Anda di halaman 1dari 11

BLOK NBS

CASE 3
Skizoafektif
(Sesi Pertama)
Judul kasus: Ny. Rini
Ny. Rini, wanita, 37 tahun, bercerai, pengangguran datang ke puskesmas ditemani keluarganya
dengan keluhan utama percaya bahwa ia mendapat pesan dari Tuhan bahwa ia akan menjadi
pemimpin seluruh negara dan pihak kepolisian bertugas untuk menemukannya. Ia juga percaya
bahwa mafia sedang mencoba untuk menghentikannya. Keluhan ini dirasakan 2 bulan yang
lalu.
RPS
Ny. Rini juga menggambarkan periode dimana ia merasa lebih berenergi, komunikatif,
kebutuhan tidur berkurang, lebih aktif, terkadang ia membersihkan rumahnya sepanjang
malam. Ia juga mendengar suara-suara tak bersumber yang membicarakan dirinya.
RPD
Onset penyakitnya dimulai 2 tahun yang lalu, ketika ia pertama kali mengalami beberapa
episode depresif yang pertama. Bersamaan dengan munculnya onset pertama, Ny. Rini juga
mendengar suara-suara yang menjadi makin keras ketika ia depresi, tapi tetap ada dan
mengganggunya bahkan ketika mood-nya eutimia. Tidak ada riwayat hipertensi, penyakit
jantung, DM, atau penyakit lainnya.
RK
Tidak ada anggota keluarganya yang memiliki keluhan yang sama.
R.Obat
Tidak ada riwayat terapi atau penggunaan obat.
R.Sosial dan Faktor Premorbid
Pasien adalah orang yang diam, tertutup, cuek, dan suka memendam masalahnya.

Dokter melakukan pemeriksaan fisik terhadap Ny. Rini


Pemeriksaan Fisik
❖ Tanda vital:
BP = 120/70 mmHg
T = 36.8°C
PR = 88 bpm, reguler
RR = 20x/menit
❖ Pemeriksaan mata: anemia (-), icterus (-), kemerahan pada konjungtiva (-), mata berair (-),
kongesti nasal (-)
❖ Jantung:
o Inspeksi: IC tidak tampak
o Palpasi: IC teraba pada ICS V MCL sinistra
o Perkusi: batas kanan = garis parasternal kanan
batas kiri = MCL sinistra
o Auskultasi: S1 S2 tunggal, reguler, murmur (-)
❖ Paru:
o Inspeksi: simetris
o Palpasi: VF (N/N)
o Perkusi: (sonor/sonor)
o Auskultasi: vesikuler (+/+), rhonchi (-/-), wheezing (-/-)
❖ Abdomen
o Inspeksi: distensi (-), darm contour (-), darm steifung (-)
o Auskultasi: suara perut (+) normal
o Palpasi: hepar = tidak teraba, lien = tidak teraba, traube space tympani
o Perkusi: tympani
❖ Ekstremitas: hangat (+/+), edema (-/-)

Hasil Lab
❖ Hb = 13 mg/dL, HCt (PCV) = 40%, Leukosit = 7500/µL, Trombosit = 295.000/µL
❖ Urine: pH = 6,8; warna = kuning; reduksi (-), protein (-)
❖ Sedimen: eritrosit (0 – 1), leukosit (2 – 3), kristal (-)
❖ SGOT, SGPT, dan Bilirubin dalam batas normal

1. Apa masalah pasien?


❖ Ny. Rini, 37 tahun, bercerai, pengangguran
❖ Keluhan utamanya adalah mendapat pesan dari Tuhan bahwa ia akan menjadi pemimpin
seluruh negara
❖ Merasa lebih enerjik, komunikatif, kebutuhan tidur berkurang, dan lebih aktif, terkadang
membersihkan rumahnya sepanjang malam.
❖ Onset penyakitnya dimulai 2 tahun yang lalu, ketika ia mengalami beberapa episode
depresi yang pertama.
❖ Bersamaan dengan munculnya onset pertama, Ny. Rini juga mendengar suara-suara yang
menjadi makin keras ketika ia depresi, tetapi masih tetap ada dan terus mengganggunya
bahkan ketika moodnya eutimia (mood normal/stabil).

