Anda di halaman 1dari 11

BLOK NBS

CASE 1
INSOMNIA
(Sesi Pertama)
Judul kasus: Ny. Wati
Ny. Wati, 32 tahun, Jawa, sudah menikah, datang ke puskesmas dengan keluhan utama sulit
memulai tidur.
RPS
Kondisi ini telah terjadi selama lebih dari 3 bulan dan menyebabkan aktivitas sehari-hari
pasien terganggu, kesulitan dalam berkonsentrasi, dan merasa malas tiap hari.
RPD
Tidak ada riwayat hipertensi, penyakit jantung, diabetes mellitus, atau penyakit lainnya.
RK
Tidak ada anggota keluarga pasien yang memiliki keluhan yang sama.
R. Obat
Tidak ada riwayat pengobatan atau penggunaan obat dan alkohol.
R. Sosial dan Faktor Premorbid
Pasien adalah seorang asisten manajer, tinggal di lingkungan perumahan yang tidak jauh dari
pusat kota. Pasien adalah seorang wanita perfeksionis.
1. ?

2. Apa hipotesis Anda?


❖ Anxiety (gelisah/cemas)
❖ Depresi
❖ Penyalahgunaan zat
❖ Skizofrenia
❖ Insomnia

3. Dapatkah Anda menjelaskan hipotesis Anda?


A. Gangguan kecemasan/Anxiety disorders
Kecemasan/anxiety sebagai gejala utama yang terjadi hampir tiap hari selama beberapa
minggu hingga beberapa bulan, yang tidak dibatasi atau hanya kentara dalam beberapa
keadaan tertentu (free floating).
Gejala-gejala ini biasanya meliputi elemen-elemen di bawah ini:
a) Kecemasan/anxiety (mencemaskan tentang ketidakberuntungan, merasa seperti di
ujung tanduk, sulit berkonsentrasi, dan sebagainya).
b) Ketegangan motorik/motor tension (cemas, sakit kepala, gemetar, tidak bisa relaks).
c) Overaktivitas otonomik (palpitasi, napas pendek/sesak napas, keluhan lambung,
pusing, mulut kering, dan sebagainya).
B. Depresi
Berdasarkan DSM-IV-TR, episode depresi major/berat harus berlangsung setidaknya 2
minggu, dan khasnya, seseorang dengan diagnosis episode depresi berat mengalami
perubahan nafsu makan dan berat badan, perubahan tidur dan aktivitas, kekurangan
energi, merasa bersalah, bermasalah dalam berpikir dan membuat keputusan, dan
memiliki pikiran berulang mengenai kematian dan bunuh diri.
C. Gangguan mental dan perilaku karena penggunaan zat psikoaktif berarti gangguan
mental terjadi setelah konsumsi satu atau beberapa zat.
D. Gejala skizofrenik ditandai oleh halusinasi suara, delusi, pikiran yang tidak
terorganisasi dan tidak berasosiasi.
E. Insomnia adalah kesulitan memulai atau mempertahankan tidur. Hal ini merupakan
keluhan tidur yang paling umum dan bisa bersifat sementara atau tetap/persisten.
Insomnia sementara dapat berkaitan dengan kesedihan, kehilangan, atau hampir semua
perubahan hidup atau stress. Insomnia persisten terdiri atas sekelompok kondisi yang
cukup umum dimana masalah yang paling sering dikeluhkan adalah kesulitan untuk
memulai tidur daripada kesulitan untuk tetap tidur.

4. Apa informasi lebih lanjut yang Anda perlukan?


Anamnesis lebih lanjut, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan lab.

