Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
A. Teori Medis
1. Keluarga Berencana dan Kontrasepsi
a. Pengertian
Keluarga berencana adalah usaha untuk mengatur
banyaknya jumlah kelahiran sehingga ibu maupun bayinya dan
ayah serta keluarga yang bersangkutan tidak akan menimbulkan
kerugian sebagai akibat langsung dari kelahiran tersebut.
Keluarga berencana merupakan program pemerintah yang
bertujuan menyeimbangkan antara kebutuhan dan jumlah
penduduk. Keluarga sebagai unit terkecil kehidupan bangsa
diharapkan menerima Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera
(NKKBS) yang berorientasi pada pertumbuhan yang seimbang
(Irianto, 2014).
Sedangkan kontrasepsi ialah cara, alat, atau obat-obatan
untuk mencegah terjadinya pertemuan antara sel telur (ovum)
dengan sel mani (spermatozoa) pada saluran telur. Kontrasepsi
dibagi menjadi dua, yaitu cara temporer (spacing) dan cara
permanen (kontrasepsi mantap). Cara permanen dilakukan
dengan mengakhiri kesuburan untuk mencegah kehamilan secara
permanen, pada wanita disebut sterilisasi dan pada pria disebut
vasektomi (Sofian, 2013).
b. Jenis
Menurut Sofian (2013), terdapat empat jenis sterilisasi berdasarkan
tujuannya, yaitu:
1) Sterilisasi hukuman (compulsary sterilization);
2) Sterilisasi eugenik, untuk mencegah berkembangnya kelainan
mental secara turun menurun;
3) Sterilisasi medis, dilakukan berdasarkan indikasi medis demi
keselamatan wanita tersebut karena kehamilan berikutnya dapat
membahayakan jiwanya;
4) Sterilisasi sukarela (coluntary sterilization), yang bertujuan ganda
dari sudut kesehatan, sosial ekonomi dan kependudukan.
c. Efektivitas
Tubektomi merupakan metode kontrasepsi yang sangat efektif dan
tidak menimbulkan efek samping jangka panjang. Efektivitasnya yaitu
0,5 kehamilan per 100 perempuan (0,5%) selama tahun pertama
penggunaan (Saifuddin, 2010).
d. Waktu
Pelaksanaan tindakan sterilisasi dilakukan pada saat:
1) Setiap waktu selama siklus menstruasi apabila diyakini tidak hamil
2) Hari ke-6 hingga ke-13 dari siklus menstruasi (Saifuddin, 2010)
3) Pasca persalinan (post partum)
Sebaiknya dilakukan dalam 24 jam atau selambat-lambatnya 48
jam pasca persalinan. Setelah lebih dari 48 jam, operasi akan lebih
2) Syarat bahagia
Syarat ini dilihat berdasarkan ikatan perkawinan yang sah dan
harmonis. Umur istri sekurang-kurangnya 25 tahun dengan
sekurang-kurangnya 2 orang anak hidup dan anak terkecil berumur
lebih dari 2 tahun.
3) Syarat medik (Saifuddin, 2009).
h. Indikasi
Menurut Amru Sofian (2013), sterilisasi dilakukan atas indikasi:
1) Indikasi medis umum
Adanya gangguan fisik atau psikis yang akan menjadi lebih berat
jika wanita tersebut hamil lagi, seperti tuberkulosis paru, penyakit
jantung, penyakit ginjal maupun skizofrenia.
2) Indikasi medis obstetrik
Adanya riwayat toksemia gravidarum yang berulang, seksio
sesarea berulang dan histerektomi obstetrik.
3) Indikasi medis ginekologik
Pada waktu melakukan operasi ginekologik, dapat
dipertimbangkan untuk dilakukannya sterilisasi.
4) Indikasi sosial ekonomi
a) Rumus 120; yaitu perkalian jumlah anak hidup dan umur ibu,
kemudian dapat dilakukan sterilisasi atas persetujuan suami istri
b) Rumus 100; yaitu perkalian jumlah anak hidup dan umur ibu,
kemudian dapat dilakukan sterilisasi atas persetujuan suami
istri.
i. Kontraindikasi
1) Hamil (sudah terdeteksi atau dicurigai)
2) Perdarahan vaginal yang belum terjelaskan (hingga
harus dievaluasi)
3) Infeksi sistemik atau pelvik yang akut (hingga masalah tersebut
sembuh)
4) Tidak boleh menjalani proses pembedahan
5) Kurang pasti mengenai keinginannya untuk fertilitas di masa depan
6) Belum memberikan persetujuan tertulis (Saifuddin, 2010).
j. Konseling
Konseling adalah proses pemberian informasi yang objektif dan
lengkap berdasarkan pengetahuan untuk membantu memecahkan
masalah kesehatan reproduksi yang sedang dihadapi klien, salah
satunya yaitu membantu untuk menentukan pilihan metode KB
(Manuaba, 2007).
Konseling dilakukan oleh tenaga terlatih, misalnya paramedik
yang telah mendapat pelatihan sebagai konselor kontrasepsi mantap.
Tujuan konseling yaitu agar keputusan untuk menjalani tubektomi
diambil sendiri oleh pasangan setelah mendapat penjelasan yang tepat
dan benar mengenai kontrasepsi ini. Konseling dilakukan sebelum,
selama, dan sesudah tindakan (Wiknjosastro, 2005).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ulfah (2018)
disimpulkan bahwa sikap ibu dalam memilih MOW sangat
dipengaruhi oleh pengalaman yang dialami responden dan dipengaruhi
juga oleh seseorang yang dianggap penting yaitu bidan atau dokter.