2. Apa hipotesis Anda?


❖ Gangguan skizoafektif
❖ Skizofrenia
❖ Gangguan bipolar

3. Apa definisi dari tiap hipotesis Anda?


Gangguan skizoafektif
Gangguan skizoafektif memiliki ciri-ciri dari skizofrenia dan gangguan mood.
Skizofrenia
Skizofrenia merupakan suatu sindroma klinis ... psikopatologi yang bervariasi tapi mendalam
yang melibatkan kognisi, persepsi, dan aspek lainnya dari .... ekspresi perilaku dari
manifestasi ini bervariasi antar pasien dan seiring waktu, tapi efek penyakit selalu parah dan
biasanya bertahan lama. Gangguan ini umumnya dimulai sebelum usia 25 tahun, bertahan
seumur hidup, dan memengaruhi orang dari semua kelas sosial. Baik pasien dan
keluarganya sering mengalami perlakuan buruk dan diasingkan secara sosial karena
meluasnya ketidaktahuan mengenai gangguan ini.
Gangguan bipolar
Gangguan bipolar merupakan suatu gangguan mood yang kronis dan berat, ditandai dengan
episode mania, hipomania, campuran, dan depresi.
4. Apa itu sistem limbik?
Bagian-bagian dari otak yang tampaknya sangat penting dalam basis/dasar neural dari
keadaan emosional adalah hipotalamus (dalam diencephalon) dan sistem limbik. Sistem
limbik terdiri atas sekelompok nuklei dan traktus sabut saraf forebrain yang membentuk
suatu cincin mengelilingi batang otak (limbus = cincin). Komponen-komponen sistem
limbik adalah gyrus cingulatum (bagian dari cortex cerebri), nucleus amygdaloideum
(atau amygdala), hippocampus, dan nuclei septalis. Sistem limbik dulu disebut
rhinencephalon atau "smell brain" karena ia terlibat dalam pemrosesan sentral dari informasi
olfaktori. Hal ini mungkin merupakan fungsi utamanya pada vertebra tingkat bawah, yang
sistem limbiknya mungkin menyusun seluruh forebrain-nya. Akan tetapi sekarang
diketahui bahwa sistem limbik pada manusia merupakan suatu pusat untuk dorongan
emosional dasar. Sistem limbik terbentuk di awal dari perjalanan evolusi vertebrata, dan
jaringannya secara filogenetik lebih tua daripada cortex cerebri. Jadi ada beberapa hubungan
sinaptik antara cortex cerebri dan struktur-struktur dari sistem limbik, yang mungkin
membantu menjelaskan mengapa kita hanya memiliki sedikit kontrol sadar atas emosi kita.
Terdapat suatu aliran informasi yang bersifat tertutup/closed circuit antara sistem
limbik dan thalamus dan hipotalamus disebut sirkuit Papez. Dalam sirkuit Papez, suatu
traktus sabut, yaitu fornix, menghubungkan hippocampus ke corpus mamillare dari
hipotalamus, yang lalu memproyeksikan ke nuclei anterior dari thalamus. Nuclei thalamus,
kemudian mengirimkan sabut-sabut ke gyrus cingulatum, yang lalu melengkapi sirkuit
dengan cara mengirimkan sabut-sabut ke hippocampus. Melalui interkoneksi ini, sistem
limbik dan hipotalamus tampaknya bekerja sama dalam dasar neural dari kondisi
emosional. Studi mengenai fungsi-fungsi dari regio-regio ini meliputi stimulasi elektrik pada
lokasi spesifik, destruksi jaringan (menghasilkan lesi) pada situs tertentu, dan penghilangan
secara bedah, atau ablasi, dari struktur spesifik. Studi-studi ini menyarankan bahwa
hipotalamus dan sistem limbik terlibat dalam perasaan dan perilaku berikut ini:
1. Agresi. Stimulasi area amydala tertentu menghasilkan kemarahan dan agresi, dan lesi