Tanda vital
Tekanan darah = 130/80 mmHg
Denyut nadi = 88 bpm, reguler
Suhu = 36°C
RR = 20x/menit

Pemeriksaan Fisik
❖ Pemeriksaan mata: anemia (-), icterus (-), kemerahan konjungtiva (-), mata berair (-),
kongesti nasal (hidung buntu) (-)
❖ Jantung:
o Inspeksi: IC tidak tampak
o Palpasi: IC teraba pada ICS V MCL 5
o Perkusi: batas kanan: garis parasternal kanan
batas kiri: MCL kiri
o Auskultasi: S1 S2 tunggal, reguler, murmur (-)
❖ Paru:
o Inspeksi: simetris
o Palpasi: VF (N/N)
o Perkusi: sonor/sonor
o Auskultasi: vesikuler (+/+), rhonchi (-/-), wheezing (-/-)
❖ Abdomen:
o Inspeksi: distensi (-), darm contour (-), darm steifung (-)
o Auskultasi: suara perut (+) normal
o Palpasi: hepar = tidak teraba; lien = tidak teraba, traube space tympani
o Perkusi: tympani
❖ Ekstremitas: hangat (+/+), edema (-/-)

Status Mental:
Penampilan: sedih, tampak lelah
Psikomotor: lambat
Sikap terhadap pemeriksa: kooperatif
Bicara: cukup jelas
Mood/suasana hati: depresif
Afek: hipotim
Proses berpikir: koheren, realistis
Isi pikiran: dipenuhi dengan keluhannya
Judgmental dan intelektual: rentang normal tapi cenderung menurun

5. Apakah informasi ini mengubah hipotesis Anda?


Ya.

6. Apa hipotesis Anda sekarang?


Insomnia.

7. Apa saja macam-macam insomnia?


a. Insomnia primer terdiagnosis ketika keluhan utama adalah tidur yang bersifat non-
restoratif (tidak memulihkan) atau kesulitan dalam memulai atau mempertahankan tidur,
dan keluhan ini berlanjut selama paling tidak 1 bulan. Istilah primer mengindikasikan
bahwa insomnia tidak bergantung pada (tidak disebabkan oleh) kondisi fisik atau mental yang
telah diketahui. Dalam ICD-10, insomnia primer menggunakan istilah insomnia non-
organik.
b. Insomnia sekunder terjadi karena kondisi medis dan psikiatrik, atau kondisi lingkungan
sekitar.

8. Apa saja tahapan tidur?


Ada dua jenis tidur: tidur REM (Rapid Eye Movement) dan nonREM (NREM) (atau tidur
gelombang lambat/slow-wave sleep).
❖ Tidur NREM terbagi menjadi 4 tahap
• Ketika seseorang mulai jatuh tertidur dan memasuki tahap 1, EEG menunjukkan
pola voltase rendah dengan frekuensi campuran. Suatu irama theta (4 – 7 Hz) dapat
diamati pada tahap awal dari slow-wave sleep ini. Sepanjang tidur NREM, terdapat
beberapa aktivitas dari otot skelet tapi tidak terjadi pergerakan mata.
• Tahap 2 dari tidur NREM ditandai oleh munculnya gelombang sinusoidal yang
disebut sleep spindles (12 – 14 Hz) dan terkadang ada gelombang bifasik bervoltase
tinggi yang disebut kompleks K.
• Dalam tahap 3 dari tidur NREM, suatu irama delta (0.5 – 4 Hz) beramplitudo tinggi
mendominasi gelombang-gelombang EEG.
• Perlambatan maksimal dengan gelombang-gelombang besar tampak pada tahap
4 dari tidur NREM. Jadi, ciri khas dari tidur lelap adalah suatu pola gelombang
lambat yang ritmis, mengindikasikan sinkronisasi yang jelas; terkadang disebut
slow-wave sleep. Walaupun kemunculan irama theta dan delta itu normal selama
tidur, kemunculan kedua irama ini selama keadaan bangun adalah suatu tanda dari
disfungsi otak.

