Anda di halaman 1dari 16

BAB 1

LAPORAN KASUS
I. Identitas pasien
Nama : Nn, A.
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 13 tahun
Alamat : Rambatan Wetan
Pekerjaan : Siswi Sekolah Menengah Pertama
Suku : Jawa
Agama : Islam
Tanggal pemeriksaan : 6 agustus 2018

II. Anamnesis
a) Keluhan Utama
Gatal di sela jari tangan dan kaki sejak 1 tahun yang lalu.
b) Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poli kulit RSUD Arjawinangun dengan keluhan gata;-gatal di sele-
sela jari tangan dan kaki yang mulai dirasakan semenjak 1 tahun yang lalu, pasien
mengaku sudah pernah berobat dan gejala berkurang namun 1 minggu terakhir
dirasakan kembali. Pasien mengatakan gatal-gatal tersebut awalnya timbul 1 tahun lalu
dibagian tungkai bawah, ditandai dengan bintik-bintik merah yang terasa gatal,
kemudian menyebar kelutut, tangan dan beberapa bagian abdomen. Selain gatal pasien
terkadang merasakan sakit seperti ditusuk-tusuk, terkadang terdapat nanah dan, perih
jika terkena air dan gatal-gatal dirasakan hilang timbul sepanjang hari namun paling
dominan pada malam hari.
c) Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien pernah mengalami keluhan seperti ini semenjak 1 tahun yang lalu dibagian tubuh
yang lain, Pasien mempunyai riwayat sakit maag. Riwayat DM, Hipertensi disangkal.
d) Riwayat Pengobatan
Obat minum dan salep untuk keluhan yang sama 6 bulan yang lalu, nama obat tidak
diketahui.
e) Riwayat Alergi
Debu.
f) Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat Hipertensi dan Diabetes Melitus disangkal, Bapak pasien pernah menjalani
pengobatan Paru dalam waktu yang cukup lama.

III. Pemeriksaan Fisik


 Status Generalis
o Kesadaran : Komposmentis
o Keadaan umum : Tidak tampak sakit
o Kepala/leher : Dalam batas normal
o Thoraks : Dalam batas normal
o Abdomen : terdapat titik-titik erosi kulit bekas lesi
o Ekstremitas : akral hangat, terdapat papul-papul dan
beberapa erosi kulit.
o Status lokalis
 Lokasi : sela-sela jari dan kaki
 Effoflorensi : papul, vesikel dan beberapa bagian yang erosi.
IV. Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang
V. Resume
Pasien wanita, 13 tahun datang ke poli kulit RSUD Arjawinangun dengan
keluhan gata;-gatal di sele-sela jari tangan dan kaki yang mulai dirasakan semenjak 1 tahun
yang lalu, pasien mengaku sudah pernah berobat dan gejala berkurang namun 1 minggu
terakhir dirasakan kembali. Pasien mengatakan gatal-gatal tersebut awalnya timbul 1 tahun
lalu dibagian tungkai bawah, ditandai dengan bintik-bintik merah yang terasa gatal,
kemudian menyebar kelutut, tangan dan beberapa bagian abdomen. Selain gatal pasien
terkadang merasakan sakit seperti ditusuk-tusuk, terkadang terdapat nanah dan, perih jika
terkena air dan gatal-gatal dirasakan hilang timbul sepanjang hari namun paling dominan
pada malam hari. Sebelumnya, 1 tahun lalu pasien pernah mengalami keluhan serupa dan
mengaku pernah melakukan pengobatan kemudian belakangan ini kambuh lagi.
Pada pemeriksaan dermatologi didapatkan lesi seperti papul-papul dan beberapa
vesikel yang menyebar merata di bagian kaki, sela-sela jari tangan dan sela-sela jari kaki
dengan kurang lebih 0,5-1cm.

VI. Diagnosis
Scabies
VII. Diagnosis Banding
Prurigo, pediculosis korporis dan Dermatitis
VIII. Penatalaksanaan
 Metil prednisolone 2x8mg
 Loratadine 2x10mg
 Vit C 1x1
 Betametasone cr/C4-6 cr
 Edukasi
o Menyarankan pasien untuk menjaga kebersihan tubuh dan lingkungan
pasien
o Menyarankan pasien untuk menjaga kebersihan diri terutama mengenai
mandi, pakaian dan tempat tidur di pondok.
o Menyarankan pasien untuk membersihkan dan menjemu sprei, tempat tidur
dan pakaian ditempat yang terkena sinar matahari dan kering secara berkala
o Menyarankan pasien untuk menghindari kontak dengan lingkungan selama
masih dalam pengobatan (isolasi)
o Menyarankan pasien untuk tidak berbagi alat mandi, perlengkapan untuk
tidur dan kontak dengan pasien yang sedang sakit serupa apabila sudah
sembuh.
IX. Prognosis
 Ad Vitam : ad bonam
 Ad Functionam : ad bonam
 Ad Sanationam : ad bonam
BENTUK LESI DAN LOKASI PADA PASIEN
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
I. Definisi
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi
terhadap Sarcoptes Scabies val, hominis, dan produknya (DerBer 1971). Ditandai dengan
gatal malam hari, mengenai sekelompok orang, dengan tempat predileksi di lipatan kulit
yang tipis, hangat, dan lembab. Gejala klinis dapat terlihat polimorfi tersebar di seluruh
badan.
Skabies dari bahasa latin scabere, yang artinya to scratch, dulu dikenal sebagai
gatal 7 tahun, yaitu penyakit kulit yang menyerang manusia dan binatang. Dalam klasifikasi
WHO dikelompokan sebagai water-related disease. Penyebabnya adalah Sarcoptes
Scabiei,yaitu kutu parasite yang mampu menggali terowongan di kulit dan menyebabkan
rasa gatal. Skabies ditularkan secara langsung dari orang ke orang melalui kontak langsung
tapi dapat juga secara tidak langsung. Masa inkubasi 4-6 minggu. Jenis yang berat adalah
scabies berkrusta ( crtusted scabies ), dulu diebut Norwegian Scabies, biasanya terjadi pada
pasien imunokompromrais. Sinonim penyakit scabies adalah The itch, Sky bees, gudik,
budukan, gatal agogo.