amygdala dapat menghasilkan kejinakan/kepatuhan pada hewan coba. Stimulasi area
tertentu dari hipotalamus dapat menghasilkan efek yang serupa.
2. Rasa takut. Rasa takut dapat dihasilkan melalui stimulasi elektrik pada amygdala
dan hipotalamus, dan penghilangan sistem limbik secara bedah dapat berakibat pada
tidak adanya rasa takut. Sebagai contoh monyet normalnya takut terhadap ular, tapi
mereka akan menangani ular tanpa rasa takut jika sistem limbiknya dihilangkan.
Manusia dengan kerusakan pada amygdala-nya telah menunjukkan ketidakmampuan
untuk mengenali ekspresi wajah ketakutan dan marah.
3. Makan. Hipotalamus mengandung pusat makan/lapar dan pusat kenyang. Stimulasi
elektrik pada pusat lapar menyebabkan makan berlebihan, dan stimulasi pada pusat
kenyang menyebabkan berhentinya perilaku makan pada hewan coba.
4. Seks. Hipotalamus dan sistem limbik terlibat dalam regulasi dorongan seksual dan
perilaku seksual, seperti yang telah ditunjukkan oleh studi stimulasi dan ablasi pada
hewan coba. Akan tetapi, cortex cerebri juga sangat penting untuk dorongan seksual pada
hewan tingkat rendah, dan peran cerebrum lebih penting lagi untuk dorongan seksual
pada manusia.
5. Perilaku yang diarahkan tujuan (sistem reward and punishment). Elektroda yang
dipasang pada situs tertentu di antara cortex frontalis dan hipotalamus dapat
menghantarkan kejutan/setruman yang berfungsi sebagai suatu reward. Pada tikus,
reward ini lebih kuat dalam memotivasi perilaku daripada makanan atau seks. Studi yang
serupa telah dilakukan pada manusia, yang melaporkan merasa rileks dan bebas dari
tegangan, tapi bukan ekstasi. Elektroda yang dipasang di posisi yang sedikit berbeda
tampaknya menstimulasi suatu sistem punishment pada hewan coba, yang menghentikan
perilakunya ketika distimulasi pada daerah ini.
5. Informasi lebih lanjut apa yang Anda perlukan?
Dokter melakukan pemeriksaan lebih dalam mengenai keluhan dan status mental.
(Sesi Kedua)
Ia telah datang ke psikolog tetapi belum membaik. Dokter umum merujuknya ke RS daerah.
Status mental:
1. Kesan umum: seorang wanita yang terlihat sangat bersemangat duduk di depan
pemeriksa.
2. Kontak: mata (+); verbal (+), relevan
3. Orientasi (waktu, tempat, orang): (+/+/+)
4. Awareness: berubah (pengetahuan/wawasan/insight buruk)
5. Mood/afek: gembira
6. Proses berpikir: bentuk = non-realistik; alur: flight of idea; isi: waham (+)
7. Persepsi: halusinasi (+), ilusi (-)
8. Mengemudi (aktivitas keseharian): dalam batas normal
9. Kecerdasan: dalam batas normal
1. Apa saja masalah pasien?
❖ Ia telah datang ke psikolog tapi belum membaik. Dokter umum merujuknya ke RS daerah.
❖ Status mental:
1. Kesan umum: seorang wanita yang terlihat sangat bersemangat duduk di depan
pemeriksa.
2. Kontak: mata (+); verbal (+), relevan
3. Orientasi (waktu, tempat, orang): (+/+/+)
4. Awareness: berubah (pengetahuan/wawasan/insight buruk)
5. Mood/afek: gembira
6. Proses berpikir: bentuk = non-realistik; alur: flight of idea; isi: waham (+)
7. Persepsi: halusinasi (+), ilusi (-)
8. Mengemudi (aktivitas keseharian): dalam batas normal
9. Kecerdasan: dalam batas normal

2. Apa diagnosis dari kasus ini?


Skizoafektif.