Sebagian responden melakukan MOW karena pengaruh tenaga
kesehatan yaitu dokter kandungan dan bidan. Pada umumnya individu
cenderung untuk memiliki sikap yang konformis atau searah dengan
sikap seseorang yang dianggap penting. Kecenderungan ini antara lain
dimotivasi oleh keinginan untuk berafiliasi dan keinginan untuk
menghindari konflik dengan orang yang dianggap penting tersebut.
k. Teknik
1) Cara Pencapaian Tuba
a) Kuldoskopi
Suatu teknik operasi untuk mencapai tuba melalui insisi pada
forniks posterior atau pungsi pada cul de sac dengan visualisasi
kuldoskop. Akseptor dalam posisi genupektoral atau
menungging dan setelah vagina disucihamakan dengan
betadin, daerah operasi diperjelas dengan memasukkan
spekulum. Sayatan kecil dibuat pada forniks posterior dan
kuldoskop dimasukkan hingga terlihat rongga pelvis. Segera
mengidentifikasi tuba dan masukkan cunam penangkap
(grasping forceps) melalui luka sayatan untuk mengeluarkan
tuba. Mengikat tuba dan potong atau tutup dengan cara
sterilisasi saluran telur (cara Pomeroy, cara Kroener,
kauterisasi atau pemasangan cincin Falope). Mengembalikan
tuba tersebut dan mencari tuba sisi lain untuk dilakukan
tindakan yang sama (Sofian, 2013).
b) Laparoskopi
Akseptor dibaringkan dalam posisi litotomi. Kanula Rubin
dipasang pada serviks dan bibir depan serviks dijepit dengan
tenakulum. Kemudian dibuat sayatan 1,5 cm di bawah pusat,
menusukkan jarum Verres ke dalam rongga peritoneum dan
melalui jarum itu dibuat pneumoperitoneum dengan mengaliri
gas CO2 sebanyak 1-1,5 liter dengan kecepatan 1 liter/menit.
Setelah dirasa cukup, jarum Verres dikeluarkan dan sebagai
gantinya dimasukkan trokar serta selubungnya yang berisi
laparoskop. Melalui kanula Rubin mencari tuba dan dilakukan
sterilisasi menggunakan cincin Folope (Wiknjosastro, 2005).
c) Mini Laparotomi
Suatu operasi kecil untuk mencapai saluran telur melalui
sayatan kecil pada dinding perut. Mula-mula kulit disayat
secara melintang sampai ke jaringan subkutis dan membuka
fascia m.rectun serta m.pyramidalis dibuka secara tumpul
sepanjang 2,5 cm. Peritoneum dibuka sekitar 2 cm dan
memasukkan elevator untuk mengatur posisi rahim dan tuba ke
daerah operasi. Tuba ditangkap, dilakukan tubektomi dan
terakhir menutup luka operasi (Sofian, 2013).
d) Histeroskopi
Untuk melihat rongga rahim dan sudut tuba dengan jelas,
digunakana alat histeroskop sehingga obat-obatan yang bersifat
kausatif dan adhesif untuk menyumbat tuba dapat dimasukkan
langsung ke dalam saluran telur (Sofian, 2013).
e) Kolpotomi
f) Cara Irving
Pada cara ini tuba diikat pada dua tempat dengan benang yang
dapat diserap. Ujung bagian proksimal ditanamkan ke dalam
miometrium, sedangkan ujung bagian distal ditanamkan ke
ligamentum latum (Sofian, 2013).
g) Pemasangan cincin Falope (Yoon ring)
Menggunakan aplikator (laparotomi mini, laparoskopi atau
laprokator) bagian istmus tuba ditarik dan cincin dipasang.
Tuba akan tampak keputih-putihan dan menjadi jibrotik akibat
tidak mendapatkan aliran darah (Wiknjosastro, 2005).
h) Pemasangan klip
Penggunaan klip pada kontrasepsi tidak memperpendek
panjang tuba hanya menjepit tuba, sehingga rekanalisasi lebih
mungkin dilakukan bila diperlukan (Wiknjosastro, 2005).
i) Elektro-koagulasi dan pemutusan tuba
Cara ini dilakukan dengan memasukkan grasping forceps
melalui laparoskopi. Kemudian tuba dijepit sekitar 2 cm,
diangkat dan dilakukan kauterisasi hingga tampak putih,
menggembung dan putus. Tuba terbakar kurang lebih 1 cm ke
proksimal dan distal serta mesosalping terbakar sejauh 2 cm
(Wiknjosastro, 2005).
Rasa sakit pada Pastikan adanya infeksi atau abses dan obati
lokasi pembedahan berdasarkan apa yang ditemukan.
Perdarahan
Mengontrol perdarahan dan obati berdasarkan
superfisial (tepi
apa yang ditemukan
kulit atau subkutan)
e) Pencegahan infeksi
(1) Sebelum pembedahan
(a) Operator dan petugas mencuci tangan menggunakan
larutan antiseptik serta mengenakan pakaian operasi
dan sarung tangan steril
(b) Menggunakan larutan antiseptik untuk membersihkan
vagina dan serviks
(c) Mengusapkan larutan antiseptik pada daerah operasi,
mulai dari tengah kemudian meluas ke daerah luar
dengan gerakan memutar hingga bagian tepi dinding
perut. Untuk klien pasca persalinan, membersihkan
daerah umbilikus dengan baik
(d) Menunggu 1-2 menit agar yodium bebas yang
dilepaskan dapat membunuh mikroorganisme dengan
baik.
(2) Selama pembedahan
(a) Membatasi jumlah kegiatan dan petugas di dalam ruang
operasi
(b) Menggunakan instrumen, sarung tangan dan kain
penutup yang steril
(c) Melakukan prosedur dengan keterampilan dan teknik
yang tinggi untuk menghindari trauma dan komplikasi
(perdarahan)