Anda di halaman 1dari 22

BAB I

DINAMIKA PENDIDIKAN KEWARANEGARAAN DI PERGURUAN


TINGGI
A. Dimensi Filosofi Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi

Masalah yang dihadapi bangsa dan negara terus meningkat dan kompleks dari waktu ke
waktu. Pendidikan kewarganegaraan menjadi salah satu sarana transformasi nilai, moral, dan
bdi pekerti kepada mahasiswa melalui pembelajaran bermakna (meaningfull), baik berupa
riset, dan diskusi-diskusi aademik ilmiah maupun lokakarya dan sarasehan serta menjauhkan
diri dari pola transformasi nilai yang bersifat indoktrinatif.

Dari perspektif filsafat ilmu, Pendidikan Kewarganegaraan merupakan bagian dari ilmu
pengetahuan yang bersifat filsafati. Pertama, dalam persepektif ontologis, materi pendidikan
kewarganegaraan menekankan pada nilai, moral, dan budi pekerti dengan segala dinamikanya
pada masyarakat. Kedua, dalam perspektif epistemologis, materi Pendidikan
Kewarganegaraan dapat dikaji dan dibahas melalui pendekatan akademik dan ilmiah. Ketiga,
dalam perspektif aksiologis, eksisteni dan urgensi dari Pendidikan Kewarganegaraan dapat
menjadi wahana pendidikan nilai dan moral serta pendidikan budi pekerti. Dalam konteks
yang lebih luas, Pendidikan Kewarganegaraan dapat menjadi sarana transformasi pendidikan
nilai dan karakter bangsa menghadapi abad milenium.

B. Landasan Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi

Mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan wajib diikuti oleh seluruh mahasiwa, untuk
membentuk kepribadian mahasiswa. Pembentukan kepribadian tersebut harus sesuai dengan
nilai-nilai Pancasila dan nilai-nilai luhur bangsa. Nilai-nilai Pancasila yang digali dari bumi
pertiwi dan kepribadian bangsa Indonesia merupakan nilai-nilai fundamental yang harus
ditanamkan, diamalkan dan sekaligus dikembangkan oleh para mahasiswa sesuai dengan
perkembangan masyarakat dan perubahan global. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa
landasan utama pelaksanaan Perkuliahan Pendidikan Kewarganegaraan di perguruan tinggi
adalah Pancasila.

Selain Pancasila sebagai landasan filosofis, maka pelaksanaan pendidikan


Kewarganegaraan di perguruan tinggi juga memiliki landasan yuridis, yakni UUD 1945 dan
peraturan perundang-undangan lain yang mengatur mengenai pelaksanaan perkuliahan
Pendidikan Kewarganegaraan di perguruan tinggi. Secara tersirat maupun tersurat terdapat
beberapa pasal UUD 1945 yang merupakan landasan yuridis Pendidikan Kewarganegaraan di
Perguruan Tinggi, yakni Pasal 27 (3), Pasal 30 ayat (1), dan Pasal 31 ayat (1), ayat (3), dan
ayat (5). Landasan yuridis lainnya Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi
Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor : 267/DIKTI/Kep/2000 Tentang
Penyempurnaan Garis Besar Proses Pembelajaran (GBPP) Mata Kuliah Pengembangan
Kepribadian (MKPK) Pendidikan Kewarganegaraan pada Perguruan Tinggi di Indonesia.
Selain itu ada pula Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan
Nasional Republik Indonesia Nomor: 38/DIKTI/Kep/2002 Tentang Rambu-Rambu
Pelaksanaan Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi, dan Keputusan
Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia
Nomor: 43/DIKTI/Kep/2006 Tentang Rambu-Rambu Pelaksanaan Kelompok Mata Kuliah
Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi.

C. Pendidikan Kewiraan dan Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)

Istilah untuk mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan di dalam kurikulum di perguruan


tinggi merupakan pengganti istilah untuk mata kuliah Pendidikan Kewiraan. Seiring dengan
reformasi dalam berbagai aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yag
ditandai jatuhnya rezim Orde Baru telah membawa dampak perubahan yang mendasar di
dalam sendi-sendi kehidupan masyarakat, bangsa, dan Negara Indonesia. Perubahan tersebut
juga dialami di dalam bidang pendidikan, termasuk di dalam perbaikan dan penyempurnaan
kurikulum di perguruan tinggi.

Berdasarkan Keputusan Bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan Menteri


Pertahanan Keamanan/Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia Nomor:
022/U/1973-Kep/B/43/XII/1973, tanggal 8 Desember 1973 tentang Penyelenggaraan
Pendidikan Kewiraan materi kajian Pendidikan Kewiraan mencakup : 1) Wawasan
Nusantara; 2) Ketahanan Nasional; 3) Politik Nasional dan Strategi Nasional (Polstranas); 4)
Politik Strategi Pertahanan Keamanan Nasional; 5) Sistem Pertahanan Keamanan Rakyat
Semesta/Sistem Hankamrata. Materi kajian ini diberikan kepada mahasiswa tersebut dengan
tujuan untuk membentuk Sarjana Indonesia: 1) Mencintai Tanah Air; 2) Memiliki kesadaran
berbangsa dan bernegara Indonesia; 3) Memiliki keyakinan ideologi Pancasila sebagai dasar
Negara Indonesia; 4) Rela berkorban untuk Negara dan bangsa Indonesia.

Berdasarkan Pasal 4 ayat (2) Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen
Pendidikan Nasional Nomor : 43/DIKTI/Kep/2006, tanggal 2 Juni 2006 dinyatakan bahwa
materi kajian Pendidikan Kewarganegaraan mencakup: 1) Filsafat Pancasila; 2) Identitas
Nasional; 3) Politik dan Strategi; 4) Demokrasi Indonesia; 5) Hak Asasi Manusia dan Rule of
Law; 6) Hak dan Kewajiban Warga Negara; 7) Geopolitik Indonesia; 8) Geostrategi
Indonesia.

D. Pengertian, Tujuan, dan Objek Pendidikan Kewarganegaraan

Istilah pendidikan kewarganegaraan pada dasarnya digunakan dalam pengertian yang


luas, seperti citizenship eduction atau education for citizenship yang mencakup pendidikan
kewarganegaraan di dalam pendidikan formal (di sekolah dan dalam program pendidikan
guru) dan di luar sekolah, baik yang berupa penataran atau program lainnya yang dirancang
atau sebagai dampak pengiring dari program lain yang berfungsi memfasilitasi proses
pendewasaan atau pematangan sebagai warga Negara yang cerdas dan baik.

E. Reorganisasi Materi dan Revitalisasi Pembelajaran Pendidikan


Kewarganegaraan

Masalah-masalah fundamental tersebut merupakan bagian dari patologi sosial masyarakat


dan bangsa yang perlu dipecahkan masyarakat dan bangsa Indonesia itu sendiri. Salah satu
alternative pemecahan masalah tersebut adalah melalui peningkatan kualitas materi dan
pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan, baik melalui pendidikan formal, nonformal
maupun informal.