3. Bagaimana diagnosis dari Skizoafektif?


Kriteria diagnostik:
A. Periode penyakit yang tidak terputus dan selama periode tersebut terdapat episode mood
major/besar (depresi atau manic major) yang terjadi bersamaan dengan kriteria A dari
skizofrenia (waham; halusinasi; cara berbicara yang tidak terorganisir/berantakan seperti
sering kali keluar dari jalur/derailment atau inkoherensi; perilaku tidak teratur atau
katatonik yang sangat tampak; gejala negatif seperti ekspresi emosional yang menurun
atau avolisi (tidak ada motivasi untuk melakukan sesuatu).
B. Waham atau halusinasi selama 2 minggu atau lebih ketika tidak ada episode mood major
(depresif atau manic) selama durasi umur hidup dari penyakit. (saat masih sakit, jika sedang
tidak mengalami gangguan mood, terjadi waham atau halusinasi selama 2 minggu atau lebih)
C. Gejala-gejala yang memenuhi kriteria untuk episode mood major ada untuk sebagian
besar durasi total dari bagian aktif dan residual penyakit. (gejala-gejala gangguan mood ada
selama penyakit dalam fase aktif dan ketika penyakit sudah tinggal residu/sisa)
D. Gangguan tidak dapat dikaitkan dengan efek dari suatu zat (misalnya penyalahgunaan
obat, pengobatan) atau kondisi medis lainnya.

4. Bagaimana prevalensi dari Skizoafektif?


Gangguan skizoafektif tampaknya sekitar 1/3 sama umumnya dengan skizofrenia. Prevalensi
seumur hidup dari gangguan skizoafektif diperkirakan sebesar 0.3%. Angka kejadian/insiden
gangguan skizoafektif lebih tinggi pada wanita daripada pria, terutama karena peningkatan
angka kejadian tipe depresif di antara wanita.

5. Apa etiologi dari Skizoafektif?


Penyebab gangguan skizoafektif tidak diketahui. Gangguan ini mungkin merupakan suatu
tipe skizofrenia, suatu tipe gangguan mood, atau gabungan dari keduanya. Gangguan
skizoafektif juga dapat merupakan suatu psikosis tipe ketiga yang khas, yaitu yang tidak
berkaitan dengan skizofrenia maupun gangguan mood.
Studi yang didesain untuk menelusuri etiologi telah memeriksa riwayat keluarga,
marker/petanda biologis, respon terhadap terapi jangka pendek, dan hasil jangka panjang.
Walaupun banyak penelitian tentang keluarga dan genetik dari gangguan skizoafektif
didasarkan pada kemungkinan bahwa skizofrenia dan gangguan mood merupakan dua hal
yang berbeda, beberapa data mengindikasikan bahwa kedua gangguan ini mungkin
berhubungan secara genetik.
Sebagai suatu kelompok, pasien-pasien dengan gangguan skizoafektif memiliki prognosis
yang lebih baik dibandingkan pasien-pasien dengan skizofrenia dan prognosis yang lebih
buruk daripada pasien dengan gangguan mood (prognosis dari baik ke buruk: gangguan mood,
gangguan skizoafektif, skizofrenia).
Dan juga, sebagai suatu kelompok, pasien dengan gangguan
skizoafektif cenderung memiliki perjalanan penyakit yang tidak memburuk/non-deteriorating
dan merespon kepada lithium lebih baik daripada pasien dengan skizofrenia.