❖ TIDUR REM
Tidur REM dinamakan demikian karena terjadinya pergerakan mata yang khas
selama tahap tidur ini
• Gelombang lambat beramplitudo tinggi yang tampak pada EEG selama tidur
secara berkala digantikan oleh aktivitas EEG bervoltase rendah dan cepat,
menyerupai yang tampak pada keadaan bangun dan pada tidur tahap 1 (Gambar
14-7). Oleh karena itu, tidur REM juga disebut tidur paradoksal (paradoxical
sleep). Akan tetapi, tidur tidak terputus/terganggu; tepat bahwa ambang batas
terbangun oleh stimuli sensoris dan oleh stimulasi dari formatio reticularis
meningkat selama tidur REM.
• Pergerakan berputar dari mata yang cepat terjadi selama tidur paradoksal, dan
oleh karena inilah tidur ini disebut juga tidur REM.
• Ciri lain dari tidur REM adalah terjadinya potensial fasik besar yang berasal dalam
neuron kolinergik dalam pons dan dengan cepat berpindah ke corpus
geniculatum laterale, lalu dari sana menuju ke cortex occipitalis. Potensial ini
disebut ponto-geniculo-occipital (PGO) spikes. Tonus otot skelet dalam leher
dengan jelas menurun selama tidur REM.
• Walaupun pada awalnya diduga bahwa mimpi hanya terjadi selama tidur REM,
studi terbaru telah menunjukkan bahwa mimpi dapat terjadi pada tahap tidur
REM maupun NREM.
• Mimpi-mimpi yang terjadi selama tidur REM cenderung lebih lama, dan lebih
visual dan emosional dibandingkan mimpi yang terjadi selama tidur NREM.
• Hasil PET (Positron Emission Tomography) scan manusia dalam tidur REM
menunjukkan peningkatan aktivitas dalam area pons, amygdala, dan gyrus
cingularis anterior, tapi terjadi penurunan aktivitas dalam cortex pre-frontalis
dan parietalis. Aktivitas dalam area-area yang berhubungan dengan
visual/penglihatan meningkat, tapi terdapat suatu penurunan dalam cortex
visualis primus. Hal ini konsisten dengan peningkatan emos/perasaan dan kerja
dari suatu sistem saraf tertutup yang dipisahkan dari area-area yang
menghubungkan aktivitas otak dengan dunia luar.
9. Bagaimana distribusi dari tahap-tahap tidur?
Pada suatu tidur malam yang khas, seorang dewasa muda pertama memasuki tidur NREM,
lalu melewati tahap 1 dan 2, dan menghabiskan waktu selama 70 – 100 menit dalam
tahap 3 dan 4. Kemudian orang yang tidur menjadi lebih mudah dibangunkan dan diikuti
oleh suatu periode REM. Siklus ini diulangi pada interval sekitar 90 menit sepanjang
malam. Siklus-siklusnya mirip, walaupun makin menuju pagi hari tidur tahap 3 dan 4
berkurang dan tidur REM makin banyak. Jadi, 4 – 6 periode REM terjadi tiap malam.
Tidur REM menempati 80% dari total waktu tidur pada bayi prematur dan 50% pada
neonatus aterm. Dengan demikian, proporsi tidur REM berkurang dengan pesat dan
mencapai stabil/plateau pada angka sekitar 25% hingga berkurang menjadi sekitar 20% pada
lansia. Anak-anak memiliki total waktu tidur lebih banyak (8 – 10 jam) dibandingkan
dengan sebagian besar orang dewasa (sekitar 6 jam).
(Sesi Kedua)
Ia sangat mengkhawatirkannya, bahkan ia pergi ke banyak dokter dan juga ke
pengobatan tradisional untuk pendapat/opini kedua tapi hingga hari ini keluhannya tetap
terjadi. Beberapa hari belakangan ini ia menjadi temperamental dan putus asa.
Ia telah datang ke psikologis tapi kondisinya belum membaik juga. Dokter umum merujuknya
ke RSUD. Ia telah melakukan beberapa pemeriksaan seperti lab dan EEG tapi menurut para
dokter tidak ditemukan adanya penyakit atau malfungsi dari organ-organnya yang dapat
menyebabkan keluhan.
Temuan lab:
➢ Hb = 13 mg/dL, Hct (PCV) = 40%, Leukosit = 7500/µL, Trombosit = 295.000/µL
➢ Urine: pH = 6.8; warna = kuning; reduksi (-), protein (-)
➢ Sedimen = eritrosit (0 - 1), leukosit (2 - 3), kristal (-)
➢ SGOT, SGPT, dan bilirubin dalam batas normal
1. Apa saja masalah pasien?
❖ Ia sangat mengkhawatirkannya, bahkan ia pergi ke banyak dokter dan juga ke
pengobatan tradisional hanya untuk opini kedua, tapi hingga hari ini keluhannya tetap
ada.
❖ Dalam beberapa hari terakhir ini ia menjadi lebih temperamental dan putus asa.
❖ Ia telah pergi ke psikolog.
❖ Dokter umum merujuknya ke RSUD (psikiater)