Pembelajaran yang dilaksanakan di perguruan tinggi, khususnya dalam proses


pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan harus pembelajaran yang tidak sekedar
menekankan pada aspek pengetahuan kewaganegaraan (civic attitude), dan aspek
keterampilan kewarganegaraan (civic skill). Oleh karena itu, proses pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan harus dikemas sedemikian rupa sehingga menghasilkan generasi muda dan
kader-kader bangsa yang berjiwa Pancasilais, yaitu mampu untuk membumikan Pancasila,
semangat nasionalisme, cinta tanah air, bela Negara, dan rela berkorban demi kepentingan
masyarakat, bangsa, dan Negara Indonesia.
BAB II

FILSAFAT PANCASILA DAN IDEOLOGI NEGARA


A. Pancasila sebagai Sistem Filsafat
1. Pengertian Sistem dan Filsafat

Sistem merupakan gabungan hal-hal yag disatukan ke dalam sebuah kesatuan yang
konsisten dengan kesalinghubungan (interaksi, interpedensi, interelasi) yang teratur dari
bagian-bagiannya. Dalam konsep pengertian sistem lainnya kata sistem sering dipakai untuk
menunjukkan bahwa sekumpulan bagian yang tersusun secara sistematis, saling berkaitan,
saling melengkapi, saling berinteraksi, dan bagian bagian itu memiliki fungsi yang berbeda-
beda, tetapi tidak bertentangan dan tidak tumpang tindih dalam satu kesatuan utuh,
komprehensif dan holistik.

Kemudian untuk pengertian filsafat sendiri, banyak ahli yang mengemukakan pengertian
dari filsafat itu. Dengan berbagai istilah filsafat dan pengertian filsafat tersebut, maka yang
perlu diperhatikan bahwa konsep dan pengertian filsafat mengandung makna yang hakiki dan
esensi sebagai suatu metode atau cara untuk memecahkan berbagai persoalan hidup melalui
berbagai proses perenungan yang sangat mendalam, kritis, runtut (koheren), rasional,
menyeluruh (komprehensif), dan sistematis. Orang befilsafat berarti orang yang sedang
mencari jati dirinya secara hakiki dalam menghadapi persoalan hidup yang fundamental dan
kompleks.

2. Perenungan Pancasila sebaai Sistem Filsafat

Pancasila sebagai suatu sistem filsafat mengandung pengertian yang sangat mendalam.
Pancasila sebagai sistem filsafat pada hakikatnya mengandung arti bahwa sila-sila pancasila
merupakan suatu kesatuan yang utuh, sistematis, komprehensif, dan runtut (koheren). Untuk
menjelaskan kesatuan dan susunan Pancasila, menurut Notonagoro sebagaiman yang dikutip
Noor MS Bakry (2001:47-50) dijelaskan melalui tiga teori, yaitu kesatuan Pancasila
majemuk-tunggal yang bersifat organis, bentuk susunan Pancasila hierarkis pyramidal dan
sila-sila pancasila saling mengeluavikasi.

Untuk menjelaskan susunan Pancasila hierarkis pyramidal menurut Noor MS Bakry


(2001:51-C) dapat dilihat pada diagram hierarkis pyramidal Pancasila sebagai berikut :
Dari sudut pandang filsafat, kesatuan dan susunan pancasila yang dijelaskan melalui tiga
teori tersebut, yakni kesatuan Pancasila majemuk-tunggal yang bersifat organis, bentuk
susunan Pancasila hierarkis pyramidal, dan sila-sila Pancasila saling mengualivikasi atau
mengisi merupakan dasar filsafati yang memiliki makna dan kandungan nilai yang sangat
dalam. Dari uruta-urutan lima sila menunjukkan suatu rangkaian tingkat dalam luasnya isi
tiap tiap sila yang dibelakang sila lainnya merupakan pengkhususan dari pada sila-sila yang
di mukanya. Dengan demikian, urutan-urutan lima sila dianggap mempunyai maksud
demikian, maka diantara lima sila ada hubungan yang mengikat satu kepada yang lain,
sehingga pancasila merupakan suatu kesatuan yang bulat.

B. Pancasila sebagai Ideologi Negara


1. Pengertian dan Konsep Ideologi

Dalam banyak referensi, istilah ideology berasal dari kata idea, yang mengandung arti
gagasan, konsep, pengertian dasar, cita-cita dan logos yang mengandung arti ilmu. Secara
harfiah, ideology mengandung arti ilmu pengertian-pengertian dasar. Bertitik tolak dari
perbedaan perspektif tersebut, maka dapat diinterpretasikan bahwa ideology yang
berkembang di dunia memiliki karakteristik dan tujuan yang berbeda-beda. Sebagian pihak
yang menganggap ideology yang dikembangkan mengandung kebenaran yang mutlak untuk
kepentingan golongannya dan tidak menguntungkan untuk kepentingan orang, kelas, dan
golongan lain.

2. Relevansi Pancasila sebagai Ideologi Negara

Belakangan ini, eksistensi Pancasila sebagai ideologi Negara mulai diragukan dapat
membawa masyarakat dan bangsa Indonesia dapat mencapai cita-cita dan tujuannya
sebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD 1945. Perbedaan pandangan atau perspektif
dari para ahli dan berbagai kalangan mengenai pancasila sebagai Ideologi Negara
menimbulkan berbagai macam penafsiran. Dalam perspektif lainnya, ada sebagian kalangan
yang berpandangan bahwa Pancasila sebagai ideology Negara ditafisrkan sebagai instrument
politik untuk mencapai tujuan politik tertentu. Sebagai contoh dari perspektif ini adalah pada
masa Orde Baru Pancasila sebaai ideology Negara menjadi instrument politik praktis dan
praksis untuk melegitimasi semua kebijakan rezim yang berkuasa.
BAB III

IDENTITAS NASIONAL, NASIONALISME, DAN NEGARA-BANGSA


(NATION-STATE)
A. Identitas Nasional
1. Pengertian dan Konsep Identitas Nasional

Dalam banyak literatu dan referensi, istilah identitas diartikan sebagai ciri, tanda, jati diri
yang melekat pada seseorang. Nasional diartikan sebagai bangsa. Jadi Identitas Nasional
mengandung makna ciri khas dan jati diri yang melekat pada suatu bangsa. Kata nasional,
menurutnya merujuk pada konsep kebangsaan. Kata nasional merujuk pada kelompok-
kelompok persekutuan hidup manusia yang lebih besar dari sekadar pengelompokan
berdasarkan ras, agama, budaya, bahasa, dan sebagainya. Oleh karena itu, identitas nasional
lebih merujuk pada identitas bangsa dalam pengertian politik. Konsep identitas nasional
sebagai bangsa itu sendiri sesunggunhnya memiliki banyak dimensi, baik dimensi politik,
sosial-budaya, ekonomi, ideology, maupun pertahanan dan keamanan.

2. Kemunculan Identitas Nasional sebagai Fondasi Persatuan dan Kesatuan


Bangsa Indonesia

Kelahiran identitas nasional dipengaruhi oleh banyak variable dan faktor yang berkaitan
satu sama lain. Variable-variabel atau faktor-faktor itu dapat saja berkaitan dengan kondisi
objektif bangsa itu sendiri, tetapi juga dapat saja berkaitan dengan kondisi subjektif bangsa
Indonesia sebagai persepsi bangsa itu sendiri terhadap dirinya dan lingkungannya. Identitas
nasional suatu bangsa, tak terkecuali identitas nasional bangsa Indonesia dipengaruhi oleh
kondisi objektif bangsa Indonesia itu sendiri. Kondisi objektif yang tercermin dari letak
georafi Negara Indonesia diantara dua benua (Benua Asia dan Benua Australia) dan dua
samudera (Samudera Hindia dan Samudera Pasifik) dan kondisi objektif geografisnya berupa
Negara kepulauan menjadikan ciri khas yang membedakan antara bangsa Indonesia dengan
bangsa lain didunia. Selain identitas nasional yang dicirikan dengan kondisi objektif tersebut,
identitas bangsa Indonesia tercermin oleh kondisi subjektf bangsa Indonesia itu sendiri.