6. Apa manifestasi klinis dari Skizoafektif?


❖ Anamnesis
Perasaan sedih dan kehilangan minat, yang berlangsung setidaknya 2 minggu atau
kebahagiaan berlebihan yang berlangsung setidaknya 1 minggu. Gejala ini berhubungan
cara bicara yang kurang jelas/slurred, waham, halusinasi, perilaku kacau, atau gejala
negatif lainnya.
❖ Pemeriksaan
Ada tanda-tanda gangguan mood depresif (misalnya mood hipotim dan isolasi sosial) atau
tanda-tanda mania (misalnya mood hipertim, iritabilitas, banyak bicara, aktivitas motorik
meningkat) atau campuran.

7. Apa diagnosis banding (DD) dari Skizoafektif?


Diagnosis banding psikiatri meliputi semua kemungkinan yang biasanya dipertimbangkan
untuk gangguan mood dan skizofrenia. Dalam diaignosis banding dari gangguan psikotik
apapun, pemeriksaan medis yang lengkap harus dilakukan untuk mengeliminasi penyebab-
penyebab organik dari gejala. Riwayat penggunaan zat (dengan atau tanpa hasil tes skrining
toksikologi positif) dapat mengindikasiikan suatu gangguan yang dipicu oleh zat. Kondisi
medis yang sudah ada sebelumnya, terapinya, atau keduanya dapat menyebabkan gangguan
psikotik dan gangguan mood. Kecurigaan apapun tentang adanya abnormalitas neurologis
mengizinkan pertimbangan untuk melakukan scan otak untuk mengeliminasi patologi
anatomis dan EEG (electroencephalogram) untuk menentukan kemungkinan adanya
gangguan kejang apapun (misalnya epilepsi lobus temporalis). Gangguan psikotik yang
disebabkan oleh gangguan kejang lebih umum daripada yang terlihat di populasi umum.
Gangguan ini umumnya dicirikan oleh paranoia, halusinasi, dan ideas of reference. Pasien
epilepsi dengan psikosis dipercayai memiliki tingkat fungsi yang lebih baik daripada pasien
dengan gangguan spektrum skizofrenik. Kontrol kejang yang lebih baik dapat mengurangi
psikosis.

8. Bagaimana perjalanan penyakit dan prognosis dari Skizoafektif?


Sambil mempertimbangkan ketidakpastian dan berevolusinya diagnosis dari gangguuan
skizoafektif, sulit untuk menentukan perjalanan jangka panjang dan prognosisnya.
Berdasarkan definisi dari diagnosisnya, pasien dengan gangguan skizoafektif mungkin
diharapkan untuk memiliki perjalanan penyakit yang menyerupai suatu gangguan mood
yang episodik, perjalanan skizofrenia kronik, atau beberapa hasil intermediet. Telah diduga
bahwa peningkatan keberadaan dari gejala skizofrenik meramalkan prognosis yang lebih
buruk. Setelah 1 tahun, pasien dengan gangguan skizoafektif memiliki hasil yang berbeda,
yang bergantung pada apakah gejala yang pre-dominan adalah gejala afektif (prognosis lebih
baik) atau skizofrenik (prognosis lebih buruk). Suatu studi yang mengikuti pasien yang
terdiagnosis gangguan skizoafektif 8 tahun menemukan bahwa hasil pasien-pasien ini lebih
menyerupai skizofrenia dibandingkan suatu gangguan mood yang disertai ciri-ciri psikotik.
(Jadi prognosis lebih buruk semakin dominan gejala skizofrenik dan makin lama gangguan skizoafektif
berlangsung tanpa terapi -> secara tidak langsung menyebabkan dominansi gejala skizofrenik sehingga prognosis
otomatis lebih buruk)

9. Apa komorbiditas dari Skizoafektif?


Banyak individu yang terdiagnosis dengan gangguan skizoafektif juga terdiagnosis dengan
gangguan mental lainnya, terutama gangguan penggunaan zat dan gangguan kecemasan.
Demikian juga, angka kejadian kondisi medis meningkat di atas tingkat/angka dasar untuk
populasi umum dan menyebabkan penurunan angka harapan hidup (life expectancy).
(Sesi Ketiga)
Dokter memberikan Ny. Rini terapi antipsikotik (obat antipsikotik), penstabil mood, dan
psikoterapi suportif.