II. Epidemiologi
Ada dugaan bahwa setiap siklus 30 tahun terjadi epidemic scabies. Banyak
faktor yang menunjang perkembangan ini, antara lain sosial ekonomi yang rendah, hiegene
yang buruk, hubungan seksual bersifat promiskuitas, kesalahan diagnosis, dan
perkembangan demografik serta ekologik. Penyakit ini dapat dimasukan dalam I.M.S (
Infeksi menular seksual )

Cara penularan :
1. Kontak langsung ( kontak kulit dengan kulit )
Misalnya berjabat tangan, tidur bersama, dan hubungan seksual.
2. Kontak tak langsung ( Melalui benda ) misalnya pakaian, handuk,
sprei, bantal, dan lain-lain.

Penularannya biasanya oleh Sarcoptes Scabiei betina yang sudah dibuahi atau
kadang-kadang oleh bentuk larva. Dikenal juga Sarcoptes Scabiei var. animalis yang kadang-
kadang dapat meulari manusia, terutama mereka yang banyak memelihara binatang peliharaan,
misalnya anjing.
Skabies terjadi baik pada laki-laki maupun perempuan, di semua daerah, semua
kelompok usia, ras, dan kelas sosial. Skabies ditularkan melalui kontak fisik langsung. (skin-
to-skin) ataupun tak langsung (pakaian, tempat tidur yang dipakai bersama). Skabies menjadi
masalah utama pada daerah yang padat dengan masalah sosial, sanitasi yang buruk, dan negara
miskin. Angka kejadian skabies tinggi di negara dengan iklim panas dan tropis. Skabies
endemik terutama di lingkungan padat penduduk dan miskin. Faktor yang menunjang
perkembangan penyakit ini, antara lain: higiene buruk, salah diagnosis, dan perkembangan
dermografi serta ekologi.

Skabies umumnya terjadi pada penduduk dengan ekonomi menengah ke bawah


yang kurang menjaga kebersihan diri, higiene yang buruk, promiskuitasseksual, kepadatan
penduduk, dan kesalahan diagnosis dari dokter yang memeriksa. Di antara faktor di atas,
kepadatan penduduk merupakan faktor terpenting dalam penyebaran skabies (Sungkar, 1995).
Penularan skabies terjadi akibat hubungan erat langsung dengan penderita seperti yang terjadi
di panti asuhan (Soedarto, 1987). Selain itu menurut Wolff et al. (2008), dapat juga terjadi di
panti jompo, penjara, bangsal rumah sakit, dan lain-lain.

Skabies dikenal sebagai penyakit menular yang mendunia dengan estimasi 300
juta kasus setiap tahunnya. Prevalensi ini bervariasi dan fluktuatif setiap waktunya (Farrar et
al., 2014). Prevalensi penyakit skabies di Indonesia adalah sekitar 6-27% dari populasi umum.
Skabies menduduki peringkat ke-3 dari penyakit kulit tersering di Indonesia. Di suatu pesantren
yang padat penghuninya, prevalensi skabies mencapai 78,7% dan lebih tinggi pada kelompok
dengan higiene kurang baik (Sungkar, 1995). Insidensi dapat bersifat endemik yang meningkat
pada anak-anak, remaja, lansia, pasien tirah baring, dan tingkat pendidikan yang rendah

Skabies merupakan penyakit kulit yang endemis di wilayah beriklim tropis dan
subtropis,seperti Afrika, Amerika selatan, Karibia, Australia tengah dan selatan, dan Asia.3,4
Prevalensi skabies pada anak berusia 6 tahun di daerah kumuh di Bangladesh adalah 23-29%
dan di Kamboja 43%. Studi di rumah kesejahteraan di Malaysia tahun 2010 menunjukkan
prevalensi 30%5 dan di Timor Leste prevalensi skabies 17,3%.