2. Apa penyebab umum dari insomnia?


Insomnia sekunder dari
Insomnia sekunder dari
Gejala kondisi psikiatrik atau
kondisi medis
lingkungan
❖ Kesulitan jatuh ❖ Kondisi nyeri atau tidak ❖ Cemas/anxiety
tidur/memulai tidur nyaman apapun ❖ Tegang otot karena cemas
❖ Kesulitan tetap ❖ Lesi pada sistem saraf (muscular anxiety tension)
tidur/mempertahankan pusat ❖ Perubahan lingkungan
tidur ❖ Di saat tertentu, ❖ Gangguan irama sirkadian
disebabkan oleh beberapa tidur
kondisi di bawah ini: ❖ Depresi, terutama depresi
Sindroma sleep apnea primer
Mioklonus nokturnal ❖ Perubahan lingkungan
dan sindroma restless ❖ Gangguan irama sirkadian
legs tidur
Faktor diet ❖ PTSD (Post-traumatic Stress
(kemungkinan) Disorder)
Peristiwa episodik ❖ Skizofrenia
(parasomnia)
Efek langsung dari zat
(termasuk alkohol)
Interaksi zat
Penyakit endokrin
atau metabolik
Penyakit infeksi,
neoplastik, atau
lainnya
Kondisi nyeri atau
tidak nyaman
Lesi atau penyakit
batang otak atau
hipothalamus
Penuaan

3. Apa prevalensi dari insomnia?


Estimasi berdasarkan populasi mengindikasikan bahwa sekitar sepertiga dari orang dewasa
melaporkan gejala-gejala insomnia, 10 – 15% mengalami gangguan selama siang hari, dan 6 –
10% memiliki gejala yang memenuhi kriteria untuk gangguan insomnia (insomnia disorder).
Gangguan insomnia merupakan gangguan tidur yang paling banyak terjadi. Dalam lingkup
layanan primer, sekitar 10 – 20% individu mengeluhkan gejala insomnia yang signifikan.
Insomnia merupakan keluhan yang lebih banyak terdapat di kalangan wanita dibandingkan
pria, dengan rasio jenis kelamin sekitar 1.44 : 1. Walaupun insomnia dapat berupa suatu
gejala atau suatu gangguan independen, insomnia paling banyak diamati sebagai suatu
kondisi komorbid bersama dengan kondisi medis atau gangguan mental lainnya. Contohnya,
40 – 50% individu dengan insomnia juga datang dengan gangguan mental lainnya (komorbid).
4. Apa diagnosis dari insomnia berdasarkan DSM V?
A. Keluhan yang dominan adalah ketidakpuasan dengan kuantitas atau kualitas tidur,
berkaitan dengan 1 (atau lebih) dari gejala-gejala di bawah ini:
1) Kesulitan memulai tidur (pada anak-anak, gejala ini dapat bermanifestasi sebagai
kesulitan memulai tidur tanpa intervensi dari pengasuh)
2) Kesulitan mempertahankan tidur, ditandai dengan sering terbangun atau sulit untuk
kembali tidur setelah terbangun (pada anak-anak, gejala ini dapat bermanifestasi
sebagai kesulitan untuk kembali tidur tanpa intervensi pengasuh)
3) Terbangun pada dini hari disertai ketidakmampuan untuk kembali tidur.
B. Gangguan tidur menyebabkan kesusahan atau gangguan yang signifikan secara klinis
dalam berbagai aspek fungsional seperti sosial, pekerjaan, edukasi, akademik, perilaku,
atau aspek lainnya yang tidak kalah penting.
C. Kesulitan tidur terjadi setidaknya 3 malam tiap minggu.
D. Kesulitan tidur terjadi selama setidaknya 3 bulan.
E. Kesulitan tidur terjadi walaupun ada kesempatan yang cukup untuk tidur.
F. Insomnia tidak dapat dijelaskan oleh dan tidak hanya terjadi selama perjalanan gangguan
tidur-bangun lainnya (misalnya, narkolepsi, gangguan tidur yang berkaitan dengan
pernapasan, gangguan irama sirkadian tidur-bangun, parasomnia).
G. Insomnia tidak berasal dari efek fisiologis suatu zat (misalnya, penyalahgunaan obat,
pengobatan).
H. Gangguan mental dan kondisi medis yang ada bersamaan/menyertai tidak cukup kuat
untuk menjelaskan keluhan insomnia yang pre-dominan.