1. Bagaimana manajemen dari Skizofrenia?


Penstabil mood (mood stabilizers) merupakan terapi utama untuk gangguan bipolar dan
diharapkan untuk berperan penting juga dalam terapi pasien dengan gangguan skizoafektif.
Satu studi yang membandingkan Lithium dengan Carbamazepine menemukan bahwa
Carbamazepine lebih superior untuk gangguan skizoafektif subtipe depresif, tetapi tidak
menemukan perbedaan apapun di antara kedua agen tersebut untuk subtipe bipolar. Akan
tetapi dalam praktik, obat-obatan ini banyak dipakai sendiri, dalam kombinasi dengan satu
sama lain, atau bersama agen antipsikotik. Dalam episode manic, pasien yang skizoafektif
sebaiknya diterapi dengan agresif dengan dosis penstabil mood dalam rentang terapeutik
dalam darah mencapai sedang hingga tinggi. Ketika pasien memasuki fase
maintenance/perawatan, dosis obat dapat dikurangi hingga rentang rendah sampai sedang
untuk menghindari efek samping dan efek-efek yang mungkin terjadi pada sistem organ
(misalnya kelenjar thyroid dan ginjal) dan untuk meningkatkan penggunaan dan kepatuhan
dalam minum obat. Pemantauan laboratoris terhadap konsentrasi obat dalam plasma dan
skrining periodik dari kelenjar thyroid, ginjal, dan fungsi hematologis sebaiknya dilakukan.
Terapi psikososial
Pasien mendapat keuntungan dari kombinasi terapi keluarga, pelatihan kemampuan sosial,
dan rehabilitasi kognitif. Karena lingkup psikiatri pernah mengalami kesulitan dalam
menentukan diagnosis pasti dan prognosis dari gangguan skizoafektif, ketidakpastian ini
harus dijelaskan kepada pasien. Rentang gejala bisa luas karena pasien harus melawan
psikosisnya dan kondisi mood yang berubah-ubah. Bisa sangat sulit bagi anggota keluarga
untuk mengikuti sifat dan kebutuhan dari pasien yang berubah-ubah. Regimen obat bisa
rumit, dengan banyak obat dari semua kelas obat.

2. Bagaimana ciri farmakologi dari antipsikotik?


Klasifikasi
Antipsikotik Tipikal/Khas Antipsikotik Atipikal (Antagonis 5-HT-DA)

Acetophenazine Amisulpride
Chlorpromazine Aripiprazole
Chlorprothixene Asenapine
Fluphenazine Clozapine
Haloperidol Iloperidone
Mesoridazine Loxapine
Perphenazine Olanzapine
Prochlorperazine Paliperidone
Thioridazine Quetiapine
Thiothixene Risperidone
Trifluoperazine Sertindole
Ziprasidone