Menurut penelitian, Amajida AF, 2014, terhadap prevalensi scabies di sebuah pesantren
Prevalensi skabies di Pesantren X, Jakarta Timur adalah 51,6%: pada santri laki-laki 57,4%
dan perempuan 42,9%; santri tsanawiyah 58,1% dan aliyah 41,3%. Prevalensi skabies
berhubungan dengan jenis kelamin dan tingkat pendidikan. Lokasi lesi terbanyak adalah di
bokong (33,8%) dan di sela jari tangan (29,2%). Perlu dilakukan pemberantasan skabies di
Pesantren X, Jakarta Timur dengan melakukan pengobatan masal dan penyuluhan kesehatan.
Penyuluhan kesehatan tersebut perlu diberikan kepada semua santri, dengan perhatian khusus
pada santri laki-laki dan santri dengan tingkat pendidikan tsanawiyah. Pemeriksaan skabies
perlu dilakukan dengan mengamati tempat predileksi, terutama bokong dan sela-sela jari
tangan.

III. Etiologi

Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi
terhadap Sarcoptes scabiei varian hominis dan produknya. Siklus hidup tungau ini adalah:
Setelah kopulasi (perkawinan) di atas kulit, tungau jantan akan mati, kadang-kadang masih
dapat hidup beberapa hari dalam terowongan yang digali oleh tungau betina. Tungau betina
dapat bertahan hidup selama 1 sampai 2 bulan.4 Tungau betina yang telah dibuahi menggali
terowongan dalam stratum korneum, dengan kecepatan 2 -3 milimeter sehari, sambil
meletakkan telurnya 2 atau 4 butir sehari sampai mencapai 40-50 telur. Selama itu tungau
betina tidak meninggalkan terowongan. Setelah 3-4 hari, larva berkaki enam akan muncul dari
telur dan keluar dari terowongan dengan memotong atapnya. Larva kemudian menggali
terowongan pendek (moulting pockets) tempat mereka berubah menjadi nimfa. Setelah itu
nimfa berkembang menjadi tungau jantan dan betina dewasa. Seluruh siklus hidup mulai dari
telur sampai bentuk dewasa antara 8 – 12 hari Tungau skabies lebih memilih area tertentu untuk
membuat terowongan dan menghindari area yang memiliki banyak folikel pilosebaceus.
Biasanya, pada satu individu terdapat 5-15 tungau, kecuali Norwegian scabies - individu bisa
didiami lebih dari sejuta tungau ini.

Penyakit ini terjadi 2-6 minggu pada seseorang yang belum pernah terinfeksi
sebelumnya dan 1-4 hari pada seseorang dengan riwayat penyakit skabies sebelumnya
(Cameron et al., 2012). Menurut Kong (2009), cara pengobatan yang tepat sangat penting untuk
mencegah kegagalan terapi. Kegagalan terapi ini juga dapat disebabkan kurangnya
pengetahuan dan pendidikan yang rendah (Schaider et al., 2012).
Sarcoptes Scabiei, filum Arthropoda, kelas Arachnida, ordo Ackarina, superfamily
Sarcoptes. Pada manusia oleh S. scabiei var homonis yang berbentuk oval dan gepeng,
berwarna putih kotor, translusen dengan bagan punggung lebih lonjong dibandingkan perut,
yang betina berkuruan 300-35- micron, sedangkan yang jantan berukuran 150-200 mikron.
Stadium dewasa mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang merupakan kaki depan, 2 pasang kaki
belakang ( Iskandar, 2000).
Sarcoptes Scabiei betina setelah dibuahi mencari lokasi yang tepat dipermukaan kulit
untuk kemudian membentuk terowongan, dengan kecepatan 0,5 mm-5mm per hari.
Terowongan pada kulit dapat sampai ke perbatasan stratum korneum dan stratum granulosum.
Didalam terowongan ini tungau betina akan tinggal selama hiduonya yaitu kurang lebih 30 hari
dan bertelur sebanyak 2-3 butir sehari. Telur akan menetas setelah 3-4 hari menjadi larva yang
akan keluar ke permukaan kulit untuk kemudian masuk kulit lagi dengan menggali terowongan
biasanya sekitar folikel rambut untuk melindungi dirinya dan mendapat makanan. Setelah
beberapa hari, menjadi bentuk dewasa melalui bentuk nimfa. Waktu yang diperlukan dari telur
hingga bentuk dewasa sekitar 10-14 hari.
Tungau jantan mempunyai masa hidup lebih pendek dari pada tungau betina, dan
mempunyai peran yang kecil pada pathogenesis penyakit. Biasanya hanya hidup dipermukaan
kulit dan akan mati setelah membuahi tungau betina. Sarcoptes Scabiei betina dapat hidup
diluar pada suhu kamar selama lebih kurang 30 hari. Yang diserang adalah bagian kulit yang
tipis dan lembab biasanya pada lipatan kulit seperti sela-sela jari, ketiak, lipatan paha, lipatan
lengan dan selangkangan (Soeharsono, 2002).

