemantauan jumlah leukosit harus dilakukan secara teratur. Agranulositosis
tampaknya bukan suatu masalah dengan agen-agen terbaru dari kelas obat ini.
Risperidone merupakan obat yang dipilih untuk skizofrenia onset baru.
Metabolisme -
Gangguan skizoafektif, kondisi lain dengan komponen afektif yang ditandai oleh suatu
campuran gejala skizofrenik dan depresi atau kegirangan, diterapi dengan obat antipsikotik
sendiri atau dikombinasikan dengan Lithium. Berbagai antidepresan juga diberikan jika ada
depresi.
Clearance Lithium melalui ginjal berkurang sekitar 25% dengan adanya diuretik (misalnya
golongan Thiazide), dan dosis mungkin harus dikurangi sebesar jumlah yang sama.
Penurunan clearance Lithium yang sama juga terjadi dengan beberapa NSAID yang
menghambat sintesis prostaglandin. Interaksi ini belum dilaporkan untuk Aspirin maupun
Acetaminophen. Semua neuroleptik yang telah diuji hingga sekarang, dengan kemungkinan
pengecualian Clozapine dan antipsikotik atipikal terbaru, mungkin menghasilkan sindroma
ekstrapiramidal yang lebih berat ketika dikombinasikan dengan Lithium.
Efek samping:
Tremor merupakan salah satu efek samping dari terapi Lithium yang paling umum, dan
dapat terjadi pada dosis terapeutik.
Lithium mungkin menurunkan fungsi thyroid pada sebagian besar pasien yang terpapar
obat, tetapi efeknya bersifat reversible atau non-progresif.
Diabetes insipidus yang disebabkan oleh Lithium resisten terhadap vasopressin tetapi
merespon pada Amiloride.
Edema merupakan suatu efek samping umum dari terapi Lithium dan mungkin berkaitan
dengan beberapa efek Lithium terhadap retensi sodium.
Kontraindikasi:
Sindroma bradikardia-takikardia ("sick sinus") merupakan kontraindikasi pasti terhadap
penggunaan Lithium karena ionnya akan makin mendepresikan sinus node. Pendataran
gelombang T seringkali tampak pada EKG tapi kepentingan masih dipertanyakan.