5. Apa ciri diagnostik dari insomnia?


Ciri penting dari gangguan insomnia adalah ketidakpuasan dengan kuantitas atau
kualitas tidur dengan keluhan kesulitan memulai atau mempertahankan tidur. Keluhan tidur
disertai oleh kesusahan atau gangguan yang signifikan secara klinis dalam berbagai aspek
fungsional seperti sosial, pekerjaan, edukasi, akademik, perilaku, atau aspek penting lainnya.
Gangguan tidur dapat terjadi selama perjalanan/proses dari gangguan mental atau kondisi
medis lainnya, atau gangguan tidur dapat terjadi sendiri/independen.
Manifestasi berbeda dari insomnia dapat terjadi pada waktu-waktu berbeda dari periode
tidur. Insomnia onset tidur (atau insomnia inisial) melibatkan kesulitan memulai tidur pada
waktu tidur. Insomnia mempertahankan tidur (sleep maintenance insomnia) (atau middle
insomnia) melibatkan sering terbangun atau terjaga untuk waktu lama sepanjang malam.
Late insomnia melibatkan terbangun pada dini hari (pagi buta) dengan ketidakmampuan untuk
kembali tidur. Kesulitan mempertahankan tidur merupakan gejala tunggal yang paling umum
dari insomnia, diikuti oleh kesulitan memulai tidur, sedangkan kombinasi dari gejala-gejala
ini merupakan manifestasi yang paling umum secara keseluruhan. Tipe spesifik dari keluhan
tidur seringkali bervariasi dari waktu ke waktu. Individu yang pada satu waktu mengeluhkan
kesulitan memulai tidur di kemudian hari dapat mengeluhkan kesulitan mempertahankan
tidur, dan sebaliknya. Gejala kesulitan memulai tidur dan kesulitan mempertahankan tidur
dapat dihitung melalui laporan retrospektif dari individu yang berkaitan, sleep diaries/jurnal
tidur, atau metode lainnya, seperti actigraphy (alat untuk memonitor siklus istirahat-aktivitas manusia,
dipakai seperti jam tangan) atau polysomnography (alat sleep study, seperti EKG, banyak kabel-kabel),
tetapi diagnosis gangguan insomnia (insomnia disorder) dibuat berdasarkan persepsi subjektif
individu mengenai tidurnya atau laporan dari perawat/penjaga.
6. Apa faktor risiko dan prognostik dari insomnia?
Walaupun faktor risiko dan prognostik yang dibahas dalam bagian ini meningkatkan
kerentanan terhadap insomnia, gangguan tidur lebih mungkin terjadi ketika individu yang
memiliki predisposisi terpapar peristiwa-peristiwa pencetus, seperti kejadian besar dalam
kehidupan (misalnya sakit, perpisahan) atau kejadian yang lebih ringan tapi lebih banyak
stress harian yang kronik. Sebagian besar individu melanjutkan pola tidur normal setelah
peristiwa pencetus awal telah menghilang, tetapi lainnya (mungkin orang-orang yang lebih
rentan mengalami insomnia) tetap mengalami kesulitan tidur yang persisten. Faktor-faktor
yang melanggengkan (perpetuating factors) seperti kebiasaan tidur yang buruk, penjadwalan
tidur yang ireguler, dan takut tidak tidur menambah/memperberat masalah insomnia dan
dapat menyebabkan suattu lingkaran setan yang dapat memicu insomnia yang
menetap/persisten.
Temperamental. Kepribadian atau tipe kognitif yang mudah cemas atau khawatir,
peningkatan predisposisi perangsangan (mudah terpicu), dan kecenderungan untuk
memendam emosi dapat meningkatkan kerentanan terhadap insomnia.
Environmental. Kebisingan, cahaya, suhu yang terlalu tinggi atau rendah, dan ketinggian
juga dapat meningkatkan kerentanan terhadap insomnia.
Genetik dan fisiologis. Jenis kelamin perempuan dan usia lanjut berkaitan dengan
peningkatan kerentanan terhadap insomnia. Tidur yang terganggu dan insomnia
menunjukkan suatu sifat turun-menurun/familial. Prevalensi insomnia relatif lebih tinggi
pada kembar monozigotik daripada kembar dizigotik; dan juga lebih tinggi pada anggota
keluarga inti (anak, saudara, atau orang tua/first-degree relatives) dibandingkan dengan populasi
umum. Sejauh mana hubungan ini diwariskan melalui predisposisi genetik (dipelajari melalui
observasi model parental) atau dinyatakan sebagai produk sampingan dari psikopatologi
lainnya masih belum ditentukan.
Course modifiers. Perjalanan/proses/course yang bersifat merusak meliputi praktek sleep
hygiene yang (kebiasaan yang membantu agar tidur nyenyak) buruk (misalnya, penggunaan kafein
yang berlebihan, jadwal tidur yang ireguler).