Antipsikotik tipikal/khas
Antipsikotik tipikal menghambat dopamine, kolinergik muskarinik, α-adrenergik, dan
reseptor H1-histaminergik.
Antagonisme dopamine dipercaya menghasilkan efek antipsikotik. Antagonisme ini juga
menghasilkan beberapa efek endokrinologi. Ingat bahwa dopamine menghambat pelepasan
prolaktin. Jadi, suatu antagonis pada reseptor dopamine menghasilkan suatu peningkatan
pelepasan prolaktin. Hal ini lalu menyebabkan laktasi. Sebagian besar dari neuroleptik,
kecuali Thioridazine, memiliki efek antiemetik yang dimediasi melalui penghambatan
reseptor D2 dari area pencetus kemoreseptor dalam medulla.
Semua obat ini menyebabkan efek ekstrapiramidal, termasuk parkinsonisme, akathisia, dan
tardive dyskinesia. Efek ekstrapiramidal dari obat-obatan ini diduga disebabkan oleh
penghambatan reseptor dopamine dalam striatum (ganglia basalis). Efek ekstrapiramidal
meliputi distonia akut (spasme otot-otot wajah, lidah, leher, dan punggung), akathisia
(kegelisahan/keresahan motorik atau tidak bisa diam, gerak terus), dan parkinsonisme (kekakuan,
tremor, dan shuffling gait/cara berjalan dengan kaki melangkah sedikit-sedikit). Karena bersifat
irreversible, salah satu efek ekstrapiramidal yang paling dikhawatirkan adalah tardive
dyskinesia. Tardive dyskinesia dapat muncul selama atau setelah terapi berkepanjangan
dengan obat apapun dari golongan ini. Tardive dyskinesia meliputi gerakan involunter yang
berulang, seperti mengecap-ngecapkan bibir, pergerakan rahang, dan lidah yang bergerak-
gerak. Pergerakan cepat tanpa tujuan dari ekstremitas juga dapat terjadi.
Obat yang lebih poten menyebabkan lebih banyak efek ekstrapiramidal. Sebaliknya, obat-
obatan dengan potensi antikolinergik memiliki lebih sedikit efek ekstrapiramidal. Bandingkan
hal ini dengan apa yang kita ketahui mengenai penyakit Parkinson. Pada penyakit Parkinson,
hilangnya neuron dopamine mengakibatkan gangguan pergerakan yang dapat diterapi
dengan antikolinergik. Disini, kita menggunakan obat-obatan untuk menghambat reseptor
dopamine, yang dapat Anda prediksikan akan menyebabkan parkinsonisme (gejala yang
mirip dengan penyakit Parkinson, tapi tidak disebabkan oleh hilang/berkurangnya neuron).
Obat-obatan dengan aksi antikolinergik mengakibatkan lebih sedikit efek ekstrapiramidal
karena keseimbangan asetilkolin dalam sistem motorik lebih sedikit dipengaruhi.

As the antipsychotics increse in potency for their antipsychotics effect,


there is a trend toward a decrease in the anticholinergic side effects
(dashed line) and an increase in the incidence of extrapyramidal side
effects (solid line).

Antipsikotik atipikal
Antipsikotik generasi kedua juga menghambat reseptor muskarinik, α1-adrenergik, serotonin,
dan histamin selain menghambat reseptor dopamine dan serotonin.
Walaupun disebut sebagai antagonis serotonin-dopamine, tiap agen dalam kelas ini memiliki
kombinasi afinitas reseptor yang unik. Setidaknya Anda harus tahu bahwa obat-obat ini
adalah antagonis terhadap reseptor dopamine dan 5-HT2A. Afinitas untuk reseptor lainnya
menentukan profil efek sampingnya. Informasi seperti inilah yang dapat Anda tambahkan
nanti. Kemampuan obat-obat ini untuk mengurangi ciri-ciri negatif dari psikosis (withdrawal,
afek datar, anhedonia, catatonia) dan gejala positif (halusinasi, waham, pikiran yang
berantakan, agitasi) telah berakhir pada penggunaan obat-obat ini pada banyak pasien.
Clozapine telah menyebabkan agranulositosis yang fatal. Pada pasien yang menerima
Clozapine, pemantauan jumlah leukosit harus dilakukan secara teratur. Agranulositosis
tampaknya bukan suatu masalah dengan agen-agen terbaru dari kelas obat ini.
Risperidone merupakan obat yang dipilih untuk skizofrenia onset baru.