Secara teoretis dan empiris, kelahirang identitas nasional suatu bangsa dipengaruhi oleh
hasil interaksi histories antara empat faktor penting yakni faktor primer, faktor pendorong,
faktor penarik, dan faktor reaktif.

3. Kemajemukan (Pluralitas) Masyarakat/Bangsa Indonesi sebagai Atribut


Identitas Nasional Indonesia

Identitas nasional bangsa Indonesia sering dikaitkan dengan masyarakat Indonesia yang
majemuk (pluralis). Secara sosiologis, bangsa Indonesia merupakan bangsa yan majemuk
(pluralis). Dilihat dari dimensi etnisitas, bangsa Indonesia terdiri atas berbagai etnis yang
tersebar mulai dari Sabang (Provinsi Nangroe Aceh Darussalam) sampai Merauke (Provinsi
Papua). Kemudian untuk kemajemukan yang dimiliki bangsa Indonesia, selain merupakan
asset yang berharga sebagai modal pembangunan nasional dan kemajuan bangsa, tetapi di sisi
lain mengandung kelemahan karena dapat menjadi potensi munculnya konflik sosial.

Bagi bangsa Indonesia, kemajemukan merupakan suatu kenyataan yang tidak dapat
terhindarkan lagi dalam kehidupan bangsa. Sebagai bangsa yang majemuk dari bebagai
dimensi, maka untuk menjaga keutuhan dan persatuan dibutuhkan suatu landasan yang kukuh
agar bangsa Indonesia tetap bersatu dan tidak mudah terpecah belah kea rah disinterasi
bangsa. Oleh karena itu, Pancasila sebagai dasar Negara dan pandangan hidup bangsa telah
menjadi referensi atau rujukan dan pedoman serta pandangan hidupa bagi bangsa Indonesia,
baik dimasa kini, maupun masa yang akan datang.

B. Nasionalisme dan Negara-Bangsa (Nation-State)


1. Pengertian dan Konsep Nasionalisme

Istilah untuk nasionalisme itu sendiri sering kali digunakan untuk menunjukkan semangat
patriotisme seseorang dalam membela bangsa dan Negara. nasionalisme sering juga
digunakan untuk menunjukkan adanya semangat kejuangan seseorang terhadap kebesaran
dan kemajuan Negara dalam bentuk dan sikap sehari-hari, seperti mengutamakan
kepentingan masyarakat luas (publik), dari pada kepentingan individu/kelompok. Dalam
dunia modern dan glibalisasi sekarang ini memang setiap Negara-negara di dunia
diperhadapkan pada dua pilihan, seperti apakah nasionalisme dipahami sebagai nasionalisme
sempit yang berorientasi kedalam.

2. Pasang Surut Nasionalisme Bangsa Indonesia

Nasionalisme bangsa Indonesia mengalami pasang surut dari mulai zaman orde lama,
hingga reformasi. Pada zaman sekarang ini, nasionalisme sebagai landasan politik dari
eksistensi dan keutuhan serta kedaulatan bangsa dan Negara Indonesia merupakan prasyarat
mutlak terwujudnya suatu Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Menumbuhkankembangkan kembali nasionalisme selama tiga dasawarsa mengalami krisis
dan degradasi yang tidak mudah. Berkembangnya semangat etnosentrisme dan kedaerahan
perlu dijawab dengan pembangunan nasional yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia dengan dilandasi oleh semangat persatuan Indonesia berdasarkan Pancasila dan
UUD 1945.

3. Wawasan Kebangsaan sebagai Konsep Politik Negara-Bangsa (Nation State)

Sebagai bangsa yang besar dan bermartabat, bangsa Indonesia perlu terus
mempertahankan dan mengembangkan semangat wawasan kebangsaan di tengah-tengah arus
globalisasi. Pengaruh neo-liberalisme dan neo-kapitalisme tersebut tercermin dari pola dan
gaya hidup masyarakat dan bangsa Indonesia yang mengarah ke barat-baratan (westernisasi),
seperti gaya hidup yang materialisme, egoisme dan individualisme, dan lain-lain. Akibatnya,
nilai-nilai kebangsaan, seperti semangat patriotisme dan cinta tanah air, cinta produk dalam
negeri, pola hidup sederhana menjadi jauh dari kehidupan masyarakat Indonesia.
BAB IV

HUBUNGAN NEGARA DAN WARGA NEGARA


A. Penduduk dan Warga Negara
Menurut Pasal 26 ayat (1) disebutkan bahwa yang menjadi warga negara ialah orang-
orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-
undang sebagai warga negara. Sedangkan penduduk menurut Pasal 26 ayat (2) disebutkan
bahwa penduduk ialah warga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di
Indonesia. Berdasarkan UU Nomor 12 Tahun 2006, tentang Kewarganegaraan Republik
Indonesia dalam mengatur hal-hal yang berkaitan dengan kewarganegaraan, meliputi siapa
yang menjadi warga negara Indonesia, syarat dan tata cara memperoleh kewarganegaraan
republik Indonesia, kehilangan kewarganegaraan republik Indonesia, syarat dan tata cara
memperoleh kembali kewarganegaraan republik Indonesia, dan ketentuan pidana.

Adapun asas-asas kewarganegaraan yang bersifat umum (universal) yang diuraikan dalam
penjelasan UU Nomor 12 Tahun 2006 mencakup asas iussanguinis, asas iusSoli, asas
kewarganegaraan ganda terbatas. Selain asas umum ada juga asas khusus meliputi asas
kepentingan nasional, asas perlindungan maksimum, asas persamaan didalam hukum dan
pemerintahan, asas kebenaran substantif, asas non diskriminatif, asas pengakuan dan
penghormatan terhadap hak asasi manusia, asas keterbukaan, dan asas publisitas.

B. Hak dan Kewajiban Warga Negara dan Negara berdasarkan UUD 1945
Hak adalah sebagai sesuatu yang harus diperoleh atau diterima, sedangkan kewajiban
dapat diartikan sebagai sesuatu yang harus dilaksanakan atau dikerjakan. Berkaitan dengan
hak dan kewajiban warga negara serta hak dan kewajiban negara sudah diatur di dalam
konstitusi atau UUD 1945.

Hak warga negara yang telah diatur yaitu meliputi hak warga negara akan eksistensi hak-
hak tradisionalnya diatur dalam pasal 18 B ayat (2), hak warga negara di bidang hukum dan
pemerintahan diatur dalam pasal 27 ayat (1), hak warga negara di bidang ekonomi diatur
dalam pasal 27 ayat (2), pasal 33 ayat (3), pasal 33 ayat (4), hak warga negara dalam
pembelaan negara diatur dalam pasal 27 ayat (3), hak warga negara dalam bidang politik
diatur dalam pasal 28, hak asasi manusia diatur dalam pasal 28 A hingga Pasal 28 J, hak
warga negara dalam bidang agama diatur dalam pasal 29 ayat (2), hak warga negara dalam
bidang pertahanan dan keamanan negara diatur dalam pasal 30 ayat (1), hak warga negara
dalam bidang pendidikan diatur dalam pasal 31 ayat (1), hak warga negara dalam jaminan
sosial diatur dalam pasal 34 ayat (1).