Faktor resiko Scabies

 Sistem imun tubuh


Semakin rendah imuntas seseorang maka, akan semakin besar kemungkinan
orang tersebut untuk terjangkit atau tertular penyakit scabies. Namun,
diperkirakan terjadi kekebalan setelah infeksi. Orang yang pernah terinfeksi akan
lebih tahan terhadap infeksi ylang walaupun tetap masih teteap terkena infeksi
dibandingkan mereka (orang-orang) yang sebelumnya belum terinfeksi scabies.
 Lingkungan dengan hygiene sanitasi yang kurang
Lingkungan yang dimungkinkan sangat mudah terjangkit scabies adalah
lingkungan yang lembab, terlalu padat, dan sanitasi buruk.
 Semua kelompok umur
Semua kelompok umur, baik itu anak-anak, remaha, dewasa dan tua
mempunyhai resiko untuk terjangkit scabies
 Kemiskinan
 Seksual promiskuitas (berganti-ganti pasangan)
 Diagnosis yang salah
 Demografi
 Ekologi
 Derajat sensititasi individual

IV. Klasifikasi dan Manifestasi Klinis

Diperlukan waktu kurang lebih 4 minggu sejak saat kontak hingga timbulnya
gejala pada pasien. Pasien akan mengeluhkan gatal-gatal yang hebat akibat reaksi imunologi
tipe lambat terhadap kuku atau butiran fesesnya. Pada pemeriksaan, kepada pasien
ditanyakan dimana gatal-gatal tersebut paling hebat. Kaca pembesar dan senter ( penlight)
dipegang dengan sudut miring terhadap permukaan kulit semenraea pemeriksaan dilakukan
untuk mencari terowongan yang berupa tonjolan kulit yang kecil. Terowongan bisa berupa
lesi yang multiple, lurus atau bergelombang berwarna cokelat atau hitam dan menyerupai
benanf, yang terlihat terutama diantara jari-jari tangan serta pergelangan tangan.
Lokasi lainnya adalah permukaan ekstensor siku, lutut, pinggir kaki, ujung-
ujung sendi siku, daerah sekitar putting susu, lipatan aksila, dibawah payudara yang
menggantung, dan pada atau didekat lipat paha atau lipat gluteus, penis dan skrotum, selain
itu pada lokasi bagian papul/nodul di aksila. Pada bayi mungkin mengalaminya di kulit
kepala dan wajah atau pustula di telapak kaki. Erupsi yang berwarna merah dan gatal
biasanya terdapat di daerah-daerah kulit di sekitarnya. Namun, terowongan tersebut tidak
selalu terlihat. setiap pasien dengan ruam dapat menderita scabies.
Salah satu tanda scabies yang klasik adalah peningkatan rasa gatal yang terjadi
pada malam hari dan keadaan ini mungkin disebabkan oleh peningkatan kehangatan kulit
yang menimbulkan efek stimulasi terhadap parasite tersebut. Demikian pula,
hipersensitivitas terhadap organisme tersebut dan produk eksresinya dapat turut
menimbulkan rasa gatal. Jika infeksi sudah menyebar, anggota keluarga yang lain dan teman
dekat juga akan mengeluhkan rasa gatal sekitar 1 bulan kemudian.
Lesi sekunder cukup sering dijumpai dan mencakup vesikel, papula, eksoriasi,
serta krusta, superinfeksi bakteri dapat terjadi akibat esksoriasi yang tetap dari terowongan
dan papula.

Diagnosis dapat dibuat dengan menemukan 2 dari 4 tanda cardinal sebagai berikut:
 Pruritus Nokturna
Artinya, gatal pada malam hari yang disebabkan oleh aktivitas tungau lebih
tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas.
 Penyakit ini menyerang sekelompok manusia dalam sebuah keluarga, sehingga
seluruh keluarga terkena infeksi, di asrama, atau pondokan. Begitu pula dalam
sebuah perkampungan yang padat penduduknya, sebagian besar tetangga yang
berdekatan akan diserang oleh tungau tersebut. Walaupun seluruh anggota
keluargaa mengalam investasi tungau, namun tidak memberikan gejala. Hal ini
dikenal sebagai hiposensititasi. Penderita bersifat sebagai pembawa ( carrier )
 Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat predileksi yang berwarna putih
atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau, berkelok, rata-rata panjang 1 cm,
pada ujung terowongan ditemukan papul atau vesikel. Jika timbul infeksi
sekunder ruam kulit menjadi polimorf ( pustule, eksokoriasi, dan lain-lain).
Namun, kunikulus biasanya sukar terlihat, karena sangat gatal pasien selalu
menggaruk, kunikulus dapat rusak karenanya. Tempat predileksinya biasanya
merupakan tempat dengan stratum korneum yang tipis, yaitu sela-sela jari
tangan, pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak bagian
ketiak, aerola mammae, umbilicus, bokong, genitelia eksterna ( laki-laki) dan
perut bagian belakang. Pada bayi, dapat menyerang telapak tangan telapak kaki,
wajah dan kepala.
 Menemukan tungau merupakan hal yang aling menunjang diagnosis. Dapat
ditemukan satu atau lebh stadium hidup tungau. Selain tungau dapat ditemukan
telur dan kotoran (skibala)
Selain dapat menimbulkan infeksi sekunder, skabies memiliki efek lain yaitu
anak menjadi gelisah dan mudah lelah karena tidur malam yang terganggu akibat rasa gatal
pada malam hari yang pada akhirnya mengakibatkan nafsu makan berkurang (Sungkar, 1995).
Kulit yang sering mengalami infestasi Sarcoptes adalah daerah interdigital, axilla, sekitar
umbilikus, skrotum, dan areola mammae. Rasa gatal yang ditimbulkan oleh Sarcoptes scabiei
dapat menyebabkan kerusakan kulit (Soedarto, 1987).