3. Bagaimana farmakologi dari penstabil mood/mood stabilizers?


Lithium merupakan agen pertama yang terbukti berguna dalam terapi fase manic dari
gangguan bipolar yang juga bukan obat antipsikotik. Lithium terkadang digunakan sebagai
tambahan/adjunctiva dalam skizofrenia. Lithium tetap digunakan untuk penyakit fase akut
dan juga untuk mencegah kekambuhan dari episode manic dan depresif.
Sekelompok obat-obatan penstabil mood yang juga merupakan agen antikonvulsan telah
menjadi lebih banyak digunakan daripada Lithium, termasuk Carbamazepine dan Asam
Valproat untuk terapi mania akut dan untuk mencegah kekambuhannya. Lamotrigine
disetujui untuk pencegahan kekambuhan. Gabapentin, Oxcarbazepine, dan Topiramate
terkadang digunakan untuk mengobati gangguan bipolar tapi tidak disetujui oleh FDA untuk
indikasi ini. Aripiprazole, Chlorpromazine, Olanzapine, Quetiapine, Risperidone, dan
Ziprasidone disetujui oleh FDA untuk terapi fase manic dari gangguan bipolar. Olanzapine +
Fluoxetine dalam bentuk kombinasi dan Quetiapine disetujui untuk terapi depresi bipolar.
Lithium
Farmakokinetik Lithium

Absorpsi Selesai dalam waktu 6 - 8 jam, kadar puncak


dalam plasma dicapai dalam 30 menit - 2 jam.

Distribusi Dalam cairan tubuh total: masuk ke dalam


kompartemen intraseluler secara lambat.
Volume distribusi inisial/awal adalah 0.5
L/kg, lalu naik hingga 0.7 - 0.9 L/kg:
beberapa mengalami sekuestrasi dalam
tulang.
Tidak ada pengikatan protein.

Metabolisme -

Ekskresi Semua dalam urine.


Clearance Lithium sekitar 20% dari kreatinin.
Waktu paruh plasma sekitar 20 jam.

Target Konsentrasi Plasma 0.6 - 1.4 mEq/L

Dosis 0.5 mEq/kg/hari dalam dosis terpisah

Gangguan skizoafektif, kondisi lain dengan komponen afektif yang ditandai oleh suatu
campuran gejala skizofrenik dan depresi atau kegirangan, diterapi dengan obat antipsikotik
sendiri atau dikombinasikan dengan Lithium. Berbagai antidepresan juga diberikan jika ada
depresi.
Clearance Lithium melalui ginjal berkurang sekitar 25% dengan adanya diuretik (misalnya
golongan Thiazide), dan dosis mungkin harus dikurangi sebesar jumlah yang sama.
Penurunan clearance Lithium yang sama juga terjadi dengan beberapa NSAID yang
menghambat sintesis prostaglandin. Interaksi ini belum dilaporkan untuk Aspirin maupun
Acetaminophen. Semua neuroleptik yang telah diuji hingga sekarang, dengan kemungkinan
pengecualian Clozapine dan antipsikotik atipikal terbaru, mungkin menghasilkan sindroma
ekstrapiramidal yang lebih berat ketika dikombinasikan dengan Lithium.

Efek samping:
Tremor merupakan salah satu efek samping dari terapi Lithium yang paling umum, dan
dapat terjadi pada dosis terapeutik.
Lithium mungkin menurunkan fungsi thyroid pada sebagian besar pasien yang terpapar
obat, tetapi efeknya bersifat reversible atau non-progresif.
Diabetes insipidus yang disebabkan oleh Lithium resisten terhadap vasopressin tetapi
merespon pada Amiloride.
Edema merupakan suatu efek samping umum dari terapi Lithium dan mungkin berkaitan
dengan beberapa efek Lithium terhadap retensi sodium.

Kontraindikasi:
Sindroma bradikardia-takikardia ("sick sinus") merupakan kontraindikasi pasti terhadap
penggunaan Lithium karena ionnya akan makin mendepresikan sinus node. Pendataran
gelombang T seringkali tampak pada EKG tapi kepentingan masih dipertanyakan.

Anda mungkin juga menyukai