Kewajiban warga negara meliputi kewajiban warga negara dalam bidang hukum dan
pemerintahan diatur dalam pasal 27 ayat (1), kewajiban warga negara dalam bidang
pembelaan negara di atur dalam pasal 27 ayat (3), kewajiban warga negara dalam bidang
pertahanan dan keamanan negara diatur dalam pasal 30 ayat (1), kewajiban warga negara
dalam bidang pendidikan diatur dalam pasal 31 ayat (2), kewajiban negara dalam
perlindungan dan penegakan HAM diatur dalam pasal 28 I ayat (4), kewajiban negara dalam
bidang agama diatur dalam pasal 29 ayat (1) dan ayat (2), kewajiban negara dalam bidang
pertahanan dan keamanan negara diatur dalam pasal 30 ayat (2), kewajiban negara dalam
bidang pendidikan diatur dalam pasal 31 ayat (2). mengenai hak dan kewajiban warga negara
dalam bidang pendidikan menurut UU Nomor 20 tahun 2003 dapat diuraikan dalam pasal 5
hingga pasal 20.

Meskipun secara normatif bahwa hak dan kewajiban warga negara sudah diatur
sedemikian rupa baiknya di dalam UUD 1945 dan undang-undang lainnya, seperti UU no 20
tahun 2003 dan UU Nomor 36 tahun 2009, tetapi fakta atau kenyataannya bahwa masih ada
sebagian warga negara Indonesia belum menerima hak-haknya dengan penuh dan baik.
Dalam perspektif ini menunjukkan bahwa negara belum melaksanakan kewajibannya untuk
melindungi warga negara dengan baik.

Berbagai masalah yang dihadapi oleh masyarakat Indonesia, seperti kemiskinan dan
keterbelakangan merupakan permasalahan yang berkaitan dengan hak warga negara.
sebagaimana diketahui bahwa di dalam peraturan perundang-undangan disebutkan bahwa
setiap warga negara berhak untuk hidup makmur dan sejahtera, aman, damai, tentram. hak
warga negara untuk mendapatkan pekerjaan yang layak bagi kemanusiaan, hak warga negara
untuk mendapatkan perlakuan yang adil di depan hukum dan pemerintahan, hak warga
negara untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang memadai dan bermutu, hak warga
negara untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas, hak warga negara untuk
mendapatkan jaminan sosial, dan hak-hak dasar warga negara lainnya untuk secara impiris
belum memadai.
BAB V

HAK ASASI MANUSIA DAN PROBLEMATIKANYA


A. Pengertian dan Konsep Hak Asasi Manusia (HAM)
Pengertian dan konsepsi HAM mengandung makna yang mendalam bahwa manusia itu
adalah ciptaan tuhan yang maha esa yang dianugerahi dengan berbagai hak dasar yang
melekat pada manusia itu sendiri. Dengan demikian, hak asasi manusia bukan berasal dari
negara atau hukum positif, tetapi hak asasi manusia itu ada karena kedudukan manusia itu
sendiri sebagai makhluk Tuhan yang maha esa yang harus dihargai, dihormati, diakui, dan
lindungi keberadaannya oleh negara, pemerintah, hukum, dan masyarakat itu sendiri.

Berbagai pendapat mengenai pengertian dan konsep HAM tersebut pada dasarnya
memiliki persamaan yang mendasar, yaitu bahwa hak asasi manusia itu merupakan anugerah
Tuhan yang maha esa sejak lahir dan melekat padanya hingga manusia itu meninggal. hak
asasi manusia merupakan hak dasar yang melekat pada manusia yang harus dihormati, diakui,
dilindungi, dan dijunjung tinggi oleh negara, hukum, dan setiap orang serta organisasi
apapun.hak asasi manusia itu merupakan pengakuan yang hakiki terhadap keberadaan
manusia dengan segala aktivitasnya demi kelangsungan hidup dan kehidupan untuk mencapai
derajat manusia yang bermartabat. Oleh karena itu, penghormatan, perlindungan,dan
penegakan HAM menjadi salah satu syarat mutlak demi terwujudnya harkat dan martabat
manusia bukan hanya sebagai individu, makhluk sosial, warga negara, warga bangsa, tetapi
juga karena sebagai makhluk Tuhan yang maha esa.

B. Sejarah Perkembangan Hak Asasi Manusia


Sejarah perkembangan HAM sudah berlangsung lama, yaitu sejak manusia itu ada di
bumi ini. Dalam perspektif historis, sejarah agama menunjukkan bahwa sejarah umat
manusia ada dibumi ini tuntutan untuk kebebasan yang merupakan bagian dari ham sudah
lama diperjuangkan oleh umat manusia itu sendiri. hal ini dapat dilihat pada penjelasan
perkembangan HAM pada masa sejarah sebagai berikut sebagaimana yang dikutip dari
Winarno (2007:132)

a) Perjuangan Nabi Musa dalam membebaskan umat Yahudi dari perbudakan (tahun
6000 Sebelum Masehi)
b) Hukum hammurabi di Babylonia yang memberi jaminan keadilan bagi warga negara
(tahun 2000 Sebelum Masehi)
c) Socrates (469-399 SM), Plato (429-347 SM), dan Aristoteles (384-322 SM) sebagai
filsuf Yunani peletak dasar diakuinya hak asasi manusia. mereka mengajarkan untuk
mengkritik pemerintah yang tidak berdasarkan keadilan, cita-cita, dan kebijaksanaan
d) Perjuangan Nabi Muhammad SAW untuk membebaskan para bayi wanita dan wanita
dari penindasan bangsa Quraisy (tahun 600 Masehi)
Di Indonesia sendiri perkembangan HAM terus mengalami dinamika sejak Indonesia
merdeka. UUD 1945 secara eksplisit telah mencantumkan masalah HAM ke dalam beberapa
pasal. namun demikian perkembangan yang terakhir bahwa berdasarkan amandemen kedua
UUD 1945 pada 18 Agustus 2000 pada BAB XA mulai dari pasal 28A sampai Pasal 28 J.
Selain dicantumkannya pasal-pasal khusus ketentuan HAM di dalam UUD 1945,
perkembangan HAM di Indonesia juga ditandai dengan ditetapkannya berbagai peraturan
perundang-undangan tentang HAM, seperti UU Nomor 39 tahun 1999 tentang HAM, UU
nomor 26 Tahun 2000 Tentang pengadilan HAM, dan lain-lain.

C. Hak Asasi Manusia (HAM) di Dalam Pancasila, UUD 1945, dan UU Nomor 39
Tahun 1999
Secara filosofis, bahwa Pancasila mengandung ajaran-ajaran dan nilai-nilai luhur, moral,
akhlak, budi pekert, serta nilai-nilai kebajikan lainnya. seperti nilai sila pertama Pancasila
bahwa negara memberikan kebebasan beragama kepada warga negara dan beribadat menurut
agama dan kepercayaannya. pada sila ke-2 pancasila yang didalamnya terdapat kandungan
HAM dapat ditunjukkan melalui sikap toleransi dan saling menghormati terhadap perbedaan
warga negara atas dasar perbedaan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, dan gender.
pada sila ketiga Pancasila juga mengandung ajaran tentang HAM berkaitan dengan
keberagaman dan pluralitas masyarakat dan bangsa Indonesia. pada sila keempat Pancasila
mengandung ajaran tentang HAM yang dalam kehidupan bermasyarakat sehari-hari,
berbangsa, dan bernegara dapat dilihat melalui kebebasan masyarakat, warga negara untuk
menentukan pimpinan negara melalui pemilihan umum, dan bebas untuk menentukan pilihan
wakilnya. Sila kelima Pancasila juga mengandung ajaran tentang HAM. Wujud nyata
implementasi HAM di dalam sila kelima Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara dapat dilihat melalui Jawa basahan warga negara untuk
memperoleh kehidupan yang adil dan makmur, bahagia dan sejahtera serta aman dan tentram.

D. Implementasi Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia dan Problematikanya


Hak asasi manusia Indonesia belum sepenuhnya dijalankan maupun terjalani dengan baik.
hal ini terbukti dengan banyaknya pelanggaran HAM dan juga tidak hanya terjadi pada aras
komunitas secara horizontal saja, tetapi juga terjadi pada arah kebijakan negara. Kebijakan
atau politik anggaran yang tidak berpihak kepada masyarakat luas, sehingga menimbulkan
kemelaratan, kemiskinan, dan penderitaan rakyat juga merupakan bentuk lain dari
pelanggaran HAM.

Maraknya kasus kasus pelanggaran HAM di Indonesia membutuhkan penanganan,


penyelesaian, dan penegakan HAM oleh institusi institusi yang berwenang dan bertanggung
jawab terhadap penegakan HAM tersebut mulai dari Komnas HAM, pengadilan HAM dan
pihak pemerintah serta negara. Pada praktiknya, masih banyak kasus-kasus pelanggaran
HAM yang belum diproses melalui proses peradilan yang adil. Bahkan dalam beberapa kasus
pelanggaran HAM berat, pelakunya belum diadili melalui proses peradilan HAM. dalam
perspektif yang lebih luas bahwa pemerintah Indonesia menghadapi persoalan yang dilematis
berkaitan dengan implementasi HAM. banyak problem atau masalah yang dihadapi
pemerintah Indonesia di dalam memberikan penghormatan, perlindungan, dan penegakan
HAM di Indonesia.
Kasus-kasus pelanggaran HAM di Indonesia akan terus terjadi, baik dari segi kuantitas
maupun kualitas. Kondisi ini dapat mematikan prinsip-prinsip Indonesia sebagai negara
demokrasi, prinsip negara hukum, then prinsip supremaci hukum.
BAB VI

DEMOKRASI, KONSTITUSI DAN RULE OF LAW


A. Pengertian dan Konsep Demokrasi
Esensi dari pengertian demokrasi sesungguhnya adalah kedaulatan rakyat. Bagaimana
perkembangan demokrasi di negara negara modern bahwa esensi demokrasi tidak dapat
dilepaskan dari arti “government from the people, by the people, and for the people”
(pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat). Esensi dari pengertian ini bahwa
demokrasi itu sesungguhnya menempatkan rakyat menjadi subjek, dan sekaligus objek dari
demokrasi itu sendiri. Pemerintahan berasal dari rakyat melalui proses demokrasi, yaitu
melalui pemilihan umum, gimana untuk menjalankan roda pemerintahan dan
penyelenggaraan negara akan diwakili oleh wakil-wakil rakyat, baik yang duduk di eksekutif
maupun legislatif, dan tujuan utama diselenggarakannya pemerintahan adalah untuk
kesejahteraan rakyat semata.

Dari kutipan-kutipan pengertian yang telah disebutkan oleh juga beberapa ahli, pengertian
tersebut tampak bahwa konsep demokrasi tersebut merujuk kepada konsep kehidupan negara
atau masyarakat dimana warga negara dewasa turut serta berpartisipasi dalam pemerintahan
melalui wakilnya yang dipilih, pemerintahan yang mendorong dan menjamin kemerdekaan
berbicara, beragama, berpendapat, berserikat, menegakkan rule of law, adanya pemerintahan
mayoritas yang menghormati hak-hak kelompok minoritas, yang masyarakat warga
negaranya saling memberi perlakuan yang sama. demokrasi juga dipandang sebagai kerangka
berpikir dalam melakukan pengaturan urusan umum atas dasar prinsip dari, oleh dan untuk
rakyat yang diterima baik sebagai ide, norma, dan sistem sosial maupun sebagai wawasan,
sikap, dan perilaku individual yang secara kontekstual diwujudkan, dipelihara, dan
dikembangkan.

B. Dinamika Demokrasi di Indonesia dan Problematikanya


Perkembangan demokrasi di Indonesia mengalami pasang surut. Berbagai persoalan dan
masalah-masalah dalam implementasi demokrasi semakin rumit dan kompleks. ada sebagian
kalangan menyebutkan bahwa demokrasi yang diterapkan di Indonesia sebagai “demokrasi
gelang karet”, tetapi ada sebagian kalangan lainnya menyebutkan demokrasi yang
dilaksanakan di Indonesia mengalami “defisit demokrasi”. keberhasilan demokrasi di
Indonesia tidak hanya diukur secara kuantitatif dari terselenggaranya pemilihan presiden dan
pemilihan umum legislatif semata, melainkan bahwa apakah demokrasi itu mampu
mewujudkan keadilan sosial dan kesejahteraan bagi masyarakat, terlaksananya kebebasan
berserikat dan berkumpul, adanya akses masyarakat terhadap sumber-sumber ekonomi
nasional (akses ekonomi), akses politik, jaminan keamanan dan kenyamanan, terlindunginya
hak-hak minoritas, peradilan yang mandiri, bebas, dan merdeka, adanya jaminan Hak Asasi
Manusia, terciptanya pemerintahan yang “clean and good governance”.
C. Pengertian dan Konsep Konstitusi
Dalam sistem ketatanegaraan di berbagai daerah pemakaian istilah konstitusi sering
disamakan dengan kata undang-undang dasar. Menyebut kata konstitusi sama saja yang
dimaksudkan undang-undang dasar, dan sebaliknya menyebut undang-undang dasar yang
dimaksudkan adalah konstitusi. konstitusi si merupakan ketentuan yang memberikan
pengaturan dan pemberian fungsi lembaga-lembaga negara. Dalam perspektif sosiologis-
yuridis konsep konstitusi tidak hanya berkaitan dengan aspek aspek yuridis semata,
melainkan mengandung aspek aspek sosiologis.

D. Dinamika Konstitusi di Indonesia dan Problematikanya


Sejak Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945 sudah beberapa kali di Indonesia berlaku
beberapa macam konstitusi. Pasang surut berlakunya konstitusi di negara Indonesia ini dari
UUD 1945, Konstitusi RIS, UUDS 1950 sampai pada kembalinya budeg 94 45 melalui dekrit
presiden 5 juli 1959 itu terlepas dari pasal surutnya dan dinamika kehidupan politik
ketatanegaraan di indonesia. perubahan sistem ketatanegaraan indonesia pasca kemerdekaan
republik indonesia sangat cepat. Hanya beberapa tahun kemudian setelah indonesia merdeka,
konstitusi negara indonesia mengalami perubahan dan pergantian. Periodisasi masih tulus
indonesia tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :

a) UUD 1945 berlaku sejak 18 Agustus 1945 sampai 27 Desember 1949


b) UUD Republik Indonesia Serikat (RIS) berlaku 27 Desember 1949 sampai 17
Agustus 1950
c) UUDS 1950 berlaku 17 Agustus 1650 sampai dengan 5 Juli 1959
d) UUD 1945 berlaku kembali sejak 5 Juli melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959

E. Pengertian dan Konsep Rule ofLaw


Penjelasan mengenai istilah ruleoflawperlu dilakukan untuk menghindari sangat
penafsiran atau persepsi yang terdiri dari berbagai kalangan, termasuk mahasiswa. Sejarah
normatif dan formalitas, pengertian ruleoflawdewi menekankan pada aspek formal
dimandikan dirinya aspek yuridis atau hukum. Dalam perspektif ini ruleoflawatau negara
hukum dapat diukur dari produk peraturan perkembangan dan sistem meninggalkan peraturan
perundang-undangan melalui sistem peradilan negara. dari aspek formal tampak bahwa yang
namanya naik orang hukum adalah negara yang memiliki peraturan perundang-undangan
sebagian besar hukum dan negara atau pemerintah dalam menyelenggarakan pemerintahan
harus penuh dan berpedoman pada hukum lawan dari negara kekuasaan.

F. Rule Of Law di Indonesia dan Problematikanya


Jalan perspektif mengenai paham negara hukum, telah berkembang persepsi dan
pandangan dari berbagai kalangan masyarakat bahwa hukum itu hanya tajam ke bawah tetapi
tumpul ke atas. persepsi dan pandangan masyarakat demikian itu sangat beralasan karena
sudah banyak contoh kasus-kasus hukum yang melibatkan banyak oknum pejabat yang tapi
tidak diproses secara hukum dengan menjunjung tinggi prinsip equality before the law,
bahwa semua orang depan hukum semua orang harus diperlakukan sama, tanpa diskriminasi.
perlakuan yang istimewa kepada oknum pejabat atau kelompok tertentu yang terseret pada
kasus hukum menunjukkan adanya ketidakadilan memperlakukan yang diskriminatif. prinsip
bahwa negara Indonesia adalah negara hukum seperti pony pada pasal 1 ayat (3) UUD 1945
yang bagian kalangan dan masyarakat hannyalah sebagai retorika dan masih jauh dari
kenyataan.

Oleh karena itu, revolusi mental yang disampaikan oleh Presiden Joko Widodo harusnya
dilaksanakan dan dipraktikkan oleh aparatur penyelenggaraan negara dan pemerintahan,
termasuk oleh aparat penegak hukum di Indonesia, sehingga pemenuhan rasa keadilan
masyarakat tanpa diskriminasi dalam proses peradilan Indonesia dapat direalisasikan dalam
kehidupan nyata. Revolusi mental yang bisa diserukan oleh Presiden Joko Widodo memberi
harapan yang baik terhadap terlaksananya pemerintahan yang bersih dan baik dengan
ditunjukkan oleh aparatur negara dan pemerintahan, termasuk aparat penegak hukum yang
memiliki integritas, kejujuran, dan moralitas serta mental yang baik.
BAB VII

WAWASAN NUSANTARA SEBAGAI GEOPOLITIK INDONESIA


A. Pengertian dan Konsep Wawasan Nasional

Pengertian dan konsep wawasan nasional sebagaimana yang dikemukakan mengandung


makna filosofis yang sangat dalam. Bahwa bangsa-bangsa di dunia, tak terkecuali bangsa dan
negara Indonesia memiliki suatu falsafah hidup sebagai pancaran dan refleksi yang berisi
ajaran-ajaran, asas-asas, cara-cara, dan tujuan serta cita-cita nasional bangsa dan negara. dari
sudut pandang filsafat bahwa Pancasila merupakan pancaran dan falsafah hidup bangsa dan
negara Indonesia yang menuntun dan mengarahkan bangsa dan negara Indonesia, termasuk
para penyelenggara negara untuk mewujudkan tujuan dan cita-cita nasional sebagaimana
yang tercantum di dalam alinea keempat pembukaan UUD 1945, selain itu, dari perspektif
filsafat bahwa wawasan nasional sebagaimana konsep Lemhanas tersebut mengandung
bahwa makna secara ontologi (isi dan objeknya adalah bangsa Indonesia yang memiliki
budaya luhur dan berkepribadian Pancasila), epistemologi (metode dan cara memandang nya
terhadap diri bangsa Indonesia dan lingkungan global di tengah-tengah bangsa lain), dan
aksiologis ( tujuan dan cita-cita nasional sebagaimana terdapat di dalam alinea keempat
pembukaan UUD 1945 merupakan wujud nyata untuk memberikan manfaat atau kontribusi
bagi bangsa dan negara Indonesia, baik di masa sekarang maupun masa yang akan datang).

B. Teori-Teori Wawasan Nasional sebagai Geopolitik Suatu Bangsa

Secara teoretis, terdapat beberapa teori, ajaran atau aliran atau paham yang dikemukakan
oleh para ahli berkaitan dengan teori-teori tentang ruang sebagai ruang hidup dan teori
kekuatan. Tokoh-tokoh dari pencetus teori tersebut antara lain : FrederichRatzel, Rudolf
Kjellen, Karl Haushofer, Sir HalfordMackinder, Sir WalterRaleigh dan Alfred ThyerMahan,
W. Mitchel dkk, dan Nicholas J. Spykman.

C. Pengertian dan Konsep Wawasan Nusantara

Wawasan nusantara terdiri atas dua kata, ya itu wawasan dan Nusantara. Kawasan berarti
cara pandang, cara penglihatan atau cara peninjauan, sedangkan nusantara berasal dari dua
suku kata, yaitu Nusa yang artinya pulau, dan antara. jadi nusantara mengandung arti pulau-
pulau yang terletak diantara dua benua (yaitu Benua Asia dan Australia) dan dua samudra
(Samudera Pasifik dan Hindia). Dengan demikian, wawasan nusantara diartikan sebagai cara
pandang bangsa Indonesia tentang diri dan lingkungannya berdasarkan Pancasila dan UUD
1945 dalam rangka mewujudkan cita-cita dan tujuan nasional sebagaimana cita-cita dan
tujuan nasional yang tercantum di dalam alinea keempat pembukaan UUD 1945.

Tujuan dari wawasan nusantara ini adalah mewujudkan persatuan dan kesatuan yang
harmonis segenap aspek kehidupan nasional, turut serta menciptakan ketertiban dan
perdamaian dunia, dalam rangka mencapai tujuan nasional. aspek kehidupan nasional
meliputi dua aspek yaitu aspek alamiah dan aspek sosial.
D. Urgensi Wawasan Nusantara sebagai Konsepsi Politik dan Kewibawaan
1. Wawasan Nusantara sebagai Konsepsi Politik

Wawasan nusantara sebagai konsepsi politik memiliki peranan yang sangat penting dan
strategis bagi eksistensi bangsa dan negara Indonesia. penting karena wawasan nusantara
memiliki kedudukan sebagai landasan geopolitik bangsa yang majemuk atau pluralis. Strategi
karena wawasan nusantara memberikan arahan dan pedoman bagi masyarakat, bangsa dan
negara Indonesia untuk tetap konsisten menjaga persatuan dan kesatuan di tengah tengah
kemajemukan atau pluralitas bangsa dan di tengah-tengah hubungan antar negara yang
semakin dinamis dan kompleks. Sebagai konsepsi politik, Wawasan Nusantara menjadi
landasan politis dalam menjaga keutuhan dan kedaulatan bangsa dan negara Indonesia, baik
dari aspek ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya maupun pertahanan keamanan. secara
politis pula bahwa setiap warga negara dan penyelenggaraan negara meningkatkan Wawasan
nusantara sebagai mainstream dalam pola sikap, pola pikir, dan tingkah laku dalam rangka
mencapai tujuan dan cita-cita bangsa dan negara.

2. Wawasan Nusantara sebagai Konsepsi Kewilayahan (Teritorial)

Wawasan nusantara sebagai konsepsi kewilayahan (teritorial) memiliki peranan yang


sangat penting dan strategis. Penting karena wawasan nusantara merupakan perwujudan
konsep negara kepulauan. strategis karena wawasan nusantara mampu menghubungkan
wilayah dan pulau-pulau yang tersebar di seluruh tanah air yang terbentang luas mulai dari
Sabang sampai Merauke. Kepulauan Sangir sampai pulau Rote. Dengan demikian, dapat
dikatakan bahwa sebagai konsepsi kewilayahan, konsep wawasan nusantara dapat
merekatkan dan menghubungkan seluruh pulau yang ada, bayi yang besar dan kecil atau lebih
kurang 19677 pulau ke dalam suatu rangkaian Negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Wawasan nusantara memiliki enam dimensi dalam perspektif praksis meliputi Wawasan
nusantara sebagai satu kesatuan politik, Wawasan nusantara sebagai satu kesatuan ekonomi,
Wawasan nusantara sebagai satu kesatuan sosial budaya, Wawasan nusantara sebagai satu
kesatuan hukum, Wawasan nusantara sebagai satu kesatuan pertahanan keamanan, Wawasan
nusantara sebagai satu kesatuan wilayah nasional/nusantara.

E. Implementasi Wawasan Nusantara dan Problematikanya

Secara teoritis, Wawasan nusantara sebagai konsepsi politik dan kewilayahan merupakan
suatu konsep yang sangat ideal bagi negara kepulauan seperti negara Indonesia. Sebagai
konsepsi politik, Wawasan Nusantara menjadi landasan bagi bangsa dan negara Indonesia
dalam menjaga keharmonisan, kebersamaan, persatuan, dan kesatuan dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di tengah-tengah keberagaman atau kemajemukan
bangsa Indonesia. Sebagai konsep kewilayahan, wawasan nusantara mampu menghubungkan
dan mempersatukan wilayah Indonesia yang terdiri atas ribuan pulau pulau menjadi satu
kesatuan yang tak terpisahkan dalam bingkai Negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
kedua konsep tersebut merupakan sesuatu yang ideal bagi bangsa dan negara Indonesia di
tengah-tengah kemajemukan atau pluralitas bangsa dan luasnya wilayah serta dalam
hubungannya antar bangsa dalam dunia internasional.
BAB VIII

KETAHANAN NASIONAL SEBAGAI GEOSTRATEGI INDONESIA


DAN ANCAMAN TERHADAP NEGARA
A. Pengertian dan Konsep KetahananNasional

Pengertian konstitusional, sebagaimana yang dirumuskan pada masa orde baru, bahwa
ketahanan nasional adalah kondisi dinamis yang merupakan integrasi dan kondisi tiap-tiap
aspek kehidupan bangsa dan negara. pada hakekatnya ketahanan nasional adalah kemampuan
dan ketangguhan suatu bangsa untuk menjamin kelangsungan hidupnya menuju kejayaan
bangsa dan negara. Sedangkan untuk ketahanan nasional sendiri mengandung makna sangat
mendalam dan mendasar bagi kedaulatan dan keutuhan Negara kesatuan Republik Indonesia
(NKRI), sedangkan secara empiris ketahanan nasional menghadapi berbagai masalah yang
dinamis seiring dengan dinamika kehidupan bangsa dan negara Indonesia, baik karena
dinamika perubahan yang terjadi di dalam negeri maupun perubahan global di luar negeri.
secara substansial konsep ketahanan nasional mengandung beberapa unsur pokok yaitu
ketahanan nasional merupakan kondisi dinamis, ketahanan nasional mengandung keuletan,
ketangguhan, kemampuan, dan kekuatan (K4). Ketahanan nasional juga didasari oleh
Pancasila dan UUD 1945. Tujuan dari ketahanan nasional sendiri adalah mencapai cita-cita
dan tujuan nasional.

Dengan memahami unsur-unsur ketahanan nasional sebagai sebuah konsep politik


ketatanegaraan tersebut, makalah ketahanan nasional memiliki 5 perspektif yaitu ketahanan
nasional sebagai ajaran atau paham kebangsaan, ketahanan nasional Sebagai kondisi dinamis
bangsa dan negara, ketahanan nasional sebagai model pengaturan negara, ketahanan nasional
sebagai pedoman penyelenggaraan negara, dan ketahanan nasional sebagai metode dan
pendekatan pembangunan nasional.

B. Teori Ketahanan Nasional

Banyak kali yang telah mengemukakan pengertian, konsep, dan teori serta sifat-sifat
ketahanan nasional itu sendiri. Dengan melakukan kompilasi kompilasi berbagai pengertian,
konsep, dance teori serta sifat-sifat ketahanan nasional tersebut, langkah esensi ketahanan
nasional mengarah pada terwujudnya Negara kesejahteraan yang makmur, adil, tertib, aman,
dan damai. Secara teoretis, bahwa ketahanan nasional Indonesia melandasi empat pilar
kehidupan bangsa dan negara, yaitu Pancasila, UUD 1945, NKRI (Negara Kesatuan Republik
Indonesia), dan Bhinneka Tunggal Ika.

C. Dinamika Ketahanan Nasional Indonesia dalam Perspektif NKRI

Konsepsi ketahanan nasional sebagai geostrategi Indonesia merupakan salah satu pilar
utama untuk menjamin kelangsungan hidup bangsa dan negara di Timur tengah
ketidakstabilan situasi politik, ekonomi, sosial budaya, dan keamanan dunia. Krisis politik
dengan di negara-negara Timur-Tengah, krisis politik dan keamanan di kawasan Afrika
Utara, ketegangan antara Kamboja dengan Thailand, ketegangan China, Jepang, Philipina,
dan Vietnam di kawasan laut Cina Selatan, krisis ekonomi di Yunani dan perang di
Afghanistan merupakan sebagai bukti konkret bahwa stabilitas dunia serba dinamik dan
tidak. Di sinilah ketahanan nasional sebagai konsep geopolitik dan geostrategi kedudukannya
menjadi sangat penting bagi masing-masing negara untuk memastikan bahwa negara dalam
keadaan eksis, stabil, aman, tenteram, dan damai.