klasifikasi
1. Skabies Norwegian ( scabies berkrusta )
Bentuk scabies ini ditandai dengan dermatosis berkrusta pada tangan dan kaki,
kuku yang distrofik, serta skuama yang generalisata. Bentuk ini sangat menular,
tetapi rasa gatalnya sangat sedikit. Tungai dapat ditemukan dalam jumlah yang
sangat banyak. Penyakit terdapat pada pasien dengan retardasi mental,
kelemahan fisik, gangguan imunologik, dan psikosis.
2. Scabies nodular
Scabies dapat berbentuk nodular bila lama tidak mendapat terapi, sering terjadi
pada bayi dan anak, atau pada pasien dengan imunokompromais.

Klasifikasi menurut Sudirman (2006), scabies dapat diklasifikasikan menjadi:


a) Skabies pada orang bersih
Terdapat pada orang yang tingkat kebersihannya cukup, biasanya sangat
sukar ditemukan terowongan. Kutu biasanya hilang akibat mandi secara teratur,
bentuk ini ditandai dengan lesi berupa papul dan terowongan yang sedikit
jumlhanya sehingga sangat sukar ditemukan.
b) Skabies Inkognito
Obat steroid topical atau sistemik dapat menyamarkan gejala dan tanda
scabies, sementara infestasi tetap ada. Sebaliknya pengobatan dengan steroid
topical yang lama dapat pula menyebabkan lesi bertambah hebat. Hal ini
Disebabkan mungkin oleh karena penurunan respons imun seluler.
c) Skabies Nodular
Pada bentuk ini lesi berupa nodus coklat kemerahan yang gatal, nodus
biasanya terdapat di daerah tertutup, terutama pada genitalia laki-laki, inguinal
dan aksila. Nodus ini timbul sebagai reaksi hipersensitivitas terhadap tungau
scabies. Pada nodus yang berumur lebih dari satu bulan tungau jarang
ditemukan. Nodus mungkin dapat menetap selama beberapa bulan sampai satu
tahun meskipun telah diberi pengobatan anti scabies dan kortikosteroid.
d) Scabies Norwegia
Ini biasa disebut scabies krustosa ditandai oleh lesi yang luas dengan
krusta, skuama generalisata dan hyperkeratosis yang tebal. Tempat predileksi
biasanya kulit kepala yang berambut, telinga, bokong, siku, lutut, telapak tangan
dan kaku yang dapat disertai distrofi kuku. Berbeda dengan scabies biasa, rasa
gatal pada penderita scabies ini tidak menonjol tetapi bentuk ini sangat menular
karena jumlah tungau yang menginfestasi sangat banyak (ribuan).
Scabies ini terjadi akibat defisiensi imunologik sehingga sistem imun
tubuh gagal membatasi proliferasi tungau dapat berkembang biak dengan
mudah. Scabies ini yang sering ditemukan di pondok pesantren karena scabies
jenis ini sangat mudah untuk berkembang biak apalagi didukung dengan
lingkungan yang padat penduduk dan tingkat kebersihannya masih sangat
rendah.
e) Scabies terbaring ditempat tidut (bed ridden)
Penderita penyakit kronis dan orang tua yang terpaksa harus tinggal
ditempat tidur dapat menderita scabies yang lesinya terbatas.
f) Scabies yang disertai penyakit menular seksual yang lain.
Scabies sering dijumpai bersama penyakit menular seksual yang lain
seperti gonore, sifilis, pedikulus pubis, herpes genitalis dan lainnya.