7. Apa komorbiditas dari insomnia?


Insomnia merupakan suatu komorbiditas umum dari banyak kondisi medis, termasuk
diabetes, penyakit jantung koroner, COPD, arthritis, fibromyalgia, dan penyakit kronik
lainnya. Hubungan risikonya merupakan hubungan dua arah; insomnia meningkatkan risiko
mengalami kondisi medis, dan masalah medis meningkatkan risiko insomnia. Arah dari
hubungan ini tidak selalu jelas dan dapat berubah seiring waktu; karena inilah, istilah
insomnia komorbid lebih disukai untuk insomnia yang ada bersama dengan kondisi medis
lainnya (atau gangguan mental).
Individu dengan gangguan insomnia seringkali memiliki gangguan mental yang menyertai
(komorbid), terutama gangguan bipolar, depresi, dan kecemasan/anxiety. Insomnia yang
menetap/persisten menyatakan suatu faktor risiko atau suatu gejala awal dari tidur malam
individu dengan gangguan bipolar, depresi, kecemasan, dan penggunaan zat (zat seperti
anxiolytics untuk melawan ketegangan atau kecemasan, dan kafein atau stimulan lainnya
untuk melawan kelelahan yang berlebihan). Selain memperburuk insomnia, penggunaan zat
jenis ini dapat, pada beberapa kasus, menyebabkan gangguan penggunaan
zat/penyalahgunaan zat.
(Sesi Ketiga)
Pasien telah memahami apa yang terjadi pada dirinya setelah penjelasan yang lengkap diberikan
oleh para dokternya, dan ia menanyakan segala sesuatunya tentang bagaimana cara
menyelesaikan masalahnya. Ia juga bertanya-tanya mengenai beberapa obat yang dapat
menyebabkan kecanduan obat terhadap dirinya.

1. Bagaimana terapi dari insomnia?


Insomnia primer umumnya diterapi dengan Benzodiazepine, Zolpidem, Zaleplon, dan obat
hipnotik lainnya. Obat-obatan hipnotik harus digunakan dengan waspada. Pembantu tidur
yang dijual bebas (OTC/over the counter) memiliki efektivitas terbatas. Obat-obat tidur yang
durasi kerjanya panjang (misalnya, Flurazepam, Quazepam) paling baik untuk insomnia yang
terjadi di tengah malam (sulit mempertahankan tidur); obat-obatan yang durasi kerjanya pendek
(seperti Zolpidem, Triazolam) berguna untuk orang-orang yang mengalami kesulitan memulai
tidur. Secara umum, obat-obat tidur sebaiknya tidak diresepkan untuk lebih dari 2 minggu
karena dapat terjadi toleransi dan withdrawal terhadap obat.

2. Bagaimana sifat farmakologi dari obat-obatan hipnotik? (Farmakologi obat golongan


benzodiazepine)
Farmakokinetik
Kecepatan absorpsi oral dari obat sedatif-hipnotik berbeda-beda tergantung sejumlah faktor,
termasuk lipofilisitas (kesukaan pada lipid/lemak).
Kelarutan lipid berperan penting dalam menentukan kecepatan dimana obat sedatif-hipnotik
tertentu memasuki sistem saraf pusat/SSP.
Semua obat sedatif-hipnotik menyeberangi barrier plasenta selama kehamilan. Jika obat
sedatif-hipnotik diberikan selama periode pra-melahirkan, obat-obatan tersebut dapat
mengakibatkan depresi fungsi vital neonatus. Obat sedatif-hipnotik juga dapat dideteksi
dalam ASI dan dapat menimbulkan efek depresan pada bayi yang menyusu.
Metabolisme hepatik bertanggung jawab terhadap klirens/clearance dari semua obat
golongan benzodiazepine. Pola dan kecepatan metabolisme bergantung pada masing-masing
obat. Sebagian besar obat golongan benzodiazepine menjalani oksidasi mikrosomal (reaksi
fase 1), termasuk N-dealkilasi dan hidroksilasi alifatik yang dikatalis oleh isozim sitokrom
P450, terutama CYP3A4. Metabolit yang terbentuk lalu dikonjugasi (reaksi fase 2) untuk
membentuk glukuronida yang diekskresikan dalam urine. Akan tetapi, banyak metabolit fase
1 dari obat golongan benzodiazepine yang aktif secara farmakologis, beberapa memiliki waktu
paruh yang lama. Waktu paruhnya berkisar dari 2 – 40 jam (Clorazepate lebih lama).
Farmakodinamik (MoA/Mekanisme Aksi)
Obat-obat golongan benzodiazepine tampaknya meningkatkan efisiensi inhibisi sinaps
GABAergik. Obat golongan benzodiazepine tidak menggantikan GABA tapi tampaknya
meningkatkan efek-efek GABA secara alosterik tanpa secara langsung mengaktifkan reseptor
A GABA atau membuka kanal/saluran klorida yang berkaitan. Peningkatan penghantaran ion
klorida yang diinduksi oleh interaksi dari obat golongan benzodiazepine dengan GABA terjadi
melalui suatu peningkatan frekuensi terbukanya kanal/saluran.
Semua obat sedatif-hipnotik dapat memicu tidur jika diberikan dalam dosis yang cukup
tinggi. Efek dari obat sedatif-hipnotik terhadap tahap-tahap tidur tergantung pada beberapa
faktor, termasuk obat itu sendiri, dosisnya, dan frekuensi pemberiannya. Efek umum dari
obat golongan benzodiazepine dan obat sedatif-hipnotik yang lebih lama/generasi lama
terhadap pola tidur normal adalah sebagai berikut: (1) latensi (jeda waktu) onset tidur
menurun (waktu yang diperlukan untuk jatuh tidur); (2) durasi tahap 2 tidur NREM
meningkat; (3) durasi tidur REM menurun; dan (4) durasi tahap 4 tidur gelombang
lambat/NREM menurun. Onset tidur yang lebih cepat dan perpanjangan tahap 2 dianggap
sebagai efek yang berguna secara klinis.
Toleransi (penurunan responsivitas terhadap suatu obat setelah paparan berulang)
merupakan suatu ciri umum dari penggunaan obat sedatif-hipnotik. Hal ini dapat
mengakibatkan perlunya peningkatan dosis yang dibutuhkan untuk mempertahankan
perbaikan gejala atau untuk mendukung tidur.
Dengan dosis hipnotik pada pasien sehat, efek dari obat sedatif-hipnotik pada respirasi
sebanding dengan perubahan yang terjadi selama tidur alami/normal. Akan tetapi, bahkan
dengan dosis terapeutik, obat sedatif-hipnotik dapat mengakibatkan depresi respirasi yang
signifikan pada pasien dengan penyakit paru. Efek-efek terhadap respirasi berkaitan dengan
dosis, dan depresi pusat pernapasan di medulla oblongata merupakan penyebab kematian
tersering karena overdosis obat sedatif-hipnotik.

Anda mungkin juga menyukai