Meskipun secara politis, konsep ketahanan nasional menjadi bagian penting dalam
kehidupan nasional, tetapi Dalam praktiknya konsep ketahanan nasional tersebut belum dapat
diimplementasikan dengan baik dan maksimal dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara, termasuk dalam penyelenggaraan negara. Meskipun telah terjadi
pemerintahan dari rezim orde baru ke rezim orde reformasi, tetapi masalah bangsa dan negara
tidak berarti sudah tuntas dan selesai, konflik sosial antar kelompok masyarakat masih terjadi,
kemiskinan masih tinggi, kasus korupsi terus meningkat, dan lain-lain telah menunjukkan
bahwa ketahanan nasional Indonesia belum kuat dan kukuh. Meskipun demikian, konsep
ketahanan nasional sebagai konsepsi politik dan geostrategi masih diperlukan dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Oleh karena itu, pembinaan ketahanan
nasional perlu terus dilakukan oleh semua elemen atau komponen bangsa Indonesia dengan
diikuti oleh perwujudan empat pilar kehidupan nasional yaitu Pancasila, UUD 1945, NKRI,
dan Bhinneka Tunggal Ika.

D. Implementasi Ketahanan Nasional Indonesia dan Problematikanya

Secara politis, konsep ketahanan nasional merupakan landasan politik dalam


penyelenggaraan negara, metode dan pendekatan pembangunan nasional. banyaknya
kesalahan dalam pengimplementasian ketahanan nasional merupakan suatu ancaman bagi
bangsa Indonesia. masalah implementasi dalam ketahanan nasional dalam penyelenggaraan
negara dan pemerintahan adalah masih adanya oknum pejabat negara dan pemerintahan yang
tersandung kasus kasus hukum, seperti terdapat beberapa kepala daerah, baik gubernur,
bupati/wali kota terseret kasus korupsi dan tindak pidana pencucian uang. Masalah mendasar
lain dalam implementasi ketahanan nasional, khususnya dalam bidang legislatif adalah belum
maksimalnya fungsi DPR dan DPRD. Masalah mendasar lainnya dalam bidang
penyelenggaraan negara terjadi pada bidang yudikatif, yaitu penyelenggaraan negara di
bidang yudikatif belum berjalan dengan baik sebagai akibat ketidakadilan dalam proses
peradilan.hal-hal mendasar tentang masalah ketahanan nasional tersebut menjadikan hal
tersebut telah menimbulkan munculnya sikap sinisme dan apatisme masyarakat terhadap
bawaan aparat penegak hukum.Sulitnya mengimplementasikan ketahanan nasional dalam
penyelenggaraan negara di bidang peradilan di Indonesia adalah sebagai akibat telah terjadi
demoralisasi atau kerusakan moral dan akhlak maupun aparat penegak hukum itu sendiri.

E. Terorisme dan Radikalisme sebagai Ancaman Keamanan Nasional dan


Keutuhan serta Kedaulatan Bangsa dan Negara Indonesia

Masalah mendasar lainnya yang dapat mengganggu dan mengancam keamanan nasional dan
keutuhan serta kedaulatan bangsa dan negara Indonesia adalah masalah terorisme dan
radikalisme. isu dan masalah terorisme dan radikalisme yang muncul ke permukaan dan
mengguncang stabilitas keamanan dan ketertiban nasional ketika terjadi ledakan bom Bali
oleh kelompok militan (kelompok radikal) atau kelompok fundamentalis yang selalu
mengatasnamakan agama (menggunakan simbol-simbol agama sebagai propaganda politik).
Akibat ledakan bom Bali tersebut menimbulkan dampak sosial-psikologis, sosial-ekonomi,
sosial-budaya, politik, dan keamanan nasional.

Terorisme dan radikalisme di Indonesia, dapat menjadi Ancaman bagi keutuhan dan
keberlangsungan hidup bangsa dan negara Indonesia, karenanya terorisme dan radikalisme
ini sangat berpengaruh dalam sendi-sendi kehidupan. untuk pengertian terorisme sendiri ialah
merupakan suatu ide tentang tindak kekerasan atau ancaman kekerasan. Terorisme dalam
konteks ini merupakan bagian dari dicourse, bimbingan besar tentang ilmu perang.

F. Korupsi sebagai Ancaman Terhadap Ketahanan Nasional Indonesia

Selain terorisme dan radikalisme dapat mengancam keamanan nasional, kedaulatan,


keutuhan bangsa dan negara Indonesia, masalah korupsi. Dilihat dari segi korbannya,
masalah korupsi ini berbeda dengan masalah terorisme, meskipun kedua kejahatan tersebut
merupakan kejahatan luar biasa. Khusus untuk kejahatan korupsi, dari segi korban, korupsi
yang dilakukan, baik secara perorangan maupun berjamaah, korbannya bukan hanya
beberapa orang saja dan bersifat lokalitas, seperti halnya korban ledakan bom oleh pelaku
teroris, tetapi korban dari kejahatan korupsi adalah penderitaan dan kesengsaraan masyarakat,
yakni seluruh rakyat Indonesia yang berjumlah ratusan juta jiwa.

G. Narkoba sebagai Ancaman Terhadap Ketahanan Nasional Indonesia

Salah satu bentuk kejahatan luar biasa lainnya adalah kejahatan narkoba. Kejahatan
narkoba di Indonesia ini sudah masuk kategori yang sangat akut, kronis atau darurat, dan
berbahaya bagi ketahanan nasional karena sudah mengancam moralitas dan mental
masyarakat Indonesia.kasus kejahatan narkotika di Indonesia dari waktu ke waktu terus
mengalami peningkatan yang sangat signifikan. Bahkan dari beberapa tahun terakhir, yakni
awal 2016 kasus kejahatan narkotika sangat mengkhawatirkan karena berdampak buruk
terhadap mental dan moral masyarakat Indonesia, terutama di kalangan remaja dan pelajar.

Untuk mencegah secara dini penyalahgunaan narkotika, khususnya yang terjadi di


lingkungan pelajar, mahasiswa, dan generasi muda, mengapa pemerintah harus melibatkan
dan bersinergi dengan melibatkan semua komponen masyarakat dan bangsa dan menjadikan
penyalahgunaan narkotika menjadi musuh bersama sama halnya dengan kejahatan terorisme
dan kejahatan korupsi. Untuk mencegah sejak sejak dini penyalahgunaan narkotika di
lingkungan pelajar, mahasiswa, dan generasi muda diperlukan peran orang tua dan keluarga
sebagai tempat mendidik anak-anak di lingkungan keluarga. Pendidikan informal didalam
keluarga merupakan benteng utama untuk memberikan penyadaran, pencerahan, pendidikan
budi pekerti, pendidikan moral, dan pendidikan akhlak terhadap anak-anak untuk menjauhkan
diri dari narkotika. Para orang tua harus dapat menanamkan nilai-nilai agama, nilai-nilai
keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan yang maha esa, nilai kedisiplinan dan tanggung
jawab, nilai-nilai kebijakan lainnya kepada anak-anak di lingkungan keluarga dan sekitarnya,
sehingga terbentuk kepribadian yang baik bagi anak-anak, pelajar, mahasiswa, dan generasi
muda. Oleh karena itu, orang tua dan pemimpin formal serta pemuka masyarakat memiliki
peranan penting untuk mencegah dan memberantas penyalahgunaan narkotika. selain itu
orang tua dan para pemimpin formal dan informal harus dapat memberikan keteladanan dan
contoh sikap dan perbuatan yang baik.

Anda mungkin juga menyukai