Scabies norwegia
V. Patogenesis

Siklus hidup Saroptes Scabiei ialah sebagai berikut: setelah kopulasi (perkawinan) yang
terjadi diatas kulit, tungau jantan akan mati, kadang-kadang masih dapat hidup dalam
terowongan dalam beberapa hari yang digali oleh tungau betina. Tungau Betina yang telah
dibuahi menggali terowongan dalam stratum korneum dengan kecepatan 1-3 milimeter
sehari sambil meletakkan telurnya 2 hingga 50. Bentuk Betina yang dibuahi ini dapat hidup
sebulan lamanya. Telur akan menetas biasanya dalam waktu 3 sampai 10 hari dan menjadi
larva yang mempunyai 3 pasang kaki. Larva ini dapat tinggal dalam terowongan, tetapi
dapat juga keluar. Setelah 2-3 hari lara akan menjadi nimfa yang mempunyai 2 bentuk,
jantan dan betina, dengan 4 pasang kaki. Seluruh siklus hidup mulai dari telur sampai
bentuk dewasa memerlukan waktu antara 8-12 hari.
Aktivitas S.Scabiei didalam kulit menyebabkan rasa gatal dan menimbulkan respons
imunitas selular dan humoral serta mampu meningkatkan IgE baik diserum maupun kulit.
Masa inkubasi berlangsung 4-6 minggu. Skabies sangat menular, transmisi melalui kontak
langsung dari kulit ke kulit dan tidak langsung melalui berbagai benda yang terkontaminasi
(sprei, sarung bantal, handuk dsb). Tungau skabies dapat hidup diluar tubuh manusia
selama 24-36 jam. Tungau dapat ditransmisi melalui kontak seksual, walaupun
menggunakan kondom, karena kontak melalui kulit diluar kondom.
Kelainan kulit dapat tidak hanya disebabkan oleh tungau skabies, tetapi juga oleh
penderita sendiri akibat garukan. Gatal yang terjadi disebabkan oleh sensititasi terhadap
sekreta dan eksreta tungau yang memrlukan waktu kira-kira sebulan setelah investasi. Pada
saat itu, kelainan kulit menyerupai dermatitis dengan ditemukannya papul, vesikel,
urtikaria, dan lain-lain dengan garukan dapat timbul erosi, eksoriasi, krusta dan infeksi
sekunder.
VI. Diagnosis

Terdapat 4 tanda utama atau cardinal sign pada infestasi skabies, yaitu pruritus
nocturna, mengenai sekelompok orang, adanya terowongan, dan ditemukan Sarcoptes scabiei.
Kelangsungan hidup Sarcoptes scabiei sangat bergantung kepada kemampuannya meletakkan
telur, larva, dan nimfa di dalam stratum korneum, oleh karena itu parasit sangat menyukai
bagian kulit yang memiliki stratum korneum relatif lebih longgar dan tipis. Lesi berupa eritema,
krusta, ekskoriasi papul, dan nodul yang sering ditemukan di daerah sela-sela jari, aspek volar
pergelangan tangan dan lateral telapak tangan, siku, aksilar, skrotum, penis, labia, dan areola
wanita. Jika ada infeksi sekunder ruam kulitnya menjadi polimorf (pustul, ekskoriasi, dan lain-
lain). Erupsi eritematous dapat tersebar di badan sebagai reaksi hipersensitivitas terhadap
antigen tungau. Lesi patognomonik adalah terowongan tipis dan kecil seperti benang, linear
kurang lebih 1 hingga 10 mm, berwarna putih abu-abu, pada ujung terowongan ditemukan
papul atau vesikel yang merupakan hasil pergerakan tungau di dalam stratum korneum.
Terowongan terlihat jelas di sela-sela jari, pergelangan tangan, dan
daerah siku.

Bentuk Klinis
Selain bentuk skabies klasik, terdapat pula bentuk-bentuk tidak khas, meskipun
jarang. Bentuk ini dapat menimbulkan kesalahan diagnostik yang dapat berakibat gagal
pengobatan, antara lain skabies pada orang bersih, skabies nodular, skabies incognito, skabies
yang ditularkan oleh hewan, skabies Norwegia (skabies berkrusta).

Pemeriksaan Penunjang
Jika gejala klinis spesifik, diagnosis skabies mudah ditegakkan; penderita sering
datang dengan lesi bervariasi. Pada umumnya diagnosis klinis ditegakkan jika ditemukan dua
dari empat cardinal signs, yaitu: pruritus nocturna, mengenai sekelompok orang, menemukan
terowongan atau Sarcoptes scabiei.

Beberapa cara untuk menemukan tungau:


1. Kerokan kulit
2. Mengambil tungau dengan jarum
3. Tes tinta pada terowongan (burrow ink test)
4. Membuat biopsi irisan (epidermal shave biopsy)
5. Biopsi irisan dengan pewarnaan HE.

Cara menemukan tungau:


(a) Carilah mula-mula terowongan kemudian ujung yang tterlihat papul atau
vesikel dicongkel dengan jarum dan diletakkan di atas sebuah objek, lalu
ditutup dengan kaca penutup dan dilihat dengan mikroskop.
(b) Dengan cara menyikat dengan sikat dan ditampung diatas selembar kertas
putih dan dilihat dengan kaca pembesar.
(c) Dengan membuat biopsy irisan. Caranya: lesi dijepit dengan 2 jari kemudian
dibuat irisan tipis dengan pisau dan diperiksa dengan mikroskop cahaya
(d) Dengan biopsy eksisinal dan diperiksa dengan pewarnaan hematoksilin
eosin ( HE)
VII. Diagnosis Banding

 Urtikaria akut, berupa erupsi pada papul-papul yang gatal, dan selalu sistemik.
 Prurigo, biasanya berupa papul-papul yang gatal, predileksi pada bagian ekstensor
ekstremitas.
 Gigitan serangga, biasanya jelas timbul sesudah ada gigitan, efloresensinya
urtikaria papuler.
 Folikulitis berupa pustul miliar dikelilingi daerah eritem.

VIII. Penatalaksanaan

Terapi lini pertama pasien dewasa adalah skabisid topikal, dapat digunakan permethrin
krim 5%. Dioleskan di seluruh permukaan tubuh, kecuali area wajah dan kulit kepala (daerah
banyak terdapat kelenjar pilosebaceus), dan lebih difokuskan di sela- sela jari, inguinal, genital,
area lipatan kulit sekitar kuku, dan area belakang telinga. Pada pasien anak dan skabies
berkrusta, area wajah dan kulit kepala juga harus diolesi. Pasien harus diberitahu bahwa
walaupun telah diberi terapi skabisidal yang adekuat, ruam dan rasa gatal di kulit dapat tetap
menetap hingga 4 minggu.
Steroid topikal, anti-histamin, ataupun steroid sistemik jangka pendek dapat diberikan
untuk menghilangkan ruam dan gatal pada pasien yang tidak membaik setelah pemberian terapi
skabisid lengkap.

Penatalaksanaan Khusus
1. Permethrin
Merupakan pilihan pertama, tersedia dalam bentuk krim 5%, yang diaplikasikan selama
8-12 jam dan setelah itu dicuci bersih. Apabila belum sembuh bisa dilanjutkan dengan
pemberian kedua setelah 1 minggu, dan pemberian ketiga 1 minggu setelah pemberian kedua.
Target utama pengobatan adalah membran sel skabies. Obat membuat ion Cl masuk ke dalam
sel secara berlebihan, membuat sel saraf sulit depolarisasi dan parasit akan paralisis/ lumpuh.
Obat ini efektif membunuh parasit, tapi tidak efektif untuk telur. Oleh karena itu, penggunaan
permethrin hingga 3 kali pemberian sesuai siklus hidup tungau.

Pemberian kedua dan ketiga dapat membunuh tungau yang baru menetas. Permethrin
jarang diberikan pada bayi kurang dari 2 bulan, wanita hamil, dan ibu menyusui karena
keamanannya belum dapat dipastikan. Wanita hamil dapat diberikan dengan aplikasi yang
tidak lama sekitar 2 jam. Efek samping jarang ditemukan, berupa rasa terbakar, perih, dan gatal,
mungkin karena kulit sensitif dan terekskoriasi.

2. Presipitat Sulfur 4-20%


Preparat sulfur tersedia dalam bentuk salep dan krim. Tidak efektif untuk stadium telur.
Pengobatan selama tiga hari berturut-turut, dapat dipakai untuk bayi/ anak kurang dari 2 tahun.
Kekurangan yang lain adalah berbau dan mengotori pakaian serta kadang-kadang
menimbulkan iritasi.

3. Benzyl benzoate 20-25%


Benzyl benzoate bersifat neurotoksik pada tungau skabies. Digunakan dalam bentuk
emulsi 25% dengan periode kontak 24 jam, diberikan setiap malam selama 3 hari. Terapi ini
dikontraindikasikan pada wanita hamil dan menyusui, bayi, dan anak-anak kurang dari 2 tahun,
lebih efektif untuk resistant crusted scabies. Efektif terhadap semua stadium, obat ini sulit
diperoleh, sering memberi iritasi, dan kadang-kadang makin gatal dan panas setelah dipakai.
4. Gamma benzene heksaklorida (Gammexane)
Merupakan insektisida yang bekerja pada sistem saraf pusat (SSP) tungau. Efektif
untuk semua stadium. Tersedia dalam bentuk 1% krim, lotion, gel, tidak berbau, dan tidak
berwarna. Pemakaian secara tunggal dioleskan ke seluruh tubuh dari leher ke bawah selama
12-24 jam. Setelah pemakaian, cuci bersih, dan dapat diaplikasikan kembali setelah 1 minggu.
Hal ini untuk memusnahkan larva-larva yang menetas dan tidak musnah oleh pengobatan
sebelumnya. Tidak dianjurkan mengulangi pengobatan dalam 7 hari, serta menggunakan
konsentrasi selain 1% karena efek samping neurotoksik SSP (ataksia, tremor, dan kejang)
akibat pemakaian berlebihan. Obat tidak dianjurkan untuk anak dibawah 6 tahun dan ibu hamil
karena toksis terhadap SSP.

5. Crotamiton krim (Crotonyl-N-Ethyl-OToluidine)


Sebagai krim 10% atau lotion. Tingkat keberhasilan bervariasi antara 50%-70%. Hasil
terbaik diperoleh jika diaplikasikan dua kali sehari setelah mandi selama lima hari berturut-
turut. Mempunyai efek antiskabies dan antigatal. Tidak dapat digunakan untuk wajah,
disarankan mengganti semua pakaian dan sprei serta dicuci dengan air panas setelah
penggunaan crotamiton untuk mencegah kembalinya tungau. Efek samping iritasi bila
digunakan jangka panjang; obat ini tidak mempunyai efek sistemik

6. Ivermectin
Ivermectin adalah bahan semisintetik yang dihasilkan oleh Streptomyces avermitilis, anti-
parasit yang strukturnya mirip antibiotik makrolid, namun tidak mempunyai aktivitas
antibiotik, diketahui aktif melawan ekto dan endo parasit. Digunakan luas pada pengobatan
hewan, mamalia; pada manusia digunakan untuk pengobatan penyakit filarial terutama
oncocerciasis, dilaporkan efektif untuk skabies.
Diberikan oral, dosis tunggal, 200 ug/ kgBB untuk pasien berumur lebih dari 5 tahun.
Formulasi ivermectin topikal juga dilaporkan efektif. Efek samping yang sering adalah
dermatitis kontak, dapat juga terjadi hipotensi, edema laring, dan ensefalopati.

Pengobatan Simptomatik
Obat antipruritus seperti obat anti-histamin dapat mengurangi gatal yang menetap selama
beberapa minggu setelah terapi anti-skabies yang adekuat. Untuk bayi, dapat diberikan
hidrokortison 1% pada lesi kulit yang sangat aktif dan aplikasi pelumas atau emolient pada lesi
yang kurang aktif, pada orang dewasa dapat digunakan triamsinolon 0,1%. Setelah pengobatan
berhasil membunuh tungau skabies, masih terdapat gejala pruritus selama 6 minggu sebagai
reaksi eczematous atau masa penyembuhan. Pasien dapat diobati dengan emolien dan
kortikosteroid topikal; antibiotik topikal tergantung infeksi sekunder oleh Staphylococcus
aureus. Crotamiton antipruritik topikal dapat digunakan.
Keluhan pruritus dapat berlanjut selama 2-6 minggu setelah pengobatan berhasil. Hal
ini karena respons kekebalan tubuh terhadap antigen tungau. Jika gejalanya menetap,mungkin
karena salah diagnosis, aplikasi obat salah, sehingga tungau skabies tetap ada. Kebanyakan
skabies kambuh karena reinfeksi.
Penatalaksanaan Umum

Edukasi pasien skabies:


1. Setiap anggota keluarga serumah sebaiknya mendapatkan pengobatan yang sama dan
serentak selama 4 minggu.
2. Pengobatan dioleskan di kulit dan sebaiknya dilakukan pada malam hari sebelum
tidur.
3. Ganti pakaian, handuk, sprei kamar, dan sofa yang sudah digunakan, selalu cuci
dengan teratur, rendam dengan air panas dan disetrika.
4. Jangan ulangi penggunaan skabisid dalam kurang dari seminggu walaupun rasa gatal
mungkin masih timbul selama beberapa hari.

IX. Pencegahan
Orang-orang yang kontak langsung atau dekat dengan penderita harus diterapi dengan
skabisid topikal. Terapi pencegahan ini harus diberikan untuk mencegah penyebaran karena
seseorang dapat mengandung tungau skabies yang masih dalam periode inkubasi
asimptomatik.
Penyakit skabires ini dapat dicegah dengan cara selalu menjaga kebersihan lingungan
dan kebersihan diri, mencuci bersih baju, handuk, sprei penderita scabies bahkan lebih baik
apabila dicuci menggunakan air panas, kemudian menjemurnya sampai kering, menghindari
pemakaian baju, handuk, spreis secara bersama-sama. Dan yang lebih utama adalah dengan
memutuskan mata rantai penularan penyakit scabies dengan cara mengobati penderita sampai
tuntas (Rohmawati, 2010).
DAFTAR PUSTAKA

Ratnasari AF, Sungkar S. Prevalensi Skabies dan Faktor-faktor yang Berhubungan


di Pesantren X, Jakarta Timur. 2014. Ejki. Vol 2(1):1:11.
Kusumangnityas, Restu. Analisis Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Skabies Pada
Anak di Wilayah Puskesmas Banjarnegara II. 2015. Universitas Muhamadiyah Purwokerto.
Boediardja SA, Handoko RP. Ilmu penyakit kulit dan kelamin: Skabies. 2017. Fakultas
kedokteran Universitas Indonesia. Edisi ketujuh.
Tan, Sukmawati Tan, et al. Scabies: Terapi Berdasarkan Siklus Hidup. CDK-254/ vol. 44 no.
7 th. 2017.
Pourhasan, Abolfazl et al. Treatment of scabies, permethrin 5% cream vs. crotamiton
10% cream. 2013. Polish Parasitological Society. Annals of Parasitology 2013, 59(3), 143–
147.
Anna Banerji. Scabies. 2015. Canadian Paediatric Society, First Nations, Inuit and Métis
Health Committee. 2015;20(7):395-402.

Anda mungkin juga